MODUL PERKULIAHAN PANCASILA

MODUL PERKULIAHAN

PANCASILA

Pancasila Sebagai Dasar Negara

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
EKONOMI MANAJEMEN 04 90037 Dr. Dadan Anugrah, M.Si
Abstract Kompetensi

Para pendiri bangsa telah berhasil merumskan Pancasila sebagai dasar negara yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Dasar negara mengandung pengertian bahwa, seluruh aspek kehdupan bernegara harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagaimana yang termuat dalam Batang Tubuh UUD 1945.
Mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mampu memahami dan menjelaskan secara akademis tentang Pancasila sebagai dasar negara
2. Mampu memahami dan menjelaskan kaitan antara Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan Batang Tubuh UUD 1945.
3. Mampu mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

MODUL 4
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa
untung yang kudapat nanti dari Republik ini, j
ikalau aku berjuang dan berkorban
untuk mempertahankannya”.
(Pidato HUT Proklamasi 1956 Bung Karno).

Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah,
tapi perjuanganmu akan lebih sulit
karena melawan bangsamu sendiri.

Janganlah mengira kita semua sudah cukup
berjasa dengan segi tiga warna.
Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk
pekerjaan kita belum selesai! Berjuanglah terus
dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.
(Pidato HUT Proklamasi, 1950 Bung Karno)

A. Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan, citacita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia. Pokokpokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia karena bersumber dari pandangan hidup dan dasar negara, yaitu Pancasila. Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.
Hubungan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang memuat Pancasila dengan batang tubuh UUD NRI tahun 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan penyebab keberadaan batang tubuh UUD NRI tahun 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI tahun 1945 merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan dijabarkannya pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang bersumber dari Pancasila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja merupakan suatu cita-cita hukum, tetapi telah menjadi hukum positif. Sesuai dengan Penjelasan UUD NRI tahun 1945,
Pembukaan mengandung empat pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam batang tubuh. Keempat pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut.
1) Pokok pikiran pertama berintikan ‘Persatuan’, yaitu; “negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
2) Pokok pikiran kedua berintikan ‘Keadilan sosial’, yaitu; “negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”.
3) Pokok pikiran ketiga berintikan ‘Kedaulatan rakyat’, yaitu; “negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”.
4) Pokok pikiran keempat berintikan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, yaitu; “negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab’ .
Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliran pengertian negara persatuan diterima dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945, yaitu negara yang melindungi bangsa Indonesia seluruhnya. Negara, menurut pokok pikiran pertama ini, mengatasi paham golongan dan segala paham perorangan. Demikian pentingnya pokok pikiran ini maka persatuan merupakan dasar negara yang utama. Oleh karena itu, penyelenggara negara dan setiap warga Negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau perorangan.
Pokok pikiran kedua merupakan causa finalis dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang menegaskan tujuan atau suatu cita-cita yang hendak dicapai. Melalui pokok pikiran ini, dapat ditentukan jalan dan aturan-aturan yang harus dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar sehingga tujuan atau cita-cita dapat dicapai dengan berdasar kepada pokok pikiran pertama, yaitu persatuan. Hal ini menunjukkan bahwa pokok pikiran keadilan social merupakan tujuan negara yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensi logis yang menunjukkan bahwa sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan.
Menurut Bakry , aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. Kedaulatan rakyat dalam pokok pikiran ini merupakan sistem negara yang menegaskan kedaulatan sebagai berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis, yaitu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Pokok pikiran ini juga mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang luhur dan berbudi pekerti kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran keempat Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan asas moral bangsa dan negara .
MPR RI telah melakukan amandemen UUD NRI tahun 1945 sebanyak empat kali yang secara berturut-turut terjadi pada 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9 November 2001, dan 10 Agustus 2002. Menurut Rindjin (2012: 245-246), keseluruhan batang tubuh UUD NRI tahun 1945 yang telah mengalami amandemen dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: pertama, pasal-pasal yang terkait aturan pemerintahan negara dan kelembagaan negara; kedua, pasal-pasal yang mengatur hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial; ketiga, pasal-pasal yang berisi materi lain berupa aturan mengenai bendera negara, bahasa negara, lambang negara, lagu kebangsaan, perubahan UUD, aturan peralihan, dan aturan tambahan Berdasarkan hasil-hasil amandemen dan pengelompokan keseluruhan batang tubuh UUD NRI tahun 1945, berikut disampaikan beberapa contoh penjabara. Pancasila ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.
1. Sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara
a. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum.
Negara hukum yang dimaksud adalah Negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan (akuntabel). Berdasarkan prinsip negara hukum, penyelenggara negara tidak saja bertindak sesuai dengan hukum tertulis dalam menjalankan tugas untuk menjaga ketertiban dan keamanan, namun juga bermuara pada upaya mencapai kesejahteraan umum, kecerdasan kehidupan bangsa, dan perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia.
b. Pasal 3 Ayat (1): Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang- Undang Dasar; Ayat (2): Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; Ayat (3): Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang- Undang Dasar.
Wewenang atau kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagaimana disebutkan pada Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3) di atas menunjukkan secara jelas bahwa MPR bukan merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dan lembaga negara tertinggi. Ketentuan yang terkait dengan wewenang atau kekuasaan MPR tersebut juga menunjukkan bahwa dalam ketatanegaraan Indonesia dianut sistem horizontal-fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling mengawasi antarlembaga negara.
2. Hubungan antara negara dan penduduknya yang meliputi warga negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
a. Pasal 26 Ayat (2): Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Orang asing yang menetap di wilayah Indonesia mempunyai status hukum sebagai penduduk Indonesia. Sebagai penduduk, maka pada diri orang asing itu melekat hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (berdasarkan prinsip yuridiksi teritorial) sekaligus tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hokum internasional yang berlaku umum (general international law).
b. Pasal 27 Ayat (3): Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) tersebut bermaksud untuk memperteguh konsep yang dianut bangsa dan Negara Indonesia di bidang pembelaan negara, yaitu bahwa upaya pembelaan negara bukan monopoli TNI, namun juga merupakan hak sekaligus kewajiban setiap warga negara.
c. Pasal 29 Ayat (2): Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pasal 29 ayat (2) tersebut menunjukkan bahwa negara menjamin salah satu hak manusia yang paling asasi, yaitu kebebasan beragama. Kebebasan beragama bukanlah pemberian negara atau golongan tetapi bersumber pada martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan.
d. Pasal 31 Ayat (2): Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
Ayat (3): Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pendidikan dasar menjadi wajib dan bagi siapa pun yang tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan sanksi.
Sementara itu, pemerintah wajib membiayai kewajiban setiap warga negara dalam mendapatkan pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa setiap warga berpartisipasi dalam proses pencerdasan kehidupan bangsa. Ketentuan ini juga mengakomodasi nilai-nilai dan pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius dan tujuan sistem pendidikan nasional, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
e. Pasal 33 Ayat (1): Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Asas kekeluargaan dan prinsip perekonomian nasional dimaksudkan sebagai rambu-rambu yang sangat penting dalam upaya mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia. Dasar pertimbangan kepentingannya tiada lain adalah seluruh sumber daya ekonomi nasional digunakan sebaik-baiknya sesuai dengan paham demokrasi ekonomi yang mendatangkan manfaat optimal bagi seluruh warga negara dan penduduk Indonesia.
f. Pasal 34 Ayat (2): Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Dari ketentuan pasal 34 ayat (2) tersebut dapat diperoleh pengertian bahwa sistem jaminan social merupakan bagian upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state) sehingga rakyat dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
3. Materi lain berupa aturan bendera negara, bahasa negara, lambang negara, dan lagu kebangsaan
a. Pasal 35 Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
b. Pasal 36 Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
c. Pasal 36A Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
d. Pasal 36B Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya. Bendera, bahasa, lambang, dan lagu kebangsaan merupakan simbol yang mempersatukan seluruh bangsa Indonesia di tengah perubahan dunia yang tidak jarang berpotensi mengancam keutuhan dan kebersamaan sebuah negara dan bangsa, tak terkecuali bangsa dan negara Indonesia (MPR RI, 2011: 187). Dalam pengertian yang simbolik itu, bendera, bahasa, lambang, dan lagu kebangsaan memiliki makna penting untuk menunjukkan identitas dan kedaulatan negara dan bangsa Indonesia dalam pergaulan internasional.

B. Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan Negara Dalam Bidang Politik, Ekonomi, Sosial Budaya Dan Hankam
Pokok-pokok pikiran persatuan, keadilan sosial, kedaulatan rakyat, dan Ketuhanan Yang Maha Esa yang terkandung dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan pancaran dari Pancasila. Empat pokok pikiran tersebut mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Penjabaran keempat pokok pikiran Pembukaan ke dalam pasal-pasal UUD NRI tahun 1945 mencakup empat aspek kehidupan bernegara, yaitu: politik, ekonomi, social budaya, dan pertahanan keamanan yang disingkat menjadi POLEKSOSBUD HANKAM. Aspek politik dituangkan dalam pasal 26, pasal 27 ayat (1), dan pasal 28. Aspek ekonomi dituangkan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34.
Aspek sosial budaya dituangkan dalam pasal 29, pasal 31, dan pasal 32. Aspek pertahanan keamanan dituangkan dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 (Bakry, 2010: 276).
Pasal 26 ayat (1) dengan tegas mengatur siapa-siapa saja yang dapat menjadi warga negara Republik Indonesia. Selain orang berkebangsaan Indonesia asli, orang berkebangsaan lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia yang disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara dapat juga menjadi warga negara Republik Indonesia. Pasal 26 ayat (2) menyatakan bahwa penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Adapun pada pasal 29 ayat (3) dinyatakan bahwa syarat-syarat menjadi warga negara dan penduduk Indonesia diatur dengan undang-undang.
Pasal 27 ayat (1) menyatakan kesamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Ketentuan ini menunjukkan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan tidak ada diskriminasi di antara warga negara baik mengenai haknya maupun mengenai kewajibannya.
Pasal 28 menetapkan hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, yang diatur dengan undang-undang. Dalam ketentuan ini, ditetapkan adanya tiga hak warga negara dan penduduk yang digabungkan menjadi satu, yaitu: hak kebebasan berserikat, hak kebebasan berkumpul, dan hak kebebasan untuk berpendapat.
Pasal 26, 27 ayat (1), dan 28 di atas adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan kemanusiaan yang adil dan beradab yang masingmasing merupakan pancaran dari sila keempat dan kedua Pancasila. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi kehidupan nasional bidang politik di negara Republik Indonesia.
Berdasarkan penjabaran kedua pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik harus berdasar pada manusia yang merupakan subjek pendukung Pancasila, sebagaimana dikatakan oleh Notonagoro (1975: 23) bahwa yang berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan adalah manusia. Manusia adalah subjek Negara dan oleh karena itu politik negara harus berdasar dan merealisasikan harkat dan martabat manusia di dalamnya. Hal ini dimaksudkan agar sistem politik negara dapat menjamin hak-hak asasi manusia.
Dengan kata lain, pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik di Indonesia harus memperhatikan rakyat yang merupakan pemegang kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Rakyat merupakan asal mula kekuasaan dan oleh karena itu, politik Indonesia yang dijalankan adalah politik yang bersumber dari rakyat, bukan dari kekuasaan perseorangan atau kelompok dan golongan, sebagaimana ditunjukkan oleh Kaelan (2000: 238) bahwa sistem politik di Indonesia bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wujud dan kedudukannya sebagai rakyat.
Selain itu, sistem politik yang dikembangkan adalah sistem yang memperhatikan Pancasila sebagai dasar-dasar moral politik. Dalam hal ini, kebijakan negara dalam bidang politik harus mewujudkan budi pekerti kemanusiaan dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketentuan ini memancarkan asas kesejahteraan atau asas keadilan sosial dan kerakyatan yang merupakan hak asasi manusia atas penghidupan yang layak.
Pasal 33 ayat (1) menyatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, sedangkan pada ayat (2) ditetapkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan pada ayat (3) ditegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ayat (1) pada pasal ini menunjukkan adanya hak asasi manusia atas usaha perekonomian, sedangkan ayat (2) menetapkan adanya hak asasi manusia atas kesejahteraan sosial.
Selanjutnya pada pasal 33 ayat (4) ditetapkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sesuai dengan pernyataan ayat (5) pasal ini, maka pelaksanaan seluruh ayat dalam pasal 33 diatur dalam undang-undang. Pasal 34 ayat (1) mengatur bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
Selanjutnya pada ayat (2) dinyatakan negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ketentuan dalam ayat (2) ini menegaskan adanya hak asasi manusia atas jaminan sosial.
Adapun pada pasal 34 ayat (4) ditetapkan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Pelaksanaan mengenai isi pasal ini, selanjutnya diatur dalam undang-undang, sebagaimana dinyatakan pada ayat (5) pasal 34 ini.
Pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34 di atas adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan keadilan sosial yang masing-masing merupakan pancaran dari sila keempat dan kelima Pancasila. Keduapokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan sistem ekonomi Pancasila dan kehidupan ekonomi nasional.
Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka pembuatan kebijakan negara dalam bidang ekonomi di Indonesia dimaksudkan untuk menciptakan sistem perekonomian yang bertumpu pada kepentingan rakyat dan berkeadilan. Salah satu pemikiran yang sesuai dengan maksud ini adalah gagasan ekonomi kerakyatan yang dilontarkan oleh Mubyarto, sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2000: 239), yaitu pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan, melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa. Dengan kata lain, pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan.
Dengan demikian, sistem perekonomian yang berdasar pada Pancasila dan yang hendak dikembangkan dalam pembuatan kebijakan negara bidang ekonomi di Indonesia harus terhindar dari sistem persaingan bebas, monopoli dan lainnya yang berpotensi menimbulkan penderitaan rakyat dan penindasan terhadap sesame manusia. Sebaliknya, sistem perekonomian yang dapat dianggap paling sesuai dengan upaya mengimplementasikan Pancasila dalam bidang ekonomi adalah sistem ekonomi kerakyatan, yaitu sistem ekonomi yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat secara luas.
Pasal 29 ayat (1) menyatakan negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Penjelasan Undang- Undang Dasar, ayat (1) pasal 29 ini menegaskan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Adapun dalam pasal 29 ayat (2) ditetapkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Ketentuan ini jelas merupakan pernyataan tegas tentang hak asasi manusia atas kemerdekaan beragama.
Pasal 31 ayat (1) menetapkan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Ketentuan ini menegaskan bahwa mendapat pendidikan adalah hak asasi manusia.
Selanjutnya pada ayat (2) pasal ini dikemukakan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya. Dari ayat (2) pasal ini diperoleh pemahaman bahwa untuk mengikuti pendidikan dasar merupakan kewajiban asasi manusia. Sebagai upaya memenuhi kewajiban asasi manusia itu, maka dalam ayat (3) pasal ini diatur bahwa pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam undang-undang. Demikian pula, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka dalam ayat (4) pasal 31 ini ditetapkan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) serta dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Dalam pasal 31 ayat (5) ditetapkan pula bahwa pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Pasal 32 ayat (1) menyatakan negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Ketentuan menegaskan mengembangkan nilai-nilai budaya merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya, ayat (2) pasal 32 menyatakan negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Pasal 29, pasal 31, dan pasal 32 di atas adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, dan persatuan yang masing-masing merupakan pancaran dari sila pertama, kedua, dan ketiga Pancasila. Ketiga pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidang kehidupan keagamaan, pendidikan, dan kebudayaan nasional.
Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikiran tersebut, maka implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang sosial budaya mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia harus diwujudkan dalam proses pembangunan masyarakat dan kebudayaan di Indonesia. Menurut Koentowijoyo, sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2000: 240), sebagai kerangka kesadaran,
Pancasila dapat merupakan dorongan untuk: 1) universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan struktur; dan 2) transendentalisasi, yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan, manusia, dan kebebasan spiritual. Dengan demikian, Pancasila sebagai sumber nilai dapat menjadi arah bagi kebijakan Negara dalam mengembangkan bidang kehidupan sosial budaya Indonesia yang beradab, sesuai dengan sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selain itu, pengembangan sosial budaya harus dilakukan dengan mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari fungsi Pancasila sebagai sebuah sistem etika yang keseluruhan nilainya bersumber dari harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Perbenturan kepentingan politik dan konflik sosial yang pada gilirannya menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia, seperti kebersamaan atau gotong royong dan sikap saling menghargai terhadap perbedaan suku, agama, dan ras harus dapat diselesaikan melalui kebijakan negara yang bersifat humanis dan beradab.
Pasal 27 ayat (3) menetapkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara. Dalam ketentuan ini, hak dan kewajiban warga negara merupakan satu kesatuan, yaitu bahwa untuk turut serta dalam bela negara pada satu sisi merupakan hak asasi manusia, namun pada sisi lain merupakan kewajiban asasi manusia.
Pasal 30 ayat (1) menyatakan hak dan kewajiban setiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ketentuan ini menunjukkan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara adalah hak dan kewajiban asasi manusia. Pada ayat (2) pasal 30 ini dinyatakan bahwa usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Selanjutnya pada ayat (3) pasal 30 ini juga dijelaskan bahwa Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, sebagai alat Negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Dalam ayat (4) pasal 30 dinyatakan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Ayat (5) pasal 30 menyatakan susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. Pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 di atas adalah penjabaran dari pokok pikiran persatuan yang merupakan pancaran dari sila pertama Pancasila. Pokok pikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidang pertahanan keamanan nasional.
Berdasarkan penjabaran pokok pikiran persatuan tersebut, maka implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang pertahanan keamanan harus diawali dengan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dengan demikian dan demi tegaknya hakhak warga negara, diperlukan peraturan perundangundangan negara untuk mengatur ketertiban warga Negara dan dalam rangka melindungi hak-hak warga negara. Dalam hal ini, segala sesuatu yang terkait dengan bidang pertahanan keamanan harus diatur dengan memperhatikan tujuan negara untuk melindungi segenap wilayah dan bangsa Indonesia.
Pertahanan dan keamanan negara diatur dan dikembangkan menurut dasar kemanusiaan, bukan kekuasaan. Dengan kata lain, pertahanan dan keamanan Indonesia berbasis pada moralitas kemanusiaan sehingga kebijakan yang terkait dengannya harus terhindar dari pelanggaran hak-hak asasi manusia. Secara sistematis, pertahanan keamanan negara harus berdasar pada tujuan tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Sila pertama dan kedua), berdasar pada tujuan untuk mewujudkan kepentingan seluruh warga sebagai warga negara (Sila ketiga), harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (Sila keempat), dan ditujukan untuk terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat (Sila kelima). Semua ini dimaksudkan agar pertahanan dan keamanan dapat ditempatkan dalam konteks Negara hukum, yang menghindari kesewenang-wenangan Negara dalam melindungi dan membela wilayah negara dan bangsa, serta dalam mengayomi masyarakat. Ketentuan mengenai empat aspek kehidupan bernegara, sebagaimana tertuang ke dalam pasal-pasal UUD NRI tahun 1945 tersebut adalah bentuk nyata dari implementasi Pancasila sebagai paradigma pembangunan atau kerangka dasar yang mengarahkan pembuatan kebijakan negara dalam pembangunan bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan di Indonesia. Berdasarkan kerangka dasar inilah, pembuatan kebijakan negara ditujukan untuk mencapai cita-cita nasional kehidupan bernegara di Indonesia.