Makalah Sejarah Singkat Instrument Landing System (ILS)

Sebelum kita mengetahui apa dan bagaimana Instrument Landing System (ILS) bahasa indonesia Instrumen Sistem Pendaratan , terlebih dahulu harus mengetahui apa itu Instrument Landing System (ILS). Instrument Landing System (ILS) adalah sebuah indikator atau penunjukan navigasi, jarum yang memperlihatkan pergeseran pesawat terbang terhadap landasan secara horizontal dan secara vertikal yang akan mengacu pada garis tengah landasan dan sudut pendaratan.

Jika jalur pesawat terbang menjauh atau melebar dari landasan pacu (runaway) maka jarum indikator menyimpang dan pilot harus mengarahkan pesawat tepat pada posisi jarum indikator tersebut. Jika posisi jarum indikator tepat pada posisi tengah maka posisi pesawat terbang sudah berada pada daerah jalur pendaratan yang tepat.

Instrument Landing System (ILS) adalah sebuah pertolongan standar non visual untuk pendaratan pesawat, dengan kata lain Instrument Landing System (ILS) adalah alat bantu navigasi untuk membantu penerbang mendaratkan pesawatnya secara instrumen tepat pada landingarea (tempat pendaratan), terutama dalam keadaan cuaca buruk.

Sistem navigasi Instrument Landing System (ILS) di kembangkan karena kebutuhan akan pentingnya peralatan sistem pendaratan pada pesawat terbang disetiap landasan. Sistem Instrument Landing System (ILS) dioperasikan oleh Badan Federal Administrasi penerbang (FAA) yang merupakan hasil pengembangkan sejak tahun 1928.

Percobaan sistem ILS dimulai pada tahun 1929, ketika itu Administrasi Aeronautika Sipil (CAA) mengizinkan pemasangan Instrumen Sistem Pendaratan ini tahun 1941 di enam titik lokasi. Pendaratan pertama maskapai sipil AS terjadwal menggunakan ILS pada 26 Januari 1938, sebuah Boeing 247-d Pennsylvania Central Airlines terbang dari Washington, D.C., menuju Pittsburgh dan mendarat dalam badai salju menggunakan satu-satunya Sistem Pendaratan Instrumen.

Sistem ini sangat diminati didunia penerbangan karena fungsi alat tersebut yang sangat banyak memberi kontribusi terutama keselamatan pendaratan pesawat. Penggunaan Instrument Landing System (ILS) dapat terganggu karena adanya obstacle misal gedung-gedung bertingkat yang posisinya tepat di daerah perpanjangan landasan.

Pada dasarnya ada tiga faktor yang harus di penuhi agar pendaratan pesawat dapat berjalan dengan lancar antara lain :

  1. Penempatan pesawat pada area tengah landasan.
  2. Sudut-sudut kemiringan antara badan pesawat dengan landasan.
  3. Jarak lintasan area pendaratan.

Falitas Instrument Landing System (ILS) di darat terdiri dari dua (2) jenis pemancar yang sangat terarah dan tiga buah  Marker Beacon sepanjang jalur pendaratan (Approach Area). Dua jenis pemancar tersebut adalah Localizer yang bekerja pada 108,10 MHz sampai dengan 111,15 MHz dan dipasang d ujung runaway dari arah pendaratan dan Glideslope yang bekerja pada 329,15 MHz sampai dengan 335 MHz yang di pasang disisi runaway (350 m dari threshold). Tiga buah Marker Beacon terdiri atas Outer Marker, Middle Marker, dan Inner Marker. Ketiga-tiganya bekerja pada 75 MHz.

Instrument Landing System (ILS) di bagi dalam tiga (3) kategori :

  1. Instrument Landing System (ILS) Kategori I, mampu memandu pesawat sampai ketinggian 60 m (200 feet) diatas permukaan tanah.
  2. Instrument Landing System (ILS) Kategori II, mampu memandu pesawat sampai ketinggian 30 m (100 feet) diatas permukaan tanah.
  3. Instrument Landing System (ILS) Kategori III, mampu memandu pesawat sampai pesawat mendarat atau menyentuh landasan.

Bandara-bandarayang dilengkapi fasilitas Instrument Landing System (ILS) ini, adalah :

  1. St. Syarief Kasim II/Pekanbaru
  2. Ngurah Rai/Denpasar
  3. Hang Nadim/Batam
  4. Syamsudin Noor/Banjarmasin
  5. SM. Badaruddin II/Palembang
  6. Sepinggah/Balikpapan
  7. Soekarno Hatta/Jakarta
  8. Hassanudin/Makasar
  9. Halim Perdanakusuma/Jakarta
  10. Sam Ratulangi/Manado
  11. Husein Sastranegara/Bandung
  12. Pattimura/Ambon
  13. Adi Sumarmo/Surakarta
  14. Frans Kaisiepo/Ambon
  15. Adi Sutjipto/Yogyakarta
  16. Sentani/Jayapura
  17. Juanda/Surabaya
  18. Supadio/Pontianak
  19. Abdurahman Saleh/Malang

Pendaratan pesawat terbang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara instrumen dan secara visual. Secara visual dapat dilakukan penerbang apabila cuaca memungkinkan, sehingga memungkinkan pilot secara langsung melihat landasan. Secara instrumen digunakan terutama pada saat cuaca buruk, seperti kabut, hujan lebat, sehingga pendaratan secara visual tidak dapat dilakukan.