Sumber-sumber Akhlaq

Sumber-sumber Akhlaq | Sumber-sumber akhlaq yang merupakan pembentukan mental itu ada beberapa faktor, secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

  • Faktor internal (dari dalam dirinya)
  • Faktor eksternal (dari luar dirinya)

(Abdullah Nasikh Ulwan, 1992:18)

Adapun faktor yang termasuk faktor yang dari luar dirinya, yang turut membentuk mental adalah :

  1. Keturunan atau al-warastah
  2. Lingkungan atau al-bi-ah/millieu
  3. Rumah tangga
  4. Sekolah
  5. Pergaulan kawan, persahabatan, ash-shodaqoh
  6. Penguasa, pemimpin atau al-mulk.

Sedangkan yang termasuk faktor dari dalam dirinya, secara terperinci pula dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Instinc dan akalnya
  2. Adat
  3. Kepercayaan
  4. Keinginan-keinginan
  5. Hawa nafsu, dan
  6. Hati nurani

(Rahmat Djatmika, 1987 : 25)

Semua faktor-faktor tersebut menggabung menjadi satu turut membentuk mental seseorang, mana yang lebih kuat, lebih banyak memberi corak pada mentalnya. Upamanya antara faktor keturunan yang mewarnai mentalnya sebagai pembawa sejak lahir, dengan pendidikan dan pergaulan apabila berbeda coraknya, maka yang lebih kuat akan memberi corak pada mental seseorang tersebut.

Tentu saja untuk membentuk mental yang baik agar si insan mempunyai akhlaq yang mulai, tidak dapat digarap hanya dengan satu faktor saja, melainkan harus dari segala jurusan, dari mana sumber-sumber akhlaq itu datang.

  1. Keturunan

Adanya pengaruh faktor keturunan dalam pembentukan mental seseorang ini, sebagai tersirat dalam firman Allah dalam surat Maryam ayat 27-28 tentang kisah Siti Maryam, firman Allah yang berbunyi :

Artinya :

“Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendong. Kaumnya berkata “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar”. “Wahai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat, dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang penzina”.

(Departemen Agama RI, 462)

Ayat tersebut memperkuat adanya pewarisan orang tua dalam berbagai keadaan, walaupun ada teori yang tidak setuju dengan teori keturunan ini. Teori turunan ini tidak akan turun nilainya, meskipun diingkari orang-orang.

Memang terlalu berlebih-lebihan madzhab yang mengatakan bahwa keturunan itu satu-satunya untuk dipakai dasar pendidikan anak-anak, baik badannya maupun akhlaqnya. Demikian juga sangat berlebihan madzhab yang mengatakan bahwa lingkungan (melliue) adalah satu-satunya perkembangan orang.

Menanggapi dari semua persepsi di atas menurut hemat kami, bahwa yang mendekati kenyataan adalah turunan itu bukan merupakan faktor satu-satunya untuk membentuk jasmani akal dan akhlaq, melainkan bagaikan biji dari buah-buahan/tanaman yang ditanam di suatu tempat yang tanahnya mempengaruhi juga pertumbuhan tanaman itu. Demikian pula antara keturunan dengan mellieu dan faktor-faktor lainnya yang berhubungan dengan pertumbuhan seseorang.

Mengenai pengertian keturunan, banyak orang memberikan definisi, antara lain :

  1. Keturunan adalah kekuatan yang menjadikan anak menurut gambaran orang tuanya.
  2. Turunan adalah persamaan antara cabang dan pokok.
  3. Turunan adalah yang terbelakang mempunyai persediaan persamaan yang terdahulu.

(Rahmat Djatnika, 1987:76)

Disamping pengertian-pengertian tersebut di atas, yang pada dasarnya sama, ada pula yang menentangnya, karena penyelidikan mereka yaitu disamping persamaan adapula perbedaan-perbedaan yang menjauhkan antara anak dengan orang tuanya, meskipun perbedaan itu sangat berdekatan.

Mengenai kekuatan keturunan, berbeda pada perinciannya namun keseluruhannya banyak persamaan, karena itu soal keturunan ini, meskipun mudah dan jelas adanya, namun masih pula samar-samar kwantitas dan kwalitas yang diturunkannya, karena banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhinya, yang merupakan kekuatan-kekuatan dari luar dirinya.

  1. Rumah Tangga

Faktor kedua setelah keturunan, sebagai sumber pembentukan mental seseorang adalah rumah tangga. Rumah tangga adalah merupakan sumber yang banyak memberikan dasar-dasar ajaran bagi seseorang dan merupakan faktor yang penting dalam pembentukan mental seseorang.

Setiap orang tua tentu mengiginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Dalam taraf yang sederhana, orang tua tidak ingin anaknya lemah sakit-sakitan, penganggur, bodoh dan nakal.

Untuk mencapai tujuan itu, orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. (Ahmad Tafsir, 1992 : 155). Kaidah ini ditetapkan secara kodrati, artinya orang itu tidak bisa berbuat lain, mereka harus menempati posisi itu dalam keadaan bagaimanapun juga. Karena mereka ditakdirkan menjadi orang tua yang dilahirkan.

Sehubungan dengan tugas dan tanggung jawab itu, maka ada baiknya orang tua mengetahui sedikit mengenai apa dan bagaimana pendidikan dalam rumah tangga. Kunci pendidikan dalam rumah tangga terletak pada pendidikan agama bagi si anak. Pembinaan rasa beragama harus dimulai dan terus dilakukan di dalam rumah tangga sejak bayi anak itu sudah dididik rasa beragamanya. Waktu lahir ia diadzankan atau diiqomatkan, semua itu cara mendidik anak agar beragama pada aspek rasa.

Kerena itu faktor ibu dan ayah paling mempengaruhi sebagai pengalaman pertama bagi si anak, sebagaimana yang tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Rosulullah bersabda :

Artinya :

“Setiap anak yang dilahirkan atas fitrah, maka kedua ibu bapaknyalah yang menyahudikannya atau menasranikannya atau memajusikannya. (Al-Bukhari-Muslim : 27)

Hadits ini menunjukkan dengan nyata peranan orang tua kedua ibu bapaknya dalam mengarahkan mental dan akhlaq seseorang, disengaja ataupun tidak disengaja.

Sehubungan dengan itu sebuah peribahasa mengatakan “Pengajaran di waktu kecil laksana mengukir di atas batu”. (Hamzah Ya’qub, 1988:83). Maka peranan orang tua dalam mengukir jiwa anaknya amat menentukan sekali.

Dilihat dari ajaran Islam, anak adalah amanah Allah, maka wajib dipertangung jawabkan. Jelas tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil. Kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar, karena memang manusia diberi oleh Allah untuk mencintai anaknya. Sebagaimana dalam surat Al-Kahfi ayat 46, Allah berfirman :

Artinya :

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (Departemen Agama RI, 150)

Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa manusia membawa sifat menyenangi harta dan anak-anak. Bila orang tua memang telah mencintai anaknya, maka tentulah ia tidak akan sulit mendidik anaknya.

Pengaruh akhlaqnya dari rumah tangga bagi anak-anak lebih banyak berfokus kepada keda orang tuanya, bagaimana kebijaksanaan kedua orang tua dalam menggayuh bahtera rumah tangga akan memberikan bekas kepada anggota keluarganya, terutama anak-anaknya.

  1. Faktor Lingkungan atau Melliu (Al-Bi’ah)

Mellieu adalah sesuatu yang melingkupi tubuh yang hidup. Sedangkan lingkungan manusia adalah apa yang mengelilinginya, berupa udara, lautan, daratan dan masyarakat. (Salihun an-Nasir, 1991 : 60)

Mellieu dibagi menjadi dua macam :

  • Millieu alam (keadaan)
  • Milieu pergaulan (rukhoni).

(Ahmad Amin, 1984:41)

Adapun yang termasuk milieu alam adalah hawa, cahaya, udara, benda-benda tambang, letak geografis suatu negeri dan segala apa yang ada padanya termasuk lautan, sungai dan lain sebagainya, kesemuanya adalah sangat mempengaruhi kesehatan penduduknya dan keadaan mereka yang berhubungan dengan akal dan terutama budi pekertinya.

Milieu dapat mempertinggi dan juga bisa memperlemah kemajuan seseorang. Laksana tumbuh-tumbuhan yang ditanam di tanah yang subur, tentunya tumbuhanya akan berbeda jauh dengan tanaman yang ditanam di tanah yang tandus dan gersang. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-A’rof ayat 58 :

Artinya :

“Dan tanah yang baik, tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikian kami terangkan tanda-tanda kebesaran kami bagi orang-orang yang bersyukur”. (Departemen Agama RI, 231)

Milieu yang kedua adalah milieu pergaulan, ia mengandung susunan pergaulan yang meliputi manusia, seperti rumah, sekolah, pemerintah, syi’ar agama, keyakinan dan lain sebagainya.

Seseorang yang hidup dalam lingkungan yang baik, secara langsung atau tidak langsung akan dapat kesiraman nama baik bagi dirinya, dan sebaliknya orang yang hidup dalam suatu lingkungan yang buruk, dia akan terbawa buruk walaupun dia sendiri tidak melakukannya.

Karena itulah Islam mengajarkan agar memilih tempat tinggal yang baik untuk tempat kita tinggal berumah tangga, sebelum kita bertempat tinggal supaya menliti apakah lingkungannya cocok untuk berumah tangga atau tidak, demi keselamatan bagi kita dan anak-anak kita.

  1. Faktor Sekolah

Sekolah merupakan faktor yang penting di samping faktor-faktor lainnya, yang memberi pengaruh dalam pembentukan akhlaq seseorang. Sebab sekolah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran yang memberikan didikan kepada anak didik serta membimbing dan mengarahkan bakat tersebut agar bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat dengan sebaik-baiknya.

Betapa pentingnya faktor pendidikan ini, karena naluri yang terdapat pada seseorang dapat dibangun dengan baik dan terarah. Misalnya pada seseorang anak terdapat bakat seni bangunan (arsitek), maka bakat ini akan berkembang dengan baik yang memungkinkan anak tersebut kelak dapat menjadi arsitek jika dibina melalui pendidikan.

Dalam hal ini faktor guru yang memegang peranan sangat penting dalam sekolah sebagai pendidik dan pengajar. Bagi anak yang belum dewasa, sebagaimana dalam pepatah jawa dikatakan “di gugu lan di tiru” artinya segala apa yang keluar dari mulut guru benarkannya dan dianggap itulah yang terbenar. (Rahmat Djatniko, 1994:101)

Faktor kurikulum sekolah juga mempunyai peranan dalam mengarahkan akhlaq si anak didik. Mata pelajaran yang serasi antara cabang keilmuan. Serasi yang dimaksud disini adalah serasi antara ilmu yang bersifat kerohanian dan ilmu yang bersifat materi, serasi antara ilmu keduniaan dan yang bersifat keakhiratan dan serasi pula dengan perkembangan otak peserta didik.

Di samping kita memperhatikan masalah materi pelajaran, yang mendapat perhatian pula yaitu masalah atau faktor-faktor alat pelajaran akan memberikan kesan dalam mental anak didik. Misalnya buku-buku, gambar-gambar dan lain sebagainya, yang akan disajikan kepada peserta didik. Oleh karena itu pelajaran dan alat-alat pelajaran harus mendapatkan penelitian dengan seksama sebelum dihidangkan kepada para peserta didik.

Millieu sekolah sedikit banyak juga akan mempengaruhi mental anak didik pula. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa lingkungan sekolah yang ideal adalah yang tenang, yang jauh dari keramaian duniawi, yang ada tempat peribadatannya, dan mempunyai atau dekat dengan tempat latihan keterampilan dan latihan kerja kemasyarakatan.

Segala sesuatu yang ada di sekolah akan memberikan kesan kewajaran yang patut dilakukan oleh anak didik. Sesuatu yang baik akan memberi kesan kebaikan itu wajar dan patut. (Rahmat Djatnika, 107)

  1. Faktor Pergaulan

Sumber kelima dari sumber-sumber akhlaq ialah faktor pergaulan kawan atau as-shoduuqoh. Pergaulan akan banyak mentukan kepribadian seseorang.

Anak-anak memerlukan teman bermain. Itu adalah kebutuhan psikologis. Dalam bermain dengan teman-teman mereka, mereka mengembangkan dirinya, misalnya mengembang rasa kemasyarakatannya, berlatih menjadi pemimpin dalam bermain, maka si anak akan dapat menemukan jati dirinya.

Di samping terdapat pengaruh yang positif, dalam berteman juga terdapat pengaruh yang negatif, oleh karena itu bagi orang tua hendaknya berhati-hati dalam memilihkan teman bermain bagi anaknya. Sebagai petunjuk umum untuk memilih teman adalah sebagai berikut :

  • Carikan teman yang baik moralnya
  • Carikan teman yang cerdas (IQ-nya tinggi)
  • Carikan teman yang kuat aqidahnya.

(Ahmad Tafsir, 1985:174)

Islam dengan ajaran pendidikannya membimbing orang tua dan para pendidik untuk mengawasi dan mengamati sepenuhnya anak-anak mereka, lebih-lebih pada usia remaja dan masa pubertas. Mereka seharusnya mengetahui dengan siapa anaknya berteman, kemana mereka pergi dan apa tujuan kepergian mereka. Kepada anak-anak kita, kita berkewajiban mengingatkan agar mereka selalu mencari teman yang baik, cerdas, sopan santun, jujur, hemat, rajin belajar dan memiliki sifat-sifat luhur lainnya.

Dalam hal memilih teman ini, Allah SWT berfriman dalam Al-Qur’an :

Artinya :

“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang dzalim menggigit dua tangannya, seraya berkata “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama rosul”. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan itu Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaiton itu tidak mau menolong manusia. (Departemen RI, 563)

Artinya :

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagaimananya menjadi musuh sebagian yang lain kecuali orang-orang yang taqwa. (Al-Zukhruf 67) (Departemen Agama RI, 803)

Betapa kuatnya pengaruh pergaulan dengan teman ini sama halnya dengan kuatnya pengaruh dalam lingkungan. Gejala yang ada sekarang ialah ketika anak didik mulai menginjak remaja biasanya mereka cenderung memilih teman dari kalangan anak orang kaya. Alasan pemilihan itu mudah difahami, akan tetapi akibatnya mereka cenderung hidup mewah. Padahal sekalipun orang tua termasuk orang yang cukup dari segi keuangan, kehidupan mewah tetap tidak baik untuk dilakukan.

  1. Faktor Penguasa

Faktor keenam yang besar juga pengaruhnya dalam pembentukan mental dan akhlaq seeorang dan masyarakat adalah faktor penguasa, atau pimpinan  dari suatu kelompok atau masyarakat yang mempunyai kekuasaan, baik formal maupun non formal. (Rahmat Djatnika, 1994:110)

Pimpinan dalam masyarakat yang kecil, yakni dalam rumah tangga yaitu seorang ayah dan ibu. Pimpinan dari lingkungan beberapa rumah tangga adalah kepala kampung, dalam suatu desa pemimpinnya adalah lurah begitu seterusnya sampai pada tingkat negara yang di kepalai oleh kepala negara yang dibantu oleh pembantu-pembantunya atau menteri-menterinya.

Begitu besar pengaruh pemimpin/penguasa, baik pimpinan formal maupun non formal, digambarkan oleh Rosulullah dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Ibnu Abas :

Artinya :

“Dua golongan dari manusia, apabila dua golongan itu baik, baiklah manusia dan apabila dua golongan itu rusak, maka rusaklah manusia, doa golongan itu adalah ulama dan pemerintah”. (Rahmat Djatniko, 113-116)

Maka seyogyanya antara pemerintah dan para ulama’ atau tokoh masyarakat hendaknya saling bahu membahu dan saling membantu dengan cara yang sebaik-baiknya untuk kepentingan pembangunan akhlaq bangsa dalam bidang keseluruhannya.

Cara yang sebaik-baiknya adalah dengan masing-masing faktor mengerti dan memahami tugasnya, melaksanakan kewajibannya menurut norma-norma yang seharusnya dipegangi dan dilaksanakan.

Sebab bagaimanapun benarnya berdasarkan peraturan tetapi caranya dengan kaku dan kasar tidak akan berhasil menyampaikan kebenaran itu, sebab memungkinkan tersinggung, tak simpatik dan lain-lain. Akan tetapi dengan cara yang lemah lembut, yang simpatik, yakin dan tegas insa’ Allah akan lebih mendekati kepada tuntutan dan cara yang dituntutkan agama untuk suksesnya suatu usaha.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, yang terkandung dalam surat Ali Imron yaitu :

Artinya :

Maka disebabkan rahmat Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kami bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertaawakallah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadanya. (Departemen Agama RI, 1990:103)

  1. Faktor Instinc (naluri)

Para ahli ilmu jiwa berbeda pendapat tentang batas atau definisi instinc. Yang mendekati kebenaran ialah apa yang dikatakan oleh tuan James dalam bukunya Prof. Dr. Ahmad Amin sebagaimana berikut :

Instinc  adalah suatu sifat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan tiada didahului dengan latihan itu (Ahmad Amin, 1984:17)

Hal ini termasuk medan pembahasan psikologi. Dalam ilmu akhlaq, pengertian tentang naluri ini amat penting, karena pada ahli etika tidak merasa memadai kalau hanya menyelidiki tindak tanduk lahir dari manusia saja, melainkan merasa perlu juga menyelidiki latar belakang kejiwaan yang mempengaruhi dan mendorong suatu perbuatan. Misalnya perbuatan mencuri , disamping nilai buruknya kelakuan tersebut, ahli etika merasa perlu menyelidiki faktor-faktor pendorong dari dalam jiwa pelakunya yang bersumber dari satu naluri, ingin makan dan kelanjutan hidupnya. Naluri tersebut melalui jalan yang salah.

Dalam hubungan ini, ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri (instinc) yang ada pada manusia yang mendorong tingkah lakunya, di antaranya :

  • Naluri makan ( Nutritive instinc)
  • Naluri berjodoh (seksual instinc)
  • Naluri keibuan bapakan (paternal instinc)
  • Naluri berjuang (combative instinc)
  • Naluri bertuhan (Hamzah Ya’qub, 1987:58–59)

Kalau kita perhatikan pengertian dan berbagai macam naluri (instinc), penulis dapat menyimpulkan bahwa instinc adalah sifat jiwa yang pertama yang membentuk akhlaq, akan tetapi suatu sifat yang masih primitif yang tidak dapat dilengahkan dan dihindarkan begitu saja, melainkan harus dididik dan diasuh. Adapun cara mendidik dan mengasuh instink itu ialah kadang-kadang dengan ditolak dan kadang-kadang pula dengan diterimanya.

  1. Adat Kebiasaan (al’urf)

Yang termasuk penting dalam tingkah laku manusia adalah “kebiasan” atau “adat kebiasaan”. Yang dimaksud dengan kebiasaan ialah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan. (Hamzah Ya’qub, 1987:61)

Adat kebiasaan mempunyai pengaruh yang kuat dalam pembentukah akhlaq, sehingga manakala akan dirobah, biasanya akan menimbulkan reaksi yang sangat besar dalam diri pribadi yang bersangkutan.

Untuk merubah sesuatu yang jelek, ahli-ahli mengajarkan seni dan teori sebagai berikut :

  • Kuatkanlah maksud hati untuk merubah atau membuang adat istiadat itu. Dan tidak boleh setengah-setengah
  • Hindarilah perbuatan-perbuatan yang menyalahi terhadap kebiasaan baru.
  • Pengertian dan kesadaran yang mendalam akan perlunya kebiasaan itu ditinggalkan
  • Dalam melaksanakan niat itu hendaklah setia, sesuai dengan yang diniatkan.
  • Segera mengisi kekosongan dengan kebaikan setelah kebiasaan kejelekan itu ditinggalkan.
  • Mencari waktu yang baik dan tepat untuk melaksanakan niat itu.
  • Selalu melahirkan kekuatan menolak yang terdapat dalam jiwa, agar selalu tumbuh dan hidup. (Hamzah Ya’qub, 1987:65-66)

Untuk merubah kebiasaan secara total, sekaligus belum dimungkinkan usahakanlah secara bertahap. Sistem perubahan secara bertahap atau berangsur-angsur ini dijalankan oleh syari’at Islam sendiri. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, hal ini mengandung hikmah yang sangat besar yaitu guna meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan tugas menyampaikan risalah Islamiyah kepada umat manusia yang pada waktu itu telah mendarah daging melakukan perbuatan dan tradisi yang bertentangan yang hendak dirubah.

Daftar Pustaka Lihat Disini

Pengertian Akhlaq

Baca Juga :

Macam-macam Akhlaq

Peranan Pondok Pesantren dalam Pembinaan Akhlaq Mayarakat