Tingkat Pertumbuhan UKM

Pembangunan dan pertumbuhan UKM merupakan salah satu motor penggerak yang krusial bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi regional di berbagai negara didunia. Di negara-negara berkembang, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri, seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran terutama dari golongan masyarakat berpendidikan rendah, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, serta masalah urbanisasi dengan segala efek-efek negatifnya, artinya keberadaan atau pertumbuhan UKM diharapkan memberikan suatu kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut diatas.

Di Indonesia peranan UKM, khususnya UK (Usaha Kecil) juga sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk menanggulangi pengangguran, memerangi kemiskinan, dan pemerataan pendapatan. Oleh sebab itu, tidak heran jika kebijakan pengembangan UKM di Indonesia sering dianggap secara tidak langsung sebagai kebijakan anti kemiskinan atau kebijakan redistribusi pendapatan.

UKM di Indonesia apabila dilihat dari jumlah unit usahanya yang sangat banyak disemua sektor ekonomi dan kontribusinya yang sangat besar terhadap penciptaan kesempatan kerja dan sumber pendapatan khususnya didaerah pedesaan dan bagi rumah tangga berpendapatan rendah, tidak dapat diingkari betapa pentingnya UKM. Selain itu selama ini kelompok usaha tersebut juga berperan sebagai salah satu motor penggerak bagi pembangunan ekonomi dan komunitas lokal.

Era globalisasi dan perdagangan bebas merupakan momen yang sangat penting bagi perkembangan UKM, dimana sektor UKM memilki peranan baru yang lebih penting yaitu sebagai salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan  pertumbuhan  ekspor non migas dan sebagai industri pendukung bagi UB(Usaha Besar) lewat keterkaitan produksinya. Disamping itu juga UKM bisa berperan penting dalam pertumbuhan ekspor non migas dan bisa bersaing di pasar domestik terhadap barang-barang impor maupun dipasar global.

Di Indonesia UKM sangat diharapkan menjadi salah satu pemain penting dalam penciptaan pasar baru bagi Indonesia tidak hanya dalam negeri tetapi lebih penting lagi diluar negeri , jadi sebagai salah satu sumber penting bagi neraca perdagangan dan jasa atau neraca pembayaran (Balance of Payment ), untuk melaksanakan peran baru ini melihat kondisinya hingga saat ini, UKM di Indonesia harus membenahi diri sejak dini untuk dapat meningkatkan daya saing globalnya.

Teori pertumbuhan Donella H Madows, batas-batas pertumbuhan dapat didefinisikan dalam dua cara pandang yaitu:

  1. Pertumbuhan sebagai proses tumbuh menurut deret tambah(linear process) suatu besaran (quantity) tumbuh menurut deret tambah jika besaran itu bertambah dengan suatu jumlah tetap dalam jangka waktu tertentu.
  2. Pertumbuhan sebagai suatu proses tumbuh menurut deret ukur , jika besaran itu bertambah dengan suatu prosentase tetap dari seluruh besaran itu dalam jangka waktu tertentu . Pertumbuhan menurut derat ukur adala gejala dinamik artinya pertumbuhan ini menyangkut unsur-unsur yang berubah sesuai dengan waktu.

Model Migrasi Todaro

Model ini bertolak dari asumsi bahwa migrasi dari desa kekota tersebut pada dasarnya merupakan sebuah fenomena ekonomi. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan migrasi juga merupakan suatu keputusan yang telah dilakukan secara rasional, para migran tetap saja pergi , meskipun mereka tahu betapa tingginya tingkat pengangguran yang ada didaerah-daerah perkotaan. Selanjutnya model Todaro mendasarkan pada diri pada pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara kota dengan desa. Adapun premis dasar yang dianut dalam model ini adalah bahwa para migrant senantiasa mempertimbangkan dan membanding-bandingkan pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka disektor pedesaan dan perkotaan, serta kemudian memilih salah satu diantaranya yang sekiranya kan dapat memaksimumkan keuntungan yang diharapkan. Besar kecilnya keuntungan yang mereka harapkan (expected gains) itu diukur berdasarkan besar kecilnya selisih antara pendapatan riil di desa dan di kota dan juga dari besar kecilnya peluang si migran mendapatkan pekerjaan di kota.

Pada dasarnya , model Todaro tersebut beanggapan bahwa segenap angkatan kerja , baik yang aktual maupaun potensial, senantiasa membandingkan penghasilan yang diharapkan selama kurun waktu tertentu disektor perkotaan( yaitu, selisih antara penghasilan dan biaya migrasi).

Keberadaan sektor informal(UKM) yang umumnya tidak terorganisasi dan tertata secara khusus melalui peraturan itu, resminya baru dikenal pada tahun 1970-an sesudah diadakannya serangkaian observasi dibeberapa negara-negara dunia ketiga  yang sejumlah besar tenaga kerja perkotaannya tidak memperoleh pekerjaan  disektor formal. Dikota-kota itu para tenaga kerja pendatang baru yang sangat banyak tersebut harus menciptakan suatu lapangan kerja sendiri atau bekerja pada perusahaan-perusahaan kecil milik keluarga. Bidang bidang kerja kecil-kecilan: mulai dari  pedagang keliling, pedagang asongan dijalanan dan trotoar, penulisan papan nama, jasa pengasahan pisau, operasi pemulung dan pembersih sampah hingga perdagangan petasan. Sedangkan yang memiliki keterampilan khusus akan mencari nafkah sebagai mekanik , tukang kayu, dan pembantu pribadi keluarga kaya. Tenaga-tenaga  kerja ini semua adalah tenaga-tenaga kerja yang sebagian besar datang /perpindahan  dari desa.

Teori Pembangunan Lewis

Salah satu model teoritis tentang pembangunan yang paling terkenal, yang memusatkan perhatian pada tranformasi struktural suatu perekonomian subsiten, mula-mula dirumuskan oleh W.Arthur Lewis, salah satu ekonom besar hadiah nobel, pada pertengahan abad 1950-an dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh John Fei dan Gustav Ranis. Model dua sektor Lewis ini sekarang telah diakui secara umum yang baku. Pada intinya teori ini membahas tentang proses pembangunan dinegara-negara dunia ketiga yang mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja selama dekade 1960-an dan dekade 1970-an. Menurut model pembangunan yang diajukan Lewis , perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni :

  1. Sektor tradisional , yaitu sektor pedesaan subsiten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marginal tenaga kerja sama dengan nol-ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja (surplus labor) sebagai suatu fakta bahwa sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian dan sektor itu tidak akan kehilangan outputnya sedikitpun.
  2. Sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga  kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsiten

Semakin tinggi tingkat pertumbuhan sektor modern, maka semakin cepat pula penciptaan lapangan kerja baru. Lapangan kerja baru disini bisa dibuat oleh tenaga kerja yang tidak terpakai disektor formal dan menciptakan usaha kecil dan menengah disektor informal.

Model Chenery

Chenery mendasarkan perumusan model perubahan strukturalnya pada serangkaian penelitian empiris ; Holis B Chenery secara khusus mengadakan penelitian untuk menyelidiki pola-pola pembangunan disejumlah negara dunia ketiga. Seri penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut dilakuakn secara cross sectional antarnegara pada periode waktu tertentu. Chenery mengambil negara-negara berkembang sebagai bahan studinya. Faktor-faktor yang didapati yang paling penting ialah adanya kelancaran transisi dari pola perekonomian agraris keperekonomian industri, perubahan jenis permintaan konsumen dari produk kebutuhan pokok keberbagai macam barang jasa, perkembangan daerah kota berkat migrasi para pencari kerja dan pembuka lapangan kerja dari desa.