Pelatihan (Employee Training Program)

Pengertian Pelatihan (Employee Training Program)

Employee training atau lebih kita kenal dengan program pelatihan adalah program-program untuk memperbaiki kemampuan melaksanakan pekerjaan secara individual, kelompok, dan atau berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi.[1]

Menurut Hadari Nawawi, dalam bukunya “SDM Untuk Bisnis Yang Kompetitif” menyatakan pelatihan adalah proses melengkapi para pekerja dengan keterampilan khusus atau kegiatan membantu para pekerja dalam memperbaiki pelaksanaan pekerja yang tidak efesien.[2]

Sementara menurut Mutiara S Panggabean, dalam bukunya “Manajemen SDM” menyatakan Pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan sekarang. Sebagai contoh pelatihan dapat digunakan untuk mengoperasikan mesin baru kepada mekanis baru, atau tentang cara menjual produk kepada tenaga penjual baru dan tentang cara bagaimana melaksanakan interview dan menilai karyawan kepada penyelia baru.[3]

Sedangkan menurut Anggela Thomas dalam bukunya “Coaching For Staff Development, Pelatihan Untuk Pengembangan Karyawan” dijelaskan pelatihan merupakan satu cara terpenting yang dilakukan oleh para manajer untuk merangsang pengembangan karyawannya.[4]

Adapun di kalangan barat pelatihan diartikan sebagaimana pandangan- pandangan berikut yang dikutip dalam jurnal manajemen, Menurut Gomes Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi  tanggung jawabnya.

 Adapun menurut Garry Dessler, pelatihan adalah proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka sedangkan menurut John R. pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan dan meningkatkan yang berkaitan dengan pekerjaan.[5]

Dari semua uraian pengertian di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya pelatihan merupakan sebuah usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan baik baru maupun sudah lama bekerja, perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat adanya perubahan lingkungan kerja strategis dan lain sebagainya.

Pelatihan pada dasarnya juga berarti proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melakasanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang lebih efektif pada masa sekarang, misalnya karena masuknya teknologi baru yang belum dikuasai oleh para pekerja yang harus mempergunakannya.[6]

Karakteristik Pelatihan (Employee Training Program )

Ada beberapa karakteristik yang membuat pelatihan efektif, yaitu:

  1. Top manajer (pimpinan puncak), menunjukkan sikap memahami dan menerima bahwa pelaksanaan pelatihan termasuk pengembangan adalah tanggung jawabnya atau tanggung jawab perusahaan.
  2. Pelatihan dilaksanakan berdasarkan pendekatan yang komprehensif dan sistematik. Pendekatan sistemik dan komprehensif bermakna juga bahwa kegiatan pelatihan harus dilaksanakan secara kontinyu dan berulang-ulang.
  3. Pelatihan sangat tergantung pada strategi dan tujuan bisnis, yang dijabarkan menjadi kegiatan bisnis, yang kemudian menjadi sumber bagi proses penyusunan analisis pekerjaan atau jabatan
  4. Pimpinan puncak dan para manajer lainnya menerima komitmen untuk menempatkan kegiatan pelatihan sama pentingnya dengan kegiatan bisnis lainnya yang memerlukan penyediaan anggaran dengan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan.[7]

Berdasarkan karakteristik pelatihan di atas berarti bahwa program pelatihan harus difokuskan pada usaha meningkatkan kemampuan para pekerja yang secara bersama mampu mewujudkan strategi bisnis yang kompetitif, yaitu:

  1. Mampu merespon dengan cepat
  2. Mampu melakukan inovasi berupa gagasan baru dalam bisnis
  3. Mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas barang atau jasa yang merupakan produk lini perusahaan.
  4. Mempunyai kemampuan mereduksi pembiayaan dengan perhitungan pembiayaan yang rendah dan keuntungan yang maksimum.[8]

Ada beberapa alasan penting mengapa perlu mengadakan pelatihan yaitu:

  1. Karyawan yang baru direkrut seringkali belum memahami secara benar bagimana melakukan pekerjaan
  2. Perubahan lingkungan kerja dan tenaga kerja, perubahan-perubahan di sini meliputi perubahan-perubahan dalam teknologi proses seperti munculnya teknologi baru atau munculnya metode kerja baru. Perubahan dalam tenaga kerja seperti beragamnya tenaga kerja yang memiliki latar belakang keahlian, nilai sikap yang berbeda yang memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka terhadap pekerjaan.
  3. Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Saat ini daya saing perusahaan tidak bisa lagi hanya mengandalkan aset modal yang dimiliki, tetapi juga harus sumber daya manusia yang menjadi elemen paling penting untuk meningkatkan daya saing, sebab sumber daya manusia merupakan aspek penentu utama daya saing yang langgeng.
  4. Menyesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada. Misalnya standar pelaksanaan pekerjaan yang dikeluarkan oleh asosiasi industri dan pemerintah untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan atau kesehatan kerja.[9]

Jenis dan Metode Pelatihan

Ada beberapa jenis dan metode pelatihan, di antaranya:

  • Jenis pelatihan (employee training program )

Pada dasarnya program pelatihan prespektifnya sangat luas meskipun secara definitif dapat dibedakan sebagai berikut:

Jenis Pelatihan mikro

Pelatihan ini diselenggarakan oleh dan untuk lingkungan/perusahaan sendiri, sesuai kebutuhannya dalam meningkatkan kemampuan para pekerja dalam melaksanakan seluruh beban atau volume kerja agar dapat mewujudkan eksistensinya secara maksimal.

Jenis Pelatihan tingkat makro

Pelatihan ini diselenggarakan bersama oleh dua atau lebih perusahaan yang memiliki kebutuhan yang sama dalam usaha meningkatkan kemampuan kerja para pekerja masing-masing.[10]

  • Metode pelatihan (employee training program)

Adapun metode pelatihan itu sendiri pada dasarnya ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk pelatihan dan pengembangan dan yang mana dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu: On the job training dan off the job training

  1. On the job training (latihan sambil kerja)

On the job training meliputi semua upaya melatih karyawan untuk mempelajari suatu pekerjaan sambil mengerjakannya ditempat kerja yang sesungguhnya.

On the job training meliputi program magang, rotasi pekerjaan dan understudy atau coaching.[11]

  1. Program magang

Program magang menggabungkan pelatihan dan pengalaman pada pekerjaan dengan instruksi yang didapatkan dari ruang kelas. Seorang karyawan baru ditugaskan pada karyawan yang ada saat ini selama jangka waktu yang ditentukan. Selama periode tersebut karyawan baru bekerja di bawah pengawasan anggota organisasi regular dan diharapkan setahap demi setahap memperoleh keahlian yang berkaitan. Magang digunakan secara luas pada tenaga kerja manual dan pekerjaa-pekerjaan keahlian tangan seperti dalam pengoperasian komputer.

  1. Rotasi pekerjaan

Karayawan berpindah dari satu jenis pekerjaan sejenis pekerjaan lain dalam jangka waktu yang direncanakan.[12] Ini merupakan salah satu cara pengembangan karyawan. Dengan rotasi jabatan seseorang karyawan ditugaskan memegang jabatan yang berbeda dari satu waktu ke waktu yang lain, selain karyaan memahami pelaksanaan bebagai tugas, agar mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang luas mengenai berbagai jabatan dan bidang operasional dan pengelolaan bank.

Adapun manfaat rotasi pekerjaan itu sendiri antara lain:

  1. Memberikan latar belakang umum tentang pekerjaan dan organisasi
  2. Menggalakkan kerja sama antar departemen karena manajer telah melihat berbagai sisi persoalan
  3. Secara periodis dipaparkan sudut pandang yang segar kepada berbagai unit
  4. Meningkatkan fleksibilitas organisasional melalui pembentukan sumber daya manusia yang luas.[13]
  1. Understudy atau coaching

Yaitu teknik pengembangan yang dilakukan dengan praktik langsung dengan orang yang sudah berpengalaman.

Adapun manfaat penggunaan metode on the job training yaitu:

  1. Relatif biayanya murah.
  2. Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas-tugas yang disimulasikan.
  3. Karyawan mendapatkan instruksi-instruksi dari karyawan senior/penyelia yang berpengalaman.
  4. Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya di bawah kondisi normal dan tidak membutuhkan fasilitas pelatihan khusus
  5. Pelatihannya informal, relatif tidak mahal, dan mudah dijadwalkan
  6. Pelatihan dapat menciptakan hubungan kerjasama antara karyawan dan pelatihan.
  7. Program ini membantu memotivasi kerja yang kuat.[14]

Meskipun demikian, terdapat pula kelemahan potensial pada program on the job training antara lain:

  1. Pelatih mungkin tidak bermotivasi untuk melatih atau memikul tanggung jawab untuk latihan sehigga pelatihan dapat menjadi serampangan.
  2. Pelatih mungkin melakukan pekerjaan dengan baik namun kurang memiliki kemampuan melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.
  3. Pelatih mungkin tidak memiliki waktu dan menghapuskan elemen yang penting dari proses pelatihan.
  4. Selain itu on the job training mungkin tidak efektif apabila dibandingkan program pelatihan terstruktur karena karyawan yang berkeahlian sangat tinggi digunakan sebagai pelatih dan pelatihan biasanya dilakukan secara satu persatu.
  5. Off the job training

Yaitu pelatihan dan pengembangan dilaksanakan pada lokasi terpisah dengan tempat kerja. Program ini memberikan individu dengan keahlian dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pada waktu terpisah dari waktu kerja reguler mereka, misalnya:

  1. Training instruksi pekerjaan

Pendaftaran masing-masing tugas dari jabatan bersama dengan titik- titik kunci untuk memberikan latihan langkah demi langkah kepada karyawan

  1. Pembelajaran terpogram (programmed learning).[15]

Yaitu suatu program sistematik untuk mengajarkan ketrampilan mencakup penyajian pertanyaan atau fakta, memungkinkan orang itu untuk memberikan tanggapan dan memberikan peserta belajar untuk dilaksanakan tentang kecermatan jawabannya.

  1. Vestibule training

Merupakan training yang dilakukan dalam suatu ruangan khusus terpisah dari tempat kerja biasa dan disediakan yang sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.

  1. Management game

Dalam metode ini disajikan kepada penatar masalah-maslah perusahaan secara tertulis kemudian penatar menganalisis kasus tersebut secara pribadi, mendiagnosis masalah dan menyampaikan penemuan dan pemecahannya di dalam sebuah diskusi. Penatar dibagi ke dalam kelompok-kelompok di mana masing-masing kelompok bersaing dalam simulasi pasar.

  1. Seminar

Metode ini bertujuan mengembangkan keahlian, kecakapan peserta untuk menilai dan memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat orang lain (pembawa makalah). Peserta dilatih agar dapat mempersepsi dan mengevaluasi serta memberikan saran- saran, menerima atau menolak pendapat atau usulan-usulan orang lain.[16]

  1. Permainan peran (role playing)

Penatar memainkan peran tertentu di mana diberikan sesuatu permasalahan dan bagaimana seandainya penatar tersebut menangani permasalahan yang ada. Teknik ini dapat digunakan mengubah sikap penatar. Seperti misalnya menjadi lebih toleran terhadap perbedaan individual dan juga dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan untuk berhubungan dengan orang lain (antar pribadi).

  1. Pengajaran melalui komputer

Menggunakan komputer untuk memudahkan training di mana menggunakan program yang disesuaikan dengan tingkat kecepatan seseorang dalam menyelesaikan suatu masalah.[17]

 

  1. Manfaat dan Tujuan Employee Training Program

Adapun manfaat dan tujuan employee training program adalah sebagai berikut:

  1. Manfaat pelatihan (employee training program)

Sebagaimana kita ketahui bahwa pelatihan yang diberikan oleh perusahaan mempunyai manfaat yang besar pada perkembangan perusahaan di antaranya:

  1. Meningkatkan kinerja karyawan yang telah memiliki potensi dalam mengerjakan tugas perusahaan.
  2. Meningkatkan kompetensi antar karyawan untuk mencapai target perusahaan.[18]

Sementara Manullang, Seperti dikutip dalam jurnal manajemen memberikan batasan tentang manfaat nyata yang dapat diperoleh dengan adanya program pelatihan yang dilaksanakan oraganisasi atau perusahaan terhadap karyawannya, antara lain:

  1. Meningkatkan rasa puas karyawan
  2. Pengurangan pemborosan
  3. Mengurangi ketidakhadiran dan turn over karyawan
  4. Memperbaiki metode dan sistem kerja
  5. Menaikkan tingkat penghasilan
  6. Mengurangi biaya-biaya lembur
  7. Mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin
  8. Mengurangi keluhan-keluhan karyawan
  9. Mengurangi kecelakaan kerja
  10. Memperbaiki komunikasi
  11. Meningkatkan pengetahuan karyawan
  12. Memperbaiki moral karyawan
  13. Menimbulkan kerja sama yang baik.[19]

Manfaat lain yang diperoleh dari pelatihan kerja yang dilaksanakan oleh setiap organisasi atau perusahaan menurut Supri Hartono dalam jurnal Manajemen, antara lain:

  1. Kenaikan produktivitas baik kualitas maupun kuantitas

Tenaga kerja dengan program pelatihan diharapkan akan mempunyai tingkah laku yang baru sedemikian rupa sehingga produktivitas baik dari segi jumlah maupun mutu dapat meningkat.

  1. Kenaikan moral kerja
  2. Menurunnya pengawasan
  3. Menurunnya angka kecelakaan
  4. Kenaikan stabilitas dan fleksibilitas tenaga kerja

Stabilitas disini diartikan dalam hubungan dengan pergantian sementara karyawan yang tidak hadir atau keluar.

  1. Mengembangkan pertumbuhan pribadi. [20]
  1. Tujuan pelatihan (employee training program)

Adapun tujuan umum daripada pelatihan menurut Moekijat antara lain sebagai berikut:

  1. Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerja dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat dan lebih efektif.
  2. Untuk mengembangkan pekerjaan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.
  3. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kerjasama dengan teman-teman, pegawai, dan pimpinan.[21]

Sementara tujuan menurut Mutiara S. Panggabean lebih detail dijelaskan tujuan pelatihan pada umumnya dilakukan untuk kepentingan tiga pokok yaitu meliputi: karyawan, perusahaan, dan konsumen.

  1. Bagi karyawan
  2. Memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan karyawan
  3. Meningkatkan mental karyawan, dengan ketrampilan dan keahlian yang sesuai dengan pekerjaannya, mereka akan antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
  4. Memperbaiki kinerja.

Karyawan yang bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan keterampilan dapat diminimalkan melalui program pelatihan dan pengembangan.

  1. Membantu karyawan dalam menghadapi perubahan-perubahan baik perubahan struktur organisasi, teknologi, maupun sumber daya manusianya.

Melalui pelatihan dan pengembangan karyawan diharapkan dapat secara efektif menggunakan teknologi baru. Manajer di semua bidang harus secara konstan mengetahui kemajuan teknologi yang membuat organisasi berfungsi secara lebih efektif.

  1. Peningkatan karier karyawan

Dengan pelatihan dan pengembangan kesempatan untuk meningkatkan karier menjadi besar karena keahlian, keterampilan, dan prestasi kerja lebih baik.

  1. Meningkatkan jumlah balas jasa yang dapat diterima karyawan.

Dengan pelatihan dan pengembangan maka keterampilan semakin meningkat dan prestasi kerja semakin baik dan gaji juga akan meningkat karena kenaikan gaji didasarkan prestasi.[22]

  1. Bagi Perusahaan
  1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya manusia dengan pelatihan dan pengembangan perusahaan melakukan upaya bersama untuk secara benar mendapatkan sumber daya manusia yang memenuhi kebutuhan perusahaan.
  2. Penghematan pelatihan dan pengembangan dapat mengurangi biaya produksi karena pelatihan dan pengembangan dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan karyawan (teknis, manusia, dan konseptual). Jika karyawan lebih terampil, maka bekerjanya lebih cepat selesai, penggunaan bahan baku lebih hemat, dan bisa menggunakan mesin-mesin dengan baik sehingga tidak cepat aus.
  3. Mengurangi tingkat kerusakan dan kecelakaan

Dengan pelatihan dan pengembangan dapat dikurangi kerusakan barang-barang, produksi, mesin-mesin dan tingkat kecelakaan karyawan karena keterampilan karyawan telah meningkat. Hal ini dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.

  1. Memperkuat komitmen karyawan

Organisasi yang gagal menyediakan pelatihan dan pengembangan akan kehilangan karyawan yang berorientasi pencapaian yang merasa frustasi karena merasa tidak ada kesempatan untuk promosi dan akhirnya memilih keluar untuk mencari perusahaan lain yang menyediakan pelatihan bagi kemajuan karier mereka.

  1. Bagi konsumen
  1. Konsumen akan memperoleh produk yang lebih baik dalam hal kualitas dan kuantitas.
  2. Meningkatkan pelayanaan karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya tarik yang sangat penting bagi rekan perusahaan yang bersangkutan. Ini berarti bahwa dengan adanya pelatihan dan pengembangan akan memberikan manfaat yang lebih baik bagi konsumen. Mereka dapat memperoleh produk pelayanan yang lebih baik pada waktunya.[23]

Sebagaimana halnya dengan setiap pelaksanaan dari sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan, maka pelatihan perlu dikelola dengan baik agar dapat mencapai tujuan. Pada dasarnya pengelolaan terdiri atas tiga tahapan  kegiatan di antaranya melalui: perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian.

Dalam kaitannya dengan pelatihan maka tahapan kegiatannya terdiri atas:

  1. Analisis kebutuhan

Tujuan dari analisis kebutuhan adalah:

  1. Mengidentifikasi ketrampilan prestasi kerja khusus yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas
  2. Menganalisis karakteristik peserta untuk menjamin bahwa program tersebut cocok untuk tingkat pendidikan, pengalaman, dan keterampilan, begitu juga sikap dan motivasi seseorang.
  3. Mengembangkan pengetahuan khusus yang dapat diukur dengan objektif dalam tahapan ini harus ada keyakinan bahwa penurunan kinerja dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan bukan disebabkan ketidakpuasan terhadap kompetensi.

Adapun teknik utama menentukan kebutuhan training adalah dengan melakukan analisis berikut:

  1. Analisis tugas

 Analisis ini digunakan untuk menentukan kebutuhan akan pelatihan bagi karyawan. Dalam hal ini dibutuhkan informasi tentang uraian pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan.

  1. Analisis prestasi kerja

 Analisis ini ditujukan untuk menilai kinerja karyawan dan untuk menetapkan pelatihan apakah yang dibutuhkan untuk mengatasi penurunan prestasi kerja itu atau dapatkah prestasi karyawan ditingkatkan dengan cara lain misalnya rotasi kerja.

  1. Rancangan instruksional

Dalam tahapan ini, isi yang sebenarnya dari pelatihan harus disiapkan dan dibuat termasuk kertas kerja, latihan-latihan, dan kegiatan-kegiatannya.

  1. Kumpulan sasaran instruksional, metode, media, gambaran, dan urutan, isi contoh latihan dan kegiatan. Organisasikanlah dari semua itu ke dalam sebuah kurikulum yang mendukung teori pelajaran dewasa dan menyajikan sebuah cetak biru untuk pengembangan program.
  2. Pastikanlah semua bahan, seperti naskah video, pedoman pemimpin dan buku kerja peserta, saling melengkapi, ditulis secara jelas dan dicampur menjadi satu pelatihan yang dicocokkan langsung dengan sasaran belajar yang ditetapkan.
  3. Tanganilah secara hati-hati dan profesional semua unsur program-program apakah direproduksi pada kertas, film, pita, rekaman untuk menjamin mutu dan efektivitas.
    • Validasi
  4. Dalam tahapan ini pelatihan diperkenalkan dan divalidasi sebelum disajikan pada peserta. Revisi akhir ini perlu dilakukan untuk menjamin bahwa program ini dapat berhasil.
  5. Sajikan ikhtisar dari tugas.
  6. Mulailah dari yang diketahui ke yang tidak diketahui, dari yang mudah ke yang sulit.
  7. Sesuaikan kecepatan penyajian dengan perbedaan perorangan.
  8. Bicarakan seluruh tugas dan jelaskan setiap tahapannya.
  9. Mintalah penatar menceritakan kepada instruktur tentang apa yang harus dilakukan.
    1. Implementasi

Sesudah menetapkan kebutuhan pelatihan dan tujuannya, maka progam pelatihan dapat diimplementasikan. Hal-hal yang lain perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan mencakup hal-hal di bawah ini, seperti:

  1. Peserta

Peserta yang akan mengikuti pengembangan dari suatu perusahaan adalah karyawan baru dan lama, baik tenaga operasional dan karyawan manajerial.

  1. Karyawan baru yaitu karyawan yang baru diterima bekerja pada perusahaan itu. Mereka diberi pengembangan agar memahami, terampil dan ahli dalam mengerjakan pekerjaannya, sehingga para karyawan itu dapat bekerja lebih efisien dan efektif pada jabatan atau pekerjaannya. Pengembangan karyawan baru ini perlu dilaksanakan agar teori dasar yang telah mereka kuasai dapat diimplikasikan secara baik dalam pekerjaannya.
  2. Karyawan lama yaitu karyawan lama yang oleh perusahaan ditugaskan untuk mengikuti pengembangan seperti pada Balai Pusat latihan Kerja. Pengembangan karyawan lama ini dilaksanakan karen tuntutan pekerjaan, jabatan, perluasan perusahaan, penggantian mesin lama dengan mesin baru, metode kerja diperbarui persiapan untuk promosi dan sebagainya.
  3. Pelatih

Pelatih adalah seseorang atau tim yang memberikan latihan pendidikan kepada karyawa. Pelatih (trainer) ini memberikan peranan penting terhadap kemajuan kemampuan para karyawan yang akan dikembangkan. Pelatih yang akan melakukan pengembangan berasal dari dalam atau internal, luar atau eksternal, gabungan internal dan eksternal.

  1. Evaluasi

Setelah peserta pelatihan menyelesaikan kegiatan mereka, maka progam ini dapat dievaluasi untuk melihat seberapa baik sasaran itu telah dicapai.

Hambatan Employee Training Program

Seperti kita ketahui bahwa pelatihan bukan sebuah ketrampilan yang mudah, tetapi terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat keberhasilan pelatihan itu sendiri. Menurut Anggela Thomas dalam bukunya “Catching for Staff Development” Hambatan/kendala yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan program pelatihan antara lain:

  1. Peran kurang jelas

Ketidakjelasan mengenai apa sesungguhnya yang dilibatkan baik dari segi keterampilan maupun kegiatan-kegiatan pelatihan. Dan kurangnya pemahaman, dapat menimbulkan pertanyaan siapa sesungguhnya harus yang bertanggung jawab dalam pelatihan. Sebagai gambaran atasan terkadang tidak memiliki pengertian mendalam tentang apa yang harus dilakukannya dalam pelatihan, kapan dan bagaimana melakukannya. Sehingga tidak ada kepastian mengenai seberapa banyak penyuluhan, pengarahan dan dukungan sosio- emosional yang dibutuhkan akibatnya besar kemungkinan atasan gagal membuat evaluasi tampilan bawahan pada saat sekarang dan kesanggupannya membawakan tugas.[24]

  1. Gaya manajemen kurang sesuai

Gaya manajemen merupakan pola perilaku konsisten yang digunakan oleh atasan saat bekerja bersama dan melalui orang lain, atasan mengembangkan kebiasaan bertindak yang untuk selanjutnya akan dapat diduga oleh mereka yang bekerja bersamanya. Tak mustahil mereka merasa khawatir bila kebiasaan tersebut harus diubah ataupun diganti. Suatu situasi yang menimbulkan perasaan kurang aman bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Kepercayaan terhadap bawahan seringkali dipengaruhi oleh pandangan atasan mengenai tabiat atau sifat manusia besarnya pengawasan atau kebebasan yang diberikan oleh atasan kepada bawahan sering kali tergantung pada anggapan atasan terhadap bawahan, apakah mereka malas, tidak dapat diandalkan dan tidak bertanggung jawab, atau sebaliknya kreatif, memiliki motivasi dan mampu berinsiatif, di lain pihak sikap yang ditunjukkan oleh bawahan sangat tergantung pada harapan dan keinginan mereka; apakah mereka menginginkan atasan dengan jiwa kepemimpinan yang kuat dan apakah mereka akan menunjukkan kemandirian, ketergantungan, inisiatif dan kreativitas, oleh karenanya atasan perlu menyesuaikan dan mengubah perilaku serta keyakinan mereka tentang manusia bila ingin menikmati keberhasilan dalam pelatihan.[25]

Apa yang diharapkan oleh atasan dari bawahan, serta perlakuan yang ditujukkan oleh atasan terhadap bawahan sangat menentukan kemajuan dan kinerja. Pelatihan mempertegas hubungan yang terjalin antara atasan dan bawahan sekaligus perilaku dan harapan kedua belah pihak. Terjadinya benturan dalam hal ini akan mengakibatkan timbulnya ketegangan.

  1. Kesulitan dalam kontak pribadi secara langsung

Pelatihan melibatkan pengarahan dengan kontak pribadi secara langsung. Hal ini seringkali menimbulkan kesulitan bagi seorang atasan yang tidak terbiasa melakukan hubungan tatap muka satu lawan satu dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya hal ini terjadi karena atasan atau bawahan merasa takut kehilangan privasi bila berdekatan dengan seseorang baik secara fisik maupun emosional.

Kemudian muncul rasa takut bahwa situasi seperti ini akan dapat membongkar kekurangannya, baik yang berkaitan dengan pengetahuan teknis maupun keahlian khususnya, alasan lain juga dikarenakan atasan akan merasa cemas kehilangan presepsi kekuasaannnya di mata bawahan, suatu kelebihan yang membuat dirinya memperoleh kerelaan dan kepercayaan dari bawahan, sekaligus rasa khawatir kan kehilangan kehormatan dan loyalitas.

Sementara bila dalam suatu situasi pelatihan atasan memanfaatkan terlalu banyak kekuasaan, bawahan akan semakin tidak mampu menunjukkan kemandiriannya. Dalam situasi seperti ini mungkin bawahan akan menunjukkan reaksi kurang berinisiatif, kurang tanggap, dan kurang menggunakan akal sehatnya sekaligus enggan mengemukakan saran atau gagasan kreatif. Akibatnya atasan akan menjadi frustrasi dan memaksakan gagasannya bukan sebaliknya memberikan kesempatan bawahannya untuk belajar. Bila demikian keadaannya maka bawahan akan kehilangan kesempatan mengembangkan potensinya, dengan begitu atasan secara tidak langsung mengambil dengan paksa peluang bawahan untuk berkembang dan suasana percaya diri, andal diri, dan mandiri sekaligus mengambil kesempatannya untuk mendapatkan pengalaman.[26]

  1. Keterampilan komunikasi tidak memadai

Keterampilan komunikasi tulis dan lisan sangat penting dalam situasi pelatihan keberhasilan dan kegagalan atasan sebagai pelatih bergantung pada kemampuan mereka dalam menyampaikan pikiran, perasaan, dan kebutuhan. Atasan seharusnya juga dapat menerima upaya para bawahan untuk melakukan hal serupa. Atasan yang cenderung bertele-tele, di samping memberikan instruksi dan penjelasan ala kadarnya akan menimbulkan suasana yang membingungkan dan menghambat komunikasi. Keadaan ini akan memaksa bawahan mengambil keputusan tanpa memiliki fakta yang mencukupi. Besar kemungkinan atasan akan gagal dan tidak berniat mengungkapkan pengalaman ataupun pengetahuan pribadinya, yang sekiranya dapat membantu bawahan untuk belajar (dengan kata lain meningkatkan presepsi mereka tentang permintaan atasan) secara akurat.

  1. Kurangnya motivasi atau kemauan

Seorang bawahan harus siap dan bersedia menerima atasan sebagai pelatih kedua belah pihak harus menganggap pelatihan sebagai proses meraih tujuan dan peningkatan yang bertujuan mengembangkan keterampilan dalam suatu lokasi kerja. Bila kejelasan kedua belah tidak terlihat dengan jelas. Stress dan kekhawatiran, keinginan menarik diri, kejengkelan atau benturan lain dapat terjadi. Bila atasan tidak memberikan alasan-alasan sesi pelatihan, bawahan akan melihat pelatihan sebagai sarana yang digunakan atasan untuk melampiaskan kemarahan, untuk melawan dan melecehkan dirinya. Situasi ini dapat muncul bila usia bawahan lebih tua atau sebaliknya lebih muda, atau bila ia tidak memiliki rasa percaya diri, kurang menghargai diri sendiri atau mempunyai citra buruk tentang dirinya sendiri.[27]

  1. Tekanan dalam pekerjaan

Pada umumnya sebagian besar bawahan ada yang termotivasi untuk bekerja dengan baik namun ada pula yang tidak, kesulitan ini timbul karena sarana pembangkit motivasi yang dipilih tidak sesuai kebutuhan perorangan yang dimaksudkan pada saat yang sama. Sebagai pelatih, atasan mempunyai tugas tambahan menciptakan lingkungan yang bermotivasi bagi bawahan, namun dengan organisasi yang kian diperamping dan pekerjaan semakin menyusut ataupun diintegrasikan, kesulitanpun semakin membengkak.

Kesetiaan profesionalitas dari bawahan lebih dilandasi loyalitas pribadi dari pada terhadap organisasi, dari beberapa pengalaman bila seseorang berbicara tentang pekerjaannya ia akan memberikan gambaran dari segi kegiatannya bukan dari segi jabatannya. Oleh karena itu motivasipun akan lebih banyak ditumpukan pada keinginan menguasai pengetahuan, keterampilan baru, dan mendapatkan kesempatan dalam mengambil keputusan bukan untuk mendapatkan promosi ke jenjang manajer.[28]

  1. Melakukan kesalahan

Sekalipun dalam kenyataannya orang dapat memetik pelajaran dari sebuah kesalahan, baik atasan maupun bawahan takut mengakui dan melakukan kesalahan, dan cenderung akan menyembunyikan rapat-rapat padahal seandainya kesalahan itu diakui lebih awal, akan lebih banyak waktu dan tenaga yang diselamatkan, membangun kepercayaan dalam hubungan pelatihan akan menyingkirkan situasi seperti ini.

  • Bawahan yang menyulitkan

Bawahan yang menunjukan sikap kurang berkemauan dan bekerja tidak seperti seharusnya dapat mengambil manfaat dari masukan yang diberikan oleh atasannya, yaitu informasi bahwa sejumlah hal dapat mempengaruhi sikap atasan. Bila digunakan secara benar masukan merupakan suatu mekanisme pengawasan yang dapat membantu bawahan mengubah perilakunya, setelah itu atasan dapat menerapkan disiplin membangun yang diarahkan pada penyelesaian masalah sebagai proses belajar yang dapat memberikan kesempatan bagi bawahan untuk dapat mengembangkan diri secara positif. Sekalipun demikian terkadang atasan justru akan menghadapi bentuk perlawanan baru atau sikap permusuhan dari pihak bawahan. Jika atasan merasa frustrasi dan berbalik memusuhi ini akan menghambat respon yang diharapkan.[29]

[1]Hadari Nawawi, SDM Untuk Bisnis Yang Kompetitif (Yogyakarta: Gadjahmada University, 2001), cet. III, hlm.208

[2]Ibid, hlm. 209

[3]Mutiara S. Panggabean, Menejemen SDM, 2002 (Bogor: Ghalia Indonesia), cet. I, hlm. 41

[4]Angela M Thomas, Coaching for Staff Development Pelatihan Untuk Pengembangan Karyawan (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 11

[5]Jurnal Managemen “Managemen Sumber Daya Manusia”, Jakarta: journal-sdm.blogspot.com, Jum’at, hlm.1

[6] Op.cit, hlm. 216

[7] Op.cit, hlm. 218

[8]Op.cit, hlm. 219

[9]Jurnal managemen “Managemen Sumber Daya Manusia ” Jakarta: journal-sdm.blogspot.com, Jum’at , 25 Juni, 2010, hlml.10

[10]Hadari Nawawi, opcit, hlml. 217

[11]Mutiara S. Panggabean, Ibid, hlm. 45

[12] Mutiara S. Panggabean, Ibid, hlm. 46

[13] Mutiara S. Panggabean, Ibid, hlm. 46

[14]Mutiara S. Panggabean, Ibid, hlm. 47

[15]Mutiara S. Panggabean, Ibid, hlm. 47

[16]Mutiara S. Panggabean, Ibid, hlm. 48- 49

[17]Mutiara S. Panggabean, Ibid, hlm. 49

[18]Ubaydillah, “Manfaat Pelatihan Bagi Karyawan” Bandung: www.1071klitef.com, sabtu, 26 juni,2010, hlm.1

[19]Jurnal Manajemen “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Jakarta: journal-sdm.blogspot.com, Jum’at, 25 Juni, 2010, hlm. 11

[20]Jurnal manajemen “Manajemen Sumber Daya Manusia”Jakarta: journal-sdm.blogspot.com, Jum’at , 25 Juni, 2010,opcit hlm.12

[21]Jurnal manajemen “Manajemen Sumber Daya Manusia”, Jakarta: journal-sdm.blogspot.com, Jum’at , 25 Juni, 2010,opcit, hlm.9

[22] Mutiara S. Panggabean, Ibid, hlm.41

[23] Mutiara S. Panggabean, Ibid, hlm.42

[24] Anggela M Thomas, opcit, hlm. 39-40

[25]Anggela M Thomas, Ibid, hlm.40-41

[26]Anggela M Thomas, Ibid, hlm. 41

[27]Anggela M Thomas, Ibid, hlm.44

[28]Anggela M Thomas, Ibid, hlm. 45

[29] Anggela M Thomas,Ibid, hlm.46