Pola Pemberian Makanan Anak Balita

Pengertian Pola Pemberian Makanan pada Balita

Pola pemberian makanan adalah berbagai informasi tentang kebutuhan, pemilihan bahan makanan, dan status gizi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan setiap hari oleh balita dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Sulistyoningsih, 2011).

 Aspek Pola Pemberian Makanan pada Balita

Pola pemberian makanan anak balita terdiri dari tingkat asupan makanan dan frekuensi pemberian makanan (Nadeak, 2011).

1). Tingkat asupan makanan anak balita

Zat gizi adalah zat atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam pangan yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal. Manusia memerlukan zat gizi agar dapat hidup dengan sehat dan mempertahankan kesehatannya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan eksternal, pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan, serta untuk aktivitas (Supariasa, 2002).

Anak balita pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif dan usia 3-5 tahun bersifat konsumen aktif. Konsumen pasif artinya pada usia 1-3 tahun makanan yang dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu, sedangkan konsumen aktif artinya anak dapat memilih makanan yang disukainya (Fauziah, 2009). Tahap awal dari kekurangan zat gizi dapat diidentifikasi dengan penilaian konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang kurang akan berdampak terhadap kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum terdapat dua kriteria untuk menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein.

Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti ikan, daging, telur dan susu. Angka Kecukupan Gizi (AKG) dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan zat gizi individu. Basis dari AKG adalah kebutuhan (Estimated Average Requirement) (Supriasa, 2002).

Menurut Badriah (2011) Kecukupan energi sehari anak dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut.

Tabel 2.1 Kecukupan Energi Sehari untuk Anak Prasekolah Sesuai Umur

Golongan Umur Kecukupan Gizi (kkal/kg BB)
Pria wanita
1 – 3 tahun 100 100
4 – 6 tahun 90 90

Sumber: Almatsier (2003)

a). Karbohidrat

Dianjurkan 60-70% energi total berasal dari karbohidrat.  Sumber makanan karbohidrat adalah padi-padian (gandum dan beras) atau serealia, umbi-umbian (kentang, singkong, ubi jalar), jagung, kacang-kacang kering, dan gula. Hasil olahan dari sumber karbohidrat adalah mie, bihun, roti, tepung-tepungan, selai, sirup, dan sebagainya. Sebagian besar sayur dan buah tidak banyak mengandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian, seperti wortel  dan kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung karbohidrat daripada sayuran. Bahan makanan hewani seperti daging, ayam, ikan, telur, dan susu sedikit sekali mengandung karbohidrat. Sumber karbohidrat yang banyak dimakan sebagai makanan pokok di Indonesia adalah beras, jagung, ubi, singkong, talas, dan sagu (Tsabita, 2012).

b). Protein

 Kecukupan protein yang dianjurkan untuk anak dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut.

Tabel 2.2  Kecukupan Protein Sehari Anak Prasekolah Sesuai Umur

Golongan Umur Kecukupan Protein (g/kg BB)
1 – 3 tahun 2
4 – 6 tahun 1,8

Sumber : Almatsier (2003)

Sumber makanan yang mengandung protein adalah kacang-kacangan, bijian, ikan, daging, telur, susu dan hasil olahannya (Santoso dan Ranti, 2004).

c) .Lemak

Dianjurkan 15-20% energi total berasal dari lemak. Disamping itu untuk bayi dan anak dianjurkan 1-2% energi total berasal dari asam lemak esensial (asam linoleat). Asam lemak esensial dibutuhkan untuk pertumbuhan dan untuk kesehatan kulit. Saat ini, sudah banyak susu formula mengandung asam linoleat yang berguna untuk membantu pertumbuhan otak (Badriah, 2011).

d). Vitamin dan mineral

Vitamin dan mineral dapat diperoleh dari sumber makanan seperti sayuran, buah-buahan, garam dan hati (Santoso dan Ranti, 2004). Kebutuhan vitamin dan mineral sehari pada anak sebagai berikut.

Tabel 2.3 Kebutuhan Vitamin dan Mineral Anak Usia 1-6 Tahun

Zat Gizi RDA 1-3 4 – 6 Perkiraan kebutuhan
Satuan gizi 1-3 tahun 4-6 tahun
Vitamin A (RE) 400 500 Biotin (ug) 20 25
Vitamin D (ug) 10 10 Klorida (mg) 350 500
Vitamin E (mg) 6 7 Copper (mg) 0,7-1,0 1,0-1,5
Vitamin K (ug) 15 20 Mangaan (mg) 1,0-15 15-20
Vitamin C (mg) 90 45 Fluoride (mg) 05-15 1,4-2,5
Thiamin (mg) 0,7 0,9 Kromium (ug) 20-80 30-120
Riboflavin (mg) 0,8 1,1 Sodium (mg) 225 300
Niasin (mg equiv) 9 12 Potassium (mg) 1000 1400
Vitamin B6 (mg) 1,0 1,1
Folat 50 75
Vitamin B12 (ug) 0,7 1,0
Kalsium (ing) 800 800
Fosfor (mg) 800 800
Magnesium (mg) SO 120
Zat besi (mg) 10 10
Seng (mg) 10 10
Yodium (ug) 70 90

Sumber: Badriah (2011)

e). Air

Kebutuhan air sehari pada anak sebagai berikut.

Tabel 2.4 Kebutuhan Air Sehari pada Anak

Golongan umur Kebutuhan Sehari (ml/kg BB/hari)
2 – 3 tahun 115 – 125
4 – 5 tahun 100 – 110

Sumber : Almatsier (2003)

Sedangkan pola pemberian makanan balita berdasarkan bahan makanan dengan standar Ukuran Rumah Tangga (URT) dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 2.5   Pola Pemberian Makanan Balita Per Hari

Golongan umur Bahan makanan Berat (gram) URT
1-3 tahun Nasi 250 1 ½ gelas
Meizena 10 2 sdm
Daging 50 2 potong kecil
Telur 50 1 butir
Tempe 50 2 potong
Sayuran 100 1 gelas
Pisang 100 2 buah
Biskuit 20 2 biji
Susu bubuk 30 6 sdm
Minyak 20 2 sdm
Gula pasir 30 3 sdm
4-5 tahun Nasi 300 2 ½ gelas
Daging 100 2 potong
Telur 50 1 butir
Tempe 50 2 potong sedang
Kacang hijau 10 1 sdm
Buah 200 2 buah pisang
Sayuran 100 2 mangkok
Gula pasir 25 2 ½ sdm
Minyak 10 1 sdm
Susu 400 2 gelas

Sumber: Pudjiadi (2003)

Makanan seling/snack untuk balita usia 4-5 tahun menurut Notowidjojo (2011) diberikan dua kali, yaitu selingan pertama di antara sarapan dan makan siang, selingan kedua di antara makan siang dan malam. Makanan selingan dapat berupa pisang goreng atau roti bakar menjelang tidur, bubur kacang hijau yang bisa dibuat sendiri, kroket panggang isi daging ayam atau aneka buah segar, dan lainnya.

Salah satu tujuan pemberian makanan selingan untuk mencukupi kebutuhan gizi anak. Oleh karena itu, jangan biasakan si kecil menikmati makanan selingan ala kadarnya semisal permen atau snack yang banyak dijual di pasaran. Selain tak mencukupi kebutuhan gizi, makanan semacam itu cuma menawarkan rasa asin dan gurih. Makanan jenis ini di duga mengandung penyedap dan pengawet yang justru harus dihindari sebagai konsumsi anak-anak (Lindarsih,2011).

2). Frekuensi Pola Pemberian Makanan Anak Balita

Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan pada anak, ada yang terikat pada pola pemberian makanan 3 kali per hari tetapi banyak pula yang mengkonsumsi pangan antara 5 sampai 7 kali per hari atau lebih. Frekuensi pola pemberian makanan yang ideal menurut Suryansyah (2012) adalah 3 kali sehari dengan jam makan yang teratur seperti pola jam 8, jam 12, dan jam 18.

Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Suatu hasil pengamatan terhadap anak-anak di Negara Barat memperlihatkan bahwa pada kelompok anak yang frekuensi konsumsi pangannya kurang dari 4 kali per hari mengkonsumsi energi, protein, vitamin C, dan zat besi (Fe) lebih rendah dari rata-rata konsumsi anak-anak yang seumur. Sedangkan konsumsi pada kelompok anak yang frekuensi konsumsi pangannya lebih dari 6 kali per hari ternyata lebih tinggi dari rata-rata konsumsi anak yang seumur (Khomsan, 2003).

Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan

Pola pemberian makananyang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola pemberian makanan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).

1)  Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam meningkatkan peluang  untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.

Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat, pengaruh promosi melalui iklan serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahaan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari, sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan kepada pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger dan lain-lain, telah meningkat tajam terutama dikalangan generasi muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.

2)      Faktor sosio budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengarui oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasihat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi.

Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya, temasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahannya, persiapan dan penyajiannya, serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh dan tidak boleh mengkonsumsi suatu makanan (dikenal dengan istilah tabu).

Tidak sedikit makanan yang dianggap tabu adalah baik jika ditinjau dari kesehatan, salah satu contohnya adalah anak balita tabu mengkonsumsi ikan laut karena dikhawatirkan akan menyebabkan  cacingan. Padahal dari sisi kesehatan berlaku sebaliknya mengkonsumsi ikan sangat baik bagi balita karena memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Terdapat 3 kelompok anggota masyarakat yang biasanya memiliki pantangan terhadap makanan tertentu, yaitu balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

3)      Agama

Pandangan yang didasari agama, khususnya islam disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya berdosa adanya pantangan terhadap makanan/minuman tertentu dari sisi agama di karenakan makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengkonsumsinya. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan di konsumsi.

4)      Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lainnya. Sebaliknya kelompok dengan orang pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.

5)      Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak, kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola pemberian makananseseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk  dari kebiasaan makanan yang terdapat dalam keluarga.

Lingkungan sekolah, termasuk didalamnya para guru, teman sebaya dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola makan, khususnya bagi siswa sekolah. Anak yang mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari para gurunya dan didukung oleh tersediaannya kantin atau tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola pemberian makananyang baik pada anak (Sulistyoningsih, 2011).

Daftar Pustaka Lihat di Artikel ini : Hubungan Pola Pemberian Makanan Dengan Status Gizi Balita Usia 4-5 tahun