SEKILAS TENTANG MANGROVE

Pengertian Mangrove

Mangrove adalah vegetasi hutan yang hanya dapat tumbuh dan berkembang biak  di daerah tropis, seperti Indonesia. Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumberdaya di sebagian besar wilayah di Indonesia. Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah penyambung darat dan laut. Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah darat melalui tumbuhan mangrove ini. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis dan ekonomis yang sangat penting bagi manusia. Mangrove terdiri dari tiga substrat, yaitu pasir, Lumpur dan Lumpur berpasir.

Pohon mangrove membutuhkan waktu 5 tahun untuk tumbuh menjadi pohon dewasa dan penanamannya mempunyai rasio kesuksesan 75% untuk tumbuh menjadi pohon dewasa. Tumbuhan mangrove akan tumbuh dengan baik jika berada di lahan yang memiliki sistem air terbuka ke laut lepas dimana pergantian air laut dapat terjadi setiap hari atau secara reguler sehingga akar tumbuhan tersebut mendapatkan air yang “baru” setiapharinya.

Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah :
Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;

Memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;

Memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora;
Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) dari berbagai jenis ikan, udang dan kerang. Selain itu serasah mangrove ( daun,ranting, dan biomassa lainnya) yang jatuh ke perairan dapat menjadi sumber pakan bagi biota perairan dan menjadi unsure hara yang sangat menentukan produktivitas biota yang hidup disekitar mangrove.

Hutan mangrove ini juga berfungsi sebagai habitat bagi berbagai jenis burung, reptilia,mamalia dan beberapa lainnya. Sehingga hutan mangrove menyediakan keanekaragaman (biodiversity) dan plasma nutfah ( genetic pool ) yang tinggi serta berfungsi sebagai pelindung daratan dari gempuran gelombang, tsunami, angin topan, perembesan air laut dan gaya-gaya dari laut lainnya.

Potensi ekonomi mangrove diperoleh dari tiga sumber utama, yaitu hasil hutan, perikanan estuaria dan pantai serta wisata alam. Secara ekonomi, hutan mangrove dapat dimanfaatkan kayunya secara  lestari untuk bahan bangunan, arang dan bahan baku kertas. Hutan mangrove juga merupakan pemasok larva ikan, udanag, dan biota lainnya.
Secara ideal, pemanfaatan kawasan mangrove harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat tetapi tidak sampai mengakibatkan kerusakan terhadap keberadaan mangrove.  Selain itu, yang menjadi pertimbangan paling mendasar adalah pengembangan kegiatan yang menguntungkan bagi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian fungsi mangrove secara ekologis (fisik-kimia dan biologis). Perlu juga mengembangkan matapencaharian alternatif bagi masyarakat  sekitar mangrove dengan mengandalkan bahan baku non-kayu dan diversifikasi bahan baku industri kehutanan dan arang seperti yang terjadi di Nipah Panjang, Batu Ampar, Pontianak.  Masyarakat merubah pola konsumsi bahan bakar dari minyak tanah dan arang bakau menjadi arang leban dan tempurung kelapa dan menggunakan tungku hemat energi atau anglo.

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif.Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp.( Hutching, P and P.Saenger,1987 ).
Secara garis besar mangrove tersusun atas pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bawah pasang surut tertinggi. Daerah tersebut merupakan sebuah daerah yang bergerak, dimana lumpur secara bertahap mengalami sedimentasi akibat tertambat oleh akar mangrove yang khas. Secara perlahan-lahan akan berubah menjadi daerah semi terestrial (semi daratan). Lumpur-lumpur tersebut berasal dari hasil erosi lahan di atasnya. Dengan demikian ekosistem mangrove akan dapat terbentuk jika terdapat suplai sedimen dari sungai yang bertemu dengan perairan laut.( FAO,1983).

Keseimbangan dari ekosistem hutan mangrove tidak bisa terlepas dari kondisi lingkungan yang mendukungnya. Bagaimana oksigen, sinar matahari, salinitas air dan suhu perairan bisa mendukung keseimbangan ekosistem. Dalam perairan air payau ternyata dibutuhkan cahaya matahari yang akan digunakan oleh fitoplankton untuk berfotosintesis dan menghasilkan oksigen yang terlarut dalam air sehingga akan digunakan oleh elemen sistem yang lain.( G.D. Steel, Robert & H. Torrie, James. 1995).

Jika dipandang dari sisi ekologis, hutan mangrove memiliki fungsi sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) dari berbagai jenis ikan, udang dan kerang. Selain itu serasah mangrove ( daun,ranting, dan biomassa lainnya) yang jatuh ke perairan dapat menjadi sumber pakan bagi biota perairan dan menjadi unsur hara yang sangat menentukan produktivitas biota yang hidup disekitar mangrove tersebut.( Hutabarat, Suhala & M. Evants, Stewart. 1985).

Pohon mangrove membutuhkan waktu 5 tahun untuk tumbuh menjadi pohon dewasa dan penanamannya mempunyai rasio kesuksesan 75% untuk tumbuh menjadi pohon dewasa. Tumbuhan mangrove akan tumbuh dengan baik jika berada di lahan yang memiliki sistem air terbuka ke laut lepas dimana pergantian air laut dapat terjadi setiap hari atau secara reguler sehingga akar tumbuhan tersebut mendapatkan air yang “baru” setiapharinya.( Mann, K.H,1988).

Silvofishery adalah sebuah bentuk terintegrasi antara budidaya tanaman mangrove dengan tambak air payau. Hubungan tersebut diharapkan mampu membentuk suatu keseimbangan ekologis, sehingga tambak yang secara ekologis mempunyai kekurangan elemen produsen yang harus disuplai melalui pemberian pakan, akan tersuplai oleh adanya subsidi produsen (biota laut) dari hutan mangrove(Quarto&Alfredo, 1985 ).

Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.( P. E.J, Hegerl, and J.P.S. Davie,1990).