PENELITIAN KENDURI BLANG KABUPATEN ACEH BESAR KECAMATAN DARUSSALAM DESA TANJUNG SELAMAT

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, selawat dan salam kepada Rasulullah SAW serta sahabat dan keluarga beliau sekalian dengan segala kebaikan Beliau yang telah membawa kita dari Alam Jahiliyah kepada Alam Islamiayh dan dari Alam yang penuh Kebiadaban kepada Alam yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan. Dalam penelitian berbentuk makalah ini yang berjudul “Penelitian Kenduri Blang Kabupaten Aceh Besar Kecamatan Darussalam Desa tanjung Selamat ” yang ditulis dengan segenap kemampuan yang terbatas dan sederhana mungkin.
Terima kasih yang tidak terhingga kepada Dosen Pembimbing dan seluruh pihak yang telah ikut berpatisipasi dalam penyelesaian penelitin kecil ini. Dengan selesainya penyusunan penelitin ini, saya berharap agar dapat memberikan masukan yang membangun dan hasilnya dapat bermanfaat bagi kita dan orang lain.

Banda Aceh, 29 Januari 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Metode Penelitian 4
1.3 Permasalahan 4
1.4 Rumusan Masalah 4

BAB II PEMBAHASAN 5
2.1 Pengertian dari Kenduri Blang 5
2.2 Tujuan Dari Kenduri Blang 6
2.3 Sejarah Kenduri Blang Menjadi Tradisi Setempat 7
2.4 Makna dari Kenduri Blang 7
2.5 Efek dari Siswa Yang Mengikuti Kenduri Blang 8
2.6 Sebuah Cerita tentang Kenduri Blang 8

BAB III PENUTUP 16
A. Kesimpulan 16
B. Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

PENELITIAN KENDURI BLANG KABUPATEN ACEH BESAR KECAMATAN DARUSSALAM DESA TANJUNG SELAMAT

DI

S
U
S
U
N

OLEH :

FRIMARETA WINARTI
NIM. 1009200050074

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN BANDA ACEH
2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keujreuen balang, memegang peranan penting dalam bidang pertanian di Aceh. Di desa-desa, perangkat ini masih berfungsi untuk mengatur jadwal tanam dan tata cara bertani yang serentak.

Bagi masyarakat Aceh, pertanian merupakan punca dari segala usaha. Hal ini tercermin dalam sebuah ungkapan peng ulee buet ibadat, pang ulee hareukat meugoe. Mungkin karena itu pula, sejak dulu masyarakat Aceh mengatur tata cara bertani dengan baik, sesuai dengan musim dan masa tanam. Dalam urusan ini, keujruen blang memegang peranan penting. Musim tanam pun disesuaikan dengan iklim. Ini seperti tercermin dalam sebuah ungkapan, musim tanam itu dalam bahasa Aceh dikenal sebagai keuneunong atau keunong, yakni penanggalan yang diseuaikan dengan iklim. Aturan bertani dalam keunong digambarkan, keunong siblah tabu jarueng. Keunong sikureung rata-rata, keunong tujoh jeut chit mantong, keunong limong ulat seuba.

Maksudnya, pada keunong siblah (sebelas) tabur benih padi harus jarang-jarang. Keunong sikureung (sembilan) tabur rata. Keunong tujoh (tujuh) juga masih bisa tabur, keunong limong (lima) ulat mulai muncul pada tanaman muda. Keunong limong ini biasanya sudah mulai turun hujan. Jadwal-jadwal tersebut diatur sepenuhnya oleh keujruen blang. Selain itu keujruen blang juga bertugas mengatur irigasi. Pengaturan irigasi ini mencakup pembersihan tali air (lueng) secara bersama yang dikoordinir keujrueng blang. Seorang keujruen blang juga memegang tugas peutupat atueng, yakni menyelasikan sengketa di sawah, semisal memperlurus pematang. (Iskandar Norman 2010-31)

Permulaan turun ke sawah dimulai dengan kenduri turun ke sawah. Sebelum kenduri dilaksanakan, keujruen blang akan memberitahukan kepada setiap petani untuk melakukan kenduri di tempat-tempat tertentu, seraya mengutip biaya untuk acara kenduri tersebut. Biasanya uang yang terkumpul dipakai untuk membeli lembu atau kambing, yang akan disembelih pada acara kenduri. Sementara nasi dibawa sendiri oleh petani. Nasi yang dibawa biasanya bu kulah atau nasi bungkus, yang akan dimakan setelah acara verdoa bersama untuk kemakmuran, mengharapkan hasil pertanian yang baik dilaksanakan. Setelah kenduri dan berdoa usai, keujruen blang akan menaikkan pupanji (bendera atau umbul-umbul) sebagai tanda bahwa turun ke sawah dimulai. Untuk permulaan turun ke sawah dipasang pupanji warna hijau.

Setelah sawah selesai digarap pupanji berwarna hijau tadi diganti dengan warna merah. Pupanji warna merah itu bermakna top blang, yakni tanda atau aba-aba dari keujruen blang bahwa semua sawah harus sudah ditanami. Hal itu dilakukan agar masa panen padi di sawah serentak. Sementara untuk menjaga suplai air yang lancar ke setiap sawah, keujruen blang bersama petani akan melakukan meusueraya (gotong royong) untuk pembersihan. Gotong royong ini dilakukan pada masa tak bulee atueng.

Menariknya, keujreun blang tidaklah digaji. Tapi ketika panen dia berhak mendapatkan pajak dari hasil tani. Pajak suka rela itu disebut bruek umaang. Tapi bruek umeng yang terkumpul itu tidaklah semuanya diambil untuk keujreun blang, tapi dikumpulkan terlebih dahulu di meunasah. Imam meunasah dan keuchik setempat kemudian akan membaginya. Ada sebagian yang diambil untuk kas meunasah, yang akan dikelola untuk kemakmuran dan pembangunan meunasah. Sementara sebagian lagi akan diserahkan kepada keujruen blang sebagai imbalan mengatur urusan pertanian ditingkat desa.(Aceh Media : 2010-12)
Di Kabupaten Aceh Besar, diawali dengan menggelar Kenduri Blang di setiap kecamatan. Di Kecamatan Darussalam, petani menggelar kenduri blang di bantaran Sungai kampong Tanjung Selamat. Kenduri Blang atau kenduri turun ke sawah yang merupakan tradisi leluhur masyarakat Aceh, khususnya bagi petani di Kabupaten Aceh Besar sebelum mengolah tanah hingga kini terus dilakukan. Acara itu merupakan bagian dari tahapan musim tanam padi.

Di Kecamatan Darussalam, kenduri blang untuk lahan seluah 1.500 hektar yang dilakukan Rabu (19/1) dengan memotong seekor kerbau sebagai rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat kepada petani didaerah itu. Camat Darusalam, Drs. Subki kepada Rakyat Aceh kemarin mengatakan, kenduri blang yang dilakukan itu adalah merupakan tradisi yang selama ini dilakukan oleh petani sebelum turun ke sawah. Sebelum acara kenduri atau makan bersama, panitia dalam hal ini seluruh kerjun dan hob keujrun menggelar acara do’a bersama. Dan dilanjutkan dengan penyantunan 100 anak yatim yang ada di Kecamatan Darussalam.
Bupati Aceh Besar DR. H. Bukhari Daud, M.Ed yang hadir dalam acara kenduri blang bersama sejumlah anggota DPRK setempat turun menikmati hidangan gulai kerbau.
Subki dalam sambutannya mengatakan, tanam serentak yang sudah berjalan di kabupaten Aceh Besar sejak tahun 2007 terus dipertahankan. Upaya itu dilakukan untuk meningkatkan hasil panen yang tiap tahun terus meningkat. Subki juga berpesan agar petani Aceh Besar menghindari politisasi dalam bidang pertanian seperti yang selama ini terjadi.Sementara Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan kepada Rakyat Aceh kemarin menjelaskan, musim tanam padi tahun 2011 sudah dimulai dengan jadwal olah tanah sejak Januari hingga Februari.

Selanjutnya pada pertengahan bulan Februari dilakukan tabur benih serentak, sedangkan tanam dijadwalkan mulai minggu ke 2 dan 3 bulan Maret hingga April.
Dalam jadwal yang telah kita susun, para keujrun disetiap kecamatan menggelar kenduri blang. Untuk pertama dipusatkan di Kecamatan Darussalam Rabu kemarin. Setelah itu dilanjutkan Kecamatan Darul Kamal dan Indra Puri pada tanggal 25 Januari mendatang. Begitu juga dengan kecamatan lainnya menentukan jadwal sendiri. Bukhari Daud juga menjelaskan bahwa dari jadwal yang disusun pemerintah bersama keujrun blang, Aceh Besar dengan luas lahan 23.150 hektar akan mulai panen pada Juni hingga Juli mendatang. (Rakyat Aceh : 2010-9)
1.2 Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah dengan bentuk sederhana yaitu dengan mendatangi petanai dan penduduk desa setempat untuk mendapatkan informasi tentang kenduri blang yang hamper setiap tahun diadakan didesa yang saya teliti. Dimana penelitian ini melibatkan kepala munkim yang secara umum telah mengetahui tentang prinsip dan makna dari kenduri blang tersebut. Jadi, saya sangat tertarik untuk meneliti sedikit tentang kenduri blang yang dilaksanakan di gampong-gampong di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan cara turun kelapangan.
1.3 Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalah di dalam penelitian saya ini yaitu bagaimana caranya kenduri blang itu bisa menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat setempat, sehingga murid-murid yang parasekolah bisa diliburkan gara-gara kenduri blang tersebut dan orang tua mereka tidak melarang sekaligus kepala sekolah mereka malah meliburkan mereka dikala ada kenduri blang tersebut diadakan.
1.4 Rumusan Masalah
Jadi dari adanya permasalah tersebut saya ingin mengupas sedikit tentang kenduri blang yaitu sebagai berikut :
1) Apakah pengertian dari kenduri blang tersebut?
2) Mengapa kenduri blang itu bisa menjadi tradisi yang sangat popular di masyarakat?
3) Apa makna dari kenduri blang tersebut yang telah dilakukan?
4) Apa efek dari siswa yang mengikuti kenduri blang tersebut?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dari Kenduri Blang
Iskandar Norman mengatakan, Kenduri blang adalah tradisi masyarakat aceh, apalagi masyarakt di daerah dekat dengan pemukiman persawahan dimana mata pencarian mereka adalah sebagai petani, kenduri blang disini untuk mempersakutan masyarakat tani agar dapat memperoleh hasil padi yang ditanam akan lebih memulih hasil yang baik.
Bertani mempunyai nilai yang tinggi dalam tatanan masyarakat Aceh dan memiliki aturan tersendiri. Sehingga ditunjuklah seorang keujeuren blang, yang khusus menangani pertanian. Biasanya keujeuren blang akan di pilih oleh keuchik. Masyarakat Aceh dulu juga berpendapat bahwa bertani adalah puncak dari semua kerja, seperti yang tersebut dalam sebuah ungkapan peng ulee buet ibadat, pang ulee hareukat meugoe (puncak segala perbuatan adalah ibadah dan puncak segala usaha adalah bertani). Karena itu juga masyarakat mengatur tata cara bertani yang baik sesuai musim.

Di kabupaten Aceh Besar dulunya hampir setiap gampong ada keujeuren blang. Tugasnya mulai dari menentukan masa tanam, pembagian air sawah sampai menyelesaikan sengketa pembagian hasil panen. Makanya seorang keujeuren blang haruslah orang yang dapat dipercaya, bijaksana dan menguasai keuneunong atau ilmu falak agar dapat menentukan masa tanam yang tepat. Agar suplai air untuk setiap sawah lancar, para petani dan keujeuren blang melakukan meusueraya atau gotong-royong bersama. Gotong-royong ini dilakukan pada masa tak bulee atueng (membersihkan sawah dari hama yang mengganggu tanaman padi). Walaupun peran keujeuren blang penting, tapi ia tidak digaji. Ia hanya mendapatkan pajak hasil pertanian yang diberikan secara suka rela oleh petani yang disebut bruek umeng. Tapi ini tidak semuanya diambil oleh keujeuren blang. Semua hasil dari bruek umeng akan dikumpulkan di meunasah lebih dulu. Keuchik dan imam meunasah yang akan membaginya. Ada yang disisihkan untuk kas meunasah dan dikelola untuk pembangunan dan kesejahteraan meunasah, sementara sebagian lagi diberikan kepada keujeuren blang sebagai jasa atas pekerjaannya. Pajak bruek umeng ini berbeda dengan zakat, karena zakat hasil pertanian akan dikutip terpisah. Hal lain yang menarik dalam tradisi bercocok tanam orang Aceh adalah soal keunenong atau hitung-hitungan waktu untuk bercocok tanam. “Kalau orang sekarang lebih mengenalnya dengan perkiraan cuaca,”.
Mencari keuneunong itu ada rumusnya tersendiri, tidak dapat dilakukan sembarangan. Beberapa orang yang saya temui hampir semuanya lupa dengan rumus yang dipakai untuk mencari keuneunong. (Ibrahim, 2007-25)
Tgk. Muhammad Idris sebagai salah satu pemimpin di kenduri blang tersebut mengatakan bahwa kenduri blang adalah sebuah tradisi masyarakat aceh yang dari nenek moyak dulunya menjadi aliran hingga sekarang ini. Dimana Tgk, Muhammad Idris juga mengatakan kenduri blang ini tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan masyarakat kami sekitar dan ini akan menjadi sebuah kebudayaan kami yang akan kami teruskan kepada anak-anak cucu kami, karena disini kami melihat keakraban dan kekeluargaan dalam melakukan cocok tanam disetiap tahunnya.

2.2 Tujuan Dari Kenduri Blang
Tujuan dari kenduri blang di adakan adalah untuk membentuk sebuah keluarga besar yang nantinya akan membantu dalam hal penanaman dan pengutipan hasil. Ini dilakuakn misalnya disalah satu kecamatan atau disalah satu gampong, dimana gampong tersebut mengundang masyarakat sekita dan gampong tetangganya sehingga membentu sebuah keluarga yang sangat besar. (Mahyuddin, 2011-1)

2.3 Sejarah Kenduri Blang Menjadi Tradisi Setempat.
Dulu kenduri blang dilakukan di tengah sawah atau di dekat sawah. Sejak konflik memanas di Aceh, kenduri dipindahkan ke meunasah,” ujar Budiman, “Watee konflik na ureng berkumpul rame bacut ka dicurigai, tea dijak tentra (waktu konflik ada orang berkumpul dan ramai sedikit langsung dicurigai, langsung datang tentara),” lanjut Budiman. Dan sejarah kenduri blang ini telah lama dikenal masyarakt aceh sejak kerjaan Iskandar Muda yang dulunya memimpin kerajaan aceh terbesar dan masyarakat aceh ikut makmur dan tentram, dan masyarakatpun ikut mengabadikan bahwa kenduri blang adalah suatu tradisi yang sangat bermanfaat bagi kesejahtraan masyarakat dan akan membuat hasil panen yang begitu melimpah dan tidak akan mengakibatkan kemiskinan bagi masyarakat. (Budiman, 2011-1)

2.4 Makna dari Kenduri Blang

Kenduri blang selain memaknai kekeluargaan, kenduri blang juga bermakna keislaman, karena disini adanya kegiatan berdo;a bersama dan membacakan surat-surat pendek, dimana tujuannya agar hasil panen memuahkan hasil yang baik, ada pernah suatu cerita dimana masyarakat disuatu daerah melakukan penanaman padi yang tidak beraturan, dinama waktu menanam sendiri-sendiri dan memetik buah atau hasil panennya juga sendiri, disitu akan terlihat jauh perbedaan dibandingkan dengan penanaman secara bersama-sama dan kalaupun penanamnan dilakukan oleh orang yang lebih banyak akan mendapatkan hasil yang begitu lumanyan bagus dan sangat menguntungkan. Tetapi jika penanaman yang dilakukan perindividu atau hanya dalam bentuk keluarga kecil, maka hasil yang didapat akan tidak begitu bagus dan untuk membuat lahan pertanian juga tidak begitu luas dibandingkan dengan penanaman dengan cara bersama-sama oleh masyarakat setempat.

2.5 Efek Dari Siswa Yang Mengikuti Kenduri Blang

Semakin tradisinya kenduri blang, sehingga masyarakat sekitar atau setempat membolehkan untuk siswa-siswa di liburkan apabila ada acara kenduri blang tersebut. Disini akan dijelaskan, apabila kenduri blang tersebut di lakukan sehingga murid atau siswa diliburkan bisa menimbulkan efek negative dan positif bagi siswa tersebut, adapun efek negatifnya adalah sebagai berikut :
 Siswa akan mulai malas belajar karena terpengaruh oleh libur yang telah di adakan
 Siswa akan selalu mengiginkan libur, apabila ada acara-acara tersebut.
 Siswa di daerah lain atau siswa yang tidak mengikuti acara tersebut, bisa terpengaruh dan ikut memboloskan diri untuk tidak masuk sekolah,
 Siswa tidak akan mengerti atau tidak akan mendapatkan materi pelajaran yang telah dilaksanakan sewaktu kenduri blang dilaksanakan.
 Siswa tidak akan terlalu pokus untuk mengikuti pelajaran apabila teman sebangku atau sekelasnya lebih banyak libur atau mengikuti kenduri dari pada mengikuti pelajaran.
Sedangkan efek positifnya terhadap siswa yang telah mengikuti kenduri tersebut adalah sebagai berikut :
 Siswa akan mengerti bagaimana cara masyarakat untuk membentuk suatu kekeluargaan besar dalam sebuah acara kenduri blang tersebut.
 Siswa akan mengerti bahwa pelunya persatuan itu, dan akhirnya akan memuahkan hasil yang bagus.
 Siswa akan mengerti bahwa kenduri blang tersebut memerlukan persatuan dan kesatuan untuk mendapatkan hasil yang baik.
 Siswa akan terus memahami kenduri blang tersebut, dan siswa akan saling mengenal satu sama lain dengan yang menghadiri kenduri tersebut.

2.6 Sebuah Cerita tentang Kenduri Blang
Adapaun sebuah cerita yang saya dapatkan dari seorang petani adalah sebagai berikut :
TING, ting, ting…. Wajan beradu dengan centong. Tampak di dalam wajan itu kuah kental berwarna kuning kemerahan. Asap mulai keluar. Gelembung-gelembung udara sudah muncul, tanda kuah akan segera mendidih. Walaupun kuah telah mendidih, Roslinda menambahkan lagi air dan memasaknya hingga kembali kental kemudian menambahkannya lagi dengan kentang yang dipotong-potong menjadi empat bagian. Setelah kentang matang barulah kuah ayam itu diangkat.
Sekarang api di kompor masih menyala dan Roslinda dengan cekatan mengambil wajan baru. Ia kemudian memasak ikan tongkol. Memang tidak biasanya ia memasak pada subuh hari dengan hidangan bermacam-macam ini. Sarapan pagi keluarga ini biasanya dengan lauk ikan goreng. Azan subuh mulai berkumandang. Di luar masih gelap. Setelah kuah engkot sure teutrah (biasanya untuk kuah ikan yag berwarna merah) selesai diangkat, Linda bergegas turun, kemudian pergi ke kebun di belakang rumahnya untuk mencari daun pisang.
Rumah Linda adalah rumah panggung dari papan. Satu tangga terletak di seuramou depan atau ruang tamu, sedang satu tangga lagi berada di dekat dapur, seperti lazimnya model rumah tradisional Aceh. Khadijah, ibu Roslinda, memeriksa beras yang sedang ditanak di atas kompor. Setelah itu ia menghampiri wajan dengan membawa beberapa mangkok dan mulai menuang kuah ayam dan kuah teutrah sure ke masing-masing mangkok. Linda naik ke rumah dengan membawa beberapa helai daun pisang. Setelah nasi diangkat, ia kemudian melayu daun pisang di atas api. Melayu adalah memanggang daun pisang di atas api tapi tidak sampai menghanguskannya. Melayu dilakukan untuk membuat getah pada daun pisang hilang, daun lebih lentur dan licin, dan aroma daun pun jadi harum.
Setelah selesai di-layu, daun pisang dipisahkan dari tulang daunnya, lalu dipotong-potong persegi empat dan dilap dengan kain bersih. Daun ini akan dibuat pembungkus bukulah (nasi yang dibungkus dengan daun pisang yang dibentuk seperti piramida). Sementara Khadijah membungkus nasi, Roslinda kembali kembali ke dapur dan meneruskan memasak. Ada udang, kuah tulang daging dan mi kuning digoreng. Sedangkan bulukat kuneng (nasi ketan kuning) sudah selesai dibuat semalam. Sekarang Linda tinggal membuat kelapa yang digoreng bersama gula merah untuk dihidangkan bersama bulukat dengan dibungkus daun pisang secara bersama-sama.

Menjelang pukul dua siang semua hidangan itu selesai dimasak. Hidangan tersebut disusun dalam talam besar. Kuah tulang daging diletakkan di tengah, sedangkan hidangan lain diletakkan mengelilinginya. Setelah itu hidangan ditutup dengan sange (tudung saji mirip topi petani yang terbuat dari daun nipah dan diselimuti dengan kain beludu warna merah bersulam benang emas dan manik-manik). Hidangan ini disebut satu idang. Supaya hidangan tidak jatuh ketika dibawa, maka talam beserta sange diikat dengan kain yang berwarna kuning raja. Sedangkan bukulah, buleukat beserta kobokan (tempat cuci tangan) dimasukkan ke dalam keranjang terpisah. Disertakan pula satu cerek (atau teko) yang berisi kopi dan beberapa gelas kaca. Semuanya diletakkan di teras dekat dapur yang biasa disebut ampet dalam bahasa Aceh.
Tak lama kemudian Jamaluddin, adik Roslinda, bersama Budiman sang ayah, membawa hidangan tadi ke meunasah gampong (kampung). Di jalan Jamaluddin juga berpapasan dengan beberapa laki-laki yang membawa idang seperti dirinya.
Pada hari Minggu, 18 Februari 2008 itu, di desa Lam Tanjong, Darussalam, Aceh Besar, diselenggarakan kenduri blang yang dipusatkan di meunasah. Ini merupakan hari istimewa buat seluruh keluarga petani Aceh.
Jamaluddin meletakkan idang di lapangan dekat meunasah. Laki-laki yang lain juga melakukan hal yang sama. Sedangkan laki-laki yang tidak mambawa idang boleh memilih idang yang mana yang akan mereka hampiri, dan setelah itu mereka duduk di hadapannya. Setelah semua yang berkumpul duduk, imam meunasah segera memimpin doa dan diikuti oleh semua orang yang ada di halaman meunasah ini. Idang pun dibuka setelah doa selesai dan mereka yang hadir makan bersama. Shalat ashar bersama jadi acara selanjutnya.
Kenduri blang di Lam Tanjong dilakukan di meunasah, karena masjid hanya ada di pusat kemukiman. Satu kemukiman terdiri paling sedikit dari empat gampong. Namun, di masa pemerintahan Soeharto, fungsi gampong di Aceh diubah jadi desa mandiri dengan batas wilayah yang tentu lebih kecil. Sebenarnya kenduri blang dilakukan dua kali setiap masa panen atau waktunya disebut sebagai watee keneuk jak atawa troen u blang dengen wate kadara pade (waktu mau bajak sawah atau turun ke sawah dengan waktu padi sudah kuning hampir siap panen). Ini menurut Badruzzaman Ismail. Ia adalah ketua Majelis Adat Aceh atau MAA. “Manusia hidup ini kan perlu makan jadi hampir semua orang senang makan, jadi kenduri blang adalah cara mengumpulkan orang dan menjadi sarana komunikasi dalam membuat sesuatu,” kata Badruzzaman, seraya tersenyum. Saat kenduri blang, semua warga kampung diundang. Tak hanya petani. Sehingga antar warga jadi saling kenal. “Saat umur padi mencapai empat bulan atau ka dara pade (sudah mulai kuning dan hampir masak), ada kenduri blang yang kedua,” kisah Ibrahim Ismail, imam masjid Tungkop, Aceh Besar, kepada saya.
Saat kenduri ini warga akan membawa makanan bersama-sama lagi ke sawah. Namun, hidangan pada kenduri kedua ini tidak ditentukan jenis masakannya. Paling tidak ada menu ayam. “Yang membedakan kenduri blang dengan kenduri lain adalah letak doa. Kalau kenduri lain makan dulu baru berdoa tapi kenduri blang berdoa dulu baru makan,” kata Ibrahim. “Dulu kenduri blang dilakukan di tengah sawah atau di dekat sawah. Sejak konflik memanas di Aceh, kenduri dipindahkan ke meunasah,” ujar Budiman, ayah Roslinda, sambil terus menghembuskan asap rokok dari mulutnya.
“Watee konflik na ureng berkumpul rame bacut ka dicurigai, tea dijak tentra (waktu konflik ada orang berkumpul dan ramai sedikit langsung dicurigai, langsung datang tentara),” lanjut Budiman.
Budiman terpaksa menyuruh anak-anak laki-lakinya yang nomor dua merantau ke Pulau Jawa saat konflik memanas. Sejatinya Budiman adalah nelayan. Khadijah istrinya yang petani dan perempuan ini yang menggarap sawah yang diberikan oleh orang tuanya saat pasangan ini menikah dulu.
Dalam adat Aceh perempuanlah yang menanam padi, seperti sebuah pepatah Aceh yang berbunyi ureung agam muue umong, ureung inong jak seumula (orang laki-laki yang membajak sawah, orang perempuan yang menanam padi). Tapi pada masa panen tiba, Budiman, Roslinda, dan Jamaluddin akan membantu Khadijah memotong padi. Sekarang ini sekali panen keluarga Budiman dapat mengumpulkan 120 tem padi.
Biasanya tabur benih dilakukan pada bulan Agustus tanggal 17. Pada awal bulan Agustus dilakukan meulangai atau membajak sawah dengan lembu. Lalu dimulai meurawet (membersihkan rumput) rumput yang sudah dibersihkan. Rumput tidak dibuang dan pada hari kesepuluh posisi rumput dibalik. Sesudah itu rale (petakan kecil di sudut sawah untuk menabur benih) dibuat. Benih padi lalu direndam selama tiga hari. Hari keempat benih mulai ditabur di rale. Pagi dan sore benih dijaga. Yang penting waktu menabur benih tidak dilakukan pada hari ketujuh bulan Agustus. “Karena pada hari itu cuaca sangat panas, sehingga benih bisa mati,” kata Ibrahim kepada saya di tempat terpisah.
Di akhir bulan Agustus hujan sudah mulai turun, sehingga rale dijaga agar benih tidak tenggelam. Setiap malam selama sepuluh hari ke dalam rale dimasukkan air setinggi satu ruas jari. Setelah benih tadi sudah mulai memanjang, ia akan dipindahkan dari rale untuk ditanam di seluruh sawah.
Sebelum sawah dibajak untuk ditanami, diadakan pembersihan saluran air atau peungleh lueng yang dipimpin oleh keujeuren blang. Ia adalah perangkat desa yang dipilih oleh keuchik atau kepala desa, khusus untuk menanggulangi dan mengawasi bidang pertanian.
Setelah bermusyawarah dengan keuchik dan orang tua di gampong, keujeuren blang akan mengumumkan dimulainya kenduri blang. Sebelum kenduri dimulai keujeuren blang akan berkeliling sawah tempat dipusatkannya acara itu dan mulai berdoa di setiap pojok sawah tersebut.
Setelah kenduri selesai, keujeuren blang akan kembali ke pojok sawah dan menancapkan bendera atau kain berwarna putih sebagai tanda tidak boleh ada kegiatan sama sekali di sawah selama tiga hari.
“Itu dilakukan untuk menghindari dala pade (hama padi), jadi ada pantangannya,” ujar Ibrahim. “Bagi yang melanggar dulunya akan ada denda, harus membayar satu gunca padi,” tambahnya. Dulu orang Aceh menggunakan istilah gunca dan naleh untuk hasil panen. Sekarang takarannya menggunakan istilah tem. Jadi satu gunca sama dengan 16 tem atau 10 naleh. Satu naleh sama dengan 16 are. Sementara satu are setara dengan dua liter. Selama tiga hari pula masyarakat yang tinggal di dekat gunung dilarang membawa daun kelapa kering atau daun iboh ke sawah agar sawah tidak diserang hama tikus. Semuanya akan dikontrol oleh keujeuren blang.
Setelah melewati masa pantang selama tiga hari, keujeuren blang akan kembali ke sawah tempat ia memasang bendera warna putih dan menggantikannya dengan bendera berwarna hijau, tanda kegiatan pertanian segera dimulai. Nantinya setelah sawah selesai digarap bendera hijau akan diganti lagi dengan merah. Bendera merah itu artinya top blang, yaitu tanda bahwa semua sawah harus sudah ditanami semua. Hal ini dilakukan agar masa panen berlangsung serentak. “Wah saya sudah lupa, padahal itu juga ada pantunnya,” ujar Badruzzzaman. Sama halnya dengan hilangnya fungsi keujeuren blang saat pemerintah Orde Baru berkuasa, orang yang mengetahui keuneunong pun banyak yang hilang.
Inilah bunyi pantun yang dimaksud Badruzzaman: keunong siblah tabu jarueng. Keunong sikureung rata-rata, keunong tujoh jeut chit mantong, keunong limong ulat seuba. Artinya, pada keunong sebelas benih padi harus disebar secara jarang-jarang, pada keunong sembilan baru disebar benih secara merata, pada keunong tujuh juga masih bisa menabur benih, tapi keunong lima ulat mulai ada pada padi muda. Beruntung Ibrahim sedikit banyaknya masih mengetahui tentang keuneunong, meski lupa pertanda musimnya.
“Cara carinya 2 x bulan, setelah itu dua puluh lima dikurang jumlah yang didapat pertama,” tutur Ibrahim. “2 x 1 (Januari) = 2, 25 – 2 = keuneunong 23. Jadi bulan satu itu keuneunong 23. Keuneunong 23 nyan tanda jih lee ditoh hujen (keuneunong 23 itu tandanya banyak turun hujan),” lanjut Ibrahim. Untuk selanjutnya 2 x 2 (Februari) = 4, 25 – 4 = keuneunong 21, walau ada hujan tapi tidak selalu sering. Bulan tiga (Maret): 2 x 3 = 6, 25 – 6 = 19. Jadi bulan tiga adalah keunenong 19. Bulan empat (April) = keuneunong 17, bulan lima (Mei) = keuneunong 15, bulan enam (Juni) = keuneunong 13, bulan tujuh (Juli) = keuneunong 9, bulan delapan (Agustus) = keuneunong 9. Nah, di keuneunong 9 ini hujan turun terkadang sangat lebat, sehingga petani memilih membajak sawah pada bulan Agustus.
“Yang penting bek uro ke tujuh bulen tujuh, nyan seum that, mate bijeh (yang penting bukan hari ketujuh bulan Agustus, itu hari yang sangat panas, mati benih),” kata Ibrahim.
Dulu saat menanam padi di Aceh juga ada suatu kebiasaan yang namanya meuroe. Tradisi meuroe adalah tradisi petani menggarap sawah bersama-sama. Dimulai dari sawah yang satu ke sawah yang lain dilakukan secara beramai-ramai. Sekarang tradisi ini sudah mulai hilang dan hanya tersisa di beberapa desa lagi seperti di daerah Montasik, yang juga berada di kabupaten Aceh Besar.
“Sekarang masing-masing hanya mengerjakan sawah sendiri, mise heuk yak peupah (kalau capek ya bayar orang uantuk mengerjakannya),” ujar Khadijah, tersenyum miris. Jauh dari Aceh Besar, ada tempat yang tidak lagi menjalankan tradisi kenduri blang.
“Di kampung saya tidak ada lagi kenduri blang, yang ada cuma gotong-royong membersihkan lueng (saluran air kecil di dekat sawah) agar air dapat mengalir dengan baik,” kisah Suriana yang asal Keumala, Pidie. “Kalau ada kenduri seperti dulu rasanya lebih bersemangat ke sawah,” lanjut mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Ar Raniry ini.
Tak hanya Suriana yang mengeluh tentang hilangnya tradisi kenduri ini, tapi juga Nurliah yang tinggal di Beutong Ateuh, Nagan Raya. “Kenduri blang ada, tapi hanya sekali, dan itu pun tidak semeriah dulu lagi,” tutur Nurliah saat saya singgah di rumahnya di Beutong Ateuh. Sebenarnya kenduri blang diselenggarakan agar tercipta keseragaman dalam melakukan usaha pertanian, selain adanya unsur hiburan di dalamnya. “Fungsi dari kenduri itu sendiri adanya kegiatan ekonomi dalam masyarakat, menambah motifasi dalam bekerja, ada kesiapan dalam melakukan sesuatu hal. Jadi rencana hidup orang Aceh itu sudah diatur dan terjadwal dalam acara kenduri,” kata Badruzzaman kepada saya.
Sekarang ada yang berpendapat bahwa banyak kenduri di Aceh itu makruh atau bahkan, cenderung haram. Namun, menurut Badruzzaman, pernyataan itu merupakan pernyataan orang malas. “Selama tidak ada yang bertentangan dengan syariat dan tidak menimbulkan mudzarat ya tidak apa dilaksanakan. Lagipula untuk orang dulu, itu satu-satunya sarana hiburan, “ papar Bazruzzaman, serius.
Pendapat yang mengatakan bahwa kenduri blang itu budaya India juga dibantah bantah oleh Rusdi Sufi. “Orang di sini agak aneh, apa-apa yang tidak ada dalam Islam dibilang budaya India. Padahal belum tentu ada budaya ini di sana,” ujar Rusdi, yang menjabat ketua Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh atau populer disingkat PDIA.
“Budaya ini telah lama ada, semenjak indatu (nenek moyang) kita dulu, jadi kenapa harus sekarang dipertanyakan,” lanjutnya. Pagi tanggal 30 Maret 2008, Khadijah pergi ke sawah sambil membawa sabit. Hari ini ia akan mulai memotong padi. Seminggu kemudian padi mulai dirontokkan atau dipisahkan dari tangkainya. Bau jerami pun menyeruak dari tengah sawah. Tanda panen baru saja selesai.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan sub bab-bab diatas dapat disimpulkan mengenai kenduri blang tersebut adalah sebagai berikut :
1) Kenduri Blang tersebut adalah sebuah adat atau tradisi masyarakat aceh yang telah di lahirkan oleh nenek moyang terdahulunya dan kenduri blang ini sangat bermanfaat bagi masyarakat aceh khusunya dan bagi masyarakat daerah lainnya.
2) Kenduri blang ini akan memuahkan hasil yang begitu bagus dan akan mendapatkan hasil yang begitu bagus dikarenakan sewaktu membuka lahan, menanam membasmi hama, dan sekaligus memetik hasil selalu bersama-sama dan perkerjaan ini akan memudahkan dan akhirnya mendapatkan hasil yang begitu bagus.
3) Kenduri blang merupakan kenduri yang sagat bagus dilaksanakan karena disini akan membentuk kekeluargaan dan akan saling mengenal satu sama yang lainnya.
4) Kenduri blang ini biasanya diadakan bagi orang-orang yang mempunyai penghasilan atau memiliki perekonomian yang tinggi sedangkan bagi masyarakat yang memiliki penghasilan yang rendah atau perekonomian yang kecil hanya bisa mengadakan kenduri kecil-kecilan dan sewaktu menanam itu akan dibantu oleh masyarakat setempat karena itu merupakan sebuah tradisi masyarakat aceh.

3.2 Saran
Adapun yang dapat saya sarankan dari penelitian dalam bentuk kecil adalah sebagai berikut :
1) Timbulnya efek negative bagi siswa yang mengikuti kenduri blang tersebut adalah tidak baik, dan bagi orang tua sebaiknya tidak membolehkan anak mereka untuk tidak hadir ke sekolah dan kepada kepala sekolah atau guru kelas sekalaian seharusnya tidak membolehkan bagi siswa yang tidak hadir karena alas an kenduri blang tersebut.
Inilah yang dapat saya sembahkan dalam penelitian bentuk kecil mengenai kenduri blang tersebut, disini memang banyak kekuranggan dan kurang memuaskan bagi pembaca, dan saya mohon tambahan dan saran bagi pembaca, dan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan anugrah dan rahmatnya kepada kita semuanya. Amin…

DAFTAR PUSTAKA

Bahagia Ishak. 2009. Penelitian Kebudayaan Aceh. Alumnus Pendidikan Jurnalisme Sastrawi Kantor Berita Pantau Jakarta.

Khiththati, 2009. Enaknya Kenduri Blang. Kontributor Aceh Feature di Aceh. Institut Agama Islam Negeri Ar Raniry.

http://www.acehfeature.org/index.php/site/detailartikel/591/Kenduri-Blang/

http://iskandarnorman.multiply.com/journal/item/15

www.serambinews.com

http://ns2.acehpedia.org/Troen_U_Blang

http://www.rakyataceh.com/index.php?open=view&newsid=20649&tit=Berita%20Utama%20-%20%20Petani%20Babahrot%20Gelar%20Kenduri%20Blang

http://www.jkma-aceh.org/haba/?p=925

http://www.acehprov.go.id/Berita/1.8.2639/Warga-Blang-Makmur-Gelar-Kenduri-Bungong-Kayee

http://www.acehblogger.org/Kuah_Blang

Daftar Lampiran

KUESIONER

APAKAH MAKNA DARI KENDURI BLANG TERSEBUT BAGI SISWA DISEKOLAH

Darussalam, Banda Aceh 2011

Petunjuk Untuk Menjawab Kuesioner ini.
Jawablah pertandaan dibawah ini sesuai dengan pemahaman anda tentang kenduri Blang.
A. Kuesioner Untuk Orang Tua

1) Mengapa Anak/siswa sekolah di haruskan untuk mengikuti kenduri blang tersebut?
2) Mengapa orang tua membolehkan anak tidak hadir kesekolah sewaktu kenduri Blang?
3) Apakah makna kenduri Blang tersebut bagi siswa?
4) Apakah Kepala sekolah atau para guru juga membolehkan untuk menghadiri kenduri Blang tersebut.
5) Apa keuntunggan kenduri Blang bagi masyarakat setempat?
6) Bagaimanakah segi negatifnya kenduri Blang tersebut dimata masyarakat?

B. Kuesioner Untuk Anak/Murid Sekolah

1) Apakah kamu senang bila kenduri Blang tersebut dilaksanakan? Mengapa begitu?
2) Apakah kamu ingin kenduri Blang itu dilaksanakan setiap bulannya? Mengapa begitu?
3) Apakah yang dapat kamu pahami dari kenduri Blang tersebut?
4) Bagaimana menurut mu, jika kepala sekolah tidak mengijinkan kamu untuk mengikuti kenduri Blang tersebut? Coba kamu ceritakan

Jawaban Kuesioner
A. Kuesioner Dari Orang Tua
1. Kenduri Blang adalah sebuah tradiri kami, untuk melanjutkan tradisi ini, kami harus mengajak anak dan para tetangga agar melaksanakan kenduri blang tersebut, karena merekalah penerus tradisi atau adat kami tersebut
2. Jawaban ada di nomor satu.
3. Adapun makna dari kenduri Blang disisi mata kami adalah pertama :
a. Dia dapat membuat masyarakat bersatu dan saling mengenal satu sama lainnya,
b. Dia bisa menumbuhkan rasa persaudaraan dan dikala pengutipan hasil akan lebih bermakna dan lebih menumbuhkan hasil.
4. Ya, mereka memang kami sudah sepakati untuk tidak menghadirkan dan memberikan izin kepada siswa yang mengikuti kenduri Blang tersebut, karena disini bukan berarti kami memaksa para guru tersebut, tetapi kami hanya minta izin kepada guru-guru dan kepada kepala sekolah tersebut.
5. Jawaban di nomor tiga.
6. Seginegatifnya kenduri blang tersebut tidak begitu menumbuhkan keburukan bagi masyarakat malahan lebih banyak segi positifnya, karena disini adanya timbul rasa kasih dan sayang diantara sesama masyarakat dikecamatan tersebut.

B. Kuesioner Untuk Murid/siswa
1. Sangat senang, disana saya dapat menikmati makanan dan dapat berkumpul dengan masyarakat yang banyak sebelumnya jarang dilakukan oleh masyarakat kecuali diadakannya kenduri tersebut.
2. Iya, karena kenduri blang adalah sebuah kekeluargaan bagi saya secara individu dan sangata menarik bagi saya.
3. Saya bisa mendapatkan sebuah tradisi dan mendapatkan pelajaran tambahan dari kelas, walaupun dikelas saya tidak mendapatkan pelajaran yang tidak saya ikutin hari ini.
4. Kami memang sebelumnya kalau sudah mengetahui kenduri blang besok diadakan kami meminta izin kepada kepala sekolah, dan kepada para guru pengajar besoknya, tapi jika itupun tidak diberikan peluang, kami tidak hadir besoknya