MANUSIA, KEADILAN, TANGGUNG JAWAB, DAN KREATIVITAS BUDAYA

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [1.06 MB]

MANUSIA, KEADILAN, TANGGUNG JAWAB, DAN
KREATIVITAS BUDAYA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar (IBD)

Nama Kelompok
Atika (1115 05 ….)
Arie Istewening (1115 05 ….)
Dosbiner (1115 05 ….)
Milla Soraya (1115 05 1023)
Nining Parlina (1115 05 0004)

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2007

MANUSIA, KEADILAN, TANGGUNG JAWAB, DAN
KREATIVITAS BUDAYA

I. MANUSIA DAN KEADILAN

a. Pengertian dan jenis-jenis keadilan
Kata “Keadilan” adalah salah satu kata yang paling sering diucapkan jika orang bicara tentang hukum dan penegakan hukum, tetapi juga satu kata yang maknanya sendiri tidak begitu jelas diketahui oleh si pengucap kata “keadilan” itu. Dan seperti pengertian “hukum”, maka pengertian “keadilan”pun sangat bermacam-macam, apalagi jenis keadilan sendiri masih berbagai jenis.

Dalam bahasa Inggris, adil adalah “just” dan tidak adil adalah “unjust”. Keadilan sendiri adalah “justice”. Dan istilah “justice” juga berarti Hakim Agung. Mungkin karena para hakim agung ditempatkan sebagai simbol keadilan. Dan kenapa para hakim agung tidak dinamai “law” atau “legal”, melainkan “justice”, ini karena diharapkan, para Hakim Agung senantiasa mendasarkan putusannya pada keadilan, minimal berdasarkan konsep-konsep keadilan yang universal. (http://www.fajar.co.id/kolom/news.php?newsid=549)

Salah satu definisi “keadilan” adalah yang dikemukakan oleh Aristoteles, yang memberikan arti keadilan sebagai “memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya”. Contohnya, sebagai seorang guru besar yang dalam realitasnya masih aktif mengajar, maka menjadi hak saya untuk memperoleh tunjangan guru besar, sebesar yang ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku secara nasional. Sebagai seorang menteri dan pejabat eselon I, maka mereka berhak untuk mendapatkan uang representasi manakala mereka melakukan perjalanan dinas, dan jika menggunakan pesawat udara, maka mereka memperoleh biaya perjalanan dinas khusus. Manakala ada seorang pejabat eselon I, yang waktu dia menjabat ternyata tidak memperoleh segala fasilitas yang menjadi haknya, sesuai ketentuan yang berlaku secara nasional, maka berarti dia sudah diperlakukan secara tidak adil, dan seyogianya berhak menuntut haknya itu kepada pejabat atasannya yang menjegal hak bawahannya.

Keadilan adalah kata jadian dari kata “adil” yang terambildari bahasa Arab ‘adl”. Kamus-kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti “sama”. Persamaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat imaterial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan: (1) tidak berat sebelah/tidak memihak, (2) berpihak kepada kebenaran, dan (3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.

“Persamaan” yang merupakan makna asal kata “adil” itulah yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak”, dan pada dasarnya pula seorang yang adil “berpihak kepada yang benar” karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu “yang patut” lagi “tidak sewenang-wenang”. Keadilan diungkapkan oleh Al-Quran antara lain dengan kata-kata al-‘adl, al-qisth, al-mizan, dan dengan menafikan kezaliman, walaupun pengertian keadilan tidak selalu menjadi antonim kezaliman. ‘Adl, yang berarti “sama”, memberi kesan danya dua pihak atau lebih; karena jika hanya satu pihak, tidak akan terjadi “persamaan”.

Sedangkan menurut beberapa ulama pengertian adil itu berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya, menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang. Serta adil itu yaitu memberi hak setiap orang yang berhak tanpa lebih dan tanpa kurang sesama orang yang berhak dan menghukum orang yang jahat atau melanggar hukum setara dengan kesalahannya. Dari tiga pengertian tersebut dapatlah dirumuskan bahawa keadilan itu: menjamin hak individu (diri sendiri dan orang lain), menghapuskan kezaliman, melaksanakan hukum dengan saksama dan memastikan orang berkuasa tidak menyalahgunakan kuasa dan orang yang lemah tidak teraniaya. (http://www.al-azim.com/masjid/adil.html)

Aristoteles membedakan tiga jenis keadilan, yaitu : (a) keadilan distributif, yaitu memberikan sama yang sama, dan memberikan tidak sama yang tidak sama. Jadi PNS Gol. III di instansi A mendapat lungsum perhari sejumlah X, maka seluruh PNS yang bergolongan III di instansi manapun di seluruh Indonesia, harus mendapatkan lungsum perhari juga sejumlah X. (b) Keadilan komunikatif, yaitu penerapan asas proporsional atau dapat juga diartikan perlakuan dan pengakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban dalam memanfaatkan dan memelihara kepentingan bersama, biasanya digunakan dalam Hukum Bisnis, dan terakhir (c) Keadilan remedial, yaitu memulihkan sesuatu ke keadaan semula, biasanya digunakan dalam perkara gugatan ganti kerugian.

Keadilan juga dapat dibedakan ke dalam dua jenis : (a) keadilan restitutif, yaitu keadilan yang berlaku dalam proses litigasi di pengadilan, di mana fokusnya adalah pada pelaku. Bagaimana menghukum atau membebaskan pelaku. (b) keadilan restoratif, yaitu keadilan yang berlaku dalam proses penyelesaian sengketa non litigasi (Alternative Dispute Resolution), di mana fokusnya bukan pada pelaku, tetapi pada kepentingan “victims” (korban).

b. Unsur-Unsur Keadilan
(1) Kecurangan
Perilaku perbuatan, budi bahasa yang berdasarkan pada sifat buruk-tidak berdasarkan hati nurani norma sosial dan agama. Adapun jenis-jenis kecurangan yaitu diantaranya : (a) kecurangan peradaban, yaitu perlakuan yang tidak adil dengan berdasarkan perbedaan kodrat, hak-hak asasi, etnis dan agama. Contoh, adanya diskriminasi pada suku daerah tertentu atau pada salah satu agama. (b) kecurangan politik, yaitu perlakuan yang tidak sama terhadap sesama kekuatan politik. Contoh, adanya penipuan, pengancaman bagi eksistensi orang lain demi kepentingan politik individu.

(c) kecurangan perekonomian, yaitu perlakuan yang ingin memuaskan kebutuhan ekonominya sendiri. Contoh, ingin untung sendiri di tengah kerugian orang lain atau dapat disebut Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN). (d) kecuranagn lingkungan, yaitu perlakuan yang mengakibatkan dampak buruk yang besar terhadap lingkungan baik lingkungan alam maupun sosial. Contoh, Penebangan pohon yang berlebihan tanpa adanya penanaman kembali demi keuntungan pribadi. (e) kecurangan diri sendiri, yaitu perlakuan yang tidak adil terhadap diri sendiri. Contoh, tidak mengakui kesalahan yang diperbuat.

Padahal menurut Islam keadilan dan kezaliman boleh berlaku pada diri sendiri dan pada orang lain. Asas keadilan pada diri sendiri ialah iman, amal Soleh dan akhlak mulia dan asas kezaliman pada diri sendiri ialah kufur, maksiat dan akhlak yang hina. Selain itu setiap orang hendaklah menjaga hak, keperluan dan kehormatan diri sendiri yaitu hak keperluan dan kehormatan rohani dan jasmani. Sebab itu orang Islam di larang daripada membiarkan diri teraniaya. Lebih utama lagi, bagi menegakkan keadilan pada diri sendiri seseorang itu hendaklah berani mengakui kesalahan dirinya sendiri dan bersedia menerima akibat daripada kesalahan tersebut. Keadilan pada diri sendiri itu dapat dipelihara apabila seseorang itu mempunyai ilmu tentang yang benar (hak) dan yang salah (batil), tentang yang baik dan yang buruk, tentang yang berguna dan sia-sia. (http://www.al-azim.com/masjid/adil.html)

Dasar kecurangan itu terjadi karena disebabkan adanya godaan/hawa nafsu yang tidak terkendali dan merasa ingin lebih dari orang lain serta sifat buruk manusia : kebintangan-hukum rimba. Dari dasar kecurangan yang kerap terjadi di lingkungan sekitar maupun diri sendiri mengakibatkan dampak yang dapat merusak harkat dan martabat manusia, moral, sistem sosial/kehidupan, merusak/memusnahkan manusia, dan kreativitas budaya baik yang positif maupun negatif.

(2) Kejujuran
Perilaku perbuatan atau budi bahasa yang berdasarkan ketulusan, kelurusan hati, hati nurani, keikhlasan, keadilan, hukum dan norma agama. Dasar kejujuran dilandasi oleh hati nurani, norma sosial, adat istiadat, hukum, norma agama, ideologi, dan hasil renungan/etika. Dari dasar yang melandasi sebuah kejujuran akan meningkatkan kepercayaan diri yang besar bagi diri individu.

Kejujuran itu sendiri membawa kebermanfaatan yang utuh yakni dapat memengaruhi harga diri (jati diri) yang hakiki, memberi keberanian, menciptakan keadilan, dan menciptakan keselarasan hidup. Dengan hidup yang selalu diwarnai dengan kejujuran, seorang individu akan dapat hidup dengan nyaman dan dapat membentuk budaya yang baik di tengah masyarakat.

Untuk itu kejujuran perlu dipertahankan demi keselarasan hidup manusia. Walaupun tidak mudah dalam mempertahankan arti sebuah kejujuran, namun hal itu perlu diusahakan. Berikut ini beberapa cara dalam mempertahankan kejujuran yaitu diantaranya taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, ikhlas dalam berbagai kegiatan, kasih sayang, dan waspada, artinya tidak setiap kejujuran menghasilkan kebaikan, adakalanya dalam batas tertentu ketidakjujuran sangat diperlukan.

(3) Pemulihan Nama Baik
Nama baik adalah gelar atau sebutan kehormatan dalam tingkah laku, perbuatan, budi bahasa, pergaulan, kedisiplinan dan cara memperlakukan orang lain dengan berdasarkan hati nurani, norma sosial, dan hukum agama (moral). Pemulihan nama baik berarti mengembalikan nama yang tercela atau tidak terpuji ke nama baik tersebut. Adapun dasar-dasar mengapa seseorang perlu adanya pemulihan nama baik, yaitu :
Manusia makhluk bermoral : manusia mempunyai kesadaran moral (kodrat moral) dan sebagai hasil renungan.
• Hedonisme : tujuan hidup utama mencari kesenangan. Dimana kesenangan jasmani seringkali menimbulkan rasa takut dan kesenangan yang tertinggi adalah kesenangan yang dapat menentramkan.
• Utilitarianisme : baik-buruk manusia diukur dari manfaat dirinya maupun bagi orang lain.
• Religionisme (keagamaan) : baik-buruk diukur dari pengalaman agamanya (taqwa).
• Ideologi : pandangan hidup yang menjadi dasar (tatanan) kehidupannya.

Disamping manusia mempertahankan nama baiknya, adapun seorang individu terkadang melakukan penyimpangan akhlak yang dapat membawa nama buruk bagi dirinya. Hal-hal yang menyebabkan manusia melakukan penyimpangan akhlak yaitu diantaranya karena hawa nafsu, godaan akhlak, derajat (pangkat), harta, wanita, godaan halus (berkesan mewujudkan kesempurnaan hidup ideal-namun dalam praktiknya untuk menindas, menipu, menjerumuskan orang lain) serta karena kekuatan, pengaruh, ilmu (adigang, adigung, adiguna).

Untuk itu cara pemulihan nama baik sebenarnya tidak sukar dilakukan, dengan meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ramah terhadap siapapun, rajin bekerja dan belajar, berbudi darma, serta jujur dalam menjalani kehidupan. Hal ini dapat membawa hidup seseorang lebih tentram. Dengan hidup tentram, individu dapat memperkecil gangguan penyakit. Tidak hanya itu saja, dampak pemulihan nama baik membuat manusia lebih dipercaya orang lain, artinya berangkat dari hal ini pergaulan, komunikasi, kerjasama dapat berjalan dengan baik serta meningkatkan kreativitas budaya, keselarasan hidup individu, masyarakat, dan hukum tuhan.

(4) Pembalasan
Reaksi atas perbuatan orang lain terhadap dirinya dengan perbuatan yang serupa atau seimbang. Hal yang mendasari dari sebuah pembalasan adalah norma, nilai-nilai yang diyakini kebenarannya, ikatan persahabatan, menghormati hak dan kewajiban, hak asasi manusia (hidup, kemerdekaan, perlindungan hukum, memiliki, berfikir, berpendapat, beragama, berpendidikan, bekerja/jaminan hidup). Sehingga dari semua hal ini menimbulkan dampak seperti; kesadaran akan hak dan kewajiban, menyampaikan persepsi, menumbuhkan berbagai sikap, serta dapat menumbuhkan kreativitas budaya.

Hak dan Kewajiban
Pengertian Hak:
Hak adalah wewenang moral untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu (Austin Fagothey).
Unsur-unsur yang penting dalam meninjau keadaan hak:
• Subyek hak-hak bukan hanya seorang, tetapi golongan-golongan yang dapat merupakan badan hukum. Misalnya lembaga perkumpulan, maskapai, perseroan, masyarakat, dsb.
• Yang bersangkut paut dengan sesuatu hak, ini timbul karena hak tiap manusia akan menimbulkan kewajiban orang lain untuk memenuhinya, sehingga orang itu bersangkut paut dengan hak tersebut.
• Materi hak, yaitu yang menjadi tujuan atau obyek hak manusia.
• Asas hak atau alasan untuk hak konkrit yaitu suatu kenyataan bahwa orang bersifat manusia (kepribadian, hak bawaan) atau peristiwa sejarah yang bersifat kebetulan (hak yang diperoleh).

Pengertian kewajiban
Kewajiban adalah keharusan moral untuk melakukan sesuatu atau meninggalkannya. Hak dibatasi oleh kewajiban; tidak ada hak tanpa kewajiban dan tidak ada kewajiban tanpa hak.

Macam-macam kewajiban manusia:
• Kewajiban terhadap Tuhan Yang Maha Esa
• Karena kita mengakui dan beriman kepada Tuhan, maka kita harus menjalankan kewajiban sebagai makhlukNya seperti beribadah dan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.
• Kewajiban terhadap diri sendiri
• Yaitu kewajiban untuk mencapai tujuan akhir dengan mengadakan perbuatan-perbuatan moral yang baik.
• Kewajiban manusia terhadap masyarakat
• Manusia mempunyai kewajiban umum untuk mengembangkan kepandaian pembawaan dan untuk memperoleh kebijakan yang perlu. Sebagai makhluk sosial manusia memiliki kewajiban untuk membantu sesama manusia yang ada di sekelilingnya (masyarakat)

II. MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

a. Pengertian Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesanggupan menanggung risiko atas segala perbuatan yang dilakukan –sesuai kodrat yang dimilikinya. Tanggung jawab didasari oleh kesadaran, pengabdian, dan pengorbanan. Dan ketiga hal tersebut dapat disebut tipologi tanggung jawab.

(1) Kesadaran
Sikap, perbuatan, dan tingkah laku yang didasarkan pada dorongan hati nuraninya tanpa tekanan, perintah, atau paksaan dari orang lain. Wujud kesadaran terdiri dari :
• Kesadaran moral : mewujudkan kebaikan berdasarkan perilaku, sikap, budi bahasa yang dilakukan sehingga terbebaskan dari rasa bersalah, rasa takut, rasa lapar, tertekan.
• Kesadaran intelektual : upaya mengamalkan kemampuan intelektualnya-sekalipun tidak ada dorongan dari luar dirinya.
• Kesadaran sosial : kemampuan dan kesanggupan diri untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas sosial. Dalam hal ini terjadi keterikatan sosial yaitu antara norma dan nilai.
• Kesadaran keluarga : kemampuan dan kesanggupan menanggung risiko sebagai anggota kelurga. Terjadi karena ikatan cinta kasih, kasih sayang, kebutuhan, darah. Dan ini dapat diwujudkan dengan kesadaran menjaga nama baik, menjaga keselamatan dan kesejahteraan.
• Kesadaran diri : kesadaran bertuhan/berketuhanan Tuhan Yang Maha Esa dengan dasar penciptaan/kodrat, agama, kebutuhan dll.
• Kesadaran berbangsa dan bernegara : kesanggupan menaggung risiko sebagai warga negara dengan dasar ikatan hukum, hak dan kewajiban bernegara dan membela negara.

Dampak dari kesadaran bertanggung jawab diantranya :
• Kesadaran I + M + hukum Tuhan
• Mencegah kekerasan, kejahatan, kecuranagn, kesewenang-wenangan
• Menumbuhkan berbagai sikap (tenggang rasa, kemadirian, ketentraman)
• Menumbuhkan suasana yang aman
• Menimbulakn berbagai kreativitas budaya yang dapat memupuk kesadaran tanggung jawab

(2) Pengabdian
Pengabdian adalah perihal atau hal-hal yang berhubungan dengan mengabdi (WJS. Poerwodarminto). Sedangkan mengabdi adalah suatu penyerahan diri kepada “suatu” yang dianggap lebih, biasanya dilakukan dengan ikhlas; bahkan diikuti pengorbanan. Dalam literatur yang lain menjelaskan bahwa pengabdian adalah kemampuan (kesanggupan) menaggung risiko atas perbuatan, sikap, yang dijalaninya dengan berbagai kebaikan pikiran, pendapat, pemberian harta benda, tenaga dan lain-lain, dengan tujuan untuk membahagiakan objek pengabdian, tanpa pamrih- untuk kebesaran, kejayaan, kesucian yang menjadi sasaran pengabdian. Adapun yang mendasari dari sebuah pengabdian yaitu; kepatuhan, ketaatan, penciptaan, kebutuhan, cinta kasih, keadilan, kebajikan, kebesaran, dan kesetiaan. Serta munculnya pengabdian karena adanya rasa tanggung jawab, baik terhadap Tuhan, diri sendiri, masyarakat, dan Negara. Maka dari itu wujud dari pengabdian itu dapat berupa :
• Pengabdian kepada keluarga : karena cinta kasih, kebutuhan dan kesadaran. Contoh: sebagai seorang anak baiknya mematuhi peraturan yang terdapat di dalam sebuah keluarga.
• Pengabdian kepada masyarakat : Timbul karena kesadaran manusia dibesarkan dan hidup dalam masyarakat sehingga sebagai perwujudan tanggung jawabnya, sehingga tahu akan kebutuhan serta hak dan kewajibannya, kemudian melakukan pengabdian juga pengorbanan. Contohnya mahasiswa LPTK yang telah lulus, kemudian berusaha memajukan pendidikan di desanya dengan mendirikan sekolah walaupun tanpa imbalan apapun ia lakukan demi kemajuan desanya.
• Pengabdian kepada bangsa/negara : Timbul karena seseorang merasa ikut bertanggung jawab terhadap kelestarian Negara dan demi persatuan dan kesatuan bangsa serta karena ikatan kewarganegaraan, bela negara, rasa cinta tanah air. Contoh: dalam usaha untuk merebut kembali Irian Barat dari penjajahan Belanda, banyak pemuda yang mendaftarkan diri menjadi sukarelawan.
• Pengabdian kepada Tuhan : Yaitu penyerahan diri secara penuh terhadap Tuhan dan merupakan perwujudan tanggung jawabnya yang juga diikuti pengorbanan. Serta karena kepatuhan, ketaatan, ketaqwaan, sadar akan balasan /keadilan Tuhan. Contoh: Umat Islam melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari; melakukan zakat; kurban, dsb untuk pengabdian kepada Tuhan YME.

Dalam bukunya (Habib Mustopo, 1989) ada pengabdian dalam wujud yang lain yaitu:
• Pengabdian terhadap Raja: Yaitu suatu penyerahan diri secara ikhlas kepada rajanya, karena dianggap yang melindunginya; walaupun sekarang jarang terjadi. Contoh: seorang gadis dengan sukarela mau dijadikan selir oleh rajanya.
• Pengabdian terhadap harta: Yaitu terjadi karena seseorang memandang bahwa harta yang menghidupinya, sehingga tindakan-tindakannya semata-mata demi harta, akibatnya ia diperbudak oleh harta. Contoh: seseorang yang hidupnya mengumpulkan kekayaan semata tanpa beramal dan menolong orang lain.

Jadi, dengan melihat pengertian maupun macam-macam pengabdian/ pengorbanan; hakikat pengabdian adalah usaha untuk memikul tanggung jawab dan melaksanakan kewajiban sebagai manusia.

(3) Pengorbanan
Kemampuan/kesanggupan memberikan harta benda, pikiran, tenaga, jiwa-raga dalam kondisi terbaiknya secara ikhlas tanpa mengharapkan balasan materi. Adapun yang mendasari dari sebuah pengorbanan yaitu; cinta kasih, ikatan kesetiaan, kebenaran/kejujuran, agama. Wujud dari pengorbanan itu dapat berupa :
• Pengorbanan bagi diri sendiri
• Pengorbanan bagi keluarga
• Pengorbanan bagi masyarakat
• Pengorbanan bagi bangsa/negara
• Pengorbanan bagi kebenaran
• Pengorbanan bagi agama/ Tuhan YME

Macam-macam tanggung jawab:
1. Tanggung jawab terhadap diri sendiri
2. Dala kehidupannya manusia dituntut untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri yaitu sebagai pengisi atas keberadaan manusia selama hidupnya dan agar dapat melangsungkan hidupnya sebagai makhluk Tuhan.
3. Contoh: Manusia mencari makan, tidak lain adalah karena adanya tanggung jawab terhadap dirinya sendiri agar dapat melangsungkan hidupnya.
4. Tanggung jawab terhadap keluarga
5. Manusia memiliki naluri untuk mengembangkan keturunannya agar sejarah hidupnya tidak terputus dan untuk mengembangkan keturunannya tersebut manusia dibebani tanggung jawab agar anggota keluarganya tidak menderita atau dapat hidup sesuai dengan keberadaannya.
6. Contoh : seorang ibu yang suaminya meninggal, akan tetap bertanggung jawab kepada anak-anaknya walaupun ia harus bekerja membanting tulang.
7. Tanggung jawab terhadap masyarakat
8. Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu sebagai anggota masyarakat tentunya dapat bertanggung jawab terhadap masyarakat. Contohnya dengan saling tolong menolong apabila ada yang mengalami kesulitan.
9. Tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa
10. Tuhan menciptakan manusia di bumi bukanlah tanpa tanggung jawab melainkan untuk mengisi kehidupannya dengan bertanggung jawab langsung kepada Tuhan.
11. Contohnya seorang biarawati yang dengan ikhlas tidak menikah selama hidupnya karena dituntut tanggung jawabnya terhadap Tuhan sesuai dengan hukum-hukum dalam agamanya. Hal ini dilakukan agar dapat sepenuhnya menabdikan diri kepada Tuhan demi rasa tanggung jawabnya.

Daftar Pustaka

Mustopo, Habib. 1989. Ilmu Budaya Dasar (kumpulan essay- manusia dan budaya). Usaha Nasional : Surabaya

(http://www.fajar.co.id/kolom/news.php?newsid=549)

(http://www.al-azim.com/masjid/adil.html)