Say No To “Orang Miskin Dilarang Sakit” Dengan Cara Peningkatan Mutu Dan Tenaga Kesehatan Menuju Masyarakat Sejahtera

SAY NO TO “ORANG MISKIN DILARANG SAKIT” DENGAN CARA PENINGKATAN MUTU DAN TENAGA KESEHATAN  MENUJU MASYARAKAT SEJAHTERA

“Agus Mahendra”

Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya

(Kompas, Jumat, 26 Juni 2009 ) Dua hari Achmad (68) tergeletak di lorong rumah sakit. Hari ketiga, setelah keluarganya menemui seorang perawat senior yang masih punya hubungan kerabat dengan mereka, ia akhirnya bisa mendapat tempat di salah satu bangsal rumah sakit. Akan tetapi, baru beberapa hari dirawat, penderita gangguan serius pada organ hatinya itu ”dipaksa” pulang. 5Menyimak penggalan cerita diatas lantas muncullah pertanyaan “Ada apa dengan sistem pelayanan kesehatan di negeri ini?”Untuk lebih jauh membahas permasalahn tersebut, marilah kita simak uraian berikut!

Ada apa dengan Indonesia?

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kurang lebih terdiri dari 17.000 pulau, membentang luas dari sabang sampai merauke dan membidik tinggi dari semua dataran, perairan serta sumber daya alam yang melimpah ruah. Ironisnya sesuatu yang sudah didapatkan dari hasil jerih payah pejuang-pejuang kemerdekaan bangsa, tidaklah disebut suatu maha karya kenikmatan yang dapat digenggam sepenuhnya oleh rakyat, dimana berkah yang melimpah adalah makna yang tabu bagi semua warga, dan harta yang melimpah dari kekayaan batu mulia bukanlah hak suatu bangsa.

Bumi memiliki kekayaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan umat manusia Namun, bumi tidak dapat mencukupi kebutuhan segelintir orang-orang yang tamak (Mahatma Gandhi)

Namun tidak hanya sampai disitu permasalahan yang muncul di berbagai belahan bumi pertiwi ini, yaitu konsistensi untuk mempertahankan posisi negara terkorup no 3 di dunia. Bukanlah sesuatu kebanggaan yang patut diacungkan jempol ketika semua orang penting berkata, “ itu biasa” maka tatkala terjadinya kemerosotan suatu negara yang dimulai dari kemunduran moral suatu bangsa yang mengatakan bahwa korupsi itu biasa atau terjadinya peningkatan agregasi mafia hukum, kriminalitas, KKN, dan degradasi moral adalah suatu pertanda kehancuran suatu negara. Ditambah lagi perkembangan masalah politik di Indonesia menambah ricuh suatu kronologis rekayasa yang merugikan negara hampir milyaran rupiah. Apabila jika kita memperhitungkan semua dimensi kesejahteraan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap infrastruktur dasar maka hampir separuh rakyat Indonesia dapat dianggap telah mengalami lebih dari satu jenis kemiskinan. Semua itu sudah dikemas dalam permasalahan berbagai dimensi pokok yang nyata di hadapan kita semua yaitu meliputi dimensi politik, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan

Menyibak Tirai Kemiskinan di Indonesia

Apabila kita berbicara mengenai kemiskinan maka akan membimbing kita untuk menjurus kepada masalah global. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Secara umum kemiskinan jika dilihat dari penyebabnya dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok utama yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan alami. Kemiskinan struktural lebih disebabkan pada hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, peraturan, serta lembaga yang ada di masyarakat yang menghambat produktivitas dan mobilitas masyarakat. Kemiskinan kultural berkaitan dengan nilai-nilai sosial budaya yang tidak produktif, tingkat kesehatan yang buruk serta pendidikan yang rendah sedangkan kemiskinan alami terkait dengan kondisi alam dan geografis yang tidak mendukung masyarakat seperti daerah yang tandus, terpencil atau bahkan terisolasi.3,6

Seperti banyaknya cakupan di atas maka negara harus siap andil untuk ikut serta menaungi masalah global seperti pendidikan dan kesehatan. Lihat saja pada data statistik mengenai jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 sudah mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen (www.bps.go.id).1 Hingga 2006 saja jumlah penderita buta aksara di Jawa Barat misalnya mencapai jumlah 1.512.899. Dari jumlah itu 23 persen di antaranya berada dalam usia produktif antara 15-44 tahun. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat “signifikan.” Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan “Nasi Aking.”1,2,4

PEMBAHASAN

Mereka yang Memakai Jas Putih

Memang sudah tidak diragukan lagi bahwa istilah di atas pantas untuk di sanding seorang dokter. Melihat permasalahan mutu kesehatan di Indonesia maka banyak sekali opini-opini negatif terhadap orang yang memakai jas putih ini, bahkan ada orang yang tidak segan-segan mengatakan bahwa dokter bagaikan bagaikan vampir haus darah yang siap menyedot darah (dalam hal ini uang) pasien sampai habis, sehingga pasien yang tidak memiliki uang siap-siap saja gigit jari karena tidak bakal dilayani “Astaqfirullah”, Mungkin terlalu kejam bagi orang yang mengatakan bahwa tugas dokter hanyalah menguras uang sang Pasien. Rambut boleh sama tetapi isi hati mana ada yang tahu. Tidak semua dokter berharap ingin pasiennya sakit. Memang benar mata pencaharian seorang dokter salah satunya adalah mengobati orang sakit tetapi harapan terbesar dari seorang dokter adalah melihat semua pasiennya dapat hidup sehat dan sejahtera. Sehingga pantaslah bagi seorang dokter dijuluki “Pahlawan berjas putih”. Tetapi  lagi-lagi lingkaran setan yang dtimbulkan oleh kemiskinan memberikan dampak serius bagi krisis kesehatan di masyarakat terutama di zaman moneter seperti sekarang ini. Melihat biaya pengobatan yang sangat mahal dan harus menguras kantong, apalagi jika seseorang tersebut sakit dan bisa di bilang orang itu tergolong ekonomi rendah, maka sangat mustahil bagi mereka untuk berobat bahkan jauh panggang dari api jika mereka mampu untuk rawat inap karena tidak terjangkaunya biaya pengobatan.

Kita juga tidak bisa menyalahkan seorang dokter terus-terusan, seolah-olah mereka hanyalah kambing hitam dari tirai kehidupan masalah global kesehatan di Indonesia. Karena kenyataan mengatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang maksimal haruslah di dukung oleh riil dan materi jadi bagaimana mungkin mengharapkan pengobatan terbaik yang segala sesuatunya masih diimpor dan membutuhkan riset puluhan tahun dan biaya riset jutaan dollar bisa murah dan apalagi gratis.

Kemiskinan Menjajah Kesehatan

Kemiskinan seperti mata rantai yang mangarah kepada lingkaran setan.                     Sebagaimana dampak yang ditimbulkan dari kemiskinan dan kemudian akan berlanjut kepada tindak kekerasan dalam upaya mempertahankan hidup sebagai peran seleksi alam manusia di kota-kota besar, misalnya kemiskinan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental lalu mempengaruhi kesehatan jiwa dan berujung pada krisis moral kemanusiaan yang kian menjadi. Menurut Suhardjo (1989), kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi, menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius.5 Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa ukuran kesejahteraan itu bertolak dari tubuh dan jiwa yang sehat. Tidak heran jika masalah yang menjamah dari dampak yang ditimbulkan dari kemiskinan itu sendiri adalah krisis kesehatan masyarakat.

Minimnya ketersediaan pelayanan kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, dan kualitas pelayanan kesehatan adalah faktor penentu dari setiap dampak dari krisis kesehatan di Indonesia karena bagaimananapun juga karakteristik jaminan kesehatan dapat memengaruhi prevalensi terhadap meningkatnya kasus-kasus masalah kesehatan akibat dari kemiskinan yang terus bergulir. Mungkin sudah waktnya masyarakat mengungkapkan dengan berpijak pada prinsip bahwa kesehatan yang baik adalah salah satu hak dasar semua warga negara, termasuk warga miskin yang wajib mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah.

Orang Miskin dilarang sakit, sepertinya istilah ini sudah membludak di mata masyarakat sekarang ini. Di satu sisi pengalaman hidup yang tidak menyenangkan yang mereka alami  dikarenakan tidak mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang memuaskan dan disisi lain mengatakan no money no healthy; yakni hanya orang-orang yang memiliki uang banyak yang bisa berobat ke rumah sakit.

Menanggapi kasus yang di alami oleh bapak Achmad (68 tahun) bukanlah serta merta adalah kesalahan tenaga kesehatan saja. Namun, membludaknya jumlah orang sakit di tengah berbagai keterbatasan sarana dan prasarana kesehatan, juga tenaga dokter dan paramedis membuat pelayanan tidak optimal. Seiring dengan perkembangan zaman maka mahalnya biaya pengobatan menjadi faktor penentu maraknya peningkatan angka prevalensi orang sakit di Indonesia. Hal ini di akibatkan mereka yang tergolong ekonomi rendah lebih memilih untuk diam di rumah dan tidak berobat.3,6 Lantas timbullah pertanyaan bahwa apakah kita hanya diam saja tertegun melihat potret kemiskinan yang terus-menerus melanda negeri ini?. Dan apakah perubahan itu ada?

Everything is Possible

Segalanya adalah mungkin, asalkan seseorang tidak lupa untuk berikhtiar dan bertawakal. Untuk membuktikan hal tersebut mungkin merupakan hal yang tabu bagi masyarakat Indonesia tetapi marilah kita sedikit bercermin kepada Negara-negara maju yang telah berhasil menyukseskan dan mengusir diri mereka dari krisis kesehatan global dunia. Dimana ada niat di situ ada jalan,dan dimana ada usaha disitu Allah membukakan jalan. Untuk memperbaiki masalah kesehatan yang terus-menerus melanda ibu pertiwi ini maka haruslah dengan cara mengentaskan kemiskinan yang ada di Indonesia terlebih dahulu, namun jika hal tersebut adalah mustahil maka cukup dengan peningkatan mutu dan tenaga kesehatan yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah dengan berobat gratis. Namun berobat gratispun sepertinya tidak cukup juga karena berkaca dari pengalaman rakyat miskin yang memiliki jamkesnas saja selalu di jadikan nomor dua.

Oleh karena itu berobat gratis haruslah bersanding dengan peningkatan mutu tenaga kesehatan. Karena biar bagaimanapun juga dampak sugesti dari seorang pasien merupakan faktor psikologis yang penting dalam memperoleh kesehatan pasien. Sebagai contoh jika pasien dilayani dengan baik maka pasien seolah-olah penyakitnya sudah sembuh, seperti ungkapan seorang passien, “Dok, kenapa ketika saya bertemu dengan dokter rasanya penyakit saya sudah sembuh?.” Hal ini di sebabkan oleh dampak sugesti yang mempengaruhi kepercayaan seorang pasien untuk sembuh ketika bertemu dengan seorang dokter yang sangat dia percaya sehingga mengalahkan penyakitnya. Karena itu tidak sedikit orang memilih rumah sakit swasta yang selalu mengutamakan kepentingan pelayanan pasiennya meskipun haruslah dibayar dengan biaya yang tidak sedikit. Jadi kepercayaan antara seorang pasien dan tenaga kesehatan merupakan faktor utama dalam memperoleh kesembuhan menuju Indonesia sehat. Di Negara Amerika dan Eropa pendidikan profesi ini sudah sejak lama di terapkan di dunia kedokteran, bahkan di sana untuk menjaga mutu dan nama baik seorang dokter, maka satu orang dokter hanya boleh melayani 10 orang pasien dalam suatu praktik. Hal ini bertujuan agar pasien benar-benar mendapatkan pelayanan yang baik dan optimal serta profesional. Berbeda di Indonesia yang tidak memiliki batasan dalam melayani pasien di tempat-tempat praktik karena hal ini akan mempengaruhi performa seorang dokter sebagaimana istilah mengatakan dokter juga manusia dan memiliki rasa lelah.

Tidak hanya itu di negara-negara maju sudah lebih mengoptimalkan anggaran pendapatan Negara mereka untuk lebih memperhatikan permasalahan pendidikan dan kesehatan. Sedangkan di Indonesia selalu saja mementingkan masalah politik yang menyengsarakan rakyat, seperti berapa banyak uang yang harus di habiskan untuk membayar gaji para wakil rakyat, fasilitas mereka mulai dari perkantoran, rumah, tunjangan dan lain sebagainya. Apalagi dana yang harus dikucurkan setiap kali adanya pergantian kepemimpinan Negara yang menghabiskan hampir trilyuan rupiah.  Ditambah lagi kasus korupsi yang terus menerus muncul dan berdatangan di ibu pertiwi ini seperti hujan yang tidak akan reda, seolah-olah hukum di Negara ini sudah tidak ada. Menurut data RUU APBD 2009 di Indonesia, sekitar 53 persen di antaranya habis untuk membayar pegawai, belum termasuk biaya tunjangan, mobil dan rumah mewah serta perkantoran sedangkan untuk sector pendidikan dan kesehatan kurang dari 20%.9 Tidak perlu jauh-jauh yakni Negara tetangga kita yang sudah tergolong Negara maju yaitu singapura, telah memprioritaskan APBD mereka untuk biaya pendidikan dan kesehatan dalam mensejahterakan rakyat. Bahkan jaminan kesehatan yang diberikan kepada rakyat meliputi JAMSOSNAS yang mencakup seluruh pekerja formal dan informal serta masyarakat miskin.

KESIMPULAN 

Meskipun demikian Indonesia merupakan negara yang masih berkembang dan harus banyak belajar untuk mendapatkan gelar negara yang maju, maka bukan berarti tidak ada satupun ikrar yang menyatakan bahwa perubahan itu pasti ada dan akan terus bergulir. Sebagaimana Rasulullah berkata bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, maka itulah orang-orang yang beruntung. Tidak perlu sungkan, namun berubahlah dari dalam diri sendiri dan berubahlah untuk maju demi mencapai cita-cita luhur bangsa karena perubahan itu adalah hijrah ke arah hidup yang lebih baik.

Jadi diharapkan melalui peningkatan mutu kesehatan di Indonesia ini tidak lagi menimbulkan persepsi bahwa kesehatan hanya milik orang-orang kaya saja sedangkan orang miskin hanya bisa berdiam diri di rumah saja jika sakit tetapi di harapkan bagi seluruh masyarakat miskin agar dapat mencicipi semua layanan kesehatan di Indonesia seperti yang tertera pada pasal 34 berbunyi Fakir miskin dan anak-anakyang terlantar dipelihara oleh negara, berarti pemerintah menjamin kesejahteraan orang yang tidak berkecukupan ini baik kesehatan dan kebutuhan kemajuan pembangunan ekonomi tidak akan ada artinya jika masih banyak masyarakat yang tidak dapat pelayanan kesehatan yang baik. Bahkan muncul anggapan jika mereka yang tergolong tidak mampu untuk berobat ini  sama saja mendapatkan kemerdekaan sekedar lepas dari penjajahan. Padahal seharusnya kemerdekaan adalah lepas dari kemiskinaan.

Ada suatu pepatah yang mengatakan rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya dan ada lagi yang menyebutkan bahwa kebodohan pangkal kemiskinan bahkan Rasulullah SAW pernah mengecam bahwa kemiskinan itu mendekati kekafiran. Jikalau membicarakan pepatah dan hadist diatas maka tercerminlah kepada suatu keadaan yang sangat menuntut setiap manusia untuk bisa berubah. Hanya saja pemerintah harus sigap dalam memberikan peranannya sebagai leading dan contoh yang baik bagi masyarakat serta mampu mengarahkan untuk dapat meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan pribadi diri dalam rangka mengubah perilaku masyarakat. Di samping itu turut andil dalam menerapkan dasar-dasar perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata. Sebagai contoh, intervensi dan kebijaksanaan pemerintah meningkatkan aksesibilitas kesehatan bagi setiap warga miskin guna mendapatkan haknya dalam penyelenggaraan lembaga kesehatan yang murah dan berkualitas. Pemerintah juga wajib memberikan penyuluhan ataupun edukasi seperti seminar-seminar kesehatan guna menyadarkan masyarakat akan arti pentingnya pola hidup bersih dan menjaga kesehatan, memberikan pondasi solusi kesahatan warga miskin seperti ketersediaan air bersih, truk sampah dan kartu Jamkes. Program pembangunan yang diarahkan kepada masyarakat miskin dapat dipandang sebagai upaya memenuhi kebutuhan dasar sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Menjadikan masyarakat miskin itu sendiri sebagai pelaku pembangunan untuk memberikan pemahaman dan penyadaran bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk keluar dari kemiskinannya, dengan modal keterampilan yang diberikan pemerintah melalui tahapan-tahapan edukasi dan pelatihan maka terciptalah suatu jalan kesejahteraan yang menganut paham dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Say NO to Orang Miskin Dilarang Sakit

DAFTAR PUSTAKA

1 Badan Resmi Statistika. 2010. Profil Kemiskinan Di Indonesia 2010. No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010

2 Ghopur, Abdul. 2010. Indonesia dan Problem Kemiskinan. Jakarta: Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia [GMPI]

3 Laporan Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. 2006. Program Analisa Kemiskinan di Indonesia (INDOPOV)  kantor Bank Dunia, Jakarta: Gradasi Aksara

4 Depkes R. I., 2000, Situasi Pangan dan Gizi Indonesia, Depkes RI, Jakarta

5http://kesehatan.kompas.com/read/2009/06/26/11571084/orang.miskin.dilarang.    sakit, diakses   pada 20 September 2011

6Purwanti, Putri Ayu. 2006. penanggulangan kemiskinan berbasis   masyarakat.UGM.      Yogyakarta

7Frongillo Jr., Edward A., Mercedes de Onis, and Kathleen, 1997. Socioeconomic and      Demographic Factors are Associated with Worldwide Patterns of        Stunting and Washing of Children, JournalNutrition (127) p: 2302-2308.

8A. M. Jones, N. Rice, T. Bago d’Uva, and S. Balia. Applied Health Economics.                Routledge, London, 2007.

9http://www.seknasfitra.org/index.php?option=com_content&view=article&id=3   4%3Aapbd      boros-aparatur-pelit-untuk-publik&catid=56%3Aberita      anggaran&Itemid=101&lang=in, diakses pada 20 September 2011