PERMASALAHAN KESEHATAN DAN PENGAMANAN LINTAS BATAS PERAIRAN RIAU

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH RIAU DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN

PERMASALAHAN KESEHATAN DAN PENGAMANAN LINTAS BATAS PERAIRAN RIAU

Oleh
DIREKTUR KEPOLISIAN PERAIRAN POLDA RIAU
(KOMBES POL Drs. ZAINAL A. PALIWANG, SH, M.Hum)

I. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki ± 17.499 pulau dengan luas daratan ± 2,01 juta km², luas perairan ± 5,8 juta km² serta memiliki panjang garis pantai ± 81.000 km. Berada pada posisi terbuka diantara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dua benoa yaitu Benua Asia dan Australia. Berbatasan laut dengan sepuluh negara serta berbatasan darat dengan tiga negara. Wilayah perbatasan dengan negara tetangga mencakup 92 pulau kecil terluar yang menjadi titik pangkal garis batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana telah ditetapkan di dalam Keppres Nomor 78 Tahun 2005. Kondisi dan letak geografis Indonesia yang sedemikian rupa merupakan potensi timbulnya beragam gangguan Kamtibmas di perairan.

Provinsi Riau mempunyai luas wilayah 111.228,65 km2 terdiri dari 103 pulau besar dan kecil dimana 1/3 luas wilayahnya berupa perairan. Berbatasan langsung dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Provinsi Jambi dan Selat Berhala, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kepri, sebelah barat dengan Provinsi Sumatra Barat dan Provinsi Sumatra Utara,dengan panjang pantai Selat Malaka wilayah Provinsi Riau ± 227 mil.

Pulau – pulau terluar/terdepan yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka wilayah Provinsi Riau adalah Kepulauan Aruah (Pulau Jemur, Batu Undang, Batu Mandi, Tukong, Tukong Mas, Labuhan Bilik, Sarang Alang, Jamu Pertandangan, Baru, Berlayar), Pulau Rupat, Pulau Bengkalis dan Pulau Rangsang. Perairan Selat Malaka merupakan selat/jalur pelayaran internasional yang sangat ramai dilalui oleh berbagai jenis kapal dengan berbagai ukuran/bobot dan berbagai kepentingan. Hal ini dapat menimbulkan berbagai gangguan kamtibmas antara lain kejahatan konvensional, kejahatan antar negara, kejahatan terhadap kekayaan negara, dan kejahatan yang berimplikasi kontijensi.

Isi-isu tentang keamanan Selat Malaka baik secara regional maupun internasional khususnya bagi negara Indonesia dan Malaysia maupun negara lain yang berkepentingan atas kawasan tersebut telah telah ditindaklanjuti melalui berbagai upaya penyelenggaraan keamanan melalui kegiatan atau penanggulangan baik langsung maupun dalam bentuk dukungan atas dasar kerjasama.
Direktorat Kepolisian Perairan sebagai unsur pelaksana tugas pokok di bidang perairan dengan segenap kemampuan yang dimiliki dan dukungan berbagai fungsi terkait baik internal maupun eksternal, dalam maupun luar negeri, telah sedang dan akan terus berupaya dalam menciptakan situasi Kamtibmas yang kondusif di wilayah perairan termasuk perairan perbatasan serta pulau-pulau terluar/terdepan/titik-titik perbatasan.

Keseriusan Polri khususnya Ditpolair dalam upaya pengamanan perairan perbatasan tersebut tercermin dalam implementasi 2 (dua) kegiatan Program Qiuck Wins Polair, yaitu “Peningkatan pengamanan dan pelayanan kepada masyarakat pada titik-titik perbatasan yang berpenduduk“ dan “Sambang Nusa (patroli di perairan pulau-pulau terpencil/terluar)”. Pelaksanaan pengamanan tersebut berpedoman pada SOP (Standard Operational Procedure) Pengamanan di Perairan Selat Malaka.

II. POLA PENGAMANAN WILAYAH PERAIRAN SELAT MALAKA

1. Hakekat Ancaman
a. Potensi Gangguan (PG)
Suatu situasi dan kondisi yang ditinjau dari aspek Asta Gatra (geografi, demografi, sumber daya alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam) berpengaruh terhadap timbulnya gangguan Kamtibmas khususnya kriminalitas. Beberapa Potensi Gangguan yang ada sehubungan dengan perairan Selat Malaka, seperti :

1) Banyaknya pelabuhan-pelabuhan tradisional/rakyat/tikus, sehingga mempersulit dalam pengawasan keluar masuknya orang/barang dari dan ke wilayah Indonesia.

2) Masih adanya dugaan kelompok-kelompok tersembunyi/gerilya, yang belum sepenuhnya mau masuk menjadi warga negara Indonesia.

3) Masih rendahnya kesadaran masyarakat khususnya masyarakat pesisir akan kepatuhan terhadap hukum/peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4) Adanya kelompok masyarakat/nelayan tradisional yang hidupnya sebagian besar memanfaatkan sumber daya perairan dalam kehidupan sehari-harinya (manusia kapal).

5) Pemerintah telah menetapkan adanya tiga pelabuhan bebas di wilayah provinsi Kepulauan Riau (Batam, Bintan, Karimun).

6) Kurangnya lapangan pekerjaan khususnya masyarakat pesisir dan nelayan sehingga menyebabkan meningkatkan angka pengangguran.

7) Tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan masih rendah.

b. Ambang Gangguan (AG)

Suatu keadaan, peristiwa, situasi dan kondisi lingkungan yang bersifat fakual (nyata) yang merupakan peluang atau sumber/pencetus terjadinya gangguan Kamtibmas, khususnya kriminalitas. Adapun beberapa Ambang Gangguan yang dapat diidentifikasi seperti :

1) Banyaknya barang kebutuhan masyarakat yang keluar masuk wilayah Indonesia dengan memanfaatkan perairan Selat Malaka.

2) Tingginya aktivitas masyarakat khususnya masyarakat di perbatasan untuk keluar masuk wilayah Indonesia dengan memanfaatkan perairan Selat Malaka.

3) Padatnya alur pelayaran di perairan Selat Malaka baik oleh kapal-kapal Indonesia maupun kapal-kapal asing.

4) Belum selesainya secara tuntas tentang penetapan batas dengan negara tetangga (Malaysia).

5) Adanya kapal-kapal asing yang lego jangkar di daerah OPL (Out Port Limit).

c. Gangguan Nyata (GN)

Gangguan Kamtibmas yang nyata-nyata telah terjadi, khususnya kriminalitas dengan berbagai bentuk dan jenisnya sebagaimana dimaksud dalam ketentuan KUHP maupun Undang-Undang tertentu lainnya, yang pada umumnya disebut sebagai Tindak Pidana atau peristiwa Pidana atau perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan/pelanggaran menurut Undang-Undang. Beberapa Tindak Pidana/Kejahatan yang terjadi di peraian Selat Malaka, seperti :

1) Kejahatan Konvensional :
– Perompakan
– Pelayaran
– Penadahan

2) Kejahatan Antar Negara :
– Kepabeanan
– Narkoba
– Imigran gelap
– Traffiking in Person
– Terorisme

3) Kejahatan Terhadap Kekayaan Negara :
– Illegal Logging
– Illegal Fishing
– Illegal Mining
– Satwa yang dilindungi (KSDA)
– Penyalahgunaan BBM

4) Kejahatan yang Berimplikasi Kontijensi :
– Sengketa antar nelayan
– Kecelakaan laut
– Pemulangan tenaga kerja illegal secara bersamaan

2. Pola Pengamanan

Selaras dengan UU no 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005 – 2025, Polri menjabarkannya ke dalam bingkai besar Grand Strategy Polri tahun 2005 – 2025, yang mencakup 3 (tiga) tahapan waktu, yaitu:
a. Tahap I, tahun 2005 – 2009, membangun kepercayaan (trust building).

b. Tahap II, tahun 2010 – 2014, membangun kemitraan (partnership building)

c. Tahap III, tahun 2015 – 2025, menuju organisasi unggulan (strive for excellence)

Dalam rangka percepatan pencapaian sasaran sesuai tahapan yang telah ada, maka berdasarkan Renstra Polri Tahun 2010 – 2014, telah ditetapkan Visi Polri : “Terwujudnya Pelayanan Kamtibmas Prima, Tegaknya Hukum dan Kamdagri Mantap Serta Terjalinnya Sinergi Polisional Yang Pro Aktif” serta Polri melaksanakan Akselerasi Transpormasi melalui program unggulan Polri “Quick Wins”. Program unggulan ini dituangkan dalam 21 (dua puluh satu) kegiatan, dimana Direktorat Kepolisian Perairan menjabarkan dalam 6 (enam) jenis kegiatan, yaitu sebagai berikut :

a. Quick Response (ketanggapsegeraan)

b. SP2HP (salah satu implementasi transparansi penyidikan)

c. Perlindungan, pengayoman, pelayanan terhadap komunitas masyarakat di garis pantai

d. Implementasi strategi Polmas terhadap masyarakat/komunitas perairan

e. Peningkatan pengamanan dan pelayanan kepada masyarakat yang berada pada titik-titik perbatasan yang berpenduduk

f. Kegiatan sambang nusa (patroli di perairan pulau-pulau terpencil/terluar)

Pengamanan perairan Selat Malaka, khususnya wilayah hukum Polda Riau mengedepankan fungsi Polair yang didukung oleh fungsi Kepolisian terkait dengan melibatkan segala potensi/instansi terkait/eksternal yang ada serta peran aktif seluruh lapisan masyarakat. Sebagai panduan/acuan dalam bertindak guna pengamanan perairan Selat Malaka, maka pola pengamanan ini oleh Dit Polair sudah dituangkan dalam suatu SOP (Standard Operational Procedure), melalui berbagai tindakan sebagai berikut :

a. Pre-emtif

1) Pembinaan dan penyuluhan tentang Kamtibmas kepada masyarakat pesisir/pantai/nelayan di perairan Kabupaten Rohil (Panipahan, Sinaboi, serta Kepulauan Aruah dan sekitarnya), di perairan Kabupaten Bengkalis (Pulau Bengkalis, Pulau Rupat dan sekitarnya), serta di perairan Kabupaten Kepulauan Meranti (Pulau Rangsang dan sekitarnya). Kegiatan ini dilaksanakan minimal sekali dalam sebulan.

2) Sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang perairan seperti Undang-Undang tentang Perikanan, Pelayaran, Kepabeanan dan Cukai, Keimigrasian, Narkoba, Kehutanan dan peraturan perundang-undangan lainnya kepada masyarakat pesisir/pantai/nelayan di perairan Kabupaten Rohil (Panipahan, Sinaboi, serta Kepulauan Aruah dan sekitarnya ), di perairan Kabupaten Bengkalis (pulau Bengkalis, Pulau Rupat dan sekitarnya ), serta di perairan Kabupaten Kepulauan Meranti (Pulau Rangsang dan sekitarnya ). Kegiatan ini dilaksanakan minimal sekali dalam sebulan.

3) Kegiatan-kegiatan tersebut dikombinasikan dengan kegiatan pengumpulan bahan keterangan untuk dianalisa dan evaluasi sebagai bahan masukan kepada pimpinan dalam rangka pengambilan kebijakan.

b. Preventif
1) Melaksanakan Patroli Perairan di sepanjang perairan Selat Malaka dan pulau-pulau terluar/terdepan dengan prioritas di perairan Kabupaten Rohil (Panipahan, Sinaboi, serta Kepulauan Aruah dan sekitarnya), di perairan Kabupaten Bengkalis (Pulau Bengkalis, Pulau Rupat dan sekitarnya), serta di perairan Kabupaten Kepulauan Meranti (Pulau Rangsang dan sekitarnya).
2) Patroli melibatkan Kapal Patroli Sat Polair Polres Bengkalis, Rohil, Dit Polair Polda Riau serta Dit Polair Baharkam Polri.

c. Penegakan Hukum

1) Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana yang terjadi di perairan.

2) Menerima pelimpahan perkara dari Kapal Patroli Dit Polair Baharkam Polri.

d. Kerjasama

1) Internal

Melaksanakan RV (Rendezvous) dan Patroli Perairan Bersama antara Dit Polair Polda Riau-Dit Polair Polda Sumut di perairan Kabupaten Rohil dan sekitarnya (Kepulauan Aruah, Panipahan, Sinaboi). Melaksanakan RV (Rendezvous) dan Patroli Perairan Bersama antara Dit Polair Polda Riau-Dit Polair Polda Kepri di perairan Kabupaten Bengkalis/Kepulauan Meranti dan sekitarnya (Pulau Bengkalis, Pulau Rupat, Pulau Rangsang). Kegiatan ini masing – masing dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun.

2) Eksternal

a) Dalam negeri
– Rapat Koordinasi dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintahan Daerah Provinsi Tingkat I Riau (dua kali setahun).
– Rapat Koordinasi dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaten Tingkat II Rohil dan Bangkalis (masing-masing dua kali dalam setahun).

b) Luar negeri
– Melaksanakan RV (Rendezvous) dan Patroli Perairan Bersama antara Dit Polair Polda Riau-PDRM serta kunjungan/lawatan timbal balas dengan PDRM.

III. PENUTUP

Dengan segala keterbatasan sumber daya yang dimiliki, serta kompleksnya situasi dan kondisi tugas pengamanan yang harus diemban, Direktorat Kepolisian Perairan Polda Riau selalu berupaya maksimal dalam menciptakan situasi Kamtibmas yang kondusif di perairan Selat Malaka melalui kerja sama dengan fungsi Kepolisian lainnya termasuk Kepolisian Negara tetangga, instansi terkait, para stakeholders lainnya, serta segenap lapisan masyarakat.
Selain menggunakan pendekatan keamanan, juga diperlukan melalui pendekatan kesejahteraan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Diperlukan sosialisasi nilai-nilai kelautan meliputi pembangunan wawasan kelautan, wawasan nusantara, pemahaman hukum laut internasional kepada para stakeholders pusat maupun daerah.

Pekanbaru, Mei 2011

Drs. ZAINAL A. PALIWANG SH. M.Hum
KOMISARIS BESAR POLISI NRP 62121158