REFERAT ILMU KEDOKTERAN JIWA GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

REFERAT
ILMU KEDOKTERAN JIWA
GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Pembimbing:
dr. Agnes M.H, Sp.KJ

Disusun oleh:
Jessica Beatrice Effendi 2010.04.0.0133
Rendy Andromeda Anwar 2015.04.2.0120

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2015

BAB 1
PENDAHULUAN

Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam per hari) dan dapat menyebabkan penderitaan. Gangguan ini prevalensinya diperkirakan 2-3% dari populasi.
Gangguan obsesif komopulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat. Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif datang ke beberapa dokter sebelum mereka ke psikiater dan umumnya 9 tahun mendapat terapi, baru kemudian mendapat diagnosis yang benar. Hal ini menunjukkan bahwa dokter selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis yang benar.
Makalah referat yang berjudul “Gangguan Obsesif-Kompulsif” ini dibuat untuk membahas etiologi, gejala klinis, diagnosis, serta prognosis dari penyakit ini. Dengan itu dapat lebih baik untuk mendiagnosis penyakit ini dengan tepat.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Obsesi adalah pikiran, perasaan, gagasan, atau sensasi yang berulang dan mengganggu. Sedangkan kompulsi adalah perilaku yang disadari, standar, dan berulang seperti menghitung, memeriksa, atau menghindar.
Gangguan obsesif kompulsif (obsessive-compulsive disorder; OCD) adalah gangguan dengan gejala obsesi atau kompulsi berulang yang cukup berat hingga menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang yang mengalaminya. Pasien dengan OCD dapat memiliki obsesi atau kompulsi atau keduanya (Kaplan, 2003).
2.2 Epidemiologi
Prevalensi dari gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum adalah 2-3%. Pada sepertiga pasien obsesif kompulsif, onset gangguan ini adalah sekitar usia 20 tahun, pada pria sekitar 19 tahun, dan pada wanita sekitar 22 tahun. Perbandingan yang sama dijumpai pada laki-laki dan perempuan dewasa, akan tetapi remaja laki-laki lebih mudah terkena daripada remaja perempuan (Kaplan, 2003).
2.3 Etiologi
a. Faktor biologis
Banyak penelitian yang mendukung adanya hipotesis bahwa disregulasi serotonin berpengaruh pada pembentukan gejala gangguan obsesif kompulsif, tetapi serotonin sebagai penyebab gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Genetik juga diduga berpengaruh untuk terjadinya gangguan obsesif kompulsif dimana ditemukan perbedaan yang bermakna antara kembar monozigot dan dizigot.
b. Faktor perilaku
Menurut teori, obsesi adalah stimulus yang terkondisi. Sebuah stimulus yang relatif netral diasosiasikan dengan rasa takut atau cemas melalui prroses pengkondisian responden yaitu dengan dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa yang menimbulkan rasa cemas atau tidak nyaman.
Kompulsi terjadi dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menyadari bahwa perbuatan tertentu dapat mengurangi kecemasan akibat obsesif, orang tersebut mengembangkan suatu strategi penghindaran aktif dalam bentuk kompulsi atau ritual untuk mengendalikan kecemasan tersebut. Secara perlahan, karena efikasinya dalam mengurangi kecemasan, strategi penghindaran ini menjadi suatu pola tetap dalam kompulsi.
c. Faktor Psikososial
Riset mengesankan bahwa OCD dapat dicetuskan oleh sejumlah stresor lingkungan, khususnya yang melibatkan kehamilan, kelahiran anak, atau perawatan anak oleh orang tua. Pengertian akan stresor tersebut dapat membantu klinisi dalam rencana terapi keseluruhan yang mengurangi peristiwa yang membuat stres itu sendiri atau maknanya bagi pasien. (Kaplan, 2003)
2.4 Gambaran Klinis
Pada umumnya obsesi dan kompulsi mempunyai gambaran tertentu seperti :
• Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
• Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan gagasan atau impuls awal.
• Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk psikologis.
• Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai abstrak dan tidak masuk akal.
• Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu dorongan yang kuat untuk menahannya. (FKUI, 2010)

Gejala klinis pasien gangguan obsesif kompulsif mungkin berubah sewaktu-waktu tetapi gangguan ini mempunyai empat pola gejala yang paling sering ditemui, yaitu :
1. Kontaminasi
Obsesi akan kontaminasi biasanya diikuti oleh pembersihan atau kompulsi menghindar dari suatu objek yang dirasa terkontaminasi. Objek yang ditakuti biasanya sulit untuk dihindari, misalnya feces, urine, debu, atau kuman.
2. Keraguan Patologis
Obsesi ini biasanya diikuti oleh kompulsi pemeriksaan berulang. Pasien memiliki keraguan obsesif dan merasa selalu merasa bersalah tentang melupakan sesuatu atau melakukan sesuatu
3. Pemikiran yang Mengganggu
Obsesi tanpa suatu kompulsi ini biasanya meliputi pikiran berulang tentang tindakan agresif atau seksual yang salah oleh pasien
4. Simetri
Kebutuhan untuk simetri atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi kelambanan. Pasien membutuhkan waktu berjam-jam untuk menghabiskan makanan atau bercukur.
5. Pola Gejala Lain
Obsesi religius dan kompulsi menumpuk sesuatu lazim ditemukan pada pasien dengan OCD. Trikotilomania (kompulsi menarik-narik rambut) dan menggigit-gigit kuku dapat merupakan kompulsi yang terkait dengan OCD (Kaplan, 2003).
Beberapa contoh gejala yang berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah sebagai berikut (Khouza, 1999):
OBSESI KOMPULSI
Perhatian terhadap kebersihan (kotoran, kuman, kontaminasi) Ritual mandi, mencuci, dan membersihkan badan berlebihan
Perhatian terhadap ketepatan Ritual mengatur posisi berulang-ulang
Perhatian terhadap sekresi tubuh (ludah, feces, urin) Ritual menghindari kontak dengan sekret tubuh, menghindari sentuhan
Obsesi religius Ritual keagamaan yang berlebihan (berdoa sepanjang hari)
Obsesi seksual (nafsu terlarang atau tindakan seksual yang agresif) Ritual berhubungan seksual yang kaku
Obsesi terhadap kesehatan (sesuatu yang buruk akan terjadi dan menimbulkan kematian) Ritual berulang (pemeriksaan tanda vital berulang, diet yang terbatas, mencari informasi tentang kesehatan dan kematian)
Obsesi ketakutan (menyakiti diri sendiri atau orang lain) Pemeriksaan pintu, kompor, gembok, dan rem darurat berulang-ulang

2.5 Diagnosis
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:
1. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.
2. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita.
3. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).

4. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi. penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.

5. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut.

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan
Pedoman Diagnostik
1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
2. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu menyebabkan penderitaan (distress)

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (obsesional ritual)
Pedoman Diagnostik
1. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan keteraturan. Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya tersebut.
2. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif
Pedoman Diagnostik
1. Kebanyakan dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.
2. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif terhadap terapi perilaku.

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya
F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT

2.6 Diagnosis Banding
1. Keadaan Medis
Persyaratan diagnostik DSM-IV-TR pada distress pribadi dan gangguan fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang sedikit berlebihan atau biasa. Gangguan neurologis utama untuk dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan “tic” lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan trauma serta komplikasi pasca ensefalitis.
2. Gangguan Tourette
Gejala khas gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering terjadi bahkan setiap hari. Gangguan Tourette dan OCD memiliki hubungan dan gejala serupa. Sekitar 90% orang dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif dan sebanyak 2 pertiga memenuhi kriteria diagnosis OCD
3. Pertimbangan psikiatri utama di dalam diagnosis banding OCD adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif kompultif, fobia dan gangguan depresif. OCD biasanya dapat dibedakan dengan skizofrenia yaitu tidak adanya gejala skizrofrenik lain. Sifat gejala yang kurang bizar, dan tilikan pasien terhadap gangguannya. Gangguan kepribadian obsesif kompulsif tidak memiliki derajat hendaya fungsional terkait dengan OCD. Fobia dibedakan yaitu tidak ada hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan depresi berat kadang-kadang dapat disertai gejala obsesif tetapi pasien yang hanya dengan OCD gagal memenuhi kriteria diagnosa depresif berat.
Keadaan psikiatri lain yang terkait dengan OCD adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan impuls lain seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua gangguan ini pasien memiliki pikiran berulang atau perilaku berulang.
(Kaplan, 2003)

2.7 Terapi
Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah faktor biologis, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmako terapi dan terapi perilaku. Banyak pasien OCD yang resisten terhadap usaha pengobatan yang diberikan baik dengan obat maupun terapi perilaku. Walaupun dasar gangguan obsesi-kompulsif adalah biologik,namun gejala OCD mungkin memiliki makna psikologis penting yang membuat pasien menolak pengobatan.
a. Farmakoterapi
Pendekatan standarnya adalah memulai dengan SSRI atau clomipramine (Anafranil) dan kemudian berpindah ke strategi farmakologik lain.

SSRI
Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti; Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), jenis obat SSRI ini adalah Fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram (Lexapro), paroxetine (Paxil), dan citalopram (Celexa). Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif.

Clomipramine
Dari semua obat trisiklik dan tetrasiklik, clomipramine adalah obat yang paling selektif untuk reuptake serotonin versus reuptake noreprineprin, dan dalam hal ini hanya dilebihi oleh SSRI. Potensi reuptake serotonin oleh clomipramine dilampaui hanya oleh sertralin dan paroksetin. Clomipramine adalah obat pertama yang disetujui U.S FDA untuk terapi OCD. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering.

Obat lain
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI = monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil). Agen farmakologis lain untuk pasien yang tidak responsif mencakup buspiron (BuSpar), 5-hidroksitriptamin (5-HT), triptofan, dan klonazepam (klonopin).

b. Terapi perilaku
Terapi perilaku sama efektifnya dengan farmako terapi pada OCD, dan sejumlah data menunjukkan bahwa efek menguntungkan bertahan lama dengan adanya terapi perilaku . terapi perilaku dapt dilakukan di lingkungan rawat inap dan rawat jalan. Pendekatan perilaku yang penting di dalam OCD adalah pajanan dan pencegahan respon, Desensitisasi, penghentian pikiran , pembanjiran, terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif kompulsif. Di dalam terapi perilaku,pasien harus benar-benar berkomitmen terhadap perbaikan.

c. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial. Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional, simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi.

Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien.

d. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien.
(Kaplan,2003)

2.8 Prognosis
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan gangguan tersebut diantara orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa pasien mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami penyakit yang konstan.
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.

BAB 3
KESIMPULAN

Gangguan obsesif – kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala – gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua – duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut – turut.

Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak, genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan faktor psikodinamika. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan obsesif – kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan baik apabila kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan H. I, Saddock B.J, Grabb J.A. 2003. Sinopsis Psikiatri. Edisi Tujuh. Jilid 2. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta.

2. Elvira S. D, Hadisukanto G. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

3. Maramis, Willy F . 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Dua. Airlangga University Press. Surabaya.

4. Gangguan obsesif – kompulsif. 2013 . Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa; rujukan ringkas dari PPDGJ – III . Maslim R, penyunting. Jakarta

5. Khouza HR.1999. Obsessive compulsive disorders. Postgard Med