TUGAS ZOONOSIS PERAN BURUNG LIAR DALAM PENYEBARAN WEST NILE VIRUS

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [253.76 KB]

TUGAS ZOONOSIS PERAN BURUNG LIAR DALAM PENYEBARAN WEST NILE VIRUS Oleh : drh. Agus Jaelani B251100154 drh. Platika Widiyani B251100164 drh. Hari Yuwono Adi B251100224 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 1

PENDAHULUAN Penyakit West Nile adalah penyakit serius yang ditularkan oleh nyamuk yang membawa virus West Nile. Virus West Nile termasuk dalam golongan flavivirus. Demam West Nile dapat menyebabkan penyakit pada manusia, kuda, dan beberapa spesies burung. Pada manusia sebagian besar tidak menimbulkan gejala dan 20% memiliki gejala ringan seperti flu, demam, sakit kepala dan ruam. Pada kasus berat dapat menyebabkan ensefalitis. Tahun 2007 di Amerika Serikat terdapat 121 orang meninggal karena demam West Nile (OIE 2011). Lebih dari 30.000 orang di Amerika Serikat telah dilaporkan terinfeksi penyakit West Nile sejak tahun 1999, dan sekitar 13.000 sakit serius dan lebih dari 1200 meninggal (CDCa 2011). Ketika virus West Nile muncul di Amerika Utara pada tahun 1999 sebanyak hampir 200 ekor burung mati (Phalen & Dahlhausen 2004). Virus West Nile pada burung terjadi cukup cepat dan bisa berakibat fatal. Tapi pada beberapa burung yang dapat bertahan maka dapat menjadi reservoir.

Spesies burung yang rentan seperti angsa, menunjukkan berbagai gejala neurologis mulai dari terkulai dan kelumpuhan sayap, tidak mampu bergerak dan mungkin inkoordinasi. Tingkat mortalitas pada angsa mencapai 20-60% (OIE 2011). Selain burung, kuda juga merupakan hewan yang rentan terhadap serangan virus West Nile. Virus West Nile berasal dari daerah terpencil contohnya seperti di Afrika, Eropa Timur, Asia Barat, dan Timur Tengah (CDCa 2011). Isolat virus West Nile yang baru menunjukkan sifat yang sangat virulen. Sebelum tahun 1994 penyakit tersebut hanya terjadi secara sporadis pada manusia dan kuda atau epidemi yang relatif kecil di daerah pedesaan. Hingga sebelum tahun 1999 tidak pernah didokumentasikan terjadi di Belahan bumi bagian Barat. Pada tahun 1999 virus West Nile terdapat pada belahan bumi Timur dengan adanya laporan wabah yang terjadi di Aljazair, Rumania, Maroko, Tunisia, Italia, Rusia dan Israel antara tahun 1994 dan 1999, dan virus West Nile menyebar ke Amerika Utara pada tahun 1999 (CSFPH 2009). Virus West Nile pertama kali dilaporkan di Amerika Utara pada akhir musim panas tahun 1999 di New York City dan dalam 4 tahun telah menyebar melintasi mayoritas wilayah Amerika Serikat (Peterson et al. 2003). 2 Gambar 1. Distribusi geografis di daratan Amerika (Anonimous 2011) 3 TINJAUAN PUSTAKA Etiologi Virus West Nile merupakan arbovirus dalam genus Flavivirus dari famili Flaviviridae (CSFPH 2009). Virus West Nile diklasifikasikan dalam serocomplex virus Japanese encephalitis. Virus ini adalah virus RNA untai tunggal dengan kira-kira 12000 nukleotida. Virus West Nile memiliki 30-35 mm inti icosahedral yang dilapisi amplop sel inang yang mengandung 2 membran glikoprotein virus (E dan M). Total lebar amplop virus adalah 45-50 nm. Virus West Nile bukan virus tunggal tetapi sebuah rangkaian virus yang kekerabatannya dekat, yang patogenisitas ke burung dan vertebrata lain berbeda-beda secara signifikan dan berubah secara konstan (Phalen & Dahlhausen 2004). Strain Virus West Nile dapat dibagi dalam 2 garis keturunan (lineage).

Lineage pertama dapat dibagi lebih lanjut dalam 3 clades (1a, 1b dan 1 c). Varian dengan kekerabatan yang dekat dalam clade 1 bertanggungjawab dalam wabah penyakit pada manusia, kuda dan atau burung-burung di Afrika Utara, Israel, Eropa dan Amerika Utara. Clade 1b termasuk virus Kunjing yang tersebar luas di Australia, Papua New Guinae dan Irian Jaya dan clade 1c hanya diisolasi di India. Virus dari clade 1b dan 1c menyebabkan sedikit penyakit pada manusia dan hewan. Virus West Nile lineage 2 ada di Afrika Tenggara dan secara sporadis menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan, virus ini relatif nonpathogenic (Lanciotti et al. 2002). Gambar 2. Virus West Nile (Anonimous 2011) 4 Epidemiologi virus West Nile Pada tahun 1937 penyakit West Nile pertama kali terisolasi di Uganda, kemudian bertindak sebagai penyebab epidemi pada manusia di Israel tahun 1951. Kejadian di Mesir tahun 1950 telah menemukan nyamuk merupakan salah satu penular virus serta burung liar diidentifikasi sebagai reservoir virus dalam waktu yang sama. Kejadian penyakit pada spesies burung domestik ditemukan tahun 1997. Penyakit ini muncul untuk pertama kalinya di negara bagian barat Agustus 1999, kemungkinan besar melalui impor burung yang terinfeksi dan menyebabkan kematian pada burung liar, kuda, serta manusia di New York. Dalam waktu kurang dari 10 tahun tersebar di seluruh Amerika Utara termasuk Meksiko, Kanada hingga Amerika Selatan. Kejadian wabah West Nile pada kuda telah dilaporkan di Italia, Prancis sejak tahun 1998. Survei di beberapa bagian Eropa dan Timur Tengah telah menunjukkan bahwa sampai sepertiga dari kuda yang dilakukan pemeriksaan telah terinfeksi virus tanpa menunjukkan penyakit klinis (OIE 2011). Virus West Nile pertama kali dilaporkan di Amerika Utara pada tahun 1999 di New York City. Penyebaran virus West Nile yang cepat di Amerika Utara dan Karibia dipercaya telah terjadi sebagai hasil dari pergerakan/perpindahan burung-burung yang terinfeksi (Peterson et al. 2003). Setelah musim dingin tahun 1999-2000, virus West Nile kembali muncul di New York dan New Jersey di musim semi tahun 2000 dan mulai menyebar ke utara melalui timur laut Amerika Serikat (Marfin et al. 2001). Pada awal 2001, ini kembali terdeteksi di Timur Laut Amerika Serikat dan Florida dan dengan cepat menyebar ke utara negara bagian Midwestern pada awal musim panas diikuti dengan penyebaran sepanjang sungai Mississippi selama akhir musim panas dan awal musim gugur (Blackmore et al. 2003). Pada akhir 2002, setiap negara bagian di timur gunung Rocky telah dilaporkan aktivitas virus West Nile (O’Leary et al. 2002). Burung merupakan inang vertebrata utama bagi virus West Nile. Sementara nyamuk bertindak sebagai vektor yang menonjol dalam penyebaran virus West Nile. Satu spesies nyamuk menjadi vektor yang kompeten untuk virus West Nile, dimana harus ada reseptor yang sesuai pada lapisan sel-sel endotel usus bagian tengah nyamuk yang memungkinkan virus menyerang dan memperbanyak diri dalam sel. Sebagai tambahan, virus harus mampu untuk meloncat ke usus tengah dan kemudian melakukan penetrasi dan memperbanyak diri dalam kelenjar saliva. Sebagian besar vektor nyamuk yang kompeten beberapa spesies dari genus Culex. 5 Contoh Culex pipiens, Cx. nigrapalpus, Cx. quinquefasciatus, and Cx. Restuans (Turell et al. 2001). Tabel 1. Jumlah kasus virus West Nile di Amerika Serikat tahun 2011 No Inang Jumlah kasus 1 Manusia 268 2 Burung 562 3 Nyamuk 8227 Sumber : http://www.cdc.gov/ncidod/dvbid/westnile/USGS_frame.html Burung terinfeksi ketika seekor burung digigit oleh seekor nyamuk terinfeksi. Setelah seekor burung terinfeksi terjadi viremia dari hari ke-2 sampai ke-7. Besarnya viremia tergantung pada spesies yang terinfeksi. Burung gagak (Family Corvidae), burung pipit (Passer domesticus), burung kutilang (Carpodacus mexicanus), dan passeriner lainnya memiliki konsentrasi virus yang tinggi dalam darah dan memiliki durasi viremia yang lama. Virus West Nile dapat bertahan (persisten) dalam kulit setelah viremia berhenti, memungkinkan infeksi nyamuk untuk periode waktu yang tidak dapat ditentukan (Malkinson et al. 2001). Dibawah kondisi lingkungan yang sesuai maka jumlah burung yang terinfeksi akan mencapai titik yang akan memungkinkan virus ditularkan ke manusia dan vertebrata lain. Penularan terjadi dengan jembatan vektor nyamuk, contoh Aedes vexan dan Ochlerotatus spp, yang akan memberikan makan pada burung dan mamalia. Manusia, kuda dan mamalia lain merupakan dead-end host virus West Nile, mereka tidak dapat mengembangkan viremia dalam konsentrasi yang cukup yang memungkinkan infeksi nyamuk. Virus West Nile juga menginfeksi reptil dan amfibi dan ini mungkin bahwa beberapa spesies itu dapat mengembangkan konsentrasi (virus) dalam darah yang cukup untuk memungkinkan infeksi nyamuk (Turell et al. 2001). Penularan secara independen antara nyamuk dengan burung dapat terjadi. Memakan nyamuk terinfeksi, mencit terinfeksi dan bahkan air yang terkontaminasi telah menunjukan hasil dalam percobaan infeksi. Oleh karena itu, gagak liar dan burung lain yang memakan burung dan mamalia lain yang mati terinfeksi virus West Nile dapat menyebabkan gagak/burung tersebut terinfeksi (Komar et al. 2003). Virus telah diisolasi dari nyamuk setelah musim dingin dan dapat juga ditularkan dari nyamuk betina terinfeksi dalam beberapa persen (sedikit) telur mereka, hal ini memperlihatkan berapa pentingnya virus bertahan selama musim dingin. Bagaimanapun, siklus infeksi virus pada burung dapat bertahan tahunan 6 dalam kondisi tropis, dan saat ini burung-burung terinfeksi bermigrasi ke utara dapat juga mengintroduce virus sepanjang musim semi. Demam West Nile merupakan penularan oleh nyamuk dalam siklus normal diantara burung dan nyamuk, khususnya spesies Culex. Virus West Nile juga penyebab penyakit hewan khususnya pada kuda dan burung (Rutledge et al. 2003). Penularan penyakit Virus West Nile memiliki inang yang beragam, serta dapat bereplikasi pada burung, reptil, amfibi, mamalia, nyamuk dan kutu. Reservoir virus ini ditemukan pada burung. Selain itu, nyamuk bertindak sebagai vektor/pembawa virus yang menularkan dari burung yang terinfeksi keburung maupun hewan lainnya. Telah diketahui bahwa beberapa spesies burung lebih rentan terhadap virus West Nile terutama famili corvidae (gagak). Infeksi di hewan lain, contohnya kuda dan manusia merupakan kejadian insidentil sebab mamalia tidak mengembangkan virus yang cukup dalam aliran darah untuk menyebarkan penyakit West Nile (OIE 2011). Tingkat dan durasi viremia bervariasi pada tiap spesies. Virus di daerah endemik dipertahankan dalam siklus enzootic pada nyamuk dan burung. Ketika kondisi lingkungan yang mendukung, virus melakukan amplifikasi yang tinggi, sejumlah vektor (nyamuk yang menggigit burung dan mamalia) menjadi terinfeksi di akhir musim panas, dan dapat menyebarkan virus ke manusia, kuda dan host lain. Migrasi burung dapat membawa virus West Nile ke daerah baru. Pada beberapa burung, viremia dapat bertahan selama lebih dari 3 bulan dan dapat melepaskan virus melalui sekresi oral dan cloacal, maupun menularkan virus secara langsung. Penelitian yang dilakukan pada kalkun dan ayam yang terinfeksi dapat mengekskresikan virus dalam feses selama beberapa hari. Virus ini juga terdapat di kulit angsa dan darah pada bulu gagak yang kemungkinan berkontribusi terhadap penularan akibat kanibalisme dan pekerja pemilih bulu. Sedangkan mamalia terinfeksi melalui gigitan nyamuk. Karnivora dan reptil (contohnya kucing dan buaya) juga dapat terinfeksi dengan memakan jaringan yang berisi virus ini. Manusia dan kuda merupakan dead end dan tidak menularkan virus ke nyamuk (CFSPH 2009). 7 Gambar 3. Skema siklus penularan virus West Nile (G. Dauphin et al. / Comp. Immun. Microbiol. Infect. Dis. 27 (2004) 343–355) Gejala klinis a. Pada manusia Gejala penyakit West Nile pada manusia sering asimptomtis dan pada umumnya terbagi menjadi gejala demam West Nile yang ringan dan gejala neuroinvasive yang parah. Demam West Nile umumnya akan berlangsung selama beberapa hari, sedangkan gejala yang parah (ensefalitis atau meningitis) dapat berlangsung beberapa minggu. Masa inkubasi pada manusia selama 2-14 hari. Diperkirakan bahwa sekitar 20% pasien yang terinfeksi menunjukkan gejala ringan yang disebut demam West Nile, antara lain oleh demam, malaise, sakit kepala,nyeri tubuh, anoreksia, limfadenopati, mual, diare, muntah, sakit tenggorokan dan konjungtivitis. Terkadang disertai dengan eritematosa, makula nonpruritic, papular atau ruam kulit. Kebanyakan infeksi tidak parah dan sembuh dalam 2-6 hari (CSFPH 2009). Sekitar 1 dari 150 orang yang terinfeksi virus West Nile akan berkembang menjadi bentuk yang parah dan berkembang menjadi neuroinvasive West Nile. Neuroinvasive West Nile merupakan bentuk yang parah dan menyebabkan kematian karena mempengaruhi sistem syaraf. Gejala neuroinvasive ini menunjukkan tanda sakit kepala, demam tinggi, kekakuan leher, disorientasi, koma, tremor, kejang, kelemahan otot, dan kelumpuhan. Efek neurologis yang ditimbulkan kemungkinan bersifat permanen (CDCb 2011). 8 Tiga sindrom yang terlihat yaitu ensefalitis, meningitis, dan acute flaccid paralysis. Meningitis ditandai dengan demam, sakit kepala/leher, kaku dan fotofobia. Sedangkan pasien dengan West Nile encephalitis memiliki perubahan dalam kesadaran, disorientasi maupun ataksia, inkoordinasi, tremor dan tanda-tanda yang menyerupai penyakit Parkinson. Pasien penderita tidak mentransmisikan penularan ke orang lain melalui kontak, namun West Nile virus dapat ditransmisikan melalui transfusi darah dan transplantasi organ dari orang yang tidak menunjukkan tanda (CFSPH 2009). b. Pada kuda Virus West Nile pada kuda sangat berbahaya jika virus menginfeksi otak. Hal ini dapat menyebabkan peradangan otak dan selanjutnya mengganggu fungsi normal dari sistem saraf pusat kuda. Setelah sistem saraf pusat adalah kuda terkena dampak serius, kematian mungkin dapat terjadi. Gejala pada kuda menunjukkan adanya kelemahan kaki belakang, ketidakmampuan berdiri, lesu dan gemetar (CDCb 2011). Beberapa gejala klinis yang ditemukan pada kuda yang menderita penyakit West Nile antara lain hilangnya nafsu makan, depresi, kelumpuhan parsial, gangguan penglihatan, kejang, berputar-putar, dan ketidakmampuan untuk menelan (OIE 2011). Selain itu seringkali disertai kelemahan pada kaki belakang serta diikuti kelumpuhan. Selanjutnya koma dan kematian dapat terjadi. Kuda terinfeksi virus West Nile dengan gigitan nyamuk yang terinfeksi. Melalui gigitan nyamuk tersebut virus masuk ke dalam sistem darah kuda, terjadi replikasi atau perbanyakan virus dan menyebabkan penyakit (CDCb 2011). c. Pada burung Burung biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi sampai tahap terakhir penyakit yaitu ensefalitis atau radang otak dan myocarditis. Tanda lain yang kemungkinan dijumpai pada burung yang terinfeksi adalah burung tidak dapat terbang, terkulai atau berjalan dengan baik. Virus West Nile telah dilaporkan menyerang lebih dari 150 spesies burung di Amerika Utara (CDCb 2011). Spesies burung yang rentan seperti angsa, menunjukkan berbagai gejala neurologis mulai dari terkulai dan kelumpuhan sayap, tidak mampu bergerak dan mungkin inkoordinasi. Tingkat mortalitas pada angsa mencapai 20-60% (OIE 2011). 9 Morbiditas dan mortalitas Penyakit West Nile ini biasanya terjadi pada musim hangat, saat nyamuk aktif di lingkungan. Infeksi di manusia jarang menunjukkan tanda klinis, hanya sekitar 20 % menunjukkan gejala demam West Nile dan 1 % neuroinvasive, dimana neuroinvasive ini kemungkinan lebih sering terjadi pada penderita lanjut usia diatas 50 tahun dan penderita imunocompresi. Case Fatality Rate (CFR) yang dilaporkan selama wabah di Amerika Serikat bervariasi antara 4% – 15% (CSFPH 2011). Diagnosa Diagnosa dapat dilihat dari gejala klinis dan diteguhkan dengan deteksi antibodi dalam darah hewan/manusia yang terinfeksi melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosa pada manusia dengan uji serologi, termasuk adanya kenaikan titer atau adanya IgM dalam serum atau cairan serebrospinal. IgM pada cairan serebrospinal menunjukkan infeksi yang baru terjadi. Metode yang sering digunakan antara lain ELISA, plaque reduction neutralization test (PRN), immunofluorescence (IFA) dan hemagglutination inhibisi (HI). Antigen virus atau asam nukleat terkadang dapat dideteksi dalam jaringan, cairan serebrospinal, darah dan cairan tubuh lain. Cairan serebrospinal dapat diuji dengan RT-PCR, meskipun hal ini jarang dilakukan dalam praktek klinis. Imunohistokimia untuk mendeteksi antigen virus terutama digunakan postmortem pada kasus penyakit neurologis fatal (CSFPH 2011). 10 PEMBAHASAN Peran migrasi burung liar Burung merupakan salah satu vertebrata penting dalam kelangsungan siklus virus West Nile. Peran burung liar sebagai reservoir memudahkan penyebaran virus West Nile ke berbagai wilayah. Berbagai studi menunjukan keterkaitan yang kuat antara pergerakan (migrasi) burung liar terinfeksi terhadap penyebaran virus West Nile. Virus West Nile terdeteksi di Amerika Utara pada musim gugur tahun 1999 ketika burung-burung yang mati mulai muncul di New York City dan Long Island, New York (Germendia et al. 2001). Sejak terdeteksi, virus West Nile telah menyebar secara cepat melalui Amerika Utara. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dusek et al. (2009) membuktikan bahwa burung yang bermigrasi menjadi agen penyebar virus West Nile di Amerika Utara dan virus West Nile berada pada berbagai spesies burung. Beragamnya spesies burung yang dapat terinfeksi dan berperan sebagai reservoir memudahkan proses penyebaran virus West Nile antar wilayah. Pada tahun 2003, aktivitas virus West Nile pada nyamuk dan sentinel dan burung liar pertama dilaporkan di California dan wabah utama pada manusia, kuda dan burung terjadi di Collorado dan utara negara bagian Midwestern (Reisen et al. 2004). Selama waktu itu virus West Nile juga telah menyebar melalui sebagian besar timur dan tengah Kanada dan masuk ke Meksiko dan Karibia (Drebot et al. 2003; Dupuis et al. 2003). Wabah di Eropa dan Israel juga hasil dari migrasi burung-burung yang mengalami viremia (Peterson et al. 2003). Studi yang dilakukan di Itali menunjukan bahwa virus West Nile telah menjadi endemis di Itali melalui burung liar lokal dan nyamuk yang memungkinkan virus bertahan dalam musim dingin. Kebanyakan terjadi pada spesies Magpie, Eurasian jay, Carrion Crow dan C. pipiens dan mungkin O. caspius (Monaco et al. 2010). Periode migrasi burung yang terjadi tiap tahun memungkinkan perluasan penyebaran virus antar negara bahkan tidak menutup kemungkinan antar benua. Negara yang memiliki keanekaragaman burung yang tinggi dan disertai keberadaan nyamuk sebagai vektor memiliki risiko yang lebih besar dalam penularan virus West Nile. 11 Situasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia salah satunya dapat dilihat dengan tingginya keragaman jenis burung yang dimiliki, yaitu sebanyak 1.598 jenis dan 372 jenis diantaranya merupakan jenis endemik Indonesia. Setiap tahunnya, ribuan sampai ratusan ribu burung pemangsa melakukan migrasi besar-besaran dari Utara ke Selatan melewati Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi lintasan ribuan burung pemangsa tersebut. Bahkan beberapa daerah menjadi wintering area semasa musim dingin. Beberapa lokasi yang menjadi kunjungannya adalah kawasan Puncak (Bogor), Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang dan Bali. Sepanjang bulan Oktober sampai Nopember burung pemangsa dari belahan bumi utara itu akan dengan mudah kita jumpai di lokasi-lokasi tersebut. Berdasarkan kondisi ini maka Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki peluang besar dalam mata rantai penyebaran virus West Nile antar negara. Migrasi burung yang melintasi wilayah Indonesia merupakan faktor risiko mengingat berbagai studi menunjukan bahwa munculnya virus West Nile di Eropa dan Amerika melibatkan migrasi burung (Nasci et al. 2001). Migrasi burung liar antar negara bahkan antar benua memungkinkan terjadinya pernyebaran virus West Nile ke negara lain di Asia termasuk Indonesia. Jika hal ini tidak diantisipasi dengan baik maka peluang terjadinya wabah virus West Nile bisa terjadi mengingat Indonesia memiliki berbagai jenis burung dan nyamuk yang menjadi vektor. Terkait dengan upaya antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya penyebaran virus West Nile di Indonesia maka perlu dilakukan surveilan virus West Nile. Surveilan dimaksudkan untuk memonitor dan mengidentifikasi kemungkinan keberadaan virus West Nile di berbagai wilayah Indonesia. Surveilan dilakukan terhadap beberapa hewan yang berperan penting dalam keberlangsungan siklus hidup virus West Nile diantaranya burung dan nyamuk. Pencegahan Kunci untuk mencegah penyebaran virus West Nile adalah dengan mengontrol populasi nyamuk, melindungi hewan atau manusia dari paparan nyamuk terutama saat senja dan pagi hari saat nyamuk aktif. Selain itu, program 12 pengawasan burung liar memungkinkan pemerintah untuk mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi hewan dan manusia (OIE 2011). Beberapa cara untuk mengurangi kemungkinan berkembangnya virus dapat dilakukan dengan membersihkan air pada tempat minuman hewan setiap 2 hari sekali untuk mencegah telur nyamuk menetas dan berpotensi menyebarkan penyakit. Membuang peralatan (ember/kaleng dan sebagainya) yang dapat menjadi tempat persembunyian nyamuk (CDCb 2011). Penelitian terbaru di Amerika Serikat menunjukkan bahwa vaksinasi pada kuda dianggap sebagai tindakan pengendalian yang efektif, namun vaksin bagi manusia belum tersedia dan ribuan orang menjadi sakit di Amerika Serikat dan Kanada setiap tahun (CSFPH 2009). Pencegahan lain dapat dilakukan dengan pemberian desinfeksi, karena virus West Nile dapat dihancurkan oleh desinfektan natrium hipoklorit, contohnya klorin, hidrogen peroksida, glutaraldehid, formaldehid, etanol, yodium dan iodophores fenol. Juga dapat dilemahkan dengan sinar UV dan iradiasi gamma, serta panas selama 30 menit pada 560C (CSPH 2009). Tindakan karantina dapat membantu bagi spesies yang dicurigai atau diketahui menularkan virus horizontal, disertai pula dengan pelarangan karnivora untuk makan daging yang mungkin terkontaminasi virus West Nile, yang telah diteguhkan dengan adanya penemuan terjadinya wabah pada buaya yang disebabkan memakan daging kuda yang terinfeksi. Pencegahan anjing dan kucing dari berburu atau makan burung dan tikus juga dapat mengurangi risiko eksposur (CSFPH 2009). Tindakan pengobatan yang dilakukan tidak cukup efektif mengingat penyebab penyakit ini adalah virus dan biasanya pengobatan yang dapat dilakukan berupa terapi suportif bagi penderita (OIE 2011). 13 KESIMPULAN West Nile virus merupakan zoonosis yang melibatkan nyamuk sebagai vektor penting. Distribusi penyakit ini cukup luas meliputi Amerika Utara, Eropa, Asia, dan Afrika. Burung liar memiliki peran penting dalam penyebaran virus West Nile antar negara bahkan antar benua. Migrasi burung menjadi salah satu mekanisme dalam penyebaran virus West Nile antar wilayah/negara. Saat ini belum ada laporan resmi mengenai adanya kasus West Nile di Indonesia baik pada manusia maupun hewan. SARAN Terjadinya migrasi burung ke Indonesia memungkinkan terjadinya penyebaran virus West Nile. Oleh karena itu diperlukan tindakan surveilan pada burung-burung liar dan nyamuk untuk memonitor dan mengidentifikasi keberadaan virus West Nile. 14 DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2011. West Nile Virus. http://en.wikipedia.org/wiki/File:Wnv_map_MX.jpg. [25 September 2011]. Blackmore CGM, Stark LM, Jeter WC, Oliveri RL, Brooks RG, Conti LA, Wiersma ST. 2003. Surveillance results from the first West Nile virus transmission season in Florida, 2001. Am J Trop Med Hyg 69: 141–150. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2011. West Nile Infection. http://www.cdc.gov/ncidod/dvbid/westnile/qa/symptoms.htm [19 September 2011]. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2011. West Nile Virus. http://www.cdc.gov/Features/WestNileVirus/ [ 27 September 2011]. [CFSPH] The Center For Food Security and Public Health, 2009. West Nile Virus Infection. Iowa State University. http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/west_nile_fever.pdf. [20 September 2011]. Drebot MA, Lindsay LR, Barker IK, Buck PA, Fearon M, Hunter F, Sockett P, Artsob H. 2003. West Nile virus surveillance and diagnostics: a Canadian perspective. Can J Infect Dis 14: 105–114. Dupuis AP II, Marra PP, Kramer LD. 2003. Serologic evidence of West Nile virus transmission, Jamaica, West Indies. Emerg Infect Dis 9: 860–863. Dusek RJ, McLean RG, Kramer LD, Ubico SR, Dupuis II AP, Ebel GD, Guptill SC. 2009. Prevalence of West Nile Virus in Migratory Birds during Spring and Fall Migration. Am. J. Trop. Med. Hyg., 81(6), 2009, pp. 1151–1158. Germendia AE, Van Kruiningen HJ, French RA. 2001. The West Nile virus: its recent emergence in North America. Microbes Infect 3: 223–229. Lanciotti RS, Ebel GD, Deubel V, et al. 2002. Complete genome sequences and phylogenetic analysis of West Nile virus strains isolated from the United States, Europe, and the Middle East. Virology 298: 96-105, 2002 Marfin AA, Petersen LR, Eidson M, Miller J, Hadler J, Farello C, Werner B, Campbell GL, Layton M, Smith P, Bresnitz E, Cartter M, Scaletta J, Obiri G, Bunning M, Craven RC, Roehrig JT, Julian KG, Hinten SR, Gubler DJ, ArboNET Cooperative Surveillance Group. 2001. Widespread West Nile virus activity, eastern United States, 2000. Emerg Infect Dis 7: 730–735. 15 Monaco F, Lelli R, Teodori L, Pinoni C, Di Gennaro AP, Polci A, Calistri P, Savini G. 2010. Re-emergence of West Nile virus in Italy. Zoonoses and Public Health 57, 476–486. [OIE] Office International des Epizootic. 2011. West Nile Fever. www.oie.int. [19 September 2011]. O’Leary DR, Marfin AA, Montgomery SP, Kipp AM, Lehman JA, Biggerstaff BJ, Elko VL, Collins PD, Jones JE, Campbell GL. 2004. The epidemic of West Nile virus in the United States 2002.Vector Borne Zoonotic Dis 4: 61–70. Phalen DN, Dahlhausen B. 2004. West Nile Virus. Seminars in Avian and Exotic Pet Medicine, Vol 13, No 2 (April), 2004: pp 67-78 Reisen W, Lothrop H, Chiles R, Madon M, Cossen C, Woods L, Husted S, Kramer V, Edman J. 2004. West Nile virus in California. Emerg Infect Dis 10: 1369–1378. Turell MJ, O’Guinn ML, Dohm DJ, Jones JW. 2001. Vector competence of North American mosquitoes (Diptera: Calicidae) for West Nile virus. J Med Entomol 38:130-133. Malkinson M, Banet C. 2001. The role of birds in the ecology of West Nile virus in Europe and Africa. Curr Topics Microbiol Immun 267:309-322. Komar N, Langevin S, Hinten S, et al. 2003. Experimental infection of North American birds with the New York strain of West Nile Virus. Emerg Infec Dis [serial online] Mar 2003. Available from: URL:http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol9no3/02-0628.htm Peterson AT, Vieglais DA, Andreasen JK. 2003. Migratory birds modeled as critical transport agents for West Nile virus in North America. Vector-Bourne Zoonotic Dis 3:27-37. Nasci RS, Savage HM, White DJ, et al. 2001. West Nile virus in overwintering Culex mosquitoes, New York City, 2000. Emerg Infec Dis [serial online] Jul-Aug 2001. Available from: URL:http://www. cdc.gov/ncidod/EID/vol7no4/nasci2.htm Rutledge CR, Day JF, Lord CC, et al. 2003. West Nile virus infection rates in Culex nigripalpus (Diptera: Culicidae) do not reflect transmission rates in Florida. J Med Ent 40:253-258.