PENYUNTINGAN KARYA TULIS ILMIAH

PENYUNTINGAN KARYA TULIS ILMIAH
MAKALAH
Mata kuliah : karya Tulis Ilmiah
Dosen Pengampu :
M. Rikza Chamami, M. S. I
oleh :
Firdha Naili fitriyani 123311017
Firman Kurnia Asysyifa 123311018
Miss Paosiaa Nahooda 133311075

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

I. PENDAHULUAN
Pada dasarnya kita semua bisa menulis. Baik kita seorang pendidik, siswa, mahasiswa, praktisi hukum, seniman, ekonom, pebisnis, salesman, polisi, ABRI, ibu rumah tangga, dan lain sebagainya. Singkat kata siapa pun bisa menulis. Karena yang terpenting dalam menulis adalah kita mampu menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan sesuai dengan latar belakang, keahlian dan keilmuan kita, sehingga kredibilitas kita sebagai penulis tidak diragukan lagi.
Di negara maju, menulis menjadi pekerjaan yang menarik dan bergengsi. Karena dengan menulis selain mendapatkan honor yang lumayan juga dapat menyumbangkan pemikiran-pemikiran atau gagasan-gagasan kita yang disertai dengan solusinya kepada masyarakat luas. Semua media massa, baik itu surat kabar, majalah maupun tabloid sangat membutuhkan tulisan-tulisan yang bersifat views itu. Bahkan beberapa surat kabar dan majalah seringkali melakukan perekrutan kepada para akademisi atau praktisi agar bersedia menulis untuk mengisi ruangan atau halaman yang telah disediakannya.
Pada dasarnya, dalam penyusunan karya tulis ilmiah terdapat lima tahap, yaitu: persiapan, pengumpulan data, pengorganisasian dan pengonsepan, penyuntingan atau pemeriksaan, dan penyajian.
Tidak jarang tulisan yang menarik dan bagusdari sisi ilmiah tidak dapat dimuat oleh redaksi. Ini pada gilirannya menghendaki penggunaan bahasa ilmiah yang populer. Artinya secara ilmiah dapat dippertanggung jawabkan, sekaligus enak dibaca dan perlu. Oleh karena itu, pengeditan sangat membantu. Pengeditan akan semakin menyenpurnakan bahasa yang kita gunakan. Kita bisa minta bantuan kepada rekan atau dosen yang telah biasa menulis di media massa untuk tahap pengeditan ini. Atau kalau artikel tersebut ditujukan untuk konsumsi surat kabar, kita bisa meminta kepada seseorang yang masih duduk di bangku SMU, misalnya, untuk membacanya. Hal yang terakhir ini barangkali lucu, namun percayalah, konsumen utama surat kabar adalah masyarakat awam yang rata-rata pendidikannya adalah SMU.
Yang termasuk tahap penyuntingan adalah pembacaan dan pengecekan kembali masalah yang kurang lengkap dilengkapi, yang kurang relevan dibuang. Dalam karya ilmiah mungkin saja terdapat penyajian yang berulang-ulang atau tumpang tindih, pemakaian bahasa yang kurang efektif, baik dari segi penilisan dan pemilihan kata, penyusunan kalimat, penyusunan paragraf, maupun segi penerapan kaidah ejaan.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana hakikat penyuntingan karya tulis ilmiah?
B. Apa saja macam-macam editing?
C. Apa tujuan penyuntingan karya tulis ilmiah?
D. Bagaimana langkah yang dilakukan dalam penyuntingan karya tulis ilmiah?

III. PEMBAHASAN
A. Hakikat Penyuntingan Karya Tulis Ilmiah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, editing adalah: 1) mempersiapkan karya tulis ilmiah yang siap cetak atau siap terbit (dengan memperhtikan terutama segi ejaan, diksi dan struktur kalimat), makna ini sering diterjemahkan menjadi menyunting; 2) merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah); 3) menyusun (film, pita rekaman) dengan memotong dan memadukan kembali. Orang yang melakukan pengeditan dipanggil dengan sebutan editor. [1] Sebelum mengetik konsep, penyusun lebih dahulu memeriksaanya. Tentu ada bagian yang tumpang tindih atau ada penjelasan yang berulang-ulang. Buanglah penjelasan yang tidak perlu dan tambahkan penjelasan yang dirasakan sangat menunjang pembahasan. [2] Penyuntingan sebaiknya dilakukan beberapa saat setelah selesai penulisan. Hal ini, unuk menjaga ketenangan berpikir dan ketelitian mengoreksi karya tulis ilmiah. [3] Karya tulis ilmiah yang telah selesai ditulis keseluruhannya pasti belum sempurna. Belum layak untuk dikirim langsung ke penerbit. Pada beberapa bagian selalu terdapat kesalahan-kesalahan yang fatal, sehingga perlu diperbaiki. Proses perbaikan itu disebut editing atau penyuntingan. Editing adalah proses memperbaiki karya tulis ilmiah dengan cara mengoreksi, memeriksa, atau meneliti kembali apa yang sudah ditulis atau diterbitkan. Penyempurnaan karya tulis ilmiah agar seiap diterbitkan perlu dibaca dan ditata ulang oleh penulisnya atau orang lain yang dianggap berkemampuan atau sering kali disebut sebagai editor ahli.
Langkah berikutnya, sebelum karya tulis ilmiah itu dikirim ke penerbit, kewajiban penulis adalah melakukan editing atau penyuntingan terlebih dahulu. Kecepatan atau keterlambatan proses penerbitan buku oleh penerbit banyak terkait dengan kesempurnaan karya tulis ilmiah yang ditulisnya. Bahkan kegagalan sebuah buku yang akan diterbitkan terletak pada hasil akhir editing. Kecerobohan dalam penyulitan merupakan awal kesulitan dalam proses penerbitan.
Pada saat ini hampir semua penerbit memiliki editor penerbitan, dimana keberadaan editor ini menjadi ciri khas industri penerbitan. Editor penerbitan ini berbeda dengan editor ahli. Karya tulis ilmiah yang ditawarkan seorang penulis atau calon penulis kepada penerbitnya biasanya di-review terlebih dahulu oleh editor untuk dilihat kelayakannya. Baru setelah itu sang editor tersebut menyetujui penerbitannya, maka barulah dilakukannya perjanjian penerbitan anatara penulis dan penerbit.
Setelah perjanjian disepakati bersama antara penulis dan penerbit, maka karya tulis ilmiah akan diedit atau disnunting oleh editor penerbitan untuk kemudian dilakukan pendesainan isi, lalu dilakukan koreksi yang bisa dilakukan oleh editor yang bersangkutan atau korektor. Setelah koreksian selesai dilakukan dan dilakukan penyempurnaan disain, barulah karya tulis ilmiah yang sudah diedit editor penerbitan dan didesain rapi ini dikembalikan kepada peenulis untuk dikoreksi ulang. Setelah penulis melakukan koreksi ulang, barulah dilakukan tahap persiapan pencetakannya. [4] Dalam menulis karya tulis ilmiah, penulis juga berkewajiban menyelaraskan isi bahasa, dan alur pikiran materi sebelum karya tulis ilmiah dikirimkan ke penerbit. Tentu itu bukan bahwa karya tulis ilmiahnya akan diterima begitu saja oleh penerbit tanpa di kutak katik dan langsung diterbitkan begitu saja. Di penerbit ada penyunting (bisa disebut editor) yang berhak meluruskan dan menyelaraskan isi bahasakarya tulis ilmiah itu, misalnya dengan menghapus bagian-bagian yang perlu ditambahkan. Mengapa penyuntingan perlu dilaksanakan ? salah satu alasannya adalah agar tulisan kita lebih jelas, menarik dan mudah dipahami oleh pembaca. Selain itu, penyuntingan perlu dilakukan untuk memperbaiki bahasa yang mungkin masih bermasalah.
Alwasilah (2005:20) dalam artikelnya “Ada Apa dengan Ilmu Bahasa ?” menyatakan sebagai berikut. “Penulis dengan segala keterbatasannya bisa jadi tidak menyadari kessalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukannya, meski ia sudah berulang kali karya tulis ilmiah”. Mengakui kesalahannya sendiri memmang tidak mudah, sebaliknya menunjukan kesalahan orang lain lebih mudah, sesui pribahasa: “semut diseberang lautan tampak, fajah di pelupuk mata tidak tampak.” Untuk itu perlu kita sadari betapa besarnya andil seorang editor atau profeder dalam membantu menulis.
Peran penyunting (editor) sangat besar bagi penulis karena mereka merupakan rekan penulis dalm mewujudkan impiannya, yakni menerbitkan karya tulis ilmiah. Inilah senarai peranan mereka, yaitu :
1. membantu penulis agar karyanya layak dibaca dan bisa diterbitkan.
2. membeaskan karya tulis dari dari masalah kebahasaan seperti ejaan, tata bahasa, tanda baca, dan sebagainya.
3. membantu agar tulisan memiliki koherensi yang baik antara kalimat-kalimat yang ada dalam suatu paragaf, antara paragaf yang satu dengan paragaf yang lainnya , dan antara subbab yang satu dengan subbab yang lainnya.
4. Meluruskan ide-ide yang salah atau kurang tepat.
5. Mendukung konsistensi dalam penulisan.
6. Membuat tulisan menjadi lebih sistematis, mudah dipahami, enak dibaca dan menarik.
7. Membanu penulis mengenal selera pembaca.
8. Menghindarkan pelanggaran-pelangaran yang berakibat tidak baik.
Disinilah editor berperan sebagai pemandu, editor bertugas sebagai memandu penulis agar mencapai tujuannya dalam waktu yang sesingkat mungkin dengan tingkat kesalahan seminimal mungkin, karena kerja sama antar penyunting dan penulis sangat diperlukan untuk menghindari masalah yang timbul dalam penyuntingan. Sebelum penyuntingan dimulai harus terlebih dahulu menyadari bahwa penyuntingan diperlukan untuk membuat kata, ungkapan, kalimat, paragaf, dan subbab berkoherensi, halus, menarik dan lebih jelas supaya tidak terjadi kesalahan- kesalahan dalam penyuntingan. [5] Secra umum, proses editing atau pengeditan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. penyuntingan secara redaksional. Menurut cara ini, editor memeriksa setiap kata dan kalimat agar logis, mudah dipahami, dan tidak rancu (memiliki ejaan yang benar, mempunyai arti, dan enak dibaca). Proses editing ini mencakup kegiatan kegiatan seperti memperbaiki kesalahan ejaan (tanda baca, tata bahasa, angka, nama, alamat, dan sebagainya), menyusuaikian gaya bahasa dengan gaya surat kabar bersangkutan dan mengetatkan tulisan (meringkas beberapa kalimat menjadi satu atau dua kalimat dengan tidak mengubah makna kumpulan kalimat sebelumnya). Tujuan akhir proses editing jenis ini adalah agar tulisan tidak hanya memiliki ejaan yang benar dan arti yang jelas, tetapi juga enak dibaca.
2. Penyuntingan secara substansial, yakni editor memperhatikan data dan fakta agar tetap akurat dan benar. Kegiatan-kegiatan yang dicakup dalam proses pengeditan jenis ini adalah :
a. Memperbaiki kesalahan-kesalahan faktual
b. Menghindari kontradiksi dan mengedit berita untuk diperbaiki
c. Menghindari unsur-unsur seperti penghinaan, ambiguitas dan tulisan yang memuakkan (bad taste)
d. Melengkapi tulisan dengan bahan-bahan tipografi, misla anak judul atau sub judul
e. Menulis judul yang menarik
f. Memberikan penjelasan tambahan untuk gambar atau tabel
g. Menelaah kembali hasil tulisan yang telah dicetak karena tidak menutup kemungkinan masih terdapat kesalahan redaksional dan seubstansial [6]

Tujuan pengeditan tipe ini adalah untuk membuat tulisan menjadi mudah dimengerti, tetapi juga sistematika tulisan secara keseluruhan tetap terjaga. Dari semua kegiatan yang tercakup dalam dua jenis proses pengeditan tersebut, yang menjadi fokus editor adalah :
1. Menyadari perbedaan latar belakang para pembaca, baik dari segi umur, taraf hidup, dan gaya hidup sehingga naskah yang dihasilkan sesuai dengan latar belkang pembaca
2. Tegas
3. Memperbaiki tulisan tanpa merusak cara penulis dalam memaparkan pendapatnya
4. Hati-hati dengan iklan terselebung yang termuat dalam tulisan. [7]

Kebutuhan pengeditan muncul karena adanya prinsip dasar bahasa jurnalistik yang harus terpenuhi dalam sebuah tulisan. Bahasa jurnalistik berfungsi sebagai bahasa komunikasi masa. Karena peranannya tersebut, bahasa yang dipakai haruslah lebih jelas dan mudah dibaca dengan tingkat intelektual minimal. [8]

B. Macam-macam editing
1. Editing Isi/ Materi/ Gagasan
Ketika dalam proses penjulisan naskah ada kemungkinan terdapat ide yang tercecer, ada pemikiran yang terputus, dan ada uraian yang tidak relevan. Maka dalam penyuntingan tahap awal ini difokuskan dulu pada isi naskah dan tidak perlu memikirkan ejaan, perhurufan, pengetikan, maupun lay out-nya.
Pada langkah ini perlu kecermatan tersendiri dalam pemahaman isi. Perhatikan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, lalu dari alinea satu ke alinea lain. Hubungan antar-kalimat dan antar-alinea mestinya merupakan mata rantai pemikiran yang sambung-menyambung.
Tidak kalah pentingnya juga, perlu dicermati aktualitas, ketepatan, dan kebenaran pada data, grafik, tabel, foto, began yang disajikan dalam naskah. Sebab kesalahan data bisa berakibat fatal. [9] Isi/ materi/ gagasan yang terdapat dalam bentuk teks buku di ibaratkan sebagai gizi sebuah buku. Ketebalan atau tipisnya halaman buku terletak pada banyak atau sedikitnya materi buku yang dituliskannya.
Karya tulis ilmiah yang akan diterbitkan memerlukan ketebalan yang memadai agar buku itu secara estetika enak dipandang atau disimpan. Ketebalan buku berkaitan dengan jumlah halaman yang menggambarkan isi/ materi/ gagasan. Buku yang jumlah halamanya kurang tidak memberikan daya tarik, terutama untuk penyimpanan dan pendokumentasian.
Penyuntingan terhadap isi karya tulis ilmiah dapat dilakukan dengan cara pengurangan, penggantian, dan penambahan isinya yang relevan dengan topik dan tema kajiannya. Pengurangan terhadap isi/materi/ gagasan bila memang dianggaptidak relevan dengan topik kajiannya. Kemudian mengantinya dengan suatu topik yang sedang dibahas. Kalau kemungkinan ada sumber lain yang lebih aktual dan akurat,seorang penulis dapat saja menambahkan isi/ materi/ gagasan itu untuk melengkapinya, misalnya grafik, tabel, gambar, atau data lain yang dianggap perlu.
Proses editing atau penyuntingan ini dilakukan selain berkaitan dengan akurasi data, informasi yang faktual, juga untuk menambah wawasan ilmu dan pengetahuan bagi penulis dan pembacanya. Dengan demikian dapat menambah ketebalan halaman buku secara langsung hingga mencapai ukuran ideal sebuah buku mata ajar kuliah yang ajan diterbitkan. Namun begitu, seorang penulis jangan terjebak oleh suatu keinginan hanya untuk mempertebal jumlah halaman tanpa memerhatikan isi/materi/gagasan yang dituliskannya. [10] Setelah penyuntingan isi ini dianggap selesai, barulah dilakukan penyuntingan sistematika penulisan. Sebab, bisa jadi ketika menulis naskah tidak terfikirkan sistematika penulisan. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah cara-cara penulisan pendahuluan, latar belakang, pembahasan, penutup, dan lainnya sesuai jenis tulisannya. [11] 2. Editing Paragaf
Editing atau penyuntingan terhadap isi/ materi/ gagasan akan berpengaruh pada kepadatan paragaf, sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antar paragaf, ada yang tebal dan ada yang tipis. Paragaf yang tidak berimbang tebal atau tipisnya dapat mempengaruhi nilai estetika buku. Dengan demikian penyuntingan berikutnya harus diarahkan terhadap bentuk idealis paragaf. Paragaf yang tipis harus diseimbangkan dengan paragaf yang mencapai ketebalan standar hingga semua ketebalan paragaf dianggap relatif seimbang. Ketebalan ideal sebuah buku dengan kertas ukuran A4 terdiri dri 3-4 paragaf.
Kalau isi/materi/ gagasan diibaratkan sebagai gizi sebuah buku maka paragaf merupakan dagingnya. Karena itu penulisan antar paragaf dalam sebuah karya tulis ilmiah sangat diperlukan keseimbangannya. Penyeimbangan ini dibutuhkan untuk memenuhi standar estetika buku ketika dilakukan penilian dalam sebuah kompetisi. Paragaf yang terlalu tebal dapat mempengaruhi daya baca seseorang dalam memahami teks. Seorang penulis mesti memperhatikan ini, karena teks yang dibaca tanpa ada upaya memahaminya dari pembaca menjadikan buku yang diterbitkan mubadzir. Sebaliknya ketipisan paragaf juga dikhawatirkan tidak mewakili gagasan yang disampaikan penulis. Malah bisa jadi gagasannya itu tidak selesai diungkapkan dengan kata-kata dan kalimat terbatas. [12] 3. Editing Ragangan (Outline)
Ragangan atau outline dalam sebuah karya tulis ilmiah diibaratkan sebagai tulang-tulangnya yang berfungsi mengikat daging yang mengandung gizi. Oleh sebab itu, ragangan harus disusun secara sistematis berdasarkan topik dan subtopiknya. Sistematika ragangan berkaitan dengan urut-urutan dan letak subtopik pembahasan yang akan ditulis.ragangan dalam penulisan karya tulis ilmiah yang tela ditetapkan sejak awal bukanlah harga mati. Dalam arti, ragangan yang tidak sesuai dengan isi/ materi/ gagasan dalam karya tulis ilmiah masih bisa dibongkar pasang untuk menyesuaikannya. Sama halnya dengan judul tulisan atau buku yang sudah di setting sejak awal boleh saja digonta ganti sesuai dengan tema yang telah disajikannya.

Ragangan dapat saja diubah saat penulisan sedang berjalan atau nanti di akhir penulisan. Mengedit ragangan bisa dengan cara mengurangi, mengganti atau menambahkan sesua dengan subtopik kajian. Pada dasarnya ragangan yang sudah ditulis sejak awal penulisan harus disesuaikan dengan apa yang dibahas dalam isi/ materi/gagasan dalam buku. Pertimbagnanya akan lebih mudah mengganti ragangan daripada harus menulis ulang tema kajian nya. Editing ragangan yang terbaik adalah saat finalisasi penulisan, sekaligus dalam menetukan halaman pada daftar isi.
4. Editing Kebahasaan
Kebahasaan dalam sebuah karya tulis ilmiah disamakan dengan sebuh kulit sebagai pembungkus daging dan tulang serta melindungi keberadaan gizinya. Karena itu, bahasa karya tulis ilmiah harus memenuhi standardisasi bahasa yang berlaku. Bahasa Indonesia yang menjadi dasar rujukan harus menggunakan ejaan yang disempurnakan (EYD). Penulisan karya tulis ilmiah populer bahasanya tidak bisa seenaknyapenulis, tetapi harus menggunkan bahasa formal atau semi formal.
Editing atau penyuntingan terhadap bahasa mutlak diperlukan kalau karya tulis ilmiah itu akan diterbitkan. Penyutingan berkaitan dengan penghurufan, penomoran, pelambangan, ejaan dan tanda baca. Hal ini dapat dipelajari tentang pengunaan EYD. Editng kebahasaan mempunyai banyak fungsi, antara lain untuk standardisasi sebuah karya tulis ilmiah. Hal ini sangat diperlukan dalam memberikan bobot atas karya tulis ilmiah. Selain itu juga, bahasa dapat menjadi pemanis dalam menambah daya tarik pembaca. Namun demikian, untuk penulisan karya tulis ilmiah tidak perlu menggunkan bahasa seindah puisiatau sajak. Kebahasaan yang dimaksudkan di sini adalah berdasarkan kaidah tata bahasa yang berlaku. Fungsi lain dari ketatabahasaan juga untuk mempercepat pemahaman pembaca terhadap sebuah karya tulis ilmiah yang tersusun dari kata, kalimat dan paragaf. [13] Perangkat kebahasaan dipersiapkan untuk mempermudah penulisan karya tulis agar lebih efektif. Perangkat ini mencakup perhurufan, penomoran atau angka, lambang, ejaan, dan tanda baca. [14] Dalam buku lain dikatakan bahwa perbaikan materi tulisan (editing) menyangkut beberapa aspek, diantaranya yaitu:
a. Revisi judul
Karena terkadang judul yang kita buat sifatnya masih sementara, maka kita harus membuat judul yang lebih sesuai dengan isi tulisan, yang lebih menarik, lebih “menggigit” dan lebih mengena sasaran pembaca. Untuk membuat judul yang “menggigit”, diperlukan kepekaan rasa, keindahan bahasa serta ketegasan makna.
Sering terjadi judul karya tulis ilmiah konsumsi yang dibuat penulis pemula terlalu panjang, terlalu singkat, datar, tidak menarik, tidak membumi, dan terlalu akademis. Kerap terjadi, judul karya tulis ilmiah yang dibuat sama persis dengan judul laporan penilitian atau judul skripsi yang terasa dingin, kaku, dan sangat formal.
b. Revisi intro
Seringkali penulis pemula menulis intro berkepanjangan, bertele-tele, berputar-putar, tidak jelas, tidak ringkas, tidak menarik, membosankan, bahkan adakalanya membingungkan. Intro adalah bagian pembuka atau pendahuluan. Dalam pidato, intro adalah pengantar sebelum sampai kepada pokok bahasan. Intro artikel yang baik cukup tiga paragraf. Pastika intro yang sudah ditulis memenuhi syarat : ringkas, jelas, menarik, dan ditulis dalam bahasa jurnalistik yang baik.
c. Revisi komposisi
Komposisi berarti susunan yang seharusnya beraturan. Karya tulis ilmiah yang baik harus sesuai dengan hukum komposisi. Sekali keluar dari hukum tersebut, kepala dibuat kaki da sebalikanya, maka artikel yang dibuat tak ubahnya seperti sirkus. Untuk itu, perlu diperiksa apakah komposisi artikel yang dibuat sudah baik.

d. Revisi akurasi dan relevansi data
Teliti dalam mengutip nama seseorang, jabatan, pangkat, kedudukan, alamat, angka, tanggal, bulan dan tahun. Setelah diyakini semuanya tak ada yang salah tulis atau salah kutip, teliti lagi apakah data yanng telah dikutip relevan dengan pokok bahasan. Jika tidak relevan, maka harus dibuang.
e. Revisi ejaan dan istilah teknis
Tanpa sadar, kita sering menggunakan istilah-istilah teknis yang hanya dimengerti dan dipahami oleh lingkungan sendiri yang sangat terbatas. Ganti istilah-istilah tersebut dengan istilah yang lebih dipahami oleh umum.
f. Revisi gramatika
Berkomunikasi secara tertulis berbeda dengan berkomunikasi secara lisan. Bahasa lisan lebih menekankan pengertian, sedangkan bahasa tulis lebih menekankan pada struktur bahasa dan makna. Selain itu, bahasa artikel juga harus menggunakan bahasa jurnalistik yang menggunakan kalimat-kalimat pendek, tegas, jelas, sederhana, dan mudah dimengerti.
g. Revisi bobot dan substansi materi tulisan
Menulis tidak hanya sekedar untuk memberikan informasi, meyakinkan, membujuk atau mempengaruhi dan menghibur pembaca. Menulis sekaligus untuk menunjukkan kapasitas dan kredibilitas penulis. Menulis seharusnya sesuai dengan pengetahuan , keahlian, dan disiplin ilmu penulis. Hal seperti itu diperlukan agar suatu ketika penulis tidak salah dalam mengirim karya tulis ilmiah.
h. Asumsi dampak yang diharapakan
Menulis berarti berkomunikasi. Menurut teori, komunikator yang baik adalah yang senantiasa memperhatikan umpan balik. Komunikasi harus efektif, yaitu mencapai hasil yang diharapkan. Menulis seharusnya dalam koridor normatif yang ada, realitas karya tulis ilmiah adalah rasional, bukan realitas virtual atau fiksional. [15]

C. Tujuan penyuntingan karya tulis ilmiah
Tahap pemeriksaan atau penyuntingan konsep ini bertujuan untuk:
1. Melengkapi data yang dirasa masih kurang.
2. Membuang dan mengedit data yang dirasa tidak relevan serta tidak cocok dengan pokok bahasan karya ilmiah.
3. Mengedit setiap kata-kata dalam karya ilmiah untuk menghindari penyajian bahan-bahan secara berulang-ulang atau terjadi tumpang tindih antara tulisan satu dengan tulisan yang lain.
4. Mengedit setiap bahasa yang ada dalam karya ilmiah untuk menghindari pemakaian bahasa yang kurang efektif, contoh dalam penyusunan dan pemilihan kata, penyesuaian kalimat, penyesuaian paragraf, maupun penerapan kaidah ajaan sesuai EYD. [16]

D. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyuntingan karya tulis ilmiah
Adapun langkah-langkah dalam penyuntingan adalah :
1. Bacalah setiap kalimat dan renungkan berulang-ulang. Untuk membuat kalimat lebih baik, tidak jarang anda harus membaca satu kalimat bekali-kali, sampai mendapatkan esensinya, kemudian tuangkan dalam bentuk yang murni.
2. Bacalah naskah beberapa kali dengan fokus yang berbeda-beda, misalnya sekali waktu, difokuskan kepada ejaan, lalu diwaktu berikutnya di fokuskan di tata bahasa, dan lain sebagainya.Kenali pola kesalahan yang biasanya didapati setelah karya tulis di edit, untuk itu perlu mewaspadai pola-pola kesalahan yang sering dilakukan dan berusaha memperbaikinya.
3. Kenali pola kesalahan yang biasanya kita dapati setelah karya tulis diproofread atau diedit. Kita perlu mewaspadai pola-pola kesalahan yang sering kita lakukan dan berusaha memperbaikinya.
4. Gunakan spelling check pada komputer bila tulisan kita dibuat dalam bahasa Inggris atau bahasa Internasional. Namun demikian, komputer sesungguhnya mungkin juga membuat kesalahan. Misalnya ejaan bisa jadi benar, tetapi artinya bebeda seperti: paper-pepper.
5. Perhatikan ide utama dan ide pendukung dalam setiap peragaf. Kita harus memastikan bahwa setiap paragraf mengandung satu ide utama yang tercantum dalam kalimat topik paragraf itu. Kalimat-kalimat lainnya merupakan pendukung kalimat topik. Bila ada kalimat yang tidak mendukung kalimat topik, kita harus membuangnya atau memasukkan kalimat “nyasar” tersebut kedalam paragraf lain yang didukungnya.
6. Revisi kalimat-kalimat yang terlalu panjang atau sebaliknya yang terpotong-potong, kalimat-kalimat yang tidak menggunakan kata sambung, kalimat-kalimat ambigu, dan sebagianya.
7. Bebaskan kemungkinan adanya pelanggaran seperti pelecehan, fitnah, penghujatan, dan lain-lain. Bila kita ragu-ragu dalam apa yang kita tulis, konsultasikanlah dengan pihak-pihak yang berkompeten.
8. Bantu tegaskan bahwa setiap informasi yang kita tulis benar dan dapat dipercaya.
9. Konsultasikan jargon, pengertian atau bagian yang meragukan kepada pihak yang berkompeten. Tuliskan semacam daftar istilah bila perlu.
10. Gunakan kamus, tesaurus (kamus sinonim), buku tata bahasa, artikel penggunaan tanda baca, internet, dan berbagai sarana lain yang dapat membantu kita dalam melakukan penyuntingan.
11. Cari pembaca sukarela (terutama mereka yang menekuni bidang yang sesuai dengan topik buku yang kita buat) untuk dimintai masukan.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa editing adalah: pertama mempersiapkan karya tulis ilmiah yang siap cetak atau siap terbit (dengan memperhtikan terutama segi ejaan, diksi dan struktur kalimat), makna ini sering diterjemahkan menjadi menyunting; kedua merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah), menyusun (film, pita rekaman) dengan memotong dan memadukan kembali. Ketiga proses memperbaiki karya tulis ilmiah dengan cara mengoreksi, memeriksa, atau meneliti kembali apa yang sudah ditulis atau diterbitkan. Orang yang melakukan pengeditan dipanggil dengan sebutan editor. Proses editing atau penyuntingan ini dilakukan selain berkaitan dengan akurasi data, informasi yang faktual, juga untuk menambah wawasan ilmu dan pengetahuan bagi penulis dan pembacanya.
Macam-macam Editing :
1. Editing Isi/ Materi/ Gagasan
Pada langkah ini perlu kecermatan tersendiri dalam pemahaman isi. Perhatikan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, lalu dari alinea satu ke alinea lain. Hubungan antar-kalimat dan antar-alinea mestinya merupakan mata rantai pemikiran yang sambung-menyambung. Maka dalam penyuntingan tahap awal ini difokuskan dulu pada isi karya tulis ilmiah dan tidak perlu memikirkan ejaan, perhurufan, pengetikan, maupun lay out-nya.
2. Editing Paragaf
Editing atau penyuntingan terhadap isi/ materi/ gagasan akan berpengaruh pada kepadatan paragaf, sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antar paragaf, ada yang tebal dan ada yang tipis.
3. Editing Ragangan (Outline)
Ragangan atau outline dalam sebuah karya tulis ilmiah diibaratkan sebagai tulang-tulangnya yang berfungsi mengikat daging yang mengandung gizi. Oleh sebab itu, ragangan harus disusun secara sistematis berdasarkan topik dan subtopiknya.
4. Editing Kebahasaan
Kebahasaan dalam sebuah karya tulis ilmiah disamakan dengan sebuh kulit sebagai pembungkus daging dan tulang serta melindungi keberadaan gizinya. Karena itu, bahasa karya tulis ilmiah harus memenuhi standardisasi bahasa yang berlaku. Bahasa Indonesia yang menjadi dasar rujukan harus menggunakan ejaan yang disempurnakan (EYD). Penulisan karya tulis ilmiah populer bahasanya tidak bisa seenaknyapenulis, tetapi harus menggunkan bahasa formal atau semi formal. Editing atau penyuntingan terhadap bahasa mutlak diperlukan kalau karya tulis ilmiah itu akan diterbitkan. Penyutingan berkaitan dengan penghurufan, penomoran, pelambangan, ejaan dan tanda baca.
Dalam buku lain dikatakan bahwa perbaikan materi tulisan (editing) menyangkut beberapa aspek, diantaranya yaitu:
a. Revisi judul
b. Revisi intro
c. Revisi komposisi
d. Revisi akurasi dan relevansi data
e. Revisi ejaan dan istilah teknis
f. Revisi gramatika
g. Revisi bobot dan substansi materi tulisan
h. Asumsi dampak yang diharapakan

Salah satu tujuan penyuntingan yaitu Mengedit setiap bahasa yang ada dalam karya ilmiah untuk menghindari pemakaian bahasa yang kurang efektif, contoh dalam penyusunan dan pemilihan kata, penyesuaian kalimat, penyesuaian paragraf, maupun penerapan kaidah ajaan sesuai EYD. dalam menyunting sebaiknya memperhatikan beberapa langkah yang harus ditempuh

V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami sampaikan. Kami sadar bahwa makalah ini belum sempurna baik dari segi penulisan maupun materi yang disampaikan. Oleh karena itu, kami sangat berharap akan saran dan kritik dari pembaca demi menciptakan sebuah makalah yang lebih baik . Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan khusunya bagi para pembaca.

Daftar Pustaka
Dwiloka, Bambang dan Riana, Rati. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta).
Dalman. 2012. Menulis Karya Ilmiah, (Jakarta: Rajawali Pers).
Haris Sumadiria, AS. 2004. Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media).
HS, Lasa. 2009. Menulis Itu Segampang Ngomong, cet. III, (Yogyakarta: Pinus).
Kuncoro, Mudrajad. 2009. Mahir Menulis, (Jakarta: Erlangga).
Leo, Sutanto. 2010 Kiat Jitu Menulis Dan Menerbitkan Buku, (Jakarta: Erlangga).
Rahmat Rosyadi, A. 2008. Menjadi Penulis Profesional Itu Mudah., (Bogor: Ghalia Indonesia).