SEJARAH DAN PENGERTIAN SERTA BATAS-BATAS LANDAS KONTINEN SUATU NEGARA

Dibanding dengan zona ekonomi eksklusif, landas kontinen agak lebih tua umurnya, Rejim atau pranata hukum tentang landas kontinen ini secara formal berawal dari Proklamasi Presiden Amerika Serikat Henry S. Truman, yang dikeluarkan pada tanggal 28 September 1945. Proklamasi ini sebenarnya terdiri atas dua hal yaitu, yang pertama tentang landas kontinen dan yang kedua tentang perikanan. Akan tetapi yang lebih dikenal luas adalah Proklamasi tentang landas kontinen.
Dengan Proklamasi Presiden Truman 1945 di atas dimulailah suatu perkembangan dalam hukum laut masa kini yang didasarkan atas pengertian yang baru dalam hukum laut yakni pengertian geologi “Continental Shelf” atau dataran kontinen. Tindakan Presiden Amerika Serikat ini bertujuan mencadangkan kekayaan alam pada dasar laut (Seabed) tanah dibawahnya (subsoil) yang berbatasan dengan pantai Amerika Serikat untuk kepentingan rakyat dan bangsa Amerika Serikat, terutama kekayaan mineral khususnya minyak dan gas bumi.
Memang secara geologis, dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak di bawah perairn laut, disebut landas kontinen dalam arti geologis. Landas kontinen dalam pengertian geologis ini tentu saja meliputi seluruh dasar laut dan tanah dibawahnya baik yang terletak dibawah laut teritorial, sebagaimana halnya dengan laut teritorial itu sendiri adalah merupakan wilayah negara, maka hal ini berarti landas kontinen dalam pengertian geologis itu secara yuridis terbagi menjadi menjadi dua bagian yakni yang terletak di bwah laut teritorial dan yang terletak di luar area laut teritorial atau berada di luar kedaulatan negara pntai.
Dari bunyi teks Proklamasi Truman dan penjelasan-penjelasan yang menyertainya kiranya jelas bahwa tindakan Pemerintah Amerika Serikat ini bertujuan mengamankan atau mencadangkan kekayaan mineral yang terdapat dalam dasar laut dan tanah dibawahnya yang berbatasan dengan pantai tidak bermaksud mengganggu pelayaran bebas yang terdapat dalam laut lepas. Dengan demikian Proklamasi Truman secara sekaligus memperluas wewenang Amerika Serikat untuk mengambil kekayaan alam dari dasar laut yang berbatasan dengan pantainya termasuk tanah yang ada di bawahnya sambil tetap mempertahankan kebebasan berlayar yang juga menjadi kepentingan Amerika Serikat dalam perairan di atasnya dengan menegaskan bahwa kedaulatan dan yurisdiksi penuh tetap terbatas pada laut teritorial 3 mil.
Menurut Bishop walaupun bukanlah maksud Proklamasi Presiden Truman untuk memperluas “kadaulatan” Amerika Serikat ke laut di luar batas laut teritorial, tetapi hanya tentang hak-hak khusus atas sumber-sumber alam dari dasar laut dan tanah di bawah permukaan air dan hal-hal khusus tentang penangkapan ikan, nemun beberapa negara Amerika Latin menganggap Proklamasi ini sebagai suatu pernyataan perluasan kadaulatan.
Ternyata proklamasi Truman ini tidak menimbulkan protes dari negara-negara lain. Bahkan beberapa negara seperti negara-negara di Amerika Latin justru mengikuti jejak dan langkah Amerika Serikat ini. Bahkan dengan sifat dan corak yang lebih ekstrim. Tiga negara Amerika Latin yaitu, Cilli, Equador dan Peru dalam sidangnya di Cuida- Truillo pada tahun 1952, menyatakan klaim yang sangat ekstrim yaitu area lautan beserta dasar laut dan tanah dibawahnya dalam jarak 200 mil laut dari pantainya berada dibawah kedaulatannya. Tentu saja klaim ketiga negara ini ditentang oleh banyak negara di dunia. Negara-negara lain juga mengikuti jejak Amerika Serikat, namun dengan isi dan rumusan yang sangat berbeda antara satu dengan yng lain.
Yang ingin ditunjukkan adalah bahwa Proklamasi Truman tahun 1945 tentang “continental shelf”, walaupun merupakan tindakan sepihak ternyata telah menimbulkan suatu perkembangan baru yang mengakibatkan suatu perubahan yang tidak kecil dalam hukum laut internasional.
Apabila diteliti semua tindakan-tindakan sepihak negara-negara bertalian dengan “seabed dan subsoil” setelah Proklamasi Truman tahun 1945 tentang “continental shelf ”, apakah bentuk atau wujudnya, maka kita dapat menggolongkannya menjadi paling sedikit 4 (empat) golongan sebagai berikut.
(1) Tindakan perluasan yurisdiksi yang ditujukan kepada penguasaan-penguasaan kekayaan alam yang terkandung dalam dasar laut dan tanah dibawahnya (seabed dan subsoil) laut yang berbatasan dengan pantai.
(2) Perluasan yurisdiksi atau dalam beberapa hal “kedaulatan” atas dasar laut dan tanah di bawahnya (seabed and subsoil) daripada continental shelf itu sendiri.
(3) Perluasan kedaulatan atas continental shelf dan perairan diatasnya.
(4) Perluasan “sovereignty” atas lautan (dengan atau tanpa menyebutkan continental shelf) hingga suatu ukuran jarak tertentu misalnya 200 mil laut.
Apabila kita memakai azaz-azaz yang terkandung dalam Proklamasi Truman tahun 1945 sebagai ukuran bagi konsepsi “continental shelf” maka tindakan-tindakan sepihak negara yang memasok golongan (1) dan (2) dapat dikatakan tergolong serupa dengan tindakan Pemerintah Amerika serikat di tahun 1945.
Praktek negara yang tergolong katagori (4) seperti misalnya tindakan negara Equador, Cili dan Peru (dan Kosta Rica) yang menyebutkan 200 mil sebagai batas berlaku kedaulatannya sebenarnya sudah agak jauh dari pengertian “continental shelf”, karena sebenarnya dasar pemikirannyapun lain. Yang membedakan golongan ini dari ketiga golongan terdahulu adalah bahwa klaim-klaim ini tidak didasarkan atas adanya “continental shelf” atau dasar laut dan tanah dibawahnya yang berbatasan dengan pantai. Secara geologis negara-negara ini memang tidak atau hampir tidak memiliki “continental shelf” yang berbatasan dengan pantainya.
Yang membedakan deklarasi-deklarsi continental shelf Chile dan Peru dari yang lain adalah bahwa klaim-klaim ini tidak memiliki ukuran kedalaman 200 meter melainkan ukuran jarak 200 mil dari pantai. Berlainan dengan klaim-klaim atas continental shelf lainya yang didasarkan adanya suatu continental shelf (dataran kontinen) dalam arti geologis, deklarasi-deklarasi Chile dan Peru ini walaupun dinamakan klaim atas continental shelf justru didsarkan atas alasan atau argumentasi tidak adanya continental shelf dalam arti geologis di muka pantai kedua negara ini yang memerlukan suatu konpensasi.
Dasar alasan klaim-klaim Chile dan Peru ini diperkuat dengan argumentasi biologi yang mereka namakan teori bioma.
Azaz-azaz yang menjadi dasar daripada klaim Chile dan Peru yang merupakan perpaduan atau kombinasi argumentasi geologi dan biologi ini dikemukakan dalam Deklarasi Santiago tanggal 18 Agustus 1952 yang ditandatangani oleh Chile, Equador dan Peru, Deklarasi ini didasarkan atas konsep-konsep “eco-system” dan “bioma”
Menurut teori ini, suatu “eco-system” (ecological system) adalah jumlah keseluruhan daripada faktor-faktor non-biotik, terutama faktor-faktor klimatologi dan hidrologi, yang memungkinkan adanya kehidupan hayati dan nabati. Di dalam suatu “eco-system” satuan-stuan mahkluk mulai dari bentuk-bentuk hidup nabati dan hayati yang mikroskopis kecilnya (phytoplankton dan 200 planton) hingga bentuk binatang menyusui yang paling sempurna yaitu manusia, hidup berdampingan dalam interdependensi sempurna merupakan satu rangkaian biologis yang dinamakan “bioma”. Dalam eco-system yang mengandung bioma-bioma di daerah yang meliputi wilayah negara Chile, Peru dan Equador. Arus laut Humboldt atau Peru (Humboldt or Peravian Current) memegang peranan penting sebagai faktor utama dalam kehidupan biologis di daerah ini. Karena interpedensi yang sangat erat antara kehidupan di darat dan sumber kekayaan di laut, maka perlindungan kekayaan laut menjadi soal hidup atau mati bagi rakyat negara-negra ini. Letak Arus Peru tidak sama jauhnya dari pada Chile, Equador dan Peru, akan tetapi batas lingkungn bioma-bioma yang tergantung padanya terletak rata-rata kurang lebih dalam batas 200 mil dari pantai. Demikian uraian singkat dasar biologis dari klaim negara-negara Chile, Equador, dan Peru seperti dinyatakan dalam Deklarasi Santiago.
Demikianlah sejarah dan perkembangan dalam hukum laut internasional sesudah Perang Dunia Ke-II mulai dari Proklamasi-proklamasi Truman tahun 1945 hingga klaim negara-negara Amerika Latin atas suatu jalur 200 mil Laut, yang berarti mempunyai kecendrungan untuk berkembang menjadi suatu pranata hukum laut internasional yang berlaku umum, tetapi pada pihak lain isi dan rumusannya masih berbeda-beda antara satu dengan lainnya.
Dalam konperensi hukum laut di Jenewa pada tahun 1958, tentang landas kontinen ini menjadi salah satu pokok pembahasan dan berhasil mencapai kata sepakat dan melahirkan konvensi tentang landas kontinen. Dengan demikian secara resmi landas kontinen ini telah menjadi hukum internasional positif. Tabel berikut ini akan diuraikan perbandingan antara ketentuan Konvensi Jenewa 1958 tentang landas kontinen dengan ketentuan yang terdapat dalam Konvensi hukum laut 1982.

LANDAS KONTINEN (CONTINENTAL SHELF)
KONVENSI JENEWA 1958
KONVENSI HUKUM LAUT 1982
A. Batasan Landas Kontinen
    Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya yang bersambungan dengan pantai tetapi diluar laut teritorial, sampai pada kedalaman 200 meter atau lebih, sepanjang dalamnya air laut di atasnya masih memungkin kan untuk dapat mengekplorasi-nya dan mengekploitasi sumber-sumber daya alamnya (pasal 1)
    Termasuk juga dalam pengertian Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di luar area laut teritorial dari sebuah pulau.
Dari bunyi atau rumusan pasal 1 tersebut batas luar Landas Kontinen sama sekali menunjukkan adanya ketidakpastian.
Tentang batasan Landas Kontinen ini akan diuraikan setelah tabel ini.
A. Batasan Landas Kontinen
    Landas Kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah hingga daratannya hingga pinggiran luar kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorialnya diukur (Pasal 76 (1)).
    Landas Kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi dari batas-batas sebagaimana ditentukan dalam ayat 4 hingga ayat 6 (Pasal 76 (2)).
Dalam konvensi ini batas luar dari Landas Kontinen sudah cukup tegas dan jelas. Berarti sudah ada kepastian hukum tentang sejauhmana suatu negara memiliki hak dan eksklusif atas sumber daya alam dari Landas Kontinen.

Definisi atau pengertian landas kontinen ini adlah pengertian landas kontinen dalam pengertian yuridis. Hal ini berbeda dengan pengertian landas kontinen dalam pengertian geografis.
Pengertian landas kontinen dalam arti yuridis menurut pasal 1 konvensi landas kontinen terbukti dari :
(a) Dibatasinya landas kontinen itu pada dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak di luar area laut teritorial. Jadi dasar laut dibawah area laut teritorial walaupun secara geologis tergolong sebagai landas kontinen tetapi secara yuridis berada dibawah wilayah atau kedaulatan negara, tidak tergolong sebagai landas kontinen
(b) Dibentuknya kriteria kedalaman 200 meter atau lebih, dalam pengekplorasian dan pengekploitasiannya ini disebut dengan kriteria exsploitability, suatu kriteria yang tampaknya sangat relatif, sehingga pada akhirnya menimbulkan ketidak pastian.
(c) Diperluasnya pengertian landas kontinen ini pada pulau. Jadi secara yuridis pulau memiliki landas kontinen sedangkan secara geologis pulau tidak memiliki landas kontinen.
Di dalam landas kontinen inilah negara pantai memiliki hak eksklusif untuk mengekplorasinya dan mengekploitasi sumber daya alam. Negara lain tidak boleh melakukan eksplorasi dan eksploitasi atas sumber daya alamnya tanpa izin atau persetujuan dari negara pantai. Negara pantai hanya memiliki hak eksklusif atas sumber daya alamnya saja. Sedangkan terhadap dasar laut dan tanah dibawahnya itu atau terhadap landas kontinen itu sendiri, negara pantai sama sekali tidak memiliki kedaulatan. Dengan kata lain, landas kontinen itu tetap berada di luar wilayah atau di luar kedaulatan negara.
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan pokok yang muncul, yaitu tentang batas terluar dari landas kontinen menurut pasal pasal 1 konvensi tentang landas kontinen tersebut. Di manakah atau sejauh berapa mil lautkah tampak bahwa batas luar landas kontinen itu sama sekali tidak menunjukan adanya kepastian. Hal ini disebabkan oleh karena batas terluar itu digantungkan pada kedalaman 200 meter atau lebih, sepanjang masih mungkin untuk mengeplorasi dasar laut dan tanah dibawahnya, maupun untuk mengekploitasi sumber daya alamnya. Tentu saja hal ini akan menjadi sangat relatif, oleh karena sangat berkaitan erat dengan tingkat kemajuan teknologi dari masing-masing negara. Jika suatu negara teknologinya sangat maju, maka negara itu kan mampu menguasai landas kontinen yang cukup luas, bahkan sangat jauh dari pantainya sampai ke dasar samudera di tengah lautan. Sebaliknya negara yang teknologinya belum maju, bahkan mungkin sama sekali tidak memiliki teknologi kelautan, tentu saja tidak mampu menguasai landas kontinen yang cukup luas dibandingkan dengan negara-negara yang teknologinya sudah maju.
Akibat selanjutnya dari keadaan seperti dilukiskan di atas adalah, negara-negara yang tergolong dalam kelompok pertama akan menikmati secara optimal dan maksimal atas sumber daya alam landas kontinennya, sedangkan negara-negara yang tergolong kelompok kedua walaupun secara yuridis memiliki landas kontinen sama sekali tidak mampu menikmati sumber daya alamnya. Meskipun dapat saja dilakukan ekploitasi atas sumber daya alam dari landas kontinennya itu, misalnya dengan memberikan ijin kepada pihak negara-negara yang teknologinya sudah maju, hal ini akan menimbulkan ketergantungan yang dapat merugikan negara-negara yang teknologinya belum maju tersebut.
Di samping itu ada pula sekelompok negara yang sama sekali tidak memiliki pantai atau negara-negara buntu (land lock states), yang bagian terbesar adalah negara-negara yang teknologinya belum maju. Tentu saja negara-negara itu sama sekali tidak memiliki landas kontinen dan dengan demikian sama sekali tidak menikmati apa-apa atas sumber daya alam yang dikandung dasar laut dan tanah dibawahnya. Negara-negara ini praktis mendapat perlakuan yang tidak adil dari Konvensi Hukum Laut 1958 pada umumnya dan konvensi tentang landas kontinen pada khususnya
Dalam Konvensi Hukum Laut 1982 ini, masalah landas kontinen mendapat tempat pengaturan tersendiri yakni dalam Bab VI pasal 76 – 85. Dalam Konvensi ini batas luar dari landas kontinen sudah cukup tegas dan jelas. Berarti sudah ada kepastian hukum tentang sejauh mana suatu negara memiliki hak ekklusif atas sumber-sumber daya alam dari landas kontinen tersebut. Sedangkan dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak di luar landas kontinen atau disebut juga dasar laut dan tanah dibawahnya di luar yurisdiksi nasional atau menurut Konvensi Hukum Laut 1982 dikenl juga dengan istilah kawasan (The Area), merupakan warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind).
Untuk lebih jelasnya, baiklah dikutip ketentuan tentang landas kontinen seperti diatur di dalam pasal 76. tegasnya, menurut pasal 76 ayat 1, landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepenjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggir luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Selanjutnya di dalam ayat 2 ditegaskan bahwa landas kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi dari batas-batas sebagaimana ditentukan di dalam ayat 4 hingga ayat 6.
Oleh karena itu, penting pula untuk dikutip ayat 4 hingga 6 sebagai berikut :
1. (a) Untuk maksud Konvensi ini, Negara pantai akan menetapkan
pinggiran luar tepi kontinen dalam hal tepi kontinen tersebut lebih lebar dari 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, atau dengan :
(i) Suatu garis yang ditarik sesuai dengan ayat 7 dengan menunjuk pada titik-titik tetap terluar di mana ketebalan batu endapan adalah paling sedikit 1% dari jarak terdekat antara titik tersebut dan kaki lereng kontinen; atau
(ii) Suatu garis yang ditarik sesuai dengan ayat 7 dengan menunjuk pada titik-titik tetap yang terletak tidak lebih dari 60 mil laut dari kaki lereng kontinen.
(b) Dalam hal tidak terdapatnya bukti yang bertentangan, kaki lereng kontinen harus ditetapkan sebagai titik perobatan maksimum dalam tanjakan pada kakinya.
2. Titik-titik tetap yang merupakan garis batas luar landas kontinen pada dasar laut, yang ditarik sesuai dengan ayat 4 (a) (i) dan (ii), atau tidak akan boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur atau tidak boleh melebihi 100 mil laut dari garis batas kedalaman (isobath) 2.500 meter, yaitu suatu garis yang menghubungkan kedalaman 2.500 meter.
3. Walaupun ada ketentuan ayat 5, pada bukit-bukit dasar laut, batas luar landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Ayat ini tidak berlaku bagi elevasi dasar laut yang merupakan bagian-bagian alamiah tepi kontinen, seperti pelataran (plateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar (banks) dan puncak gunung yang bulat (spurs).
4. Negara pantai harus menetapkan batas terluar landas kontinennya dimana landas kontinen itu melebihi 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur dengan cara menarik garis lurus yang tidak melebihi 60 mil laut panjangnya, dengan menghubungkan titik-titik tetap yang ditetapkan dengan koordinat-koordinat lintang dan bujur.

Pengertian ini sudah menampakkan batas yang tegas tentang landas kontinen, walaupun mengenai batas yang pasti sebagaimana ditentukan dalam pasal 76 ayat 4 hingga 7 seperti dikutip di atas, masih perlu ditetapkan lebih lanjut yang sudah tentu harus didasarkan pada hasil penelitian dalam bidang geologi kelautan.

LANDAS KONTINEN (KONTINENTAL SHELF)
Konvensi Jenewa 1958
Konvensi Hukum Laut 1982
B. Hak dan Kewajiban Negara Pantai
    Sama dengan ketentuan Pasal 2 (1).
    Sama dengan ketentuan Pasal 2 (3)
    Sama dengan ketentuan Pasal 2 (2)
B. Hak dan Kewajiban Negara Pantai
    Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. (Pasal 77 (1)).
    Hak negara pantai tidak tergantung pada pendudukan atau proklamasi yang diumumkan. (Pasal 77 (3)).
    Tidak ada negara lain yang dapat melakukan ekploitasi sumber kekayaan alam tanpa persetujuan negara pantai. (Pasal 77 (2))
Kewajiban negara pantai
    Konvensi ini tidak menentukan batas yang pasti dari landas kontinen seperti pada uraian di atas.
    Ketentuan yang sama diatur dalam Pasal 4 konvensi ini dimana negara pantai tidak diizinkan menghalangi peletakan atau pemeliharaan dari kabel atau pipa pada landas kontinen.
    Negara pantai mempunyai hak eksklusif untuk mengizinkan dan mengatur pemboran landas kontinen untuk segala keperluan. (Pasal 81).
Kewajiban negara pantai
    Negara pantai harus menetapkan batas terluar landas kontinen (Pasal 76 (8)).
    Negara pantai harus mendeposit-kan pada Sekretaris Jenderal PBB peta-peta dan keterangan yang relevan, yang secara permanen menggambarkan batas luar landas kontinennya (Pasal 76 (9) dan Pasal 84 (1) dan (2)).
    Negara pantai tidak boleh menghalangi pemasangan atau pemeliharaan kabel atau pipa. (Pasal 79 (2)).
    Negara pantai harus melakukan pembayaran atau sumbangan kepada otorita berkaitan dengan eksploitasi sumber kekayaan non hayati di landas kontinen diluar 200 mil laut. (Pasal 82 (1)) dan ayat (4)
C. Status hukum dan Ruang Udara
    Diatas
Landas kontinen serta hak dan kekebalan negara lain
    Ketentuan yang sama di atur dalam pasal 3 konvensi ini
    Ketentuan yang sama juga terdapat dalam pasal 5 (1) konvensi ini.
C. Status hukum dan Ruang Udara diatas
Landas kontinen serta hak dan kekebalan negara lain
    Hak negara pantai atas landas kontinen tidak mempengaruhi status hukum perairan diatas-nya dan ruang udara (pasal 78 (1))
    Pelaksanaan hak negara pantai atas landas kontinen  tidak boleh mengurangi atau mengganggu terhadap pelayaran dan hak serta kebebasan negara lain. (Pasal 78 (2)).
D. Kabel dan Pipa di Landas Kontinen
    Dalam konvensi ini tidak ditentukan dengan jelas kecuali adanya ketentuan bahwa nagara pantai tidak boleh menghalangi pemasangan dan pemeliharaan kabel atau pipa di landas kontinen.
D. Kabel dan Pipa di Landas Kontinen
    Semua negara berhak meletak-kan kabel dan pipa bawah laut di atas landas kontinen. (Pasal 79(1)).
    Penentuan arah jalannya pemasangan pipa harus mendapatkan persetujuan negara pantai.
E. Pembuatan Instalasi dan Bangunan
    Pasal 5 Konvensi Jenewa 1958 tentang landas kontinen memuat  ketentuan yang sama dengan ketentuan pasal 60 konvensi hukum laut 1982.
    Sampai kepada batas-batas tertentu negara pantai di perkenankan mendirikan menjalankan instalasi pada landas kontinen untuk ekplorasi dan ekploitasi, mendirikan zona keselamatan di sekitar instalasi tersebut, yaitu sejauh 500 meter disekitar instalasi atau peralatan yang dipasang. Kapal dari semua kebangsaan harus menghormati zona keselamatan tersebut.   (Pasal 5)
    Diperlukan adanya persetujuan dari negara pantai apabila ada negara lain mensponsori atau melakukan penelitian pada landas kontinen. (Pasal 5 (8)).
           
E. Pembuatan Instalasi dan Bangunan
    Pasal 56 juncto Pasal 60 berlaku mutatis untuk pulau buatan, instalasi dan bangunan di atas landas kontinen (Pasal 80).
F. Penetapan Garis Batas landas
    Kontinen
    Dalam hal landas kontinen bersambung ke wilayah dua atau lebih negara lain yang pantainya saling berhadapan, batas dari landas kontinen ditentukan melalui suatu perjanjian internasional. (Pasal 6)
    Apabila perjanjian seperti itu tidak ada maka garis batas biasanya adalah garis tengah (Pasal 6 (2)).
Dalam konvensi ini tidak ada  pengaturan tentang penyelesaian sengketa apabila perjanjian batas landas kontinen itu tidak tercapai. Kelemahan ini disempurnakan dalam konvensi Hukum Laut 1982.
F. Penetapan Garis Batas landas 
    Kontinen
    Batas landas kontinen dari negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau bersambung, dilakukan dengan perjanjian atas dasar hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional. (Pasal 83 (1))
    Apabila tidak dicapai persetujuan, harus digunakan prosedur dalam Bab XV tentang Penyelesaian sengketa. (Pasal 83 (2)).