MAKALAH ILMU PRODUKSI TERNAK PENGARUH BAHAN STUP TERHADAP BOBOT BADAN LEBAH KLANCENG (Trigona sp)

MAKALAH ILMU PRODUKSI TERNAK
PENGARUH BAHAN STUP TERHADAP BOBOT BADAN LEBAH KLANCENG (Trigona sp)

Kelas H
Kelompok 9
Nama Kelompok:

1. Rizki Nofrianda 155050109111012
2. Tedi Pribadi 155050109111014
3. Ahmad Yazid Mudzakir 155050109111016
4. Ajeng Eka Melani 155050109111017
5. Fikri Muhammad Afif 155050109111018
6. Ahmad Tulizul Purba 155050109111015

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang
Lebah klanceng di alam membentuk koloni di dalam lubang pohon, rongga kayu dan lubang bambu. Lubang pohon dan rongga kayu memiliki bentuk yang hampir sama, dibandingkan dengan lubang bambu yang memiliki permukaan tidak rata. Lubang bambu memiliki permukaan yang lebih halus didalamnya dan pintu keluar sangat kecil untuk menjaga agar kenyamanan dalam sangkar tetap stabil. Lebah klanceng menyukai sangkar yang kondisi didalamnya stabil dan jauh dari predator yang mengganggu kenyamanan lebah. Peternak lebah klanceng dalam mengambil hasil produksinya harus membuka bentuk sangkar lebah terlebih dahulu, sehingga banyak klanceng yang pindah koloninya karena sangkamya dibuka (Anonimous, 2006).
Stoep merupakan tempat anggota koloni mengumpul dan melakukan tugas yang berbeda-beda pada berbagi jenis kelamin dan umurnya. Stoep biasanya di buat dari kayu yang di bentuk balok dengan beberapa lubang untuk aktivitas keluar masuknya lebah. di dalamnya juga terdapat frame sebagai tempat madu yang dihasilkan. Ukuran stoep berbeda-beda tergantung jenis lebah dan jumlah koloninya. Ukuran kecil,sedang dan besar bisa disesuaikan (Dinas Perkebunan Provinsi JATIM).
Aktivitas lebah klanceng dipengaruhi salah satunya ketersediaan pakan. Saat sumber pakan melimpah frekuensi aktivitas keluar masuk lebah klanceng pada stup akan meningkat. Lebah pekerja dalam mencari pakan berupa nektar dan tepung sari untuk memberi pakan pada koloninya untuk menghasilkan madu dan untuk membentuk sarang. Stup lebah klanceng terbuat dari berbagai bahan diantaranya kayu randu dan triplek, Bahan stup dari kayu empuk seperti kayu randu dapat dijadikan sebagai stup untuk lebah klanceng, selain harganya yang murah kayu randu juga mudah didapat (Anonimous, 2006), sedangkan bahan stup lebah klanceng yang terbuat dari triplek memiliki permukaan yang halus dibandingkan dengan bahan kandang yang terbuat dari kayu randu. Kayu randu yang dilapisi triplek memiliki permukaan halus seperti sangkar lebah klanceng yang ada di alam yaitu berada pada lubang bambu yang halus permukaannya. Perubahan suhu dalam stup hendaknya tidak terlalu cepat, oleh karena itu bentuk permukaan dan ketebalan dinding stup perlu diperhatikan untuk menjaga agar suhu dalam stup tetap stabil (Anonimous, 2007).
Bahan stup kayu randu memiliki kelemahan yaitu mudah melengkung bila terkena air, oleh karena itu dalam pernbuatan stup lebah klanceng perlu dilapisi dengan triplek agar kondisi didalamnya nyaman. Untuk mengetahui stup yang sesuai untuk lebah klanceng agar produksi dan bobot meningkat maka prlu dilakukan penelitian.

1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh bahan stup terhadap aktivitas lebah klanceng Pasuruan
2. Untuk mengetahui pengaruh bahan stup terhadap bobot koloni lebah klanceng Pasuruan
1.3. Kegunaan Penelitian
1. Untuk menentukan aktivitas lebah klanceng Pasuruan dalam bahan stup yang berbeda
2. Untuk menentukan bobot koloni pada bahan stup yang berbeda

BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aktivitas Lebah Klanceng
Aktivitas lebah klanceng secara alami jarang ditemukan, pemindahan kekotak atau stup dilakukan dengan menggunakan pipa yang diarahkan ke lubang sarang atau stup, untuk memastikan bahwa lebah klanceng tersebut telah pindah maka harus dilihat lebah ratu dahulu sudah pindah atau belum. Perkawinan lebah klanceng tedadi setelah pernisahan dari sarang dalarn waktu 3-5 hari. Aktivitas bergerombol sangat kecil sekitar 200 individu dan kebanyakan lebah jantan. Lebah jantan tersebut dapat menentukan waktunya untuk musim-musim dingin dan pertengahan. Lebah madu saat musim dingin mengusir lebah labah jantan (Anonimous, 2006).
Ratu lebah klanceng merupakan pemimpin dan bertanggung jawab atas produksi telor dan pengeluaran pheromone yang dibagikan kekoloni yang ada dalam stup. Untuk mengetahui koloni dalam setiap stup lebah klanceng tidak sulit karena lebah ini dapat membedakan dari bau pheromone yang dikeluarkan tiaptiap koloni. Lebah klanceng jika didatangi oleh lebah lain mereka akan mengusir dan jika dalam jumlah banyak lebah klanceng akan keluar dalam waktu 5-10 menit kernudian kembali lagi ( Anonimous, 2006).
2.3. Penampilan Koloni
A. Produksi Brood
Brood adalah kumpulan dari pengeraman pada sarang yang berisi telur, maupun pupa. Menurut Morse dan Hooper (1985), siklus hidup lebah klanceng dibagi dalam beberapa tahapan yaitu periode telur, periode larva, penutupan sel, pra pupa dan pupa. Brood tersebut terdapat ditengah sarang sebagai tempat pengeraman. Ada pengeraman terbuka, yaitu berisi telur dan pupa, dan pengeraman tertutup sebagi tahap perkernbangan kelanjutan (pupa menjadi anak).
Kehidupan lebah dimulai dengan telur yang ditelurkan oleh ratu didalam sel sisiran sarang. Telur akan menetas setelah 3 hari menjadi larva. Lebah pekerja memberi larva pakan sehingga tumbuh sangat cepat sehingga memadati sel dalam waktu 4 hari. Larva tersebut membuat satu koloni dalam selnya, lebah pekerja menutup sel sararng dengan lilin, kernudian fase pupa. Fase pupa inilah tedadi perubahan besar menjadi lebah dewasa. Banyaknya koloni tetasan (brood) tergantung dari musim dan kondisi lungkungan, pada keadaan normal biasanya terdapat sekitar 5000 telur, 10000 larva, dan 20000 pupa.
B. Perkembangan Koloni
Koloni lebah klanceng dalam perkembangan dimulai pada fase: telur, larva, pupa, dewasa dan akhimya keluar dari sarang (Seeley, 1985). Telur ratu ditempatkan di dalam sarang pekerja atau pejantan dan menetas menjadi larva. Umur larva di dalam sarang cukup, panjang sehingga terdapat waktu. Untuk makan dan tumbuh menjadi jenis lebah yang berlainan (Winston, 1991). Setiap koloni lebah klanceng merupakan bentuk keluarga yaitu lebah ratu, lebah jantan dan lebah pekeda. Setiap sarang hanya mempunyai seekor lebah ratu dengan lebah jantan sekitar 200 ekor dan lebah pekerja lebih banyak lagi sampai sekitar 8.000 ekor (Anonimous, 2006). Jumlah koloni akan meningkat seiring meningkatnya telur, larva dan pupa yang menyebabkan jumlah populasi lebah semakin banyak, sehingga jumlah lebah pekerja yang membawa nektar dan pollen semakin banyak. koloni kuat adalah yang didukung oleh lebah pekerja dalam jumlah cukup banyak, keadaan aktif mencari pakan (Anonimous,2004).
2.4. Kandang Lebah
Kandang atau stup merupakan tempat anggota koloni mengumpul dan melakukan tugas yang berbeda-beda pada berbagi jenis kelamin dan umurnya Seeley, 1985. Sangkar lebah seperti kota besar yang multiguna, berada di dalam rongga kayu dengan lubang tertentu dan sisiran sarang yang dirancang untuk berbagai fungsi dan semua ada hubungannya dengan arsitektur dan fisiologi lebah (Winston, 1991). Morse and Hooper (1985), yang menyatakan bahwa besarnya sarang ini sangat tergantung pada ras dan umur koloni. Sejalan dengan itu Winston, (1991) menyatakan bahwa sarang baru pembuatannya berdasarkan pada sarang lama baik lebah Eropa maupun lebah tropis, dimana pada awalnya membangun sarang lebih kecil dan akan dibesarkan jika koloni sudah berusia tua. Selanjutnya Winston (1991), menyebutkan bahwa fenomena ini juga ada hubungannya dengan suhu koloni lebah, dan kemungkinan juga adanya adaptasi dari lebah tropis yang dimulai dari besaran sarang pekerja yang kecil dalam siklus koloni, kemudian untuk menyimpan sumber daya koloni yang besar dari pollen dan nektar maka sel sarang pekerja dibesarkan.
2.5. Penempatan Stup
Tindakan selanjutnya setelah penentuan lokasi adalah penempatan stup/kotak-kotak pemeliharaan pada lokasi pemeliharaan tersebut, diantaranya perlu untuk mendapat perhatian beberapa hal sebagai berikut:
a. Stup agar diletakkan pada tempat-tempat terbuka.
b. Stup letaknya menghadap ke timur
c. Stup sebaiknya tertimpa sinar matahari langsung.
d. Stup diletakkan pada atau di- atas bangku standar dengan ketinggian ± 50 cm dari tanah.
e. Jika lokasi berbukit, stup letaknya harus lebih rendah dari sumber makanan.
f. Tiang penyangga (bangku penyangga) stup di beri minyak pelumas, air atau obat semut agar tidak diganggu serangga.
g. Stup/koloni ditempatkan dekat dengan jalan pemeriksaan.
h. Terlindung dari terik matahari dan air hujan.
i. Kotak disusun berderet (1-1,5 m)
j. Kotak diletakkan pada bangku standar (kaki standar di olesi oli/ minyak agar semut tidak naik).
k. Posisi kotak lebah menghadap matahari dan membelakangi jalan pemeriksaan.

2.6. Pemeriksaan stup (kotak koloni )
1. Pemeriksaan stup dilakukan pada pagi hari (jam 05-06), atau sore hari. Jangan sekali-kali memeriksa stup pada siang hari (panas) lebah sangat agresif.
2. Membuka stup, jangan sekali-kali dari arah depan pintu masuk karena dapat menghalangi lebah pekerja yang akan masuk membawa makanan, bila mereka terhalang akan marah dan menyengat. Dekatilah stup dari arah belakang, samping kiri/kanan.
3. Untuk menenangkan lebah pada saat pemeriksaan, hembuskan asap rokok atau asap sabut kelapa (alat smoker) ke dalam stup secara pelan-pelan 1-3 kali. Hindari meniupkan asap yang berlebihan, hal ini akan membuat lebah menjadi agresif.
4. Setelah lebah-lebah dalam keadaan tenang, periksa koloni dengan perasaan mantap, sabar dan tenang. Satu demi satu frame diperiksa, dimulai dari frame nomor dua dari kiri pegang kedua ujung frame angkat pelan-pelan ke atas, amati dengan teliti. bagian sarang, madu, larva setelah diperiksa frame ditempatkan di tempat lain. Selanjutnya ambil frame nomor satu kemudian 3 dan seterusnya, hal ini dilakukan untuk menghindari agar ratu tidak terganggu atau terhimpit.
5. Pemeriksaan cukup dilakukan setiap seminggu sekali.

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. Matode Penelitian
Metode yang digunakan adalah dengan melakukan pengamatan beberapa literature (studi literatur) dan menganalisis penelitian hasil studi literatur.
3.2. Variabel Pengamatan
Variabel yang diukur adalah
1. Aktivitas koloni adalah jumlah aktivitas lebah keluar dan masuk untuk mencari makanan.
2. Bobot koloni. Bobot koloni dihitung satu kali dalam seminggu Bobot koloni diperoleh dengan cara yaitu : Bobot koloni = bobot total – bobot kotak kosong Dimana bobot total adalah hasil dari penimbangan stup secara keseluruhan.
3. Pengukuran suhu.

BAB IV
HASIL DAN PEMIBAHASAN

4.1 Aktivitas Keluar Lebah Klanceng
Dari hasil analisis (Ricky, 2007) menunjukkan bahwa bahan stup memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap aktivitas keluar lebah klanceng pada bulan Agustus dan September sedangkan pada bulan Oktober menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P > 0,05).
Tingginya aktivitas keluar pada bahan kandang yang terbuat dari triplek pada bulan Agustus, September dan Oktober dikarenakan stup yang terbuat dari triplek pada lebah klanceng tersebut memiliki permukaan yang halus, sehingga memudahkan lebah dalam beraktivitas dan pola sekresi nektar juga diduga penyebab aktivitas lebah. Menurut Erwan (2003), bahwa lebah-lebah pekerja banyak mengunjungi bunga pada tanaman pagi hari, karena pada pagi hari volume nectar yang ada cukup banyak sebagai akibat dari akumulasi sekresi nektar sejak sore dan malam hari. Berikut gambar aktivitas keluar dari kayu dan triplek lebah Agustus, September dan Oktober dapat dilihat pada gambar I .

Gambar 1. Rata-rata aktivitas keluar lebah klanceng pada bulan Agustus, September dan Oktober
Gambar I di atas menunjukkan bahwa rata-rata tingkat aktivitas keluar lebah klanceng pada kandang yang terbuat dari triplek lebih tinggi dari pada bahan kandang dari kayu pada bulan Agustus, September dan Oktober, karena bahan stup dari triplek memudahkan lebah dalam melekukan aktivitas. Aktivitas keluar lebih baik karena sumber pakan dilokasi penelitian dari randu dan mangga.
4.2. Aktivitas Masuk Lebah Klanceng
Hasil analisis (Ricky, 2007) menunjukkan bahwa bahan stup memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap aktivitas masuk lebah klanceng pada bulan Agustus, dan September sedangkan pada bulan. Oktober menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P > 0,05).
Tingginya aktivitas masuk pada bahan kandang yang terbuat dari triplek pada bulan Agustus dikarenakan stup yang terbuat dari triplek pada lebah klanceng tersebut memiliki permukaan yang halus, sehingga memudahkarn lebah dalam beraktivitas dan pola sekresi nektar juga diduga penyebab aktivitas lebah. Menurut Erwan (2003), bahwa lebah-lebah pekerja banyak mengunjungi bunga pada tanaman pagi hari, karena pada pagi hari volume nektar yang ada cukup banyak sebagai akibat dari alcumulasi sekresi nektar sejak sore dan malarn hari.

Berikut gambar aktivitas masuk dari kayu dan triplek lebah klanceng bulan Agustus, September dan Oktober dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Rata-rata aktivitas keluar lebah klanceng pada bulan Agustus, September dan Oktober

Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa rata-rata tingkat aktivitas masuk lebah klanceng pada kandang yang terbuat dari triplek lebih tinggi dari pada bahan kandang dari kayu dan pada bulan Agustus, September dan Oktober aktivitas masuk lebih baik karena sumber pakan melimpah dari randu dan mangga.
4.3 Bobot Koloni Lebah Klanceng
Hasil analisis (Ricky, 2007)menunjukkan bahwa bahan stup memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap bobot koloni lebah klanceng pada bulan Agustus dan September sedangkan pada bulan Oktober menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P > 0,05).
Stup dengan bahan triplek menghasilkan bobot koloni yang lebih tinggi dari pada stup dari bahan kayu, hal ini dikarenakan bahan stup triplek memiliki permukaan yang lebih halus sehingga lebah klanceng tidak ada hambatan pada saat keluar masuk mencari nektar. Faktor lain yang menyebabkan tingginya bobot koloni adalah ketersediaan pakan. Bulan Agustus dan September ketersediaan tanaman pakan yang berupa nektar dan tepungsari terpenuhi dibandingkan pada bulan Oktober.
Rata rata bobot koloni lebah klanceng tertera pada Gambar 3.

Gambar 3. Rata-rata bobot koloni lebah klanceng pada bulan Agustus, September dan Oktober
Gambar 3 memperlihatkan bahwa stup dari triplek mernpunyai bobot koloni paling tinggi, dikarenakan koloni lebah klanceng merasa nyaman untuk tinggal di stup dari bahan yang permukaannya lebih halus serta pada bulan Agustus dan September musim. bunga dilokasi penelitian dari bunga Rambutan dan Mangga, sedangkan pada bulan Oktober musim bunga durian. Adanya sumber pakan dari bunga didaerah penelitian tersebut. stup dari triplek mempunyi ruang yang cocok dengan lebah, sehingga lebah ratu dapat memproduksi telur secara optimal yang mengakibatkan jumlah koloni meningkat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1). Penggunaan bahan stup dari triplek lebih baik dari bahan stup yang terbuat dari kayu randu.
2). Bahan stup dari triplek mempengarui aktivitas dan bobot kloni lebah klanceng.
3). Aktivitas dan Bobot koloni lebah klanceng yang terbuat dari stup triplek lebih tinggi.

5.1. Saran
1). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan bahwa koloni lebah klanceng cocok pada bahan stup selain dari triplek dan randu.
2). Lokasi untuk perneliharan koloni lebah klanceng sebaiknya bercuaca sejuk dan dekat dengan sumber pakan, selain itu juga memperoleh cahaya matahari penuh pada saat musirn bunga.

DAFTAR PUSTAKA
Djarwanto, Ps. 2001. Mengenal Uji Statistik Dalam Penelitian. Liberty. Yogyakarta.
Yonisa, HR. 2007. Pengaruh Bahan Stup terhadap Aktivitas dan Bobot Koloni Lebah Klanceng (Trigona sp). [Skripsi] Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Malang.
Lamerkabel, J. S.A. 2007. Lebah Madu Hasil Hutan Ikutan Dan Ternak Harapan.
Universitas Hasahuddin. Makasar.
Perum Perhutani Unit Jawa Timur. 2000. Peningkatan Kes¬ejahteraan Masyarakat Melalui Perlebahan: Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Prosiding Lokakarya. Sukabumi, 20-22 Mei 2000. Perum Perhutani.
Putra, PAH. Watiniasih, NL. Suartini, NM. 2013. Struktur dan Produksi Lebah Trigona Spp. Pada Sarang Berbentuk Tabung dan Bola. Jurnal Biologi 18(2) : 60-64.
Roubik, DW. 2006. Stingless Bee Nesting Biology. J. apidologie. 32: 124-143.
Schwarz, HF. 2000. The Indo Malayan Species of Trigona. Bulletin of the American Museum of Natural History. 76: 83-141.
Wati, DL. 2013. Aktifitas Terbang Harian dan Mencari Polen Trigona laeviceps Smith di Perkebunan Karet (Hevea braziliensis) dan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.