Membombardir Penyakit Dengan Kesadaran Diri Sendiri

MEMBOMBARDIR PENYAKIT

DENGANKEDIRI (KESADARAN DIRI SENDIRI)

Oleh : Ardianta Gede Pamungkas

Hanya bisa berbaring di sebongkah papan besar yang dilapisi busa nan empuk. Hanya itulah yang dinda bisa kerjakan. Hanya karena pergaulannya yang salah menyebabkan dia harus merasakan jeritan tubuh setiap detiknya. Nama virus yang sering dieu-elukan oleh guru biologinya dahulu sekarang harus terngiang di telinganya setiap hari, bukan dari guru biologinya melainkan dari teman-teman bahkan keluarganya. HIV (Humman immune Virus) ikut ambil andil dalam system organ tubuhnya semenjak setahun lalu.

Memang kasus yang terjadi pada Dinda bukan semata-mata kasus demam yang hanya sehari sembuh. Penyakit yang dideritanya merupakan penyakit Top brand yang sampai abad tekhnologi ini belum mendapatkan penawarnya. HIV (Humman Immune Virus) merupakan virus yang menyerang system imun pada tubuh inangnya. Virus HIV membutuhkan sel-sel kekebalan kita untuk berkembang biak. Secara alamiah sel kekebalan kita akan dimanfaatkan, bisa diibaratkan seperti mesin fotocopy. Namun virus ini akan merusak mesin fotocopynya setelah mendapatkan hasil copy virus baru dalam jumlah yang cukup banyak. Sehingga lama-kelamaan sel kekebalan kita habis dan jumlah virus menjadi sangat banyak.

HIV merupakan bab pertama dari sebuah tulisan panjang sebuah riwayat penyakit kronis. Seperti tertulis sebelumnya HIV hanyalah seonggok virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia. Tahap selanjutnya dinamakan Periode Jendela. Proses tahapan ini dimulai saat HIV masuk ke dalam tubuh, hingga tubuh membentuk antibody terhadap HIV dalam darah.  Biasanya saat kondisi seperti ini, penderita tidak merasakan tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat. Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini. Tahap ini berjalan umumnya berkisar 2 minggu – 6 bulan dari saat virus pertama penetrasi kedalam tubuh penderita. Selanjutnya adalah HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun. Prosesnya berlangsung dengan  HIV yang berkembang biak dalam tubuh penderita. Ciri-ciri penderita tahap pertama adalah tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat, test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV. Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuh penderita dimana rata-rata berlangsung 8 tahun pada pasien di negara berkembang. Selanjutnya tahap ketiga adalah HIV Positif dimana penderita telah merasakan gejala, dengan ciri-ciri : sistem kekebalan tubuh semakin menurun, mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll. Pada umunya tahap ini berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuh penderita. Dan tahap terakhir adalah berkembang menjadi AIDS ( Acquired Immunno Deficiency Sindrome), dimana daya tahan tubuh penderita sudah mengalami penurunan sebesar 80%, sehingga menyebabkan berbagai virus serta bakteri sangat mudah menjangkiti organ maupun system organ penderita.

HIV (Humman Immune Virus) menjadi trendy di kalangan remaja semenjak abad modern ini. Hasil kepandaian manusia menjadi ikhwal dasar pengembangan HIV di dunia. Tekhnologi yang semakin maju menyebabkan banyak remaja menjadi beradat yang menyimpang, misalnya adat melayu yang terkontaminasi oleh adat barat. Ini menyebabkan degradasi moral serta gradien nalar remaja yang semakin miring ke sumbu negatif. Berdasarkan data dari aktivis kesehatan, hingga Maret 2007 ada 8.988 kasus AIDS dan 5.640 kasus HIV di Indonesia. Hal yang mengejutkan 57 persen kasus terjadi di usia remaja, yakni 15 tahun hingga 29 tahun. Sebagian besar, yakni 62 persen terinfeksi narkotika yang menggunakan jarum suntik dan 37 persen dari seks tidak aman.

Membaca angka-angka tersebut laksana melihat setan di siang bolong. Percaya tidak percaya. Angka yang mengejutkan tersebut setiap tahunnya berkembang menambah daftar panas korban-korban HIV/AIDS di badan statistika dunia. Bagaimana nasib generasi muda abad selanjutnya ? Mundur, statis, atau berkembang?

Selain penyakit AIDS yang berkembang di masyarakat, berbagai penyakit lain juga mengancam hidup dan kesejahteraan umat manusia adalah termasuk malaria, human papiilomma, Hepatitis B, dan masih banyak yang lainnya. Sebenarnya kunci semua problem tersebut adalah kesadaran diri sendiri bagi seluruh masyarakat global. Lao Tsu, filsuf Cina, pernah mengatakan, ”Menundukkan orang lain membutuhkan tenaga. Menundukkan diri kita sendiri membutuhkan kekuatan.” Jaman yang berkembang bukanlah menjadi alasan untuk moral yang menurun serta berbagai penyakit yang berkembang di masyarakat. Semua berasal dari kemampuan kita mengembangkan kesadaran diri kita masing-masing.

Mengapa kita perlu meningkatkan kesadaran diri? Berdasarkan jurnal dari seorang dosen Institut Sains dan Tekhnologi Akprind Jogjakarta menjawab bahwa, “ Yang pertama,  musuh terbesar kita adalah diri sendiri. Banyak hal yang dapat membuat kita lengah dan kurang waspada. Terjebak dalam rutinitas, berada di zona nyaman atau sikap yang terlalu bergantung pada orang lain. Hal itu membuat kita tidak siap menghadapi situasi darurat atau perubahan yang mendadak. Sebaliknya, sikap ambisi tak terkendali juga bisa membuat lupa diri dan berakibat fatal. Yang kedua adalah karena situasi di sekitar kita berubah setiap saat. Kehidupan kita bagaikan orbit alam semesta. Ketika bumi berputar pada porosnya, ia juga beredar mengelilingi matahari. Hidup kita berubah, situasi di sekitar juga berubah. Hidup adalah perubahan dan hidup adalah perjuangan. Perubahan selalu membawa dinamika dan perjuangan selalu membutuhkan kewaspadaan. Perubahan bisa menjadi sebuah kemajuan, jika diwaspadai dan disikapi dengan positif. Tapi perubahan akan menjadi musuh dan penghambat bagi kita yang tidak pernah mengantisipasi dan mewaspadainya.  Kesadaran diri membangun rasa tanggung jawab. Kesadaran diri berarti mengetahui dengan tepat apa yang sedang kita alami. Kesadaran diri menimbulkan respons dan sikap antisipasi. Sehingga kita mempersiapkan diri dengan baik menghadapi situasi yang sedang dan yang akan terjadi. Kesadaran diri secara positif membangun sikap tanggung jawab dalam diri kita. Hanya seorang yang bersedia mengambil tanggung jawablah yang mampu memenangkan peperangan.”

Memang kesehatan adalah salah satu aspek mendasar yang menjadi musim kemarau berkepanjangan bagi Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kesehatan menjadi prioritas utama dalam pemenuhan pembangunan sumber daya manusia di suatu Negara. Jika diumpamakan, kesehatan ibarat pondasi sebuah rumah dimana apabila pondasi yang dibentuk tidak memenuhi standar maka suatu rumah tidaklah dapat berdiri lama. Permasalahan kesehatan menjadi semakin pelik meskipun didukung dengan berbagai tekhnologi canggih yang berkembang pesat. Berbagai lembaga sosial maupun masyarakat sipil melakukan demonstrasi kepada pemerintah atas hak mereka terhadap pemenuhan kesehatan yang kurang baik. Akan tetapi, aksi seperti itu hanya akan mendorong kaki Negara untuk semakin mundur. Tidak sepantasnya masyarakat meminta tunjangan kesehatan yang tinggi, pengobatan gratis di rumah sakit, ataupun biaya pemenuhan obat-obatan dan perawatan bagi pasien rawat jalan.

Pemerintah dan Negara bukanlah sebuah bank dengan bunga setiap tahun, tapi sebuah brankas yang jarang bahkan tidak pernah diisi. Jika penuntutan masyarakat berlebih sedangkan pajak dan anggaran lainnya tidak dibayarkan, tak pelak lagi Indonesia akan mengalami kemunduran ekonomi, tidak lagi menjadi Negara berkembang, tetapi menjadi Negara mundur. Kendatipun demikian, pemerintah juga bukan berarti menjadi blok dibelakang perisai. Pemerintah harusnya juga bisa menjadi figur yang bagus bagaimana cara menyelesaikan atau solusi untuk permasalahan kesehatan rakyatnya.

Seperti mencari sisir diatas kepala sendiri. Pertanyaan yang dielu-elukan selama berabad-abad itu sesungguhnya memiliki jawaban di depan hidung kita sendiri. Permasalahan kesehatan tersebut memiliki obat paling mujarab yakni kesadaran diri sendiri. Kesadaran diri merupakan hal yang tidak nyata tapi khasiatnya melebihi obat yang dijual di luar negeri. Dimulai dari kesadaran akan merawat jiwa dan raga, merawat lingkungan fisik dan psikologis, serta menjaga keberlangsungan interaksi sosial. Semua itu menjadi kunci utama pencegahan masalah kesehatan di dunia global.

Hal tersebut juga berlaku untuk membombandir penyakit-penyakit berbahaya yang menjadi edemi ataupun epidemi di kalangan masyarakat. Melalui pengendalian emosi, penguasaan diri dan kedisiplinan kita dapat lebih memahami diri kita dan bagaimana cara memanfaatkan potensi luar biasa dalam diri kita sehingga kita menjadi manusia yang lebih cerdas secara spiritual. Bukan malah mengisi kekosongan waktu dengan pergaulan yang buruk atau menjadi sangat malas untuk membersihkan lingkungan prenatal. Hal-hal yang demikian harus segera dimulai dengan aksi KEDIRI (Kesadaran Diri Sendiri). Jadilah generasi muda yang terus melahirkan prestasi-prestasi gemilang bukan malah melahirkan daftar-daftar nama penderita penyakit-penyakit berbahaya di Badan Statistika Dunia.