SIKAP REMAJA TERHADAP SEKS BEBAS DI KOTA NEGARA: PERSPEKTIF KAJIAN BUDAYA

SIKAP REMAJA TERHADAP SEKS BEBAS DI KOTA NEGARA: PERSPEKTIF KAJIAN BUDAYA

I Wayan Rasmen Adikusuma (mahasiswa).

Prof. Dr. Emiliana Mariyah, MS (Promotor).

Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And (Kopromotor I).

Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS (Kopromotor II).

Program Pendidikan Doktor (S3) Kajian Budaya Universitas Udayana, Jalan Nias 13 Denpasar-Bali

ABSTRAK

Seks merupakan salah satu kenikmatan hidup yang paling kontroversial. Seks mempunyai makna yang luas berdimensi biologis, psikologis, dan sosiokultural. Seks selalu menarik untuk diwacanakan dan dipraktekkan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi di masyarakat. Sementara itu kasus-kasus akibat seks bebas terus muncul. Remaja merupakan usia yang paling rentan terkena masalah seksual. Seks bebas menurut pendapat remaja adalah hubungan seks antara dua individu tanpa ikatan perkawinan. Pendapat yang paling ekstrim menganggap semua aktivitas seksual apabila pikiran mengarah ke hubungan seks merupakan seks bebas. Sebanyak 88,33% responden mengatakan ingin melakukan hubungan seks tapi takut resiko. Sebanyak 26,26% responden mengatakan bahwa cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan seks adalah hubungan seks. Akan tetapi semua responden (100%) berpendapat bahwa hubungan seks pada masa remaja hendaknya dihindari. Sebanyak 5,00% responden setuju dengan aborsi, sebanyak 36,66% responden setuju memberikan toleransi kepada kaum homoseks/lesbian, dan sebanyak 1,67% responden tidak setuju dengan hukuman berat bagi pemerkosa. Makna yang dapat dikemukakan adalah bahwa semua responden masih dapat mengendalikan diri untuk tidak melakukan hubungan seks. Perjuangan kaum wanita dan kaum homoseks/lesbian untuk menuntut kesetaraan gender sudah mendapatkan simpati di kalangan sebagian responden.

Kata kunci: Sikap remaja, Seks bebas, Makna.

PENDAHULUAN

Seks merupakan salah satu kenikmatan hidup yang paling kontroversial, tapi selalu menarik untuk diwacanakan maupun dipraktekkan sepanjang masa. Oleh karena itu seks selalu menjadi perdebatan. Namun setiap perdebatan selalu merembes kepada unsur negatif dari seks itu sendiri yaitu seks bebas. Sejarah menunjukkan bahwa pandangan mengenai seks adalah penuh kontroversial. Pada awal abad ke-17, dunia Barat moderm, dunia Kristen, seks sangat tertutup. Victorianisme menabukan seks, terjadi represi seks secara umum dan diskursus seks secara khusus. Seks hanya boleh untuk tujuan prokreatif. Akan tetapi ternyata kontra produktif oleh karena diskursus seksual ilegal merebak. Hal ini berbeda dengan pada zaman Yunani kuno di mana seks bertujuan prokreatif dan rekreatif. Sebagai akibatnya banyak terjadi kekerasan seksual (Ritzer, 2004).

Pada zaman berikutnya bahwa perilaku seksual dipengaruhi oleh sistem ekonomi kapitalisme global, ditandai dengan adanya komodifikasi tubuh dan komodifikasi hawa nafsu. Nilai estetik diabaikan, dan pornokitch lebih ditonjolkan (Piliang, 2004). Hal ini membawa perubahan pada masyarakat Bali, terjadi penyimpangan-penyimpangan sosial, yang mengarah kepada disfungsi struktur sosial masyarakat Bali. Pornografi merebak, baik lewat media cetak maupun media elektronik. Para remaja mudah terjerumus melakukan seks bebas, dengan berbagai dampaknya seperti kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan penyakit menular seksual. Munculnya joged bungbung porno di Buleleng tidak lepas dari pengaruh sistem ekonomi kapitalisme global, yang ternyata mendapat sambutan yang luar biasa dari konsumennya (Atmadja, 2005). Munculnya perilaku seks bebas, dan penggunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya tidak lepas dari ekses negatif pariwisata.

Penelitian-penelitian tentang persepsi, sikap, dan perilaku seksual sudah banyak dilakukan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kabupaten. Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku seks bebas dikalangan remaja cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Di Kabupaten Jembrana (dengan ibu kotanya Negara) ada banyak kasus kekerasan/pelecehan seksual yang mencuat ke media masa antara lain: homoseksualisme/lesbianisme, perselingkuhan, perkosaan, fedofilia, bunuh diri, penganiayaan sampai meninggal dengan motif seksual, serta sejumlah anak drop out dari sekolah oleh karena hamil. Namun yang paling mengejutkan adalah bahwa pada tahun 2005 ditemukan 27 kasus HIV/AIDS yang mana sebelumnya tidak ada laporan kasus. Hal ini dipandang sebagai fenomena gunung es, di mana kasus sebenarnya di masyarakat lebih banyak lagi.

Adanya persepsi yang berbeda-beda mengenai seks akan menyebabkan sikap yang berbeda-beda terhadap seks itu sendiri, yang selanjutnya mempengaruhi perilaku seksualnya. Dampak negatif seks bebas tidak dapat dilepaskan dari sikap individu tersebut terhadap seks bebas. Permasalahan dapat dirumuskan menjadi: “Bagaimanakah sikap remaja terhadap seks bebas di kota Negara? Faktor apakah yang mempengaruhi, serta apa dampak dan maknanya?” Manfaat penelitian dari segi praktis dapat dipakai sebagai sumbangan pemikiran bagi penentu kebijakan terutama bagi Pemerintah Kabupaten Jembrana.

MATERI DAN DISKUSI

Sikap merupakan kecenderungan untuk berespon, baik secara positif maupun negatif, terhadap orang, obyek atau situasi. Chaplin (dalam Ali, 2004) menyamakan sikap dengan pendirian. Atau secara lebih operasional pendirian identik dengan pendapat. Sedangkan remaja menurut Hurlock (masih dalam Ali, 2004) adalah anak dengan usia masih duduk di bangku sekolah menengah. Dengan demikian sikap remaja di sini adalah pendapat dari siswa sekolah menengah, yang dapat digolongkan atas lima katagori berdasarkan Skala Likert. Menurut Ramali (1987) bahwa seks bebas merupakan persetubuhan bebas dengan siapa saja. Secara lebih operasional seks bebas merupakan hubungan seks tanpa ada ikatan perkawinan. Kajian budaya menurut Barker (2005) adalah studi kritis mengenai kehidupan manusia, menggunakan pendekatan multi/interdisipliner, dan lebih menekankan pada metode-metode ideografis dari pada nomotetis.

Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan akan menggunakan teori-teori yang relevan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif cross sectional ditunjang dengan pendekatan yang bersifat kuantitatif, dengan paradigma multidisipliner dari aspek biologis, psikologis, dan sosial budaya. Lokasi penelitian adalah di Kota Negara Kabupaten Jembrana. Subyek penelitian adalah anak kelas dua SMA atau yang sederajat. Besar sampel ditentukan secara quota 60 orang terdiri dari 30 orang pria dan 30 orang wanita. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara berstruktur, wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data berupa analisis kualitatif interpretatif dan analisis kuantitatif. Data disajikan dalam bentuk diskriptif kualitatif (narasi), dan analisis kuantitatif.

Seks bebas menurut pendapat para responden adalah hubungan seks antara dua individu tanpa ikatan perkawinan. Pendapat yang paling ekstrim menyatakan bahwa aktivitas apapun yang dilakukan asalkan pikiran mengarah ke hubungan seks termasuk melanggar norma agama, yang dengan demikian termasuk seks bebas.

Sebanyak 73,33% responden mengatakan bahwa seks merupakan kebutuhan dasar manusia. Sebanyak 51,67% responden mengatakan bahwa hubungan seks merupakan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan seks. Sebanyak 36,67% responden mengatakan bahwa onani merupakan cara lain sebagai pengganti keinginan untuk melakukan hubungan seks. Semua responden (100%) berpendapat bahwa hubungan seks pada masa remaja hendaknya dihindari. Hanya 16,67% responden yang berpendapat bahwa onani tidak bertentangan dengan norma agama. Sebanyak 50,00% responden berpendapat bahwa onani pada wanita adalah tidak lazim, dan kalau ketahuan dianggap wanita nakal/genit.

Sebanyak 88,33% responden menyatakan bahwa mereka ingin sekali melakukan hubungan seks, tapi takut resiko walaupun 88,33% responden mengaku pernah pacaran. Sebanyak 5,00% responden setuju dengan aborsi. Sebanyak 36,66% responden berpendapat bahwa kaum homoseks/lesbian perlu ditoleransi. Sebanyak 1,67% responden berpendapat bahwa pemerkosa tidak perlu dihukum berat.

Secara biologis, semua responden secara umum dalam keadaan sehat. Secara psikologis, semua responden mempunyai orientasi heteroseksual. Tidak ada yang mengkonsumsi obat-obatan yang tergolong narkoba. Pengetahuan tentang seksualitas masih terbatas. Aktivitas seksual yang mereka lakukan tidak sampai melakukan hubungan seks oleh karena takut resiko, antara lain adalah kehamilan, PMS, melanggar norma agama dan hukum, serta gencarnya kontrol pemerintah. Pornografi dengan mudah diakses lewat media elektronik di mana 83,33% responden pernah melihat film porno lewat HP. Onani dianggap setara dengan berzinah. Masih ada kesan mitos. Komodifikasi tubuh dan hawa nafsu belum nampak berpengaruh.

Dampak sikap remaja terhadap seks bebas di kalangan responden masih dalam kategori ringan masih berupa potensi, misalnya dengan merepresi dorongan seks berpotensi terjadi disfungsi seksual. Responden yang berpacaran berpotensi melakukan hubungan seks.

Sedangkan makna sikap remaja terhadap seks bebas, adalah bahwa semua responden masih dapat mengendalikan diri untuk tidak melakukan hubungan seks. Di samping itu perjuangan kaum wanita dan kaum homoseks/lesbian untuk mendapatkan kesetaraan gender ternyata sudah mendapatkan simpati, seperti halnya legalisasi aborsi, dan toleransi terhadap homoseksualisme/lesbianisme.

KESIMPULAN

Kesimpulannya bahwa sikap remaja terhadap seks bebas adalah bervariasi. Menurut pendapat yang paling ekstrim, bahwa aktivitas seksual yang dilakukan remaja walaupun tidak disertai dengan hubungan seks asalkan pikiran mengarah ke hubungan seks sudah termasuk seks bebas. Sebagian remaja mempunyai dorongan seks yang kuat, dan menganggap hubungan seks merupakan cara terbaik dalam rangka memenuhi kebutuhan seks. Akan tetapi semua remaja berpendapat bahwa hubungan seks hendaknya dihindari. Berbagai faktor mempengaruhi sikap remaja tersebut, namun dampak yang muncul masih dalam kategori ringan, yaitu berupa potensi. Makna yang dapat dikemukakan bahwa remaja masih dapat mengendalikan diri sehingga tidak sampai melakukan hubungan seks. Sementara perjuangan kaum wanita dan kaum homoseks/lesbian dalam rangka menuntut kesetaraan gender sudah mendapatkan simpati.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad; Asrori, Mohammad, 2004, Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik, Cetakan Pertama, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Atmadja, I Nengah Bawa, dkk., 2005, Joged Bungbung Porno: Industri Seks Berbentuk Hiburan Seks Melalui Rangsangan Mata (Studi Kasus di Buleleng, Bali), Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Singaraja: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri.

Barker, Chris, 2005, Cultural Studies, Teori dan Praktek, Yogyakarta: PT Bintang Pustaka.

Duarsa, Diah Pradnyaparamita, 2005, Remaja Menantang Bahaya, Fenomena Kehamilan Tak Diinginkan di Kota Denpasar, Cetakan ke-1, Denpasar: Kajian Budaya Books dan Bali Mangsi Press.

Hawton, Keith, 1990, Sex theraphy, New York: Oxford University Press.

Mariyah, Emiliana, 2004, Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Penduduk Migran dan Program Transmigrasi, dalam Jurnal Kajian Budaya, Vol. 1, No. 1, 1 Januari.

May, Abdurrachman, 2006, Persepsi dan Sikap Tokoh Agama Terhadap Eksistensi Pariwisata Lombok (Kajian dari Perspektif Budaya), Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.

McCary, James Leslie, 1973, Human Sexuality, A Brief Edition, University of Houston.

Negara, I Made Oka, 2006, Analisis Situasi Kesehatan Reproduksi dan Seksual Remaja, dari Pengalaman Kisara Mendampingi Remaja di Denpasar, disampaikan dalam ceramah “Meningkatkan Kesehatan Reproduksi Remaja” dalam rangka HUT Kartini yang diselenggarakan oleh Gabungan Organisasi Wanita Kabupaten Jembrana, 24 April.

Piliang, Yasraf Amir, 2004, Dunia Yang Dilipat, Yogyakarta: Jalasura.

Ramali; Pamoencak, 1987, Kamus Kedokteran, Cetakan ke-13, Jakarta: Penerbit Djambatan.

Ritzer, George, 2004, Teori Sosial Postmodern, Yogyakarta: Kreasi Wacana.