Peranan Instalasi Gizi Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Nosokomial

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi nosokomial merupakan masalah, terutama di rumah sakit – rumah sakit besar yang merawat pasien dengan berbagai jenis penyakit, baik yang menular maupun yang tidak. Masalah ini harus selalu dipantau dan dicegah. Hal ini dilakukan karena jika infeksi nosokomial terjadi maka akan menambah masalah pasien. Berbagai cara diterapkan agar infeksi nosokomial tidak terjadi, antara lain dengan menerapkan tindakan asepsis, cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan , menggunakan alat perlindungan diri jika melakukan tindakan, mengurangi tindakan invasive, memisahkan sampah yang infeksius dengan sampah yang non infeksius dan – yang tidak kurang pentingnya – membiasakan para petugas berperilaku higienis. Banyak pihak yang dilibatkan dalam pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial. Salah satunya adalah instalasi gizi. Instalasi gizi cukup berperan dalam pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial karena makanan yang di produksi oleh instalasi gizi langsung berhubungan dengan pasien. Dan ada kemungkinan menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi nosokomial.
B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial
2. Untuk mengetahui peranan instalasi gizi dalam pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial.
C. Manfaat
Berdasarkan tujuan penulisan di atas, manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Agar dapat mengerti pentingnya pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial.
2. Diharapkan masyarakat semakin bertambah pengetahuannya mengenai infeksi nosokomial.
3. Diharapkan di masa mendatang infeksi nosokomial bisa ditekan bahkan tidak terjadi di setiap rumah sakit.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Infeksi Nosokomial
1. Pengertian
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan infeksi itu tidak ditemukan/diderita pada saat pasien masuk rumah sakit.
2. Sumber
Sumber infeksi dapat berupa kuman, virus, protozoa dan parasit yang terdapat di alam. Bahkan manusia sehat juga penuh dengan kuman yang dianggap normal. Untuk penderita yang imunokompromi, kuman normal pun dapat menjadi patogen karena daya tahan tubuh yang berkurang. Lingkungan kita terkenal dengan sumber kuman patogen yang paling besar.
3. Kriteria Infeksi Nosokomial
a. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.
b. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.
c. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru timbul sekurangkurangnya setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan.
d. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.
e. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial
4. Rantai Penularan Infeksi Nosokomial dalam Rumah Sakit
• dokter
• perawat
• pasien
• petugas bagian gizi
• petugas laboratorium
• petugas kebersihan
• pengunjung
• alat-alat kedokteran dan perawatan
B. Peranan Instalasi Gizi dalam Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Dalam upaya pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit, banyak pihak yang dilibatkan. Salah satunya adalah instalasi gizi. Peranan instalasi gizi dalam pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial adalah sebagai berikut :
1. Pengolahan makanan
a. Penerimaan bahan makanan
• Sumber bahan makanan harus dipilih yang berkualitas baik.
• Bahan makanan yang belum terolah harus dalam keadaan segar, tidak rusak atau berubah bentuk, warna, dan rasa, tidak berbau busuk, tidak berjamur, bila kotor harus dibersihkan dengan air terlebih dahulu, tidak mengandung bahan yang dilarang seperti formalin, boraks, pestisida, melamin, dll
b. Pencucian bahan makanan
• Bahan makanan harus dicuci. Sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan,Lauk air tawar, lauk air laut, daging-dagingan,Dll.
• Pencucian dengan menggunakan air mengalir. Dibersihkan dan dibilas berkali-kali.
• Tempat penyimpanan bahan makanan yang sudah dicuci harus bersih.
c. Penyimpanan bahan makanan
• Tempat penyimpanan bahan makanan harus dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain.
• Penyimpanan bahan makanan kering. Semua tempat penyimpanan bahan makanan harus berada dibagian tinggi untuk mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya dan ruangan harus anti tikus, anti serangga.
• Penyimpanan bahan makanan dalam Referigerator / Kulkas / Freezer. Rak dalam reefrigerator dan isinya disusun sedemikian rupa sehingga tidak berdesakan, agar aliran udara dingin dapat mencakup semua bahan makanan dengan baik.
d. Peracikan dan pengolahan bahan makanan
• Pengolahan harus dilakukan dengan hygienis.
• Tidak merokok selama mengolah makanan
• Tidak mengerjakan kebiasaan2 yang jorok / menjijikkan seperti mengorek2, mencungkil, mengupil, menggaruk, menjilat, atau meludah
• Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan secara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu, dan sejenisnya.
• Tenaga dapur / gizi selalu berupaya untuk menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan kerja dengan cara :Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar mandi / WC dan selalu bersifat teliti dan hati-hati dalam menangani makanan.
e. Pengangkutan bahan makanan
• Makanan jadi yang siap saji tidak boleh diangkut bersama dengan bahan makanan mentah.
• Makanan diangkut dengan kereta dorong yang tertutup, bersih dan anti karat(stainless steel), dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan.
f. Penyajian makanan
• Makanan jadi yang siap saji harus diwadahi dan disajikan dengan peralatan yang bersih dan sudah melalui proses desinfeksi sesuai prosedur.
• Sebaiknya dalam tata hidang, disiapkan segera dan tidak lama menunggu disantap. Beri waktu tidak lama kepada penderita untuk menyantapnya agar makanan tidak makin beresiko terpapar mikroorganisme.
• Letak makanan sebaiknya satu bidang, bila digunakan bidang yang berbeda / bertingkat, maka jenis makanan basah berada di bawah dari makanan kering
2. Peralatan pengolahan makanan
a. Peralatan makanan dan minuman
• Bahan untuk peralatan harus terbuat dari bahan yang kuat , tidak mudah retak,penyok, gompel , robek atau pecah.
• Tidak mengandung bahan beracun atau logam berat lain seperti : Timah, Arsen,Tembaga, Seng, atau antimon.
• Kebersihan peralatan harus dijaga dengan baik, pencucian dan penyimpanan harus sesuai prosedur.
b. Peralatan masak dan wadah makanan
• Peralatan masak dan wadah makanan sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat dan tidak larut dalam makanan seperti stainless steel.
• Semua peralatan harus mempunyai tutup.
• Peralatan yang bukan logam harus dari bahan yang kuat dan setelah rusak harus langsung dibuang.
• Penyimpanan peralatan masak dan wadah pada rak harus teratur dan sebaiknya mendapatkan sinar matahari.
c. Pencucian peralatan
• Pisahkan segala kotoran atau sisa-sisa makanan yang terdapat pada alat/barang seperti, gelas, mangkok dll.
• Sampah dibuang bersama sampah dapur lainnya.
• Piring dan alat yang telah dibersihkan sisa makanan, ditempatkan pada tempat piring kotor.
• Setiap piring/alat yang dicuci direndam pada bak pertama. Cara ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan peresapan air ke dalam sisa makanan yang masih menempel, sehingga mudah untuk membersihkan. Setelah direndam untuk selama beberapa saat, maka piring mulai dibersihkan dengan menggunakan detergen pada bak pencuci tersebut.Penggunaan sabun sebaiknya dihindarkan karena sabun tidak dapat menghilangkan lemak.
• Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-bagian yang terkena makanan, dengan cara menggosok berulang kali sampai tidak terasa licin lagi. Bilamana masih licin akan menempel sisa-sisa bau yang belum bersih. Setelah pencucian dirasa cukup, maka langsung dibilas dengan air pembersih/pembilas yang mengalir, sambil digosok dengan tangan dan tidak lagi terasa sisa-sisa makanan atau sisa-sisa detergen.
• Piring atau gelas yang telah dicuci dibilas dengan air kaporit untuk disinfeksi,langsung direndam ke dalam air bak kaporit 50 ppm selama 2 menit kemudian ditempatkan pada tempat penirisan.
• Sedangkan untuk disinfeksi dengan air panas, disyaratkan suhu 82º C untuk selama 2 menit atau 100º C selama 1 menit. Cara memasukkan piring/gelas ke dalam air panas, tidak boleh langsung dengan tangan, tetapi sebelumnya dimasukkan ke dalam rak-rak khusus untuk didisinfeksi.
• Piring dan alat makan yang telah selesai melalui proses disinfeksi ditempatkan pada rak-rak anti karat ( stainless steel ) sebagai tempat penirisan/pengeringan dengan cara terbalik atau miring sampai kering dengan bantuan sinar matahari atau sinar buatan dan tidak boleh dilap dengan kain. Untuk itu bagian yang menempel ke permukaan piring atau bibir gelas harus dijaga kebersihannya dengan cara disinfeksi.
• Piring atau gelas yang akan dipakai tidak perlu dilap atau digosok kain lap,karena menjadi kotor kembali. Bilamana dilap gunakan kain lap ( tissue ) sekali pakai.
d. Penyimpanan peralatan
• Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam keadaan kering dan bersih.
• Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya harus dibalik.
• Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak aus/rusak.
• Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya.
• Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dari sumber pencemaran dan binatang perusak
3. Petugas pengelola makanan
Semua pengelola makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadi (personal
hygiene) dan terbiasa untuk berperilaku sehat selama bekerja. Hal-hal yangdiperhatikan
dalam kebersihan pribadi :
• Mencuci tangan, hendaknya tangan selalu dicuci dengan sabun : sebelum bekerja, sesudah menangani bahan makanan mentah/kotor atau terkontaminasi, setelah dari kamar kecil, setelah tangan digunakan untuk menggaruk, batuk atau bersin dan setelah makan atau merokok.
• Pakaian, hendaknya memakai pakaian khusus untuk bekerja. Pakaian kerja harus bersih.
• Kuku hendaknya dipotong pendek dan dianjurkan untuk tidak memakai perhiasan sewaktu bekerja.
• Topi/penutup rambut, semua pengelola hendaknya memakai topi atau penutup rambut untuk mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan dan mencegah kebiasaan mengusap/menggaruk rambut.
• Pengelola makanan sama sekali tidak diijinkan merokok selama bekerja baik waktu mengolah maupun mencuci peralatan. Merokok merupakan mata rantai antara bibir dengan tangan dan kemudian ke makanan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan infeksi itu tidak ditemukan/diderita pada saat pasien masuk rumah sakit.
2. Peranan instalasi gizi dalam pengendalian dan pencegahan infeksi nosokomial adalah sebagai berikut:
a. Menjaga kebersihan dalam pengolahan makanan.
b. Menerapkan teknik aseptis dalam perawatan peralatan untuk pengolahan makanan.
c. Menerapkan berbagai tata tertib pada petugas pengelola makanan.
B. Saran
1. Sebaiknya para petugas pengelola makanan selalu menjaga kebersihan dan menerapkan teknik aseptis dalam mengolah makanan.
2. Sebaiknya setiap instalasi gizi harus menjaga kebersihan peralatan yang digunakan untuk mengolah makanan.

DAFTAR PUSTAKA

Akbari, Hakiki. Program Pengendalian Infeksi Nosokomial Rumah Sakit Umum Budi Luhur Cirebon. Cirebon : 2008
Sriwidodo. Cermin Dunia Kedokteran No.82. Jakarta : 1993