REHABILITASI HUTAN MANGROVE

Oleh : Aidia MJ

JURUSAN ILMU KELAUTAN
SYIAH KUALA UNIVERSITY

PENJELASAN UMUM EKOSISTEM MANGROVE
Hutan mangrove adalah sebutan untuk sekelompok tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut pantai.  Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, atau juga hutan payau.  Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut sebagai hutan bakau.  Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan mangrove. Istilah ‘mangrove’ digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon bakau Rhizophora spp (A Nontji 2005).  Karena bukan hanya pohon bakau yang tumbuh di sana.  Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya.
Secara biologis Mangrove tumbuh dipantai yang landai dan tidak bisa tumbuh di daerah yang berombak besar, berarus deras atau pasang surut tinggi .magrove akan tumbuh lebat didaerah pantai yang dekat dengan muara sungai atau delta sungai yang membawa aliran sungai dengan lumpur dan pasir ,yang enjadi media utama pertumbuhannya (Team DKP Jawa Timur 2007).

PENYEBAB KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE
Pada sisis lain, sifat biologis mangrove ynag hidup pada pada kawasan peralihan antara daratan dan lautan tersebut menyebabkan sangat rentan terhadap gangguan atau kerusakan. Ganguan dapat bersifat alami maupun human error , Ganguan alami dapat  berupa tsunami, abrasi pantai oleh arus gelombang atau angin topan, gangguan alami biasanya jarang terjadi, sedangkan akibat manusia dapat  berupa reklamasi pantai untuk bisnis, industry, pemukiman, pembukaan lahan baru tambak, penebangan yang tidak terkontrol.
Ekosistem mangrove merupkana salah satu ekosistem pesisir yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan biota lainya secara langsung maupun tidak langsung diwilyah pesisir (Team DKP Jawa Timur 2007).
Kerusakan atau kehilangan ekosistem hutan mangrove selanjutnya dapat menghilangkan semua mamfaat ekologis, biologis serta ekonomisnya, karena keberadaan dan keutuhan hutan mangrove sangat mempengaruhi kelestariaan kawasan pantai beserta system kehidupan biota dikawasan tersebut.
CIRI-CIRI EKOSISTEM MANGROVE
Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah :
  • memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
  • memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
  • memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora;
  • memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah :
  • tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;
  • tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
  • daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
  • airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 – 22 o/oo) hingga asin
MANFAAT DAN FUNGSI MANGROVE
Secara Fisik
  • Penahan abrasi pantai.
  • Penahan intrusi (peresapan) air laut.
  • Penahan angin.
  • Menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2) di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai.
Secara Biologi
  • Tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti ikan dan udang).
  • Sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem.
  • Tempat hidup berbagai satwa liar, seperti monyet, buaya muara, biawak dan burung.
Secara Sosial Ekonomi
  • Tempat kegiatan wisata alam (rekreasi, pendidikan dan penelitian).
  • Penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah.
  • Penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit.
  • Penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan (daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi, dan lain-lain).
  • Tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan pengrajin atap dan gula nipah.
REHABILITASI EKOSISTEM MAGROVE
PENANAMAN
1.      Benih tanaman
Benih yang dapat dipakai sebagai calon bibit adalah yang sudah tua dan berkualitas baik. Buah/benih dikumpulkan dari pohon induk atau pohon yang sudah tua, berumur minimal 8 tahun. Pengumpulan benih dapat dilakukan dengan memetik buah yang sudah tua atau mengumpulkan buah yang jatuh di sekitar pohon. Kemudian, buah diseleksi untuk mendapatkan benih yang berkualitas baik. Benih yang telah dikumpulkan dan diseleksi harus cepat disemaikan atau direndam dalam air, supaya tidak cepat kering.
2.      Sistem Pembibitan Cabutan
·        Bibit tanpa polibek
Benih disemaikan dahulu di tepi pantai yang berlumpur tanpa menggunakan polibek. Setelah berumur 5 – 6 bulan, bibit dipindahkan ke lapangan. Untuk daerah genangan air, bibit minimal berumur 1 tahun.
·        Bibit dengan polibek
Sistem bibit dalam polibek sangat efisien karena (a) Tidak perlu menyiram setiap hari. Pada saat air pasang, bisa tergenang sendiri. Diusahakan, bibit berada di bawah pohon mangrove. (b) Tidak perlu naungan buatan. (c) Lokasi pembibitan diusahakan yang bebas dari ombak.
Adapun benih yang belum bisa disemai di pembibitan sebaiknya diikat untuk selanjutnya direndam/dibenamkan di tepi pantai yang berlumpur. Penanaman diutamakan di tepi pantai yang belum tertanami. Untuk menambah kerapatan tanaman, sebaiknya bibit mangrove ditanam dengan jarak tanam 2 m 3 bibit, masing-masing berjarak 1 x 1 m atau ½ x ½ m. Hal ini dilakukan agar apabila ada bibit yang mati, jarak tanam tetap ideal.
Penanaman bibit mangrove menggunakan tiga cara
·        Memakai benih yang langsung ditanam/ditancapkan di pantai.
Cara menanam benih adalah miring, menurut arus ombak supaya tidak roboh
·        Memakai bibit cabutan
Diusahakan bibit yang masih muda, berdaun 3 – 4 pasang. Jarak antara pencabutan sampai dengan penanaman adalah 2 – 4 hari
·        Memakai bibit dalam polibek
Penanaman pada saat surut di siang hari (September s/d Januari).
Berdasarkan pengalaman dilapangan, bibit mangrove yang berasal dari polibek tingkat keberhasilannya akan lebih besar. Sebagai tambahan, lokasi penanaman yang tergenang air lebih baik dibuatkan parit dengan arah membujur ke arah ombak di waktu surut, supaya air tidak menggenangi lokasi penanaman yang bisa mengakibatkan kematian bibit-bibit mangrove
PROGRAM KOSERVASI
                Untuk program pemeliharaan mangrove, meliputi penyulaman yang dilakukan di lokasi persemaian/pembibitan dan lapangan. Penyulaman dimaksudkan untuk mendapatkan jarak yang ideal. Selanjutnya, hama yang ditemukan di sepanjang kawasan mangrove terdiri dari ganggang laut dan hewan pengganggu seperti runti/trisipan (teritip), wideng/kepiting/ketam, tikus, kambing, dan manusia.
1.      Ganggang Laut
Ganggang laut banyak ditemukan di Desa Pasar Banggi, Rembang. Program pemeliharaan dilakukan sebagai langkah pemberantasan ganggang laut/sampah plastik, yang sering menempel pada tanaman muda, yang mengakibatkan tanaman patah dan rusak
2.      Teritip
Teritip menyerang pangkal batang dan menempel/makan kulit bawah daun mangrove muda sehingga berlubang dan akhirnya mati
3.      Wideng
Wideng biasanya menyerang tanaman muda berumur 1 tahun. Pada saat air pasang, Wideng naik ke atas dan memangsa daun-daun dan batang bakau yang masih muda
4.      Tikus
Tikus pada saat air surut memangsa batang tanaman dan buah mangrove muda, yang mengakibatkan kematian
5.      Kambing
Kambing memangsa bibit mangrove di sepanjang tepi tanggul dan pantai yang dilaluinya.
6.      Manusia
Kegiatan manusia seperti menjala ikan bisa menyebabkan tersangkut dan tercabutnya bibit mangrove. Selain itu, penjala ikan bisa menginjak biji/benih mangrove. Pengumpulan udang nener juga berpotensi untuk mencabut benih. Apalagi, apabila pencari ikan menarik jaringnya. Selain itu, perahu nelayan yang mendarat di sekitar tanaman mangrove, bisa merusak bibit mangrove karena menimbulkan ombak yang besar.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pengalaman dilapangan, bibit mangrove yang berasal dari polibek tingkat keberhasilannya akan lebih besar. Selain program rehabilitasi, mangrove juga harus dijaga dengan program- program konservasi