PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN THEODOLITH

PENGUKURAN DENGAN MENGGUNAKAN
THEODOLITH
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORI
1. ARTI DAN TUJUAN ILMU UKUR TANAH
Ilmu ukur tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan bentuk muka bumi (Topografi), artinya ilmu yang bertujuan menggambarkan bentuk topografi muka bumi dalam suatu peta dengan segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi seperti kota, jalan, sungai, bangunan, dll. Dengan skala tertentu. Sehingga dengan mempelajari peta kita dapat mengetahui jarak, arah, dan posisi tempat yang kita inginkan.
Tujuan mempelajari Ilmu Ukur Tanah :
a. Membuat peta
b. Menentukan elevasi dan arah
c. Mengontrol elevasi dan arah,
d. Dan lain-lain
2. DIMENSI – DIMENSI YANG DAPAT DI UKUR
a. Jarak : Adalah garis hubung terpendek antara 2 titik yang dapat diukur dengan menggunakan alat ukur, misalnya : mistar, pita ukur, theodolith, waterpass, dan lain-lain.
b. Sudut : Adalah besaran antara 2 arah yang bertemu pada satu titik (untuk menentukan azimuth dan arah).
c. Ketinggian : Adalah jarak tegak diatas atau dibarah bidang refiners yang dapat diukur dengan waterpass dan rambu ukur.
3. PRINSIP DASAR PENGUKURAN
Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin saja terjadi, maka tugas pengukuran harus didasarkan pada prinsip pengukuran yaitu :
1. Perlu adanya pengecekan terpisah
2. Tidak ada kesalahan-kesalahan dalam pengukuran.
4. PETA DAN JENIS – JENIS PETA
Peta adalah proyeksi vertikal sebagian permukaan bumi pada suatu bidang mendatar dengan skala tertentu.
Oleh karena permukaan bumi melengkung dan kertas peta itu rata, maka tidak ada bagian dari muka bumi yang dapat digambarkan tanpa penyimpangan dari bentuk aslinya, namun demikian untuk areal yang kecil permukaan bumi dapat dianggap sebagai bidang datar, karena itu peta yang dibuat dengan proyeksi vertikal dapat dianggap benar (tanpa ada kesalahan).
Bentuk penyajian itu disebut :
1. Peta, jika skalanya kecil
2. Plan, jika skalanya besar
Jenis – jenis Peta :
• Untuk Tujuan Teknis :
1. Peta Topografi untuk perencanaan
2. Peta Top Dam untuk keperluan perang
3. Peta Atlas untuk Ilmu Bumi di SD, SLTP, SLTA.
• Untuk Tujuan Non Teknis :
1. Peta pariwisata / perjalanan
2. Peta masalah sosial : kependudukan, daerah kumuh, dll.
Sebuah peta topografi yang baik terdiri dari bagian-bagian yaitu :
1. Rangka peta terdiri polygon
2. Situasi / detail
3. Garis ketinggian
4. Titik kontrol tetap
Rangka Peta
Rangka peta merupakan bagian yang paling menentukan kualitas sebuah peta topografi karena tidak mungkin membuat peta yang teliti tanpa membuat kerangka peta lebih dahulu.
Pembuatan rangka peta meliputi :
A. Pengukuran Poligon
1. Pengukuran Poligon
Pengukuran poligon dimaksud menghitung koordinat, ketinggian tiap-tiap titik polygon untuk itu kita mengadakan pengukuran sudut dan jarak dengan mengikatkan pada suatu titik tetap seperti titik triangulasi, jembatan dan lain-lain yang sudah diketahui koordinat dan ketinggiannya.
a). Pengukuran Sudut dan Jarak
Sudut diukur dengan alat ukur theodolith dengan mengarahkan teropong pada arah tertentu, dan kita akan memperoleh pembacaan tertentu pada plat lingkaran horizontal alat tersebut. Dengan bidikan ke arah lainnya, selisih pembacaan kedua dan pertama merupakan sudut dari kedua arah tersebut.

Jarak dapat diukur dengan rol meter, EDM atau secara optis dengan theodolith seperti di bawah ini :

BA = Benang Atas
BT = Benang Tengah
BB = Benang Bawah
 = Pembacaan sudut vertikal
Jarak miring (d) = (BA – BB) . 100
Jarak datar (d) = d . sin   = sudut lereng
b). Menghitung Sudut Datar dan Koreksi
Setelah sudut datar dijumlah dari semua titik yang didapat dari hasil pengukuran akan terjadi kesalahan, maka dengan itu harus dikoreksi sesuai dengan banyaknya titik pengukuran. Bila sudut-sudut yang diukur berupa segi banyak (poligon) maka :
Jumlah sudut = (2n – 4) x 90 untuk pengukuran berlawanan dengan jarum jam (sudut dalam).
= (2n + 4) x 90 untuk pengukuran searah dengan arah jarum jam (sudut luar)
Toleransi sudut =  40  n detik
dimana n = banyaknya sudut
Poligon Tertutup
Pada poligon ini titik awal dan titik akhir merupakan satu yang sama
Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus diatas maka harus diratakan sehingga memenuhi syarat diatas.

Poligon Tertutup antara 2 titik yang diketahui.

Pengukuran di mulai dari titik AB dimana azimuth AB diketahui dan terakhir di titik CD azimuth sebagai kontrol : azimuth CD yang hasil perhitungan harus sama dengan azimuth CD yang diketahui, toleransinya  30  n menit. Di sini juga harus dilakukan perataan bila tidak memenuhi ketentuan diatas.
c). Menghitung Azimuth

Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung haruslah ditentukan lebih dahulu azimuth awalnya. Penentuan azimuth awal dapat dilakukan dengan cara magnetis (kompas) atau pengamatan matahari.

A-B adalah azimuth awal
Azimuth B-C adalah azimuth A-B +  C – 180 dan azimuth C-D adalah azimuth B-C +  C – 180 dan seterusnya dimana  adalah sudut datar dari masing- masing titik.
d). Menghitung Koordinat
Setelah azimuth dab jarak datar telah dihitung, maka kita dapat menghitung koordinat titik-titik poligon. Perhitungan dimulai dengan mencari selisih koordinat (  X dan  Y ). Dengan rumus
d . sin  untuk  X
d . cos  untuk  Y
dimana d = jarak datar
 = azimuth
Perhitungan dari dimulai dari titik awal yang sudah diketahui koordinatnya kemudian ditambah atau dikurangi dengan selisih koordinat terkoreksi.
e). Menghitung koreksi koordinat
Untuk poligon tertutup   X dan   Y harus tidak melebihi dari toleransi pengukuran dengan rumus
Koreksi untuk absis setiap titik adalah :
–   Xi
 Xi = K1  Xi  K1 =
  X

Koreksi untuk absis setiap titik adalah :

–   Yi
 Yi = K1  Yi  K1 =
  Y

a). Mengukur beda tinggi
Jika menggunakan Waterpass, beda tinggi = pembacaan belakang – pembacaan muka, jika menggunakan Theodolith, beda tinggi ( h) = d. cos  dimana d adalah jarak miring sedangkan  sudut lereng (sudut vertikal).
b). Koreksi beda tinggi
Untuk poligon tertutup   h = 0, jika   h tidak sama dengan 0 maka besarnya kesalahan harus dibagikan ke masing-masing titik.

Untuk Poligon terbuka :

h = E2 – E1, dimana :

E2 = elevasi titik terhadap E2

E1 = elevasi titik terhadap E1,

II. TUJUAN INSTRUKSI UMUM
1. Mahasiswa dapat mengenal dan mempergunakan pesawat Theodolith.
2. Mahasiswa dapat melakukan pembidikan yang lebih teliti dalam pengukuran.
III. TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS
IV. PERALATAN
1. Pesawat Theodolith
2. Statik
3. Rambu Ukur
4. Kompas
5. Baterai (bagi pesawat Theodolith Digital)
6. Unting-unting
7. Patok Kayu
8. Meteran
9. Alat Tulis – Menulis
V. PETUNJUK UMUM
1. Pelajari lembar kerja ini baik-baik.
2. Ingat betul-betul nama setiap bagian sekrup-sekrup pengatur/penyetel dan fungsinya.
3. Perhatikan baik-baik tempat dan cara membaca skala lingkaran baik Horizontal maupun Vertikal, karena setiap pesawat mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri.
4. Jangan memutar-mutar sekrup pengatur sebelum tahu benar fungsinya.
5. Dalam membuka dan mengunci sekrup-sekrup pengatur jangan terlalu longgar dan terlalu kencang.
6. Kalau masih ragu di harapkan bertanya pada Instruktur.
VI. LANGKAH KERJA
A. MENGENAL BAGIAN – BAGIAN PESAWAT
1. Pasang pesawat di atas statik
2. Perhatikan dengan seksama bagian demi bagian dari pesawat tersebut dan sesuaikan dengan spesifikasinya untuk mengingat-ingat nama dari bagian tersebut.
3. Ikuti penjelasan Instruktur.
4. Contoh spesifikasi suatu pesawat lihat Gbr. 8 – 1
B. MENYETEL PESAWAT DAN MEMERIKSA SUMBU I
1. Tempatkan nivo sejajar dengan dua sekrup penyetel A & B, (lihat gbr. 8-2a) dan dengan dua sekrup penyetel ini gelembung nivo ditempatkan de tengah – tengah.
2. Putar nivo 180 dengan sumbu I sebagai sumbu putar.
a. Bila gelembung tetap di tengah –tengah pekerjaan di lanjutkan ke langkah 4.
b Bila gelembung tetap di tengah –tengah lagi, coba ulangi dulu dari langkah kesatu, dan bila beberapa kali diulangi ternyata gelembung tidak juga di tengah –tengah setelah nivo diputar 180, maka kembalikan gelembung setengahnya lagi dengan sekrup koreksi nivo dan setengahnya lagi dengan sekrup penyetel A & B.
3. Ulangi pekerjaan sedemikian rupa hingga gelembung tetap di tengah-tengah sebelum dan sesudah nivo diputar 180 dengan sumbu I sebagai sumbu putar.
4. Putar nivo 90 dengan sumbu I sebagai sumbu putar dan gelembung nivo ditengahkan dengan memutar sekrup penyetel C, maka sumbu I tegak lurus pada dua garis jurusan yang mendatar dan akan letak vertikal.
5. Ulangi pekerjaan hingga bila nivo di putar ke semua jurusan gelembung tetap di tengah-tengah.
Bila ada nivo lain yang biasanya dipasang pada kaki penyangga sumbu II (nivo B) dan tegak lurus terhadap nivo yang terletak di atas alhidade horizontal (nivo A) maka langkah pekerjaan sebagai berikut :
1. Tempatkan nivo A sejajar dengan sekrup A & B dan nivo B dengan sendirinya ke arah sekrup penyetel C (lihat gbr. 8-2b)
2. Tempatkan gelembung kedua nivo di tengah –tengah dengan sekrup penyetel A, B, & C.
3. Putar nivo 180 dengan sumbu I sebagai sumbu putar. Bila gelembung kedua nivo tetap di tengah-tengah berarti pesawat sudah baik (sumbu satu telah vertikal).
4. Bila gelembung nivo pindah dari tengah-tengah, coba ulangi lagi dari langkah ke satu. Dan bila beberapa kali diulangi gelembung tidak juga ditengah-tengah, setengahnya dengan sekrup koreksi nivo masing-masing, maka sumbu I akan tegak lurus pada garis arah kedua nivo.
5. Kembalikan gelembung setengahnya lagi, nivo A dengan sekrup penyetel A & B dan nivo B dengan sekrup penyetel C.
6. Ulangi pekerjaan, sehingga pada semua jurusan gelembung nivo selalu di tengah – tengah yang berarti sumbu I telah vertikal.
C. MEMERIKSA SUMBU II  SUMBU I DAN GARIS BIDIK  SUMBU II
1. Tempatkan dan steel pesawat  5 m di muka suatu dinding (tembok) yang terang. Sumbu I di anggap sudah baik.
2. Dengan garis bidik mendatar dan kira-kira tegak lurus pada dinding di buat suatu titik T pada dinding yang berimpit dengan titik potong dua benang diafragma.
3. Dengan menggunakan unting-unting, pada dinding dibuat titik P vertikal di atas T yang tingginya dua kali titik T (tinggi titik T = tinggi sumbu II) dan titik Q vertikal di bawah titik T dan letak dikaki dinding.
4. Pada titik P & Q dipasang kertas milimeter atau kertas skala mendatar sedemikian rupa hingga titik nol skala berimpit dengan titik P & Q.
5. Bidik teropong ke titik T, putar teropong ke atas ( ke arah titik P) dan ke bawah (ke arah titik Q) dengan sumbu II sebagai sumbu putar, maka akan didapat 4 macam kemungkinan.
5. a. Sewaktu teropong di bidik ke titik P garis bidik (perpotongan benang silang) akan berimpit dengan titik P dan sewaktu teropong dibidik ke titik Q garis bidik akan berimpit dengan titik Q (lihat gbr. 8-3a). Maka dalam hal ini pesawat sudah baik (sumbu II  sumbu I dan garis bidik  sumbu II).
5. b. Sewaktu teropong di bidik ke titik P, garis bidik akan menunjuk ke A (sebelah kiri atau kanan P) dan sewaktu di bidik ke titik Q garis bidik akan menunjuk ke B yang bersebelahan dengan titik A dan PA = QB = x . Jalannya garis bidik adalah ATB (lihat gbr . 8-3b).
5. b.1. Bidikan teropong ke titik A
b.2. Dengan sekrup koreksi sumbu II, garis bidik di geser hingga berimpit dengan titik P
b.3 Ulangi pekerjaan hingga bila teropong di putar ke atas dan ke bawah, garis bidik akan melukiskan P.T.Q.
5. c. Sewaktu teropong dibidik ke titik P, garis bidik akan menunjuk ke titik C sebelah kiri atau kanan titik P (lihat gbr. 8-3c) dan sewaktu teropong di bidik ke titik Q, garis bidik akan menunjuk ke titik D yang berada pada belahan yang sama dengan titik C. PC = QD = Y
Maka dalam hal ini terdapat kesalahan garis bidik tidak tegak lurus sumbu II, tapi sumbu II telah  sumbu I.
5.c.1. Bidik teropong ke titik C
c.2. Dengan sekrup koreksi diafragma, garis bidik di geser hingga berimpit dengan titik P.
c.3. Ulangi pekerjaan hingga bila teropong di putar dari atas ke bawah atau sebaliknya garis bidik akan melukiskan PTQ
5.d. Sewaktu teropong dibidik ke titik P, garis bidik akan menunjuk ke titik G sebelah kanan atau kiri titik P (lihat gbr. 8-3d) dan sewaktu teropong dibidik ke titik Q garis bidik akan menunjuk ke titik H, sebelah kanan atau kiri titik Q. Tapi PQ = a  QH = b. Maka hal ini menunjukkan adanya kesalahan kombinasi, yaitu sumbu II tidak tegak lurus sumbu I dan garis bidik tidak tegak lurus sumbu II.
5.d.1. Hitung besarnya x & y .
a = x + y x = 1/2 (a – b)
b = x – y y = 1/2 (a + b)
d.2. Bidik teropong ke skala atas (titik G).
d.3. Putarlah sekrup koreksi sumbu II sedemikian rupa hingga pembacaan skala = Y (Y = pengaruh tidak tegak lurusnya garis bidik terhadap sumbu II)
d.4. Ulangi pekerjaan hingga bila teropong dibidik kan ke skala atas maupun bawah pembacaan sama dengan y dan terletak pada belahan yang sama terhadap garis PTQ yang berarti sumbu II telah tegak lurus sumbu I.
d.5. Bidik kembali teropong ke skala atas.
d.6. Putarlah sekrup koreksi diafragma sedemikian rupa hingga garis bidik menunjuk skala nol (berimpit dengan titik P)
d.7. Ulangi pekerjaan hingga bila teropong di arahkan dari atas ke bawah atau sebaliknya garis bidik tetap berimpit dengan PTQ.
d.8. Pesawat telah baik.
D. PEMBACAAN SKALA LINGKARAN
1. Perhatikan bentuk-bentuk skala lingkaran yang terdapat pada pesawat yang bersangkutan.
Ada 4 macam bentuk skala lingkaran :
a. Bentuk garis lurus
b. Garis lurus yang dilengkapi dengan skala
c. Nonius
d. Garis lurus yang dilengkapi dengan micro meter.
2.a . Bentuk garis lurus telah dibicarakan dalam bab (pengenalan pesawat waterpass).
2.b . Garis lurus yang dilengkapi dengan skala (lihat gbr 8-4).
b.1. Baca angka derajat yang terdapat di belakang garis indeks dengan melihat posisi garis indeks.
Pada gambar garis indeks terletak antara angka 38 & 39 berarti pembacaan derajat = 38.
b.2. Garis lurus yang dilengkapi dengan skala (lihat gbr 8-4).
2.c. Alat pembaca Nonius
c.1. Cari / tentukan besarnya satuan nonius pada pesawat tersebut. Besar satuan nonius = bagian lingkaran bagian nonius. Maka untuk menentukan satuan nonius ini adalah sbb : lihat gbr. 8-5a.
– Himpit indeks nol nonius dengan garis skala lingkaran yang berangka bulat, misal 10.
Maka garis nonius yang terakhir akan berimpit pula dengan garis skala lingkaran, misal dengan skala lingkaran 17 15 maka panjang nonius 7 15 . Bila nonius dibagi dalam 30 bagian maka satu bagian nonius ada 7 15 : 30 = 1430. Dan bila satu bagian skala lingkaran ada 15, maka besar satuan nonius = 15 – 1430 = 30.
c.2. Baca angka derajat dari skala lingkaran misal 7115 (lihat gambar. 8-5b).
c.3. Carilah garis nonius yang berimpit dengan garis skala lingkaran. Misal garis no.13 maka pembacaan : 7115 + (13 x 30) = 712130.
2.d. Alat pembaca yang dilengkapi dengan micro meter.
Sebagai contoh kita ambil pesawat TMIA, dimana medan baca seperti terlihat pada gbr.
d.1. Putar sekrup micro meter sedemikian rupa hingga 2 atau 3 garis horizontal pada bidang tengah (B) berimpit.
d.2. Baca angka derajat yang tertera pada bidang kiri (A) pada gambar terbaca 24630.
d.3. Baca skala micro meter yang ditunjukkan oleh indeks (bidang C) pada gambar terbaca 86,17 = 2463816,7
E. PENGUKURAN SUDUT HORIZONTAL
1. Tempatkan pesawat pada titik yang sudah ditentukan (A) dan setel hingga siap untuk melakukan pengukuran.
2. Arahkan teropong pada titik B, benang silang tepat pada paku titik B.
3. Jika paku titik tidak kelihatan, dirikan yalon tepat di atas paku titik B, benang silang tepatkan pada AS yalon.
4. A. Dengan pesawat theodolith yang dilengkapi kompas.
a1. Buka kunci/sekrup kompas hingga skala lingkaran bergerak, dan biarkan sampai diam kembali. Kemudian tutup kunci/sekrup kompas, maka skala lingkaran menunjukkan arah utara magnetis.
a2. Baca sudut ukuran B ( AB), misalnya = 3015.
a3. Arahkan teropong pada titik C, benang silang tepat pada paku titik C dan jika paku tidak kelihatan lakukan pekerjaan ini seperti pada pekerjaan (no. 3).
a4. Baca sudut jurusan C ( AC) misal = 4545.
a5. Lakukan juga pekerjaan tersebut pada titik D dan titik-titik yang lain (N), misal AD = 12030 dan AN = x.
a6. Besar sudut BAC =  AC –  AB = 4545 – 3015 = 1530
Besar sudut BAD =  AD –  AB = 12030 – 3015 = 9015
Besar sudut BAN =  AN –  AB = x – 3015 = y
Besar sudut CAN =  AN –  AB = x – 3015 = z
F. PENGUKURAN SUDUT VERTIKAL
1. Tempatkan pesawat pada titik A yang sudah ditentukan dan steel hingga siap untuk melakukan pengukuran.
2. Bidik titik B yang akan di ukur secara kasar dengan memutar teropong ke arah horizontal dan vertikal.
3. Setelah titik B kelihatan, tepatkan titik B tersebut dengan titik potong benang silang (sekrup penggerak halus).
4. a. Dengan alat ukur yang menggunakan zenith.
a.1. Baca sudut vertikal titik B.
Misal zenith 8830 atau 9315
a.2. Berarti sudut miring  B = 8830 – 90 = – 0130
atau  B = 9315 – 90 = + 0315
4.b. Dengan alat ukur yang menggunakan zenith.
b.1. Baca sudut vertikal titik B.
Bila teropong bergerak ke atas maka sudut miringnya negatif, misal   0215
b.2. Bila teropong bergerak ke bawah maka sudut miring positif, misal  + 0130
4. B. Dengan pesawat theodolith yang tidak dilengkapi kompas.
b1. Ovalkan dulu skala lingkaran mendatar di titik B dan kunci sekrup K2 (limbus), maka baca sudut mendatar titik B  000.
b2. Arahkan teropong pada titik C dengan mengendorkan sekrup K1, benang silang tepatkan pada paku titik C, dan jika tidak kelihatan lakukan pekerjaan seperti pada pekerjaan (No. 3), kemudian kunci kembali sekrup K1.
b3. Baca sudut mendatar titik C misal  153045.
b4. Lakukan juga pekerjaan pada tersebut pada titik D dan titik – titik yang lain (N) misal titik mendatar titik N = Y.
b5. Besar sudut BAC  153045.
Besar sudut BAD = 901527
Besar sudut BAN = Y
Besar sudut CAN = Y – 152045 = z.
G. POLYGON TERBUKA
1. Tentukanlah terlebih dahulu titik patok polygon yang akan dibuat, misal seperti gambar ……….
2. Pasang dan steel pesawat pada titik polygon P (xp, yp) yang sudah diketahui koordinatnya.
3. Buka klem limbus dan piringan mendatar, nolkan skala lingkaran mendatar kemudian kunci kembali.
4. Buka klem limbus bidik titik R (xr, yr). Setelah tepat kunci kembali.
5. Buka klem piringan skala mendatar, bidik titik 1 dan kunci kembali, kemudian catat pembacaan sudut.
6. Pasang bak ukur pada titik 1, bidik bak ukur dan catat BA, BT dan BB.
7. Ulangi seperti langkah 4 s/d 5. Sehingga didapat  p-1 dan jarak titik polygon P ke titik 1 (dpl ).
8. Pindahkan pesawat ke titik polygon 1 dengan cara yang sama, ukur sudut dan jarak seperti langkah-langkah tersebut di atas.
9. Lakukan pengukuran ke titik-titik polygon selanjutnya dengan jalan seperti langkah tersebut di atas sampai titik Q (xq , yq ), sehingga dengan demikian akan dapat  1,  2,  3 ……. dan d1-2 , d2-3 , d3-4 ……… dan seterusnya.
10. Hitung dan gambar hasil pengukuran.
H. POLYGON TERTUTUP
Untuk polygon tertutup ini pada prinsipnya langkah kerja dalam pengukuran sama dengan langkah kerja polygon terbuka. Hanya bedanya Disney :
1. Untuk Polygon Terbuka :
a. Pada ujung awal polygon diperlukan suatu titik K yang tentu dan sudut jurusan yang tentu pula.
b. Supaya keadaan menjadi simetris, maka pada ujung akhir dibuat titik yang tentu pula dan ikatan pada jurusan yang tentu pula.
2. Untuk Polygon Tertutup :
a. Pada pengukuran cukup diperlukan suatu titik tertentu saja atau beberapa titik tertentu dan sudut jurusan yang tentu pula pada awal pengukuran.
b. Pengukuran akhir harus kembali (menutup) ke titik awal.
Dalam hal ini dapat di lihat pada contoh di bawah ini di mana pengukuran awal dimulai dari titik P yang kemudian diakhiri ke titik P lagi.
I. PENGUKURAN SETTING OUT – STAKE OUT
1. Pasang dan ukur pesawat pada titik A (lihat gbr) sampai siap pakai.
2. Nolkan skala lingkaran mendatar, kemudian kunci kembali.
3. Buka klem limbus dan skala lingkaran vertikal bidik titik B, setelah tepat patok kunci kembali.
4. Putar pesawat sebesar 1, pasang yalon searah garis bidik sehingga didapat garis arah AC.
5. Tentukan AC = 50 cm dengan pita ukur.
6. Pasang patok di titik C dan pasang juga pakunya.
7. Pindahkan dan atur pesawat di titik C.
8. Seperti langkah 2 dan 3 tetapi yang dibidik titik A.
9. Putar pesawat sebesar 2, pasang yalon searah garis bidik sehingga didapat garis arah CK.
10. Tentukan CK = 49,8 cm dengan pita ukur.
11. Pasang patok di titik K dan pasang juga pakunya.
12. Pindahan dan atur pesawat di titik K.
13. Seperti langkah 2 dan 3, tetapi yang dibidik titik C.
14. Putar pesawat sebesar 3, pasang yalon searah garis bidik sehingga didapat garis arah KL.
15. Tentukan KL = 20 cm dengan pita ukur.
16. Begitu seterusnya hingga mendapatkan patok D, E, F, G, H, I, J dan M yang dibidik dari titik K.
J. MEMBUAT LENGKUNGAN DI LAPANGAN
A. Membuat lengkungan di lapangan dengan alat sederhana, metode selisih busur yang sama panjang.
1. Tentukan panjang busurnya, misalnya = a m.
Harga a diambil antara 8 – 12,5 m.
2. Tentukan / hitung harga sudut Q, yaitu sudut yang mempunyai panjang busur = a dan jari-jari = R.
a 360
Q =  • ¬¬¬¬
R 2

3 . Tentukan / hitung koordinat- koordinat titik-titik detailnya.
X1  R sin Q.
titik 1 ( X1 , Y1 ).
X1  2R sin2 Q/2
X2  R sin 2Q.
titik 2 ( X2 , Y2 ).
X2  2R sin2 Q
X3  R sin 3Q.
titik 3 ( X3 , Y3 ).
X3  2R sin2 3/2 Q
Xn R sin n . Q.
titik n ( Xn , Yn ).
Xn  2R sin2 nQ/2
4. Buat garis lurus di lapangan dan dirikan patok di titik T dan titik P.
5. Tentukan titik A pada garis TP sejauh X1.
6. Tentukan titik 1 sejauh Y1 dari A tegak lurus TP, kemudian dirikan patok pada titik 1.
7. Dengan cara yang sama, tentukan koordinat –koordinat titik-titik 2, 3, ……. . n.
8. Lengkungan yang dimaksud adalah garis yang menghubungkan titik-titik T, 1, 2, 3, ……………….n.

K. PENGUKURAN SETTING OUT – STAKE OUT
1. Pasang dan ukur pesawat pada titik A (lihat gbr) sampai siap pakai.
2. Nolkan skala lingkaran mendatar, kemudian kunci kembali
3. Buka klem limbus dan skala lingkaran vertikal bidik titik B, setelah tepat patok kunci kembali.
4. Putar pesawat sebesar 1, pasang yalon searah garis bidik sehingga didapat garis arah AC.
5. Tentukan AC = 50 cm dengan pita ukur.
6. Pasang patok di titik C dan pasang juga pakunya.
7. Pindahkan dan atur pesawat di titik C.
8. Seperti langkah 2 dan 3 tetapi yang dibidik titik A.
9. Putar pesawat sebesar 2, pasang yalon searah garis bidik sehingga didapat garis arah CK.
10. Tentukan CK = 49,8 cm dengan pita ukur.
11. Pasang patok di titik K dan pasang juga pakunya.
12. Pindahan dan atur pesawat di titik K.
13. Seperti langkah 2 dan 3, tetapi yang dibidik titik C.
14. Putar pesawat sebesar 3, pasang yalon searah garis bidik sehingga didapat garis arah KL.
15. Tentukan KL = 20 cm dengan pita ukur.
16. Begitu seterusnya hingga mendapatkan patok D, E, F, G, H, I, J dan M yang dibidik dari titik K.
LAMPIRAN
1.CONTOH PERHITUNGAN POLIGON TERTUTUP
Diberikan data perhitungan poligon tertutup seperti di bawah ini :
Adapun langkah- langkah untuk menyelesaikan data pengukuran diatas adalah :
1. Menentukan jarak Optis
Rumus Umum :
P1 = ( 1.5 –1.3) x 100 = 20
P2 = ( 1.6 – 1.1)x 100 = 50
P3 = ( 1.5 –1.3) x 100 = 20
P0 = ( 1.6 – 1.1)x 100 = 50
2. Menentukan sudut datar
Rumus Umum :
Rumus ini untuk perhitungan sudut luar (searah jarum jam)

Rumus ini untuk perhitungan sudut dalam(berlawanan jarum jam)
Karena data diatas searah jarum jam maka digunakan rumus yang pertama sehingga diperoleh :
P1 = 26852’30”-35859’00” = – 9006’30” +360 =26953’30”
P2 = 35901’00”-09005’00” = 26856’00”
P3 = 08854’00”-18125’30” = – 9231’30” +360 =26728’30”
P1 = 18000’00”-27100’00” = – 9100’00” +360 =26900’00”
+
= 107518’00”
3. Koreksi sudut datar
Rumus Umum =

Jumlah sudut terkoreksi
Rumus Umum =
Untuk sudut dalam =

Untuk sudut Luar=

Untuk menentukan koreksi dipakai sudut Luar
Jumlah sudut terkoreksi = (2n + 4 ) x 90
= (2.4 + 4) x 90
= 1080 00’ 00”
maka untuk menentukan koreksi perpatok maka dipakai rumus jumlah koreksi diperoleh :
Jumlah koreksi = 108000’00”-107518’00”
= 0442’00”
Untuk koreksi perpatok adalah sebagai berikut :
P1 = 26953’30” x 0442’00” = 110’46.78”
107518’0”
P1 = 26856’00” x 0442’00” = 110’31.7”
107518’0”
P1 = 26728’30” x 0442’00” = 110’8.76”
107518’0”
P1 = 26900’00” x 0442’00” = 110’32.75”
107518’0”
= 0442’00”

4. Sudut terkoreksi
Rumus Umum =
P1 = 26953’30” + 110’46.78” = 2714’16.78”
P2 = 26856’00” + 110’31.7” = 2706’31.7”
P3 = 26728’30” + 110’8.76” = 26838’38.7”
P0 = 26900’00” + 110’32.75” = 27010’32.7”
5. Azimuth
Rumus Umum =

Azimuth awal () = dianggap 0000’00”
P1-P2 = 00’0’’ + 2714’16.78”+180 = 4514’16.78”-360
= 914’16.78”
P2-P3 = 914’16.78’’ + 2706’3.17”+180 = 54110’48.4”-
360
= 18110’48.4”
P3-P0 = 18110’48.4’’ + 26838’38.7”+180 = 62949’27.1” ”
– 360
= 26949’27.1”
P0-P1 = 26949’27.1’’ + 27010’32.7”+180 = 71959’59.8” ”
– 360
= 35959’59.8”
= 0000’00”
Jadi perhitungan azimuth diatas benar kerena azimuth awal awal
= azimuth akhir.
6. Menentukan jarak datar
Rumus Umum =
P1 = 20 m x sin 9000’00” = 20 m
P2 = 50 m x sin 8959’00” = 50 m
P3 = 20 m x sin 9020’00” = 20 m
P0 = 50 m x sin 8959’30” = 50 m
7. Menentukan Selisih Koordinat
Rumus Umum =

Selisih Koordinat X
P1 = 20 m x sin 09104’16,78” = 19.997 m
P2 = 50 m x sin 18110’48,40” = -1.298 m
P3 = 20 m x sin 26949’27,10” = – 20 m
P0 = 50 m x sin 0000’00” = 0 m +
 X = -1.301
 X = 41.295

Selisih Koordinat Y
P1 = 20 m x cos 09104’16,78” = – 0,374 m
P2 = 50 m x cos 18110’48,40” = -50 m
P3 = 20 m x cos 26949’27,10” = – 0.06 m
P0 = 50 m x cos 0000’00” = 50 m +
 X = – 0.434
 X = 100.434
8. Menentukan Koreksi koordinat
Rumus Umum =

Untuk koreksi koordinat X
P1 = 1.301 x 19.997 = 0.63
41,295
P1 = 1.301 x 1.298 = 0.041
41,295
P1 = 1.301 x 20 = 0.63
41,295
P1 = 1.301 x 0 = 0
41,295 +
= 1.301
Untuk koreksi koordinat Y
P1 = 0.434 x 0.374 = 0.0016
100.434
P1 = 0.434 x 50 = 0.216
100.434
P1 = 0.434 x 0.06 = 0.00026
100.434

P1 = 0.434 x 50 = 0.216
100.434 +
= 0.434
9. Koordinat terkoreksi
Rumus Umum =

Koordinat terkoreksi X
P1 = 19,997 + 0.63 = 20.627
P2 = -1.298 + 0.041= -1.257
P3 = -20 + 0.63 = -19.37
P0 = 0 + 0 = 0
+
0
koordinat terkoreksi X terkontrol karena jumlahnya = 0
Koordinat terkoreksi Y
P1 = -0.374 + 0.0016 = -0.3724
P2 = -50 + 0.216 = -49.784
P3 = -0.06 + 0.00026 = -0.05974
P0 = 50 + 0.216 = 50.216
+
= 0 Koordinat X
P2 = 0 + 20.627 = 20.627
P3 = 20.627 – 1.257 = 19.370
P0 = 19.370 – 19.370 = 0
P1 = 0 + 0 = 0

Koordinat terkoreksi Y terkontrol karena jumlah kesluruhan = 0
10. Koordinat Poligon
Rumus Umum =

Jika Xo dan Yo = ( 0,0)
Koordinat X
P2 = 0 – 0.3724 = -0.3724
P3 = -0.3724 – 49.784 = -50.1564
P0 = -50.1564 – 0.05974 = -50.216
P1 = -50.216+ 50.216 = 0
Koordinat Y
P2 = 0 + 20.627 = 20.627
P3 = 20.627 – 1.257 = 19.370
P0 = 19.370 – 19.370 = 0
P1 = 0 + 0 = 0
11. Perhitungan beda tinggi
Dibawah ini adalah contoh perhitungan beda tinggi

Adapun langkah – langkah perhitungan adalah sebagai berikut :
a. Menentukan Beda tinggi
Rumus Umum =
Keterangan :
a. TP = Tinggi pesawat
b. BTM = Benang tengah muka
c. D = Jarak datar
d. V = Sudut Vertikal
Menentukan Koreksi
Rumus Umum =

b. Beda tinggi terkoreksi
Rumus Umum =

c. Tinggi titik
Rumus Umum =

Sketsa gambar dan Kontur