SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI INDONESIA

Perkembangan SIG di indonesia berjalan tidak terlalu cepat, diawali terlebih dahulu dengan perkembangan pengindaraan jauh. Lembaga yang terlibat sejak awal dalam pengembangan pengindaraan jauh seperti LAPAN ( lembaga antariksa penerbangan nasional) dan BAKOSURTANAL ( Badan Survie dan pemetaan nasional) peranya sangat besar dalam mempercepat perkembangan SIG di indonesia.
LAPAN adlah lembaga pemerintah indonesia non-deoartemen yang menyediakan data digital khususnya untuk citra pengidaraan jauh dengan satlit. Lembaga ini mempunyai stasiun bumi untuk merekam data pengideraan jauh seperti : citra SPOT, MMS- Lansat dan TM- Lansat. Data citra dari kelembagaan ini dapat di pesan baik dalam bentuk digital maupun dalam bentuk cetak. Sedangkan BAKOSURTANAL berperanan mengkoordinasikan pemetaan dasar dan penyedia data digital berbentuk peta- peta dasar seluruh indonesia. Pada lembaga ini juga tersedia layanan pembelian citra foto udara baik berupa data analog maupun data gital, dan juga penyedia data yang bnersifat grafis.lembaga lain yang juga berperan mendorong perkembangan SIG dan pengindaran jauh di indonesia adalah BPPT (Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi).
Di perguruaan tinggi, perkembangan pengindaraan jauh dan SIG awalnya sudah dimulai di UGM, ITB, UI pertengahan 1980-an. Kemudian menyusul beberapa perguruan tinggi yang lain seperti universitas Patimura, ITS, Universitas Bengkulu, UPN, UNDIP, UNHAS, UNPAK, dll. Bagimana juga perkembangan SIG dan indraja di perguruan tinggi dapat dikatakan reletif lebih lambat dibanding dengan teknis khusunya pada tahun 1990-an. Mengigat perkembangan lembaga pendidikan relatif lebih lambat memamfaatkan atau mengembangkan teknologi ini maka di duga tenaga kerja di sektor teknologi spasial ini masih belum mencukupi. Intansi teknis di Indonesia pada priode ini cendrung melatih staf yang sudah ada untuk memahami teknologi ini, yang terlihat di berbagai proyek di indonesia sperti LREP dan MREP.
Data mengenai jumah perangkat keras dan lunak yang ada pada berbagai instansi kurang lengkap, walaupun sudah banyak usaha dilakukan.Misalnya,berdasar data yang d himpun Sasitiwarih, et. Al.( 1994) dalam direktoriat pengindaraan jauh & SIG di Indonesia bahwa perangkat lunak/ keras yang terpasang di departemen teknis lebih banyak (16 set) , menyusul swasta (13 set) dan kemudian perguruan tinggi (12 set). Pada priode dua tahun (soesilo,1996) jumlah ini sudah meningkat, menjadi sekitar 150 lembaga yang menggunakan sarana penginderaan jauh SIG sebagia sarana untuk mempermudah pekerjaanya.
Di indonesia perkembangan pemakaian SIG dan indraja mulai semarak sekitar awal tahun 1990-an , dimana kebanyakan intansi pemerintah sudah mulai memamfaatkan SIG sebagai sarana untuk pengelolaan data spasial. Dalam hal ini sejak 1990-an hinngga 1996 terdappat 26 proyek besar di indonesia yang menggunakan sarana SIG dan pengindaraan jauh untuk mejalankan aktivitasnya antara lain : land use planning and mapping ( Lupam dan BPN- GTZ), 1 da 2 land resources evaluation and planning (LREP), masing- masing di 8 provinsi di sumatra dan 18 provinsi di luar sumatra, Remote Sensing Technology For Natural Resources Management (BPPT_ ADB) pengembangan SIG untuk mendukung kegiatan POLRI, BPPT-DISINFOLAHTA PORLI, dan pengembangan GIS di 42 kabupaten peserta MREP.
Saat ini intansi pemerintah yag sudah memakai SIG antara ;lain: Departemen Kehutanan, Departemen Pertaniaan ( Misalnya: pusat penelitian tanah dan agroklimat), Departement Pertambangan Energi Geologi, PT Telkom , Pertamina, PT Timah, dll). Mentri Negara Lingkungan Hidup, BAPEDAL, departemen Dalam Negeri (BAPPEDA), BPN,Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Transmigrasi Dan Pemukiman Perambahan Hutan,Departemen Pertahanan Dan Keamanan ( Direktorat Toografi dan berbagai instansi lain yang berkaitan), PU,Departemen Keuangan (Ditjen Pajak Dan Bangunan),Departemen Tenaga Kerja, Dan Departemen Kesehatan,
Walaupun sudah banyak instansi pemerintah yang memakai teknologi ini sebagai sarana kerjanya, tetapi tingkat pemamfaatanya masih bervariasii, dari yang masih dalam taraf coba-coba hingga yang sudah mantap. Sebagi contoh, Direktorat Pajak Bumi Dan Bangunan, baru menggunakan sarana SIG untuk menunjukkan posisi relatif suatu objek pajak, sedangkan Penetuan Nilai Jual Pajak (NJOP) masih menggunakan prosedur manual (sidik,1996). Saat ini intansi tersebut sedang mengembangkan Sistem Informasi Indikasi Geografis SIIG) sebagi penunjang Sistem Menejemen Imformasi Objek Pajak (SISMIOP). Bagaimana pun juga untuk membuat peran SIG yang besar masih mebuituhkan dukungan kuat dari intasnsi pembuat peta skala besar seperti BPN. Contoh lain adalah BPS, yang sudah mempunyai data spasial tentang administrasi di seluruh indonesia (hingga desa), tetapi data tessebut masih bersumber dari sketsa. Data spasial ini banyak dimamfaatkan untuk penyajian potensi desa atau keadaan desa tetinggal di indoesia. (Pramono, 1996). Departemen Tenaga Kerja juga yang sedang mengembangkan suatu sistem informasi manejemen untuk mengetahui pasar tenaga kerja, yang menggunakan teknologi SIG , tetapi masih dalam taraf uji coba untuk berbagai tujuan ketenaga – kerjaan (Scimidt, 1997). Dalam beberapa hal perkembangan di intansi teknis juga tidak meningkat jauh dan umunya SIG hanya di mamdfaatkan sebagi pembuat produk akhir seperti cetak, belum ke analisa rutin (Tyrie,1999).
Kendala pengembangan SIG sebagai sumber dari sumberdaya manusia beberapa instansi pemakai SIG yang disinggung sebelum ini masih mempunyai staf yang mapan sehingga staf yang ada masih merangkap berbagai pekerjaan. Walaupun demikian beberapa instansi pemerintaah sudah mempunyai divisi yang mantap dalam pengembangan sig dan pengindaran jauh.
Pada priode 1990-an perkembangan prusahaan swasta yang memamfdaatkan teknolohgi penginndaraan jauh dan SIG juga meningkat sangat nyata, baik yang bersiifat menawar jasa maupun yang menggunakan teknologi tersebut dalam tugas sehari- hari. Perusahaan swasta yang sudah mulai banyak memamfaatkanj sarana ini khususnya pada sektor kehutanan (HPH, HTI) khusus untuk sektor kehutanan, pemamfaatan data citra semakin meningkat sejalan adanyaklewajiban pemilik HPH untuk memakai data sastelit untuk memantau atau pembuktian baik-tidaknya pengelolaan kawasan hutannya. Untuk perusahaan perminyakan juga terjadi hal yang sama dimana adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan perusahaan mineral, minyak dan gas bumi untuk mengolah data sismik dan turunanya menggunakan fasilitas dalam negeri ( Soesilo, 1996),. Hal ini berarti pemamfaatan industri SIG dan indraja yang sudah ada dalam negeri.
Projek yang bersifat pengelolaan dan pemantauan lingkungan juga sudah di mamfaatkan SIG dalam operasinya. Dalam berbagai analisa mengenai dampak lingkungan, biro konsultan yang besar juga sudah mengunakan teknologi informasi ini untuk mempercepat dan meningkatkan kinerja perusahaanya. Berbagi proyek pengembangan sistem informasi pada instansi pemerintah umunya memakai teknologi SIG sebagai satu komponen. Aplikasi SIG dan indraja di sektor perkebunan juga sudah berkembang khususnya bagi perusahaan multinasional. Atau pun dalam bisnis jasa seperti perbankkan maupun bisnis pertokoaan. Beberapa perusahaan sudah memammfaatkan teknologi ini untuk mencari potensi pasar untuk konsumen masing- masing.
Pada 1990-an perkembangan pemamfaatan SIG di indonesia juga bervariasi, mulai dari kegiatan yang bersifat pengumpulan dat atau menejem maupun pemamfaatan data untuk keperluaan analisa simulasi. Sebagai teknologi aplikat maka SIG dan pengindaran jauh sudah banyak dipakai sehingga perkembangan kearah industri sendiri tidak mungkin di hindari lagi. Perkembangan kearah industri ini makin mendekati kanyataan karena didukung berbagai hal antara lain, (a) adanya stasiun bumi satelit sumberdaya alam di Pare-Pare, (B) stasiun bumi satelit NOAA di Jakarta, Jambi, Kalimantan, (C) banyaknya lembaga ( negeri dan swasta ) yang sudah mengunakan teknolgi ini sbagai sarana kerja (D) adanya industri jasa dari pegolahan dat pengindaraan jauh dan (e) adanya penggunaan rutin data pengindaraan jauh (Soesilo, 1996).
Pendorongan lain yang juag sangat kuat datang dari kecendrungan skala global seperti makin murahnya biaya pembangunan sistem ruang data. Penurunan ini dapat di sebabkan beberapa hal seperti komputer makin murah dan perangkat lunak SIG sudah bergabung ke bentuk yang dipakia secara massal seperti perangkat lunak multimedi Power Point telah memasukkan perangkat lunak SIG sederhana seperti map- info terintegrasi kedalanya atau kedalam perangkat pengolahan data seperti MS-excell l. Masuknya data spasial kedalam jaringan komunikasi global seperti internet juga makin mendorong penggunaan untuk memahami data spasial dan penggunaan SIG. Kombinasi berbagai pendorong di atas akan membuat perusahaan kecil juga mampu mempunyai sarana teknologi ini; apalagi didukung oleh harga sarana pendukung yang murah dan tenaga ahli yang mudah belajar ( Bar, 1996). Di dukung teknologi ini akan makin cepat jika bebagai keadaan diatas mendukung, dan malah dapat dorongan perubahan fungsi dan tanggung jawab instansi tertentu( Rais,1999).
Setah perkembangannya teknologi SIG dan indraja dan dipakai oleh banyak pengguna, maka persoalan baru juga terasa di indonesi, yaitu pemamfaatan dat bersama. Ide yang banyak di sorot adalah kemungkinan dikembangkannya suatu bentuk data yang dapat di konversi. Persoalan konversi data dalam menejemn data sudah mulai mencuat karena kegiatan yang bersifat invertaris data sudah banyak dilakukan dan sudah diperlukan proses konversi data ( Seminar Nasional Pemetaan Tahan , 1996) daam bebrapa hal sudah mulai di sepakati akan tersededianya data spasial secara gratis untuk skala tertentu. Pertimbangan ini makin penting karena saat ini sebagian data spasial dinegara maju sudah dapat diambil secara gartis melalui internet.
Keinginan untuk berkoordinasi tentang sistem manejem data di indnesia saat ini sudah direalisasikan dalam forum SIGNAS. Program SIGNAS mentargetkan pada terbentuknya suatu informasi spasial nasionmal (pusat- daerah) sebagai sig dalam rangka pembuatan peta dat dan informasi spaisal nasional. Oprasionalisasi keinginan ini sudah dilaksaakan bakosurtanal seperti disediakanya data dasar digital rupa bumi skala 1; 1.000.000 secara gratis, dan menyusul skala ; 250.00. sedangkan untuk skala yang lebih besar akan disediaakan gratis untuk tema garis pantai dann batas administrasi ( Rapat Koodinasi SIGNas , 1999 dalam berita HITI,1999) pada tahun 2000 telah ditetapkan tanggal 27 febuari sebagai hari SIGNas,. Dan telah di sepakati melalui BAPEDA di tingkat provinsi.
Lembaga yang bewewengan lain dimasa mendatang akan melakukan tindakan sejenis sehingga data yang bersifat umum dapat diperoleh lebih mudah, dan konsekwensinya dana untuk data akan terpangkas , karena selama ini biaya data dasar spasial termasuk mahal. Di harapkan juga berbagai lembaga yang mempunyai wewengan dan fungsi jelas akan berperan mengatur koordinasi aliran dan pemamfaata data ruang ini.