Pandangan Kontruktivisme Dalam Pendidikan

Pandangan Kontruktivisme | Konstruktivisme dalam pendidikan menurut Sutawijaya (Rahmawati, 2005:5) merupakan suatu aliran psikologi kognitif yang memandang bahwa suatu pengetahuan dipelajari oleh individu melalui proses membangun. Individu membangun pengetahuan untuk mempelajari di dalam pikirannya. Aliran ini memberikan pandangan bahwa dalam pembelajaran lebih diberikan penekanan kepada siswa daripada guru. Artinya bahwa siswa diberikan keleluasan dalam mengeluarkan ide-ide dalam pikiran mereka. Pandangan ini sesuai dengan pernyataan Setiawan (2004:28) yang menyatakan bahwa:

Dalam teori Kontruktivisme, siswa lebih diberi tempat dari pada guru. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa merupakan pusat pembelajaran (student center). Konstruktivisme menekankan bahwa mendorong inisiatif siswa merupakan bagian yang sangat penting dilakukan oleh seorang pendidik atau guru. Bodner mengatakan bahwa ‘siswa membangun pemahaman sendiri, mereka bukan sebagai cermin dan mencerminkan apa yang dilakukan atau apa yang dibaca, melainkan siswa akan mencari dan mencoba menemukan aturan-aturan  sendiri dan menyusun kasus yang terjadi di dunia, bahkan tanpa diberikan bimbingan sekalipun’.

Menurut  Hikson (Rahmawati, 2005:5) menyatakan bahwa “pembelajaran matematika berdasarkan konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip tersebut terbangun kembali”. Selain itu aliran konstruktivisme menurut Susilo (Rahmawati, 2005:5) menyatakan bahwa:

Implikasi pendekatan pembelajaran konstruktivisme dalam setiap pembelajaran mempunyai penekanan pada ketrampilan berpikir secara kritis, analisis, komparatif, generalitatif, hipotetik, dan devergen. Implikasi pandangan kontruktivis dalam pembelajaran matematika adalah proses membangun pemahaman siswa dengan kemampuan sendiri. Kemampuan tersebut diperoleh melalui pengalaman belajar yang dimiliki siswa sebelumnya. Untuk memahami suatu konsep dalam matematika melalui kegiatan sehari-hari dalam melibatkan pengalaman kongkritnya, siswa perlu mengembangkan idenya, keyakinannya dalam belajar sehingga kemampuan kognitif siswa berkembang.

Seorang guru menurut pandangan konstruktivisme dalam melaksanakan suatu pengajaran harus memunculkan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang ada di lingkungan dan memberikan pemahaman baru kepada siswa. Seorang guru juga harus mampu merancang strategi pengajaran yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh siswanya. Selain itu guru juga harus memberikan semangat kepada siswanya agar mereka mampu menganalisa, menginterpretasikan dan meramalkan informasi yang diharapkan, dan memberikan permasalahan-permasalahan yang sifatnya terbuka (Open-Ended Question), artinya bahwa seorang guru harus mampu memberikan soal-soal yang membuat siswa-siswanya terangsang untuk mandiri dan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan oleh guru. Hal ini sesuai dengan pernyataan  Setiawan (2004:29) yang menyatakan bahwa:

Menurut pandangan kontrukstivisme seorang pendidik dalam melaksanakan pengajaran harus memunculkan kegiatan-kegiatan, yaitu: (1) Memfokuskan pengajaran pada keterkaitan antara fakta dan pemberian pemahaman baru kepada siswa. (2) Merancang strategi pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. (3) Memberikan semangat kepada siswa untuk menganalisa, menginterpretasi, dan meramalkan informasi yang diharapkan. (4) Memberikan Open-Ended question kepada siswa, dan  (5) Mendorong siswa agar dapat bertukar pikiran dengan siswa lain.

Dengan demikian berdasarkan pada kegiatan-kegiatan di atas, pendekatan Open-Ended memungkinkan siswa mengkontruksi pengetahuannya sebagaimana yang dikemukakan  oleh Sa’diyah (Rahmawati, 2005:6) yang menyatakan  bahwa “pembelajaran Open-Ended memungkinkan siswa berkembang kreativitasnya sehingga siswa diharapkan berpikir logis dan kritis. Selain itu memberi pengalaman kepada siswa dalam menemukan atau mencari hal-hal baru dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan penalaran matematis yang telah ada sebelumnya”.