Sekilas Tentang Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)

Klasifikasi Ikan Nila Merah

Klasifikasi ikan nila merah menurut Suyanto (2005) adalah sebagai berikut :

         Filum                             :  Chordata

         Sub filum                        :  Vertebrata

         Kelas                              :  Pisces

Sub kelas                         :  Achanthoptherigii

Ordo                               :  Perchomorphi

Sub ordo                         :  Perchoidea

         Family                            :  Cichlidae

         Genus                            :  Oreochromis

         Species                          :  Oreochromissp.

Ikan nila merah (Oreochromis sp.) merupakan ikan hasil persilangan dari beberapa strain/ varietas Oreochromis.Asal mula munculnya ikan nila menurut Watanabe dkk. (1997) adalah di Amerika Serikat pada tahun 1970. Ikan nila merah asal florida (red tilapia florida) tersebut merupakan spesies mutan dengan kelebihan pigmen merah kekuningan yang diperoleh dari persilangan inbreeding spesies Oreochromis mossambicus (berwarna hitam). Untuk menciptakan spesies ikan nila berwarna merah yang lebih berkualitas, hasil spesies mutan yang berwarna merah kekuningan disilangkan dengan Oreochromis hornorum (berwarna hitam).

Morfologi Ikan Nila Merah

Berdasarkan morfologinya, kelompok ikan Oreochromis  berbeda dengan kelompok Tilapia.  Secara umum, bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, mononjol dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (Linea literalis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34 buah. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari lemah namun keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Suyatno, 2005).

Ikan nila memiliki lima buah sirip, yakni sirip punggung (Dorsal fin), sirip dada (Pectoral fin), sirip perut (Venteral fin), sirip anus (Anal fin) dan sirip ekor (Caudal fin). Sirip punggungnya memanjang, dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang. Sementara itu, sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Khairuman dan Amri, 2007).

Ciri-ciri ikan nila jantan adalah warna badan lebih gelap dari ikan betina, alat kelamin berupa tonjolan (papila) di belakang lubang anus, dan tulang rahang melebar ke belakang. Sedangkan tanda-tanda ikan nila betina adalah alat kelamin berupa tonjolan di belakang anus, dimana terdapat 2 lubang. Lubang yang di depan untuk mengeluarkan telur, sedang yang di belakang untuk mengeluarkan air seni dan bila telah mengandung telur masak perutnya tampak membesar (Suyanto,  2005).

 Pertumbuhan Ikan Nila Merah

Pertumbuhan merupakan proses pertambahan ukuran (volume, massa, atau dimensi tertentu) yang berlangsung di dalam organisme (Alberts, 2002). Ikan nila merah memiliki beberapa fase dalam pertumbuhannya mulai dari telur hingga menjadi induk. Telur merupakan fase awal kehidupan nila merah. Telur ikan nila merah dicirikan dengan bentuk bulat, berwarna kuning dan bersifat tidak melekat. Telur nila merah berdiameter antara 2 – 2,5 mm. setiap butir memiliki berat rata-rata 0,02 g. Fase telur berlangsung selama 6 – 7 hari atau tergantung suhu air. Telur kemudian  berubah menjadi larva yang masih memiliki kuning telur sebagai cadangan makanan. Fase ini berlangsung selama 2 – 3 hari. Larva belum memerlukan pakan dari luar. Dalam waktu satu bulan larva berubah menjadi  benih/ anak ikan yang berukuran panjang antara 2 – 3 cm dengan berat antara 0,8 – 1 gram. Sebulan kemudian panjang dan beratnya berubah menjadi 4 – 8 cm dengan berat antara 3 – 6 gram. Pada umur tiga bulan benih tersebut mencapai panjang 10 – 12 cm dengan berat 15 – 20 gram. Tiga bulan kemudian, nila merah sudah mencapai ukuran ikan yang umum dipasarkan yang panjangnya 15 – 20 cm dan berat 300 – 400 gram. Pada ukuran ini sebenarnya nila merah sudah menjadi calon induk dan mulai belajar untuk memijah, namun dibutuhkan waktu 1 – 2 bulan kedepan untuk menjadi calon induk yang baik (Suyanto,  2005).

Parameter Kualitas Air

Ikan nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya sehingga ikan nila bisa dipelihara di dataran rendah berair payau ataupun di dataran tinggi berair tawar. Habitat hidup ikan nila cukup beragam, yaitu di sungai, danau, waduk, rawa, sawah, kolam atau tambak. Parameter kualitas air yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan nila adalah suhu, pH, oksigen terlarut (DO) dan salinitas (Suyatno, 2005).

Suhu Air

Ikan nila dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14 – 38 oC dan dapat memijah secara alami pada suhu  22 – 37 oC. Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, suhu optimal bagi ikan nila adalah 25 – 30oC (Khairuman, 2007). Pertumbuhan nila biasanya akan terganggu jika suhu habitatnya lebih rendah dari 14 oC dan suhu di atas 38 oC. Pada suhu 6 oC atau 42 oC ikan nila mengalami kematian(BFAR-NFFTC, 2004).

 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) sangat penting sebagai salah satu parameter kualitas air karena dapat mengontrol tipe dan laju reaksi di air, tidak semua mahluk hidup bisa bertahan dengan perubahan nilai pH. Derajat keasaman yang dapat ditolerir oleh ikan nila berkisar antara 5 – 9. Sedangkan derajat keasaman (pH) optimal adalah antara 7 – 8.  (Khairuman dan Amri, 2007).

Oksigen Terlarut (DO)

Ikan nila termasuk ikan yang tahan dalam kondisi kekurangan oksigen. Kandungan oksigen yang baik untuk ikan nila minimal 3 mg/ liter air dan kandungan karbondioksida kurang dari 5 mg/liter air (BFAR-NFFTC, 2004). Oksigen diperlukan ikan untuk respirasi dan metabolisme dalam tubuh ikan untuk aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Laju pertumbuhan dan konversi pakan juga sangat tergantung pada kandungan oksigen. Nilai oksigen di dalam pengelolaan kesehatan ikan sangat penting karena kondisi yang kurang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan dapat mengakibatkan ikan stress sehingga mudah terserang penyakit. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan nila sebesar 5 mg/l (Khairuman dan Amri, 2007).

  Salinitas

Pengertian salinitas menurut Hutabarat (2006) adalah konsentrasi rata – rata seluruh garam yang terdapat di dalam air. Kadar dua unsur utama dari air laut yang bersalinitas 34,482 ppt, adalah ion Na+ sebanyak 10,556 ppt dan Cl­ 18,980 ppt. Wibisono (2005) mendifinisikan bahwa salinitas merupakan jumlah total (gram) dari material padat termasuk garam NaCl yang terkandung dalam air laut  sebanyak 1 (satu) Kg, dimana bromin dan iodin diganti dengan klorin dan bahan organik seluruhnya telah dibakar habis.

Berdasarkan tingkat salinitas maka perairan laut (pelagik) dapat dibagi menjadi beberapa golongan yakni : Oligohaline (0,5 – 3,0 ppt), Mesohaline (3,0 – 10,0 ppt), Pleo-mesohaline (10,0 – 17,0 ppt), Polyhaline (17,0 – 30,0 ppt), Ultrahaline (lebih dari 30 ppt) (Wibisono, 2005).

Watanabe dkk (1989), Pershbacher (1992), Pang, K.C. (2005), El-Sayed (2006), menyatakan bahwa ikan nila dapat hidup di perairan tawar hingga laut, dengan rentang salinitas 0 – 35 ppt. Dimana, untuk hidup di salinitas yang lebih tinggi dari perairan tawar,  ikan nila harus mengalami proses aklimatisasi terlebih dahulu.

Pendapat para peneliti mengenai pengaruh pertumbuhan ikan nila terhadap perbedaan salinitas berbeda-beda. Aqsah dan Younis (2006) menyatakan tingkat pertumbuhan ikan nila di air tawar, payau dan laut adalah berbeda signifikan. Seiring dengan pertambahan salinitas, terjadi penurunan tingkat pertumbuhan.

Ridha (2008) mengatakan bahwa setiap strain/ vaerietas ikan nila memiliki tanggapan yang berbeda terhadap toleransi salinitas. Spesies dan strain ikan nila berpengaruh terhadap toleransi salinitas dan pertumbuhannya. Oreochromis niloticus tidak bisa mentolerir salinitas lebih dari 20 ppt dan tidak bisa tumbuh secara baik di air laut. Di air laut nila GIFT dapat tumbuh lebih baik atau sama dengan di air tawar. Di samping itu, Aboumourad (2009) menuliskan bahwa pertumbuhan ikan nila Oreochromis niloticus, Oreochromis aureus dan hibrid antara keduanya pada air laut lebih tinggi secara signifikan daripada di air tawar. Watanabe (1997) mengatakan bahwa kemampuan pertumbuhan ikan nila merah florida di air payau dan air laut lebih cepat daripada di air tawar.

REFERENSI

Suyanto, S. Rachmatun, 2005.  Nila. Penebar Swadaya, Jakarta.

Watanabe, W.O. dkk, 1989, Aquaculture of Red Rilapia (Oreochromis sp.) in Marine Environments : State and the Art, Aquacop Ifremer Actes de Collogue, 487 – 498.

Khairuman dan Amri, Khairul, 2007. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Alberts, B dkk, 2002. Molecular Biology of The Cell. Garland Science, New York danLondon.

BFAR-NFFTC, 2004. Basic Biology of Tilapia. BFAR-NFFTC Nueva Ecija, Philipina.

Wibisono, M.S, 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Hutabarat, S, 2006. Pengantar Oceanografi. UI Press, Jakarta.

Pang K. C. 2005, Production of Marine Tilapia Hybrid for Culture in a Coastal Fish Farm, Singapore J Pri Ind 32, 93 – 105.

Perschbacher, W. Peter. 1992, A Review of Seawater Acclimation Procedures for Commercially Importanr Euryhaline Tilapias, Asian Fisheries Sciene 5, 241 – 248.

Aqsah, Nasser Al dan Younis, El Sayed. 2006. Growth Performance and Body Composittion of Nile Tilapia (O. niloticus) reared at different water salinity. Journal Egypt Ger. Soc. Zol.  583 – 590 (Abstr.).

Ridha, Mohammad T, 2008, Preliminary Observation on Salinity Tolerance of Three Site of the GIFT dan Nono Improved Strains of the Nile Tilapia O.niloticus, European Journal of Sciene Research, 24(3) 373 – 377.

 

Aboumourad, Iman MK, 2009, Expression Analysis on Some Genesis in Hybrid Tilapia Following Transfer to Sea Water,  Global Veterinaria Journal , 3 (1) 15 – 21.

Watanabe, W.O. dkk, 1997, Saltwater Culture of The Florida and Other Saline Tolerant Tilapias, Tilapia Aquaculture in Americas Water Aquaculture Society, 55 – 141.