Manajemen Moneter Islam

Manajemen Moneter Islam | Sebutan “Ekonomi Islam” melahirkan kesan beragam. Bagi sebagian kalangan, kata ‘Islam’ memposisikan Ekonomi Islam pada tempat yang sangat eksklusif, sehingga menghilangkan nilai kefitrahannya sebagai tatanan bagi semua manusia. Bagi lainnya, Ekonomi Islam digambarkan sebagai ekonomi hasil racikan antara aliran kapitalis dan sosialis, sehingga ciri khas khusus yang dimiliki oleh Ekonomi Islam itu sendiri hilang.

Secara historis sesungguhnya sangat sukar untuk menuduh bahwa Ekonomi Islam adalah racikan dari sistem kapitalis dan sosialis. Pada tataran sistem, usia Ekonomi Islam adalah setua Islam itu sendiri, karena Allah SWT tidak menyuruh kita shalat dan puasa saja tetapi juga mencari nafkah secara halal. Proses pencarian nafkah pasti melibatkan jual-beli, produksi, distribusi, termasuk bagaimana menanggulangi orang yang tidak bisa masuk dalam kegiatan ekonomi, baik itu dengan zakat, wakaf, infaq, shadaqah, dll.

Dalam sebuah perekonomian Islam, kegiatan-kegiatan ekonomi yang bersifat non-produktif seperti spekulasi kurang begitu berarti karena diharamkannya penggunaan instrumen bunga dalam aktivitas perekonomian. Sehingga dalam ekonomi Islam, permintaan akan dana untuk investasi merupakan bagian dari permintaan transaksi total dan akan bergantung pada kondisi perekonomian dan laju keuntungan yang diharapkan yang tidak ditentukan di depan. Mengingat harapan terhadap keuntungan tidak mengalami fluktuasi harian atau mingguan seperti suku bunga, maka permintaan agregat kebutuhan transaksi cenderung relatif lebih stabil. Sehingga kecepatan peredaran uang dapat diperkirakan perilakunya secara lebih baik.

Karena itu, variabel yang dipakai dalam suatu kebijakan moneter dalam sebuah perekonomian Islam adalah cadangan uang (stock of money) daripada suku bunga. Tujuan dari kebijakan moneter Islam adalah menjamin bahwa ekspansi moneter ridak bersifat “kurang atau berlebihan”, tetapi cukup untuk sepenuhnya mengeksploitasi kapasitas perekonomian agar dapat mensuplai barang dan jasa bagi kesejahteraan yang berbasis luas. Laju pertumbuhan yang dituju harus berkesinambungan, realistis, serta mencakup jangka menengah dan panjang (Pihri,  2002).

Pada sistem ekonomi Islam manajemen moneter yang efisien dan adil tidak berdasarkan mekanisme suku bunga, melainkan dengan menggunakan strategi yang berdasarkan tiga instrumen utama.

Instrumen- instrumen tersebut  adalah :

  1. Value judgments yang dapat menciptakan suasana yang memungkinkan alokasi dan distribusi resources yang sesuai dengan ajaran Islam.
  2. Institutional yang berkaitan dengan kegiatan sosial, ekonomi dan politik, yang salah satunya adalah mekanisme harga yang dapat meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan resources.
  3. Financial intermediation yang berdasarkan sistem profit-and-loss sharing. Dalam sistem ini money demand dialokasikan dengan syarat hanya untuk proyek proyek yang bermanfaat dan hanya kepada debitur yang mampu mengelola proyek secara efisien.