MAKALAH HUKUM ASURANSI : Tentang Pertanggungan Rangkap dan Pertanggungan untuk Kepentingan Pihak keTiga

MAKALAH HUKUM ASURANSI : Tentang Pertanggungan Rangkap dan Pertanggungan untuk Kepentingan Pihak keTiga


BAB I
Pendahuluan
A.   Latar Belakang
Hidup penuh dengan risiko yang terduga maupun tidak terduga, oleh karena itulah kita perlu memahami tentang asuransi. Beberapa kejadian alam yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini dan memakan banyak korban, baik korban jiwa maupun harta, seperti mengingatkan kita akan perlunya asuransi. Bagi setiap anggota masyarakat termasuk dunia usaha, resiko untuk mengalami ketidakberuntungan (misfortune) seperti ini selalu ada (Kamaluddin:2003). Dalam rangka mengatasi kerugian yang timbul, manusia mengembangkan mekanisme yang saat ini kita kenal sebagai asuransi.
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko (risk transfer mechanism), yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung). Pengalihan resiko ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan misfortune, melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan finansial (financial security) serta ketenangan (peace of mind) bagi tertanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung membayarkan premi dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi kerugian yang mungkin dideritanya (Morton:1999).
Pada dasarnya, polis asuransi adalah suatu kontrak yakni suatu perjanjian yang sah antara penanggung (dalam hal ini perusahaan asuransi) dengan tertanggung, dimana pihak penanggung bersedia menanggung sejumlah kerugian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang dengan imbalan pembayaran (premi) tertentu dari tertanggung.
BAB II
Pembahasan
A.   Pengertian pertanggungan Rangkap

           menurut ketentuan  pasal 252 KUHD:”kecuali dalam hal yang ditentukan oleh undang-undang, tidak boleh diadakan asuransi kedua untuk waktu yang sama dan untuk evenemen yang sama atas benda yang sudah diasuransikan dengan nilai penuh, dengan ancaman asuransi kedua tersebut batal”.

           Pasal tersebut memberikan penjelasan bahwa  apabila benda telah diasuransikan dengan taksiran yang penuh, maka tidak lagi boleh untuk diasuransikan dengan ketentuan waktu yang sama dan atas evenemen yang sama. Apabila ditemukan adanya suatu asuransi yang kedua seperti dalam ketentuan diatas, maka asuransi yang kedua ini batal. Asuransi yang kedua yang disebut diatas itulah yang di sebut asuransi berganda atau asuransi rangkap ”double insurance”. Namun yang perlu digaris bawahi yakni pelarangan tersebut diatas hanya berlaku bagi asuransi yang bernilai penuh. dapat dikatakan asuransi rangkap dapat dilakukan apabila benda yang sama telah tidak diasuransikan dengan nilai yang penuh.

dasar hukum atas asuransi rangkap  sebatas dilakukan dengan benda yang telah diasuransikan dengan nilai tidak penuh. Pengaturan tersebut terdapat dalam pasal 277, 278, dan 279 KUHD. Pasal-pasal tersebut merupakan bentuk pengecualian dari aturan dalam pasal 252 KUHD.

          Tujuan dari adanya pelarangan adanya asuransi ganda ialah untuk mencegahnya tertanggung untuk mendapat ganti kerugian melebihi nilai benda sesungguhnya, sehingga melanggar asas indemnitas Dengan adanya aturan tersebut maka tidak akan ada suatu asuransi rangkap yang bertujuan untuk memberi keuntungan pada diri sendiri dengan tidak memperhatikan hak yang melekat padanya,

         Permasalahan yang kemudian muncul yakni bagaimana nantinya mengetahui adanya suatu asuransi ganda atau tidak. Untuk mengetahui hal tersebut hanya bisa dipastikan saat terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian. Saat evenemen itu terjadi, akan ada klaim yang muncul, apabila terdapat dua asuransi dalam satu benda, maka akan ada suatu klaim juga yang muncul setelah evenemen itu muncul.
Selanjutnya, bagaimana menentukan klaim untuk dimintainya ganti kerugian dari sebuah asuransi, hal ini mengingat bisa saja kedua asuransi tersebut dimintai ganti rugi oleh tertanggung. Untuk menghindari hal tersebut, sesuai dengan pasal 252 KUHD” bahwa asuransi pertama dengan nilai penuhlah yang berhak memberi serta dimintai ganti kerugian sedangkan asuransi kedua dinyatakan tidak sah”
          jika terjadi suatu sengketa asuransi dimana terdapat data yang sama mengenai waktu yang tertera dalam suatu polis asuransi sehingga mengakibatkan sulitnya hal penentuan penanggung yang harus mengganti kerugian, maka merupakan kewajiban dari tertanggunglah untuk membuktikan asuransi yang mana yang lebih dahulu dilakukan sehingga dengan jelasnya kronologis, maka jelas pula siapa yang wajib membayar ganti kerugian. Karena dalam hal ini tidaklah mungkin kedua penganggung membayar ganti kerugian pada pihak tertanggung. Dan dalam hal batalnya asuransi yang kedua, tertanggung tidak berhak meminta ganti premi yang telah ia bayarkan sebelumnya.

          Tidak dapatnya tertanggung meminta pengembalian premi pada penanggung merupakan sebuah konsekuensi dari aturan pasal 252 KUHD yang jelas melarang adanya asuransi ganda apabila sebelumnya telah ada asuransi dengan nilai penuh.

          Lalu dengan melihat itikad baik dari masing-masing pihak, penanggung apabila dengan itikad baik dalam suatu asuransi ganda tidak mengetahui adanya asuransi tersebut ialah asuransi rangkap, maka menurut pasal 282 KUHD penanggung tetap berhak atas preminya meskipun batalnya asuransi dengan pihak tertanggung. Sedang apabila melihat itikad baik dari pihak tertanggung maka tidak mungkin pihak tertanggung akan mengadakan suatu double insurance apabila tujuannya hanya untuk mendapat ganti kerugian sesuai dengan kerugian yang diderita, namun ada tujuan lain yang ingin di peroleh yakni mendapat keuntungan lebih dari apa yang diderita, dan hal demikian bukanlah merupakan suatu itikad baik. Apabila asuransi tadi dilakukan dengan itikad baik, maka yang dilakukan ialah asuransi rangkap dengan nilai tak penuh yang dikecualikan undang-undang. 
B.   Pengertian Pertanggungan Untuk Kepentingan Pihak ke Tiga
          Pertanggung jawaban renteng ini adalah untuk mengalihkan sebagian risiko yang ditanggung oleh penanggung kepada penanggung-penanggung lainnya. Pertanggungan ini terdiri dari perusahaan-perusahaan yang bersama-sama menanggung suatu risiko atas suatu objek pertanggungan dan secara bersama-sama pula mengikatkan diri untuk menanggung kerugian-kerugian yang timbul atas risiko yang terjadi pada objek yang dipertanggungkan. Besarnya pembagian/Share antara para pihak penanggung pertama dengan penanggung lain sesuai dengan kesepakatan para pihak penanggung, begitu juga dengan tanggung jawab atas asuransi yang telah ditutup sesuai dengan pembagian (share) yang telah disepakati oleh masing-masing penanggung .Polis Asuransi adalah suatu dokumen yang memuat kontrak antara pihak yang ditanggung dengan pihak penanggung. Suatu pertanggungan untuk pihak ketiga dalam polis harus dinyatakan dengan tegas bahwa pertanggungan itu untuk kepentingan pihak ketiga, jika tidak dinyatakan dengan tegas maka akibatnya ialah bahwa pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan untuk pihak ketiga. Mengenai pertanggungan untuk pihak ketiga, pada dasarnya baru terjadinya pertanggungan ini apabila telah terjadinya penggantian tertanggung yaitu yang disebut dengan “ subrogasi “
          Sementara  Menurut ketentuan pasal 284 KUHD :Seorang penanggung yang telah membayar ganti kerugian atas suatu benda yang dipertanggungkan, menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian tersebut, dan tertanggung itu bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga itu. Penggantian kedudukan semacam ini dalam hukum perdata disebut Subrogasi (subrogatie, subrogation).
BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Asuransi belum menjadi sebuah praktek umum di Indonesia. Masyarakat luas masih menganggap asuransi justru kerap (bakal) merugikan mereka. namun menurut Aidil Akbar, seorang perencana dan penasehat    keuangan, asuransi sebenarnya penting. Yang pertama, asuransi ditujukan untuk mengganti kerugian dan bukan keuntungan. Yang kedua, kepentingan asuransinya sendiri. Ini tak boleh dilanggar, baik oleh penyedia produk asuransi maupun konsumennya,
Para ahli sependapat adanya sikap atau respon manusia di dalam menghadapi risiko, yaitu : menghindar, mengurangi, menahan, membagi, dan mentransfer
a. Menghindari Risiko
Menghindari risiko (risk avoidance) dilakukan dengan cara tidak melakukan hal-hal yang dianggap merugikan. Misalnya, seseorang yang merasa takut mengalami kerugian dari berdagang, harus memutuskan untuk tidak berdagang. Sikap ini memang dapat merugikan perekonomian secara keselurahan, karena menyebabkan kekurangan pengusaha dan kehilangan semangat untuk maju
menghadapi tantangan.
b. Mengurangi Risiko
Mengurangi risiko (risk reduction) dapat dilakukan misalnya dengan menyediakan obat-obatan untuk pertolongan pertama (P3K) di rumah. Penyediaan P3K tidak menghilangkan risiko kecelakaan, tetapi mengurangi bahaya dari kecelakaan dibanding jika tidak ada pertolongan pertama.
c. Menahan Risiko
Menahan risiko (risk retention) dapat dilakukan dengan sikap sukarela {voluntary). Biasanya risiko yang rela kita tahan adalah risiko-risiko yang nilai kerugiannya atau kemungkinan terjadinya sangat kecil. Misalkan, risiko dari meletakkan sepatu sembarangan adalah kehilangan sepatu tersebut. Tetapi mungkin kita tidak peduli jika sepatu itu adalah sepatu butut. Menahan risiko menjadi beban yang berat bila nilai kerugiannya atau kemungkinan terjadinya sangat besar. Misalkan, risiko kecopetan atau penjambretan dalam perjalanan
dengan menggunakan jasa transportasi umum.
d. Membagi Risiko
Membagi risiko (risksharing) dilakukan bila peluang terjadi kerugian ataupun besarnya kerugian yang dialami relatif besar. Kita dapat melakukan kerja sama dengan orang lain untuk membagi risiko tersebut. Seorang pengusaha yang ragu menggunakan seluruh modalnya dalam sebuah proyek, dapat mencari mitra usaha. Makin besar dan kompleks proyek yang akan dikelola, mitra yang dibutuhkan makin banyak dan atau beragam.
e. Mentransfer Risiko
Mentransfer risiko (risk transfer) dilakukan dengan cara memindahkan risiko kerugian kepada pihak yang lain. Hal inilah yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Bila sebuah perusahaan di Indonesia mengirimkan sejumlah barang ke negara lain ingin memindahkan risiko kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan atau karena hal lainnya, perusahaan tersebut dapat menggunakan jasa asuransi.
          Namun jika kita tidak mengetahui apa itu asuransi yang sesuai dengan apa yang telah di atur dalam UU atau tidak memperjanjikan dulu dengan jelas, maka akan menjadi mala petaka bagi kita.
Daftar Pustaka
1.     http://cerdasmenabung.wordpress.com
2.     KUHD (Kitab Undan-undang Hukum Dagang )
3.     KUHPerdata ( Kitab Undang – Undang Hukum Perdata )

4.      KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA.