Peta pikiran

Pengertian peta pikiran

Peta pikiran pertama kali dikembangkan oleh Buzan tahun 1970. Pengertian peta pikiran banyak didapatkan dalam literatur. Peta pikiran adalah suatu grafik atau kerangka berpikir yang berbentuk radian yang mampu mengasosiasikan, menghubungkan antara konsep atau kata yang logis, bergambar, adanya warna (Buzan & Buzan, 1993). Peta pikiran merupakan salah satu cara untuk mencatat (note taking) yang berguna dalam menghubungkan berbagai ide serta dapat membantu mengorganisasikan informasi sehingga kita mudah mengingat informasi tersebut (Reid, 2006). Asosiasi merupakan keistimewaan dalam peta pikiran, asosiasi dapat mencetuskan ide dan hubungan antar informasi (Reid, 2006). Peta pikiran adalah suatu kerangka yang mampu menghubungkan dan mengasosiasikan secara radian non linear, konsep besar berada disentral dan sub konsep di percabangan dengan adanya unsur-unsur garis, gambar dan warna.

Peta pikiran merupakan salah satu kerangka berpikir untuk meningkatkan pemahaman. Kerangka berpikir sudah dikembangkan banyak ahli. Jenis kerangka pikiran yang banyak dipakai adalah peta pikiran, peta konsep, peta argumen, peta berpikir, peta web, diagram konseptual dan visual metapora (Aydin & Balim, 2009; Okada et al., 2007; Epler, 2006). Peta pikiran berbeda dengan peta konsep dan peta argumen. Peta pikiran merupakan suatu variasi dari peta pikiran, pada peta pikiran judul topik terletak pada paling atas kemudian disusun ke bawah secara hirarki. Peta konsep merupakan suatu peta yang menjelaskan konsep dengan memakai urutan tingkatan atau hirarki dan tersusun dari judul kemudian turun ke arah bawah subtopik sampai ke ujung. Peta konsep didefinisikan sebagai suatu alat berbentuk grafik yang merepresentasikan dan menggambarkan pengertian dan pemahaman menjadi sebuah konsep. Peta konsep dikembangkan oleh Novak and Gowin berdasarkan teori asimilasi pembelajaran oleh Ausbel. Sedangkan peta argumen lebih berfokus pada mengembangkan struktur dari kesimpulan (Meier, 2007; Torre et al., 2007; Davies 2010; Daley & Torre, 2010).

Perbedaan peta konsep dan peta pikiran terletak pada linearnya, peta pikiran cara berpikir non linear yang berbeda dengan cara berpikir kita selama ini. Peta pikiran menampilkan semua ide atau konsep dalam satu halaman (Mueller et al., 2002). Menurut Mueller (2002) dalam peta pikiran semua ide akan berada saling berdampingan bersama-sama dalam satu halaman. Keunikan dari peta pikiran adalah mahasiswa mempunyai cara unik untuk membuat dan menghubungkan antara ide sehingga akan terlihat cara berpikir mahasiswa atau seseorang itu mempunyai keunikan (Heinrich, 2001).

Tabel 1 Perbedaan peta pikiran, peta konsep dan peta argumen oleh (Epler, 2006; Davies, 2010)

Perbedaan Peta pikiran Peta konsep Diagram konseptual Peta argumen
Tujuan Asosiasi antar ide, topik, konsep Hubungan antara konsep Menentukan kategori Menyimpulkan antara pernyataan (premis)
Bentuk Radial Hirarki Diagram Hirarki seperti pohon
Hubungan antar konsep Linear Non linear

(asosiasi)

Linear Linear
Tingkat kesulitan Rendah Sedang Sedang-tinggi Tinggi
Kemampuan mengingat Sedang-tinggi Rendah Rendah-sedang rendah
Kemampuan dibaca orang lain Rendah Tinggi Sedang Tinggi
Konsep Semua konsep Konsep besar Struktur informasi  untuk menentukan kategori Antara persoalan
Fungsi Menunjukan sistematika hubungan subkonsep penting Semua konsep dan subkonsep Analisis topik melalui kerangka analitik Menyimpulkan atau membuat premis
Kegunaan Menyimpulkan kata kunci topik Curah pendapat, perencanaan, note taking Mendefisikan kategori Akutansi
Unsur Kotak atau bulatan Gambar, garis, warna, adanya topik sentral Kotak dan panah Kotak, garis, warna, garis tebal
Metode pembuatan Mulai dari topik utama dipaling bawah atau atas Dimulai dari sentral Kanan kekiri, atas bawah Atas kebawah kesimpulan yang diambil
Konteks penerapan Kelas, belajar mandiri, revisi Note taking, brainstorming dan telaah ulang Presentasi, slide, ilustrasi Membaca komprehensif, analisis

Peta pikiran mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Davies (2010) kelebihan peta pikiran adalah dapat menghubungakan antara konsep, bentuk dan format bebas diekspresikan, lebih berpikir secara kreatif, lebih fokus terhadap topik, strukturnya tidak kaku, semua ide bisa dimasukan dalam peta pikiran, mendorong menggali pendapat, berwarna dan bergambar yang menarik. Konsep yang dihubungkan dalam peta pikiran merupakan semua konsep yaitu konsep besar dan sub konsep. Format peta pikiran tidak ada yang baku dan kaku, setiap orang bebas membuat peta pikiran yang terpenting memenuhi syarat yang diusulkan oleh Buzan. Membuat gambar adalah kreasi dari pikiran seseorang yang diekspresikan dalam bentuk gambar. Adanya warna dalam peta pikiran menambah kreasi dari peta pikiran.  Peta pikiran mampu mengeluarkan ide-ide yang terpikirkan oleh seseorang.

Sedangkan kekurangannya adalah seseorang lebih mengingat diagram dari pada gambaran keseluruhan, hubungan yang dibuat hanya bersifat asosiasi (abstrak), tidak adanya hubungan yang jelas antara berbagai ide, susah untuk orang lain membaca peta pikiran seseorang, hanya menampilkan hubungan secara radian, konsep kadang tertutupi oleh gambar dan proses belajar yang terjadi tidak alami.

Tingkatan kemampuan membuat peta pikiran

Untuk menilai apakah peta pikiran yang dibuat sudah memenuhi syarat atau belum maka para peneliti mencoba mencari alat untuk penilaian tersebut. Walaupun sebenarnya pembuatan tidak ada aturan yang ketat tetapi tergantung dari kreasi masing-masing orang (Heinrich, 2001). Buzan (1993) menciptakan hukum pembuatan  peta pikiran jika memenuhi hukum ini maka peta pikiran sudah dianggap bagus. Hukum pembuatan peta pikiran tersebut adalah:

  1. Selalu menggunakan gambar ditengah. Gambar yang dibuat tergantung gaya masing-masing orang, warna yang dipakai lebih dari tiga untuk gambar tengah, dapat menggunakan gambar berdimensi, perasaan juga terlibat dalam pembuatan peta pikiran, ukuran gambar dibuat bervariasi, garis yang dipakai berbeda ukuran, organisasi ruangan yang dipakai harus tepat.
  2. Asosiasi yaitu menggunakan panah jika ingin menghubungkan, menggunakan warna dan kode.
  3. Kejelasan yaitu menggunakan satu kata pergaris, mencetak semua kata, mencetak kata kunci, panjang garis sama dengan panjang kata, menghubungkan garis dengan garis, garis tengah dibuat lebih tebal, buat batasan yang jelas antara cabang, membuat gambar dengan jelas, posisi kertas horizontal dan gambar dibuat tegak.
  4. Mengembangkan gaya masing-masing. Setiap orang mempunyai gaya masing-masing dan bebas mengekspresikan pikiran dan kreasinya. Disinilah peta pikiran menjadi menarik, peta pikiran tidak akan sama antara orang satu dengan yang lainnya.

Para peneliti juga mengembangkan sistem penilaian yaitu sistem Scoring MMAR (Mind Mapping Assessment Rubric) untuk menilai apakah peta pikiran sudah efektif atau memenuhi syarat. Kriteria penilaian tersebut adalah (1) level 1 hubungan konsep (2 poin jika valid), (2) level 2 hubungan konsep (4 poin jika valid), (3) level 3 hubungan konsep (6 poin jika valid), (4) level 4 hubungan konsep (8 poin jika valid), (5) cross link (10 poin jika valid) (6) contoh (1 poin masing-masing jika valid, (7) hubungan (3 poin jika valid), (80 gambar, bentuk (3 poin jika valid), (9) invalid komponen (0). Untuk menilai kriteria peta pikiran sudah bagus atau belum Buzan sudah mengusulkan hukum pembuatan peta pikiran “ The Mind Map Law”  (D’Antoni et al., 2009; Evrekli et al., 2010).

Kemampuan membuat peta pikiran tidak sama untuk semua orang, tergantung berapa seringkah seorang menggunakan peta pikiran. Orang yang pertama kali menggunakan peta pikiran, baru terpapar belum pernah melakukan sebelumnya, orang ini disebut novice (baru). Pada tingkatan ini butuh pelatihan dan membaca buku mengenai peta pikiran. Moderate adalah tingkatan kedua, pada tingkat ini seorang masih membutuhkan latihan untuk menjadi mahir atau terampil. Kemudian tingkatan ketiga adalah advance, disini seseorang sudah menguasai baik teori dan cara membuat peta pikiran (Buzan & Buzan, 1993).

Kegunaan peta pikiran

Peta pikiran dapat membantu kita dalam banyak segi kehidupan. Peta pikiran membuat rencana misalnya perencanaan anggaran, perencanaan masa depan dan perencanaan suatu proyek. Komunikasi ide atau pikiran kita kedalam suatu skema dan gambar. Berpikir kreatif terlihat dari gambar-gambar dan struktur peta pikiran yang kita buat. Waktu yang dibutuhkan untuk mencatat dengan peta pikiran menjadi lebih sedikit dibanding dengan mencatat cara biasa. Kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan memetakan masalah dan ide serta alternatif pemecahan dapat kita tuliskan di peta. Peta pikiran juga bisa memusatkan perhatian kita pada suatu topik atau isu dengan adanya isu sentral pada peta pikiran. Peta pikiran digunakan untuk menyusun dan menjelaskan pikiran, mengingat, belajar efisien dan melihat gambaran secara keseluruhan konsep (Buzan, 2011).

Kegunaan peta pikiran dalam Buku Buzan & Buzan (1993):

  1. Memecahkan masalah pribadi
  2. Memecahkan masalah interpersonal
  3. Sebagai diari
  4. Perencanaan bulanan
  5. Perencanaan kehidupan
  6. Menulis esai, mencatat dari buku atau kuliah dari unsur linear kedalam non linear
  7. Saat ujian yaitu dengan membuat peta pikiran mini kemudian menuliskan pertanyan dan jawaban secara cepat
  8. Laporan pekerjaan atau proyek
  9. Laporan penelitian: mencatat sumber, menulis hasil, mengorganisasikan dan integrasikan ide, dasar untuk presentasi atau penulisan
  10. Peta pikiran untuk pengajaran
  11. Peta pikiran untuk memimpin rapat
  12. Manajemen

Peta pikiran dalam bidang pendidikan digunakan sebagai alat yang membantu mahasiswa menentukan konsep-konsep penting. Peta pikiran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keefektifan proses pembelajaran selain membuat variasi aktivitas kelas. Menurut peta pikiran juga bermanfaat untuk membuat literatur reviu yang dapat mengidentifikasi keseluruhan isi literatur, membaca keseluruhan materi yang ada, menuliskan semua ide-ide dan menambahkan kalimat, menghubungkan antara berbagai ide dan mengorganisasikan konsep dari literatur. Dalam penelitian untuk membuat perencanaan penelitian, penyusunan proposal, metodologi dan analisis hasil penelitian dapat menggunakan peta pikiran (Reid, 2006; Heinrich, 2001, Crowe, 2011).

Peta pikiran dapat digunakan sebagai panduan mengajar, supervisi aktifitas pembelajaran, diagram untuk menganalisis data kualitatif. Peta pikiran mudah digunakan, metode yang alami dan tidak membutuhkan waktu (Kern et al., 2003). Penggunaan peta pikiran ini sudah diusulkan sebagai inovasi strategi belajar pada kurikulum keperawatan dan sudah diterima secara positif oleh pengajar. Peta pikiran banyak digunakan dalam berbagai bidang pekerjaan pendidikan, bisnis, akutansi, penelitian, proyek, rapat, kedokteran, keperawatan. Pada pendidikan keperawatan dan kebidanan peta pikiran digunakan sebagai pengumpulan data, evaluasi data pasien, data pemeriksaan fisik, diagnosis, hasil laboratorium, pengobatan dan interaksi dengan pasien. Pada sekolah kebidanan peta pikiran banyak digunakan sebagai cara mencatat, ujian, penugasan, penelitian, praktek klinis dan rencana dan  akan dipakai sebagai salah satu alat penilaian (Kern et al., 2003; Noonan, 2012; Bharathi & Kumar, 2003; Mueller et al., 2002; Crowe & Sheppard, 2012 ).

Peta pikiran dalam kelompok juga dapat meningkatan pemahaman dan integrasi pembelajaran, hasilnya akan sama jika mahasiswa melakukan diskusi dengan anggota kelompok serta dalam kelompok dapat membagi ide dan informasi, memperbaiki peta pikiran yang sudah dibuat dan peta pikiran yang dihasilkan lebih banyak. Peta pikiran dibuat dengan kelompok efektifitasnya hampir sama dengan peta pikiran yang dibuat sendiri (Buzan & Buzan, 1993). Peta pikiran dengan kelompok merupakan hal menyenangkan, anggota kelompok mampu memecahkan masalah bersama-sama sehingga mampu membangun kerjasama antara anggota kelompok.

Peta pikiran sebagai alat pencatat (note taking)

Sebelum membahas peta pikiran sebagai alat pencatat sebaiknya kita definisikan terlebih dahulu perbedaan istilah note making dan note taking. Note making adalah menuliskan atau mencatat hasil dari pikiran atau ide  kita sendiri. Note taking adalah mencatat atau menuliskan kembali ide dari orang lain misalnya kuliah, video, media, drama dan presentasi sesorang. Note making mencatat pikiran sendiri merupakan brainstorming dari pikiran kita misalnya kita gunakan dalam perencanaan. Note taking sebaiknya memasukan ide dari penulis sendiri (Buzan & Buzan, 1993).

Peta pikiran sebagai note taking diusulkan oleh Buzan, note taking dengan peta pikiran lebih efektif dari pada note taking secara tradisional. Waktu yang dibutuhan lebih sedikit, menyimpulkan lebih banyak konsep dalam satu halaman, menurut Buzan (1993) kesimpulan yang bisa dibuat dengan peta pikiran bisa 10-1000 halaman. Konsentrasi menjadi meningkat terhadap suatu kasus karena adanya konsep atau isu sentral. Adanya kata kunci dapat meningkatkan ingatan yang mudah untuk diingat. Hubungan antara kata kunci satu dan lainnya terlihat jelas. Peta pikiran sesuai dengan girus-girus alami otak, non linear sehingga mudah untuk diingat. Mencatat dengan peta pikiran, informasi dan pengetahuan dari yang dibaca akan meningkatkan pemahaman secara komprehensif teks yang dibaca.

Menurut Buzan fungsi peta pikiran sebagai note taking adalah

  1. Mnemonic (berkenaan dengan ingatan) mampu meningkatakan ingatan
  2. Analisis dengan mencatat. Dengan analisis kita dapat menentukan hubungan antara informasi, pada saat ini otak kita melakukan analisis terhadap informasi yang didapat baik melalui kuliah, presentasi atau informasi tertulis lainnya.
  3. Pada saat membuat peta pikiran otak kita sebenarnya membuat suatu kreativitas membuat gambar, warna dan asosiasi. Warna berfungsi menstimulasi otak, meningkatkan memori visual dan membuat kita berpikir aktif dan kreatif (Buzan, 2007)
  4. Pada saat mencatat dari perkuliahan kita sebenarnya mengadakan interaksi antar pikiran dan sumber informasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Farrand et al. (2002), D’Anthoni et al. ( 2009), Aydin & Balim  (2009), Wickramasinghe et al. (2007) adalah penelitian untuk melihat efektifitas peta pikiran sebagai note taking. Semuanya menyarankan peta pikiran dapat digunakan sebagai strategi belajar untuk mahasiswa walaupun hasil yang didapat tidak signifikan. Hasil yang tidak signifikannya mungkin disebabkan oleh belum terampilnya mahasiswa dalam membuat peta pikiran karena peta pikiran baru diajarkan 30 menit sebelum latihan mencatat. Seperti yang diusulkan oleh Dreyfus tentang pencapaian atau kompetensi (skills acquisition) dari suatu keterampilan. Terdapat empat tahap seorang tersebut dinyatakan master terhadap suatu keterampilan. Tingkatan pertama novice yaitu seseorang baru melakukan keterampilan tersebut. Kedua yaitu advance beginer yaitu sudah mulai berkembang. Ketiga kompeten yaitu sudah menyadari dan mengikuti standar. Ketiga adalah ahli dan keempat adalah expert. Tetapi dalam peta pikiran Buzan hanya membagi atas tiga tingkatan yaitu novice, intermediate dan advance.

Pembuatan peta pikiran

Peta pikiran sangat mudah dibuat serta alami, alat-alat yang dibutuhkan sangat mudah yaitu kertas kosong tak bergaris, pena dan pensil warna, otak dan imajinasi. Kertas yang diusulkan untuk membuat peta pikiran yaitu kertas kosong tidak bergaris yang berukuran. Usulan cara membuat peta pikiran di mulai dari bagian tengah kertas kosong, yang sisi panjangnya diletakkan mendatar, gunakan gambar atau foto untuk ide sentralnya, menggunakan warna kemudian menghubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua dan seterusnya, garis penghubung dibuat melengkung, bukan lurus karena garis lurus akan membosankan otak dan gunakan satu garis untuk satu kata (Buzan & Buzan, 1993; Buzan T, 2012; Davies, 2010).

Penelitian yang berkaitan dengan peta pikiran

Farrand et al., (2002) meneliti keefektifan peta pikiran terhadap pengetahuan dan motivasi mahasiswa dibandingkan dengan strategi mereka sendiri. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimental yang membagi mahasiswa menjadi dua kelompok yaitu peta pikiran dan startegi biasa. Hasilnya peta pikiran lebih efektif pada memori jangka panjang yang dan motivasi lebih rendah dari pada metode mandiri.  Motivasi mahasiswa lebih rendah pada penelitian ini bisa dipengaruhi oleh ketidakpercayaan diri mahasiswa pembuatan peta pikiran disebabkan peta pikiran baru diajarkan kepada mahasiswa. Sedangkan yang mahasiswa dengan strategi sendiri lebih terbiasa dengan cara mereka sehingga mereka lebih senang sehingga motivasinya rendah. Tetapi bila peta pikiran bukan hal baru bagi mahasiswa mungkin lebih disenangi karena sudah terbiasa. Farrand et al. (2002) menetapkan perbedaan rata-rata nilai mahasiswa anatar kelompok peta pikiran dan kelompok tidak menggunakan pikiran adalah 10% sedangkan motivasi 15%. menyarankan peta pikiran tetap bisa digunakan untuk meningkatkan pengetahuan. Analisis data seharusnya menggunakan independet t-tes dan paired t-tes untuk membandingkan nilai pengetahuan. Materi yang diberikan kepada mahasiswa sebaiknya materi kedokteran yang belum dikenal mahasiswa. Jumlah mahasiswa sebagai sampel juga sedikit hanya 31 orang. Pemberian tes aritmatika untuk menghilangkan efek hafalan mungkin diberikan video yang bisa menyegarkan mahasiswa.

Wickramasinghe et al. (2007) juga melakukan evaluasi keefektifan peta pikiran dibanding cara belajar lain untuk mahasiwa yang baru masuk fakultas kedokteran dengan disain penelitian yang sama. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara mahasiswa menggunakan peta pikiran dengan yang tidak terhadap memori jangka pendek. Penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Farrand et al. (2002) tetapi tes yang dilakukan dengan soal esai. Seperti penelitian sebelumnya mahasiswa juga baru menggunakan peta pikiran sehingga belum terbiasa dan menyebabkan keraguan pada diri mahasiswa. Kita melihat penjelasan di atas bahwa keterampilan peta pikiran juga mempunyai tingkatan. Jurnal tersebut tidak menjealskan bagaimana pet pikiran diajarkan dan materinya apa yang diajarkan. Penelitian ini tidak mejelaskan sesi secara lengkap. Analisis data juga tidak dijelaskan.

D’Antoni et al. (2010) melihat pengaruh peta pikiran terhadap berpikir kritis mahasiswa yang diberikan perkuliahan kemudian mencatat melalui peta pikiran, hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara yang menggunakan peta pikiran dan tidak menggunakan terhadap berpikir kritis mahasiswa. Penelitian ini menambahkan variabel yang dinilai yaitu berpikir kritis. Hal ini juga sama yang terjadi dengan penelitian oleh peneliti sebelumnya dimana mahasiswa juga baru dipaparkan dengan peta pikiran dan tidak ada waktu jeda antara presentasi peta pikiran dengan note taking yang dilakukan oleh kelompok peta pikiran dan strategi standar. Untuk berpikir kritis juga tidak ada perbedaan ini menurut D’Antoni et al. (2010), berfikir kritis juga membutuhkan waktu untuk memahami materi tersebut. Motivasi mahasiswa juga mempengaruhi karena materi yang diberikan adalah materi ujian masuk, materi umum, hal ini membuat mahasiswa kedokteran tidak termotivasi. Penelitian ini menggunakan prosedur lengkap dan detail tetapi tetap ada ancaman validitas yaitu tes yang diberikan bertubi-tubi sehingga tidak mencerminkan hasil sebenarnya. Materi yang diberikan bukan materi kedokteran. Validasi instrumen MMAR tidak dijelaskan dalam penelitian tersebut. Persetujuan dengan mahasiswa dan etical clearence tidak dijelaskan. Sedangkan perbedaan rata-rata pada penelitian ini terlalu tinggi yaitu 0.8 sedangkan peneliti sebelumnya hanya menetapkan 0.1.

Penelitian lainnya dengan variabel yang berbeda dilakukan oleh Abdolahi et al. (2011) untuk melihat keefektifan peta pikiran dalam pengajaran anatomi mendapatkan bahwa pengajaran dengan peta pikiran lebih efektif dibandingan metode pengajaran tradisional. Fun & Maskat (2010) melihat penggunaan peta pikiran yang dibuat dosen dan peta pikiran yang dibuat mahasiswa mendapatkan bahwa penggunaan peta pikiran dibuat mahasiswa lebih efektif dari pada peta pikiran dibuat dosen terhadap nilai tes mahasiswa.

Tabel 2. Perkembangan penelitian peta pikiran

No Penulis Tujuan Metode/variabel Hasil
1. Farran P, Hussain F, Hennwssy

(2002)

 

Melihat keefektifan penggunaan peta pikiran untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi Rancangan penelitian: randomized control trial

Variabel independen

1.        Teknik sendiri

2.        Teknik peta pikiran

 

Variabel dependen

d.        Pengetahuan

e.        Motivasi dengan skala 5 poin (1 very un motivated, 5= very motivated)

·    Pengetahuan dengan teknik peta pikiran lebih banyak benar dari pada teknik sendiri.

·    Tidak ada perbedaan signifikan terhadap motivasi tetapi motivasi peta pikiran lebih rendah dari pada belajar sendiri.

 

2 D’Antony VD, Zipp GP

(2006)

Untuk mereviu literatur  dan melihat kepuasan mahasiswa teknik belajar peta pikiran Rancangan penelitian: survei

 

 
3 Wickramasinghe A, Widanapathirana, Kuruppu O, Liyanage I, Karunathilake

(2007)

 

Melihat keefektifan peta peta pikiran  sebagai alat belajar mahasiswa kedokteran Rancangan kuasi eksperimental

Variabel independen

1.        Peta pikiran

2.        Belajar sendiri

Variabel dependen

1.        Pengetahuan (esai)

Tidak  ada perbedaan yang signifikan antar kelompok peta pikiran dengan kelompok strategi belajar sendiri.

 

4 Aydin G, Balim AG

(2009)

Melihat kemampuan siswa Izmir terhadap materi “sitem tubuh” menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya Mahasiswa  dibagi 3 kelompok:

Variabel independen

1.        Kelompok eksperimen dengan peta pikiran

2.        Kelompok eksperimen dengan concept mapping

3.        Kelompok control

 

Mahasiswa dengan menggunakan peta pikiran dan peta konsep dapat mengintegrasikan pengetahuan yang ada dengan pengetahuan baru
5 Evrekli E, Balim AG, Inel D

(2009)

Untuk menilai pendapat calon guru tentang peta pikiran dan penggunaan  peta pikiran dalam pembelajaran Kualitatif dengan memberikan pertanyaan tentang manfaat mind mapping

 

·       Peta pikiran berguna untuk pengajaran science dan teknologi

·      Permanen untuk recall

·      Memastikan hubungan anatra konsep

·      Peta pikiran dapat meningkatkan lingkungan pembelajaran mahasiswa

6 Allen JB, Smith VO

(2009)

Mengembangkan suatu pendekatan pragmatis untuk mengatur data kualitatif dari pasien Peta pikiran digunakan pada saat focus group discussion.

Variabel independen:

1.        Transkrip dengan mind mapping

2.        Transkrip dengan cara tradisional

Variabel dependen

·          Waktu

Penggunaan peta pikiran membantu analisis data dan menjaga agar analysis tetap pada jalur yang ditentukan serta meningkatkan transparansi dan kecepatan dalam mengolah data
7 D. Anthony A, Zipp GP, Olson VG, Cahill T

(2010)

Melihat hubungan antara peta pikiran dan critica thinking yang diukur dengan The health Sciences Reasoning Test (HSRT) dan melihat hubungan antara mind mapping dan mengingat kembali informasi.

 

Rancangan: kuasi eksperimental

Variabel independent:

SNT (standar note taking)

Peta pikiran

Variabel dependent:

MCQ pre and post

HSRT pre dan post

 

Variabel perancu

·          Lingkungan

·          Waktu

·          Kemampuan MM

·          Teks/knowledge

·          Kelelahan mahasiswa

Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil pre dan post tes kedua kelompok dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara pre dan post HSRT dari total skor Tetapi skor critical thinking  lebih tinggi daripada teknik sendiri
8 D’Anthony AV, Zipp GP, Olson VG.

(2010)

Melihat interater reliability of MMAR (mind mapping assessment rubric)

 

Rancangan: eksperimen

Variabel Independen

MMAR

Variabel dependen

Interater

Reabiliti antara penguji cukup tinggi sehingga reabiliti dapat digunakan sebagai aassessment mind maping
9 Fun CS, Maskat N

(2010)

Membandingkan Teacher-centered mind mapping dan student-centered mind mapping  terhadap pencapaian mahasiswa Rancangan: eksperimental

Variabel independent

·    Teacher centered min mapping

·    Student centered mind mapping

 

Variabel  dependen:

·          Achievement

 

Faktor perancu

·       Prior knowledge (di kendalikan sudah punya prior knowledge accounting

·       Mind mapping dilengkapi mahaisswa.

·       Pengajaran peta pikiran

Teacher-centerd mind map menurunkan tes skor mahasiswa

Student-centerd mind map signifikan meningkatkan nilai mahaisswa

10 Evrekli E, Inel D, Balim A

(2010)

Menilai reabiliti sistem skor mind mapping

 

 

Rancangan: kohor

·          Variabel independent

·          Presentasi

 

Variabel dependent

·          Peta pikiran

·          Sistem skor

Tidak ada perbedaan yang signifikan atara rater 1 dan 2, kemudian dengan waktu yang berbeda juga tidak ada perbedaan.

Skor ini dapat digunakan untuk menilai peta pikiran pada penelitian ini

 

11 Abdolahi M, Javadnia F, Bayat PD, Ghorbani R, Ghanhari A, Ghodost B

Int.J.Morphol

(2011)

Melihat keefktifan peta pikiran dalam pengajaran anatomi dibandingkan dengan slide tradisional

 

Eksperimental

Variabel independen:

Teaching with Mind mapping

Teaching with tradisional

 

Variabel dependent

MCQ 40 dengan skor  0-20

 

Teknik pengajaran  peta pikiran  memiliki skor lebih tinggi dari pengajaran secara tradisional

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Huitt, W. (2003) A transactional model of the teaching/learning process. Available from:  <http://www.edpsycinteractive.org/materials/tchlrnmd.html> [19 Desember 2012].

Daley, B.J., & Torre, M. (2010) Concept maps in medical education: an analytical literature review. BMC Medical Education, 44, pp. 440-448.

Davies, M. (2010) Concept mapping, mind mapping, argument mapping: what are the differentces and do the matter? Higher Education. Springer, 6, pp. 1-23.

Abdolahi, M., Jvadnia, F., Bayat,D., Ghorbani, R., Ghanbari, A., &  Ghodosi, B. (2010). Mind map teaching gross anatomi is sex dependent. Int. J. Mhorpol,29. Vol.1.pp: 41-44.

Wickramasinghe, A., Widanapathirana, N., Kuruppu, O., Liyanage, I. & Karinathilake, I. (2007) Effectiveness of mind maps as a learning tool for medical students. South East Asian Journal of Medical education. Innaugural Issue, 1 (1), pp. 30-32.

Buzan, T., & Buzan, B. (1993) The Mind map book. How to use radiant thinking to maximize your brain’s uptapped potential. New York: A Dutton Book.

Pealcia, T., Delplanch,H., Triby, E., Bartier, J., Leman, C., Piere, J., Dupeytron. (2009) Impact of training periods in the emergency department on the motivation of health care student to learn. Medical Education, 43.pp:462-469.

Quiirt, M. (2006). Intuition and metacognition in Medical education key to developing expertise, Springer. New York

Noonan, M. (2012). Mind maps: Enhancing midwifery education. Nurse education today. ScienceDirrect. Elsevier,Doi: 10.1016/j.net.2012.02.003

D’Antoni, A.V., Zipp, G.P., Olson, V., & Cahill, T. (2010) Does the mind map learning strategy facilitate information retrieval and critical thinking in medical students? BMC Medical education, 10 (61), pp. 1-11.

D’Antoni, A.V., Zipp, G.P., & Olson, V. (2009) Interrater reliability of the mind map assessment rubric in a cohort of medical students.  BMC Medical Education, 9 (19), pp. 1-8.

Novak, J. (2011) A theory of education: Meaningful learning underlies the constructive integration of thinking, feeling, and acting leading to empowerment for commitment and responsibility. Meaningful learning Review, VI (2), pp. 1-14.

Evrekli, E., Inel, D., & Balim, A. (2009) Mind mapping aplications in special teaching methods course for science teacher candidates and teracher candidates’ opinions concerning the aplications. Procedia Social and Behavioral Sciences, 1, pp. 2274-2279.

Farrand, P., Hussain, F., & Hannessy, E. (2002) The efficacy of the ‘mind map’ study technique. Medical Teacher, 36, pp. 426-43.

Reid, G. (2006) Learning Style and Inclusion. London: Paul Chapman

Meier, P.S. (2007). Mind-Mapping. A tool for eliciting and representing knowledge held by diverse informants. Sosial research update. University of surrey, Vol. 52

Heinrich, K. (2001) Mind-mapping: A successful technique organizing a literature review. Spring Nurse Author & Editor, pp. 7-9.

Mueller, A., Johnston, M., Bligh, D., & Wilkinson, J. (2002) Joining mind mapping and care planning to enhance student critical thinking and achieve holistic nursing care. Nursing Diagnosis, 13 (1), pp. 24-27.

Crowe, M., & Sheppard, L. (2012) Mind mapping research methods. Higher Education, 3 (8), pp. 1493-1503.

 

Kern, C., Bush, K., & McCleish, J. (2003) Mind-mapped care plans: Integrating an innovative educational tool as an alternative to traditional care plans. Journal of Nursing Education, pp. 112-119.

 

Fun, C., & Maskat, N. (2010) Teacher centered mind mapping vs student-centered mind mapping in the teaching of accounting at Pre-U level-an action research. Science Direct. Elsevier, 7 (c), pp. 240-246.

Buzan, T. (2012) Mind Map. Terjemahan. Gramdia

Edwards S, & Cooper N. (2010). Mind mapping as teaching resource. The clinical teacher, 7.pp:236-239.

Gagne, R., Wager, G., Golas, K., & Keller, J. (2005) Principles of Instructional Design. Fifth edition. United Kingdom: Thomson Wadsworth.

Mahmud (2010) Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Williams, K., & Williams, C. (2011) Five key ingredients for improving student mitivation. Research in Higher Education Journal, 12, pp. 1-23.

Santrock, J. (2011) Educational Psychology. Fifth edition. New York: The McGraw-hill companies.

Lijun, Y. (2011) The investigation of learning motivation and strategy in the normal undergraduates. Canadian Academy of Oriental and Occidental Culture. 7 (3), pp. 126-131.

 

Long, J., Monoi, S., Harper, B., Knonlauch, D., & Murphy, P. (2007) Academic motivation and achievement among urban adolescents. Urban Education, 42 (30), pp. 196-221.

Yu, X. (2012) An empirical study on the correlation between English learning motivation and strategy. Asian Sosial Science, 8 (8), pp. 218-224.

Santrock, J. (2011) Educational Psychology. Fifth edition. New York: The McGraw-hill companies.

D’Antoni, A.V., & Zipp, G.P. (2006) Apllications of the mind map learning technique in chiropractic education: a pilot study and literature review. Journal of Chiropractic Humanities, 13, pp. 2-11.

Taylor, R.T. (2012) Review of motivated strategies for learning questionnair (MSLQ) using reability generalization techniques to assess scale reliability. A Dissertation Submitted to The Graduate Faculty of Auburn University, pp. 1-166.

Nitko, A. (1996) Educational Asessment of Student. Second edition. New Jersey: Merril an in printing of Prentice Hall.

Novak, J. (2011) A theory of education: Meaningful learning underlies the constructive integration of thinking, feeling, and acting leading to empowerment for commitment and responsibility. Meaningful learning Review, VI (2), pp. 1-14.

Zubair, A., & Eng, K.H. (2009) Basic in Medical Education. 2nd edition. World Scientific Publishing. Singapore.