LAPORAN TUGAS Teknologi Pengolahan Air Limbah

LAPORAN TUGAS Teknologi Pengolahan Air Limbah

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat dan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan semakin terasa dampaknya terhadap lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan secara terus-menerus menyudutkan masyarakat pada permasalahan degradasi lingkungan. Kualitas pembuangan air limbah, pengolahan sampah, keterbatasan lahan untuk ruang terbuka hijau dan kesadaran masyarakat atas perubahan iklim menjadi beberapa masalah yang harus diselesaikan oleh para pejabat kota di Indonesia. Karena itu, unsur utama yang harus dimiliki pelaku pemerintahan ini adalah kemampuan dan konsistensi identifikasi persoalan lingkungan. Sistem pembuangan air limbah juga memiliki permasalahan dan kendala tersendiri. Terdapat 3 sumber pencemaran air limbah, yaitu air limbah domestik, air limbah industri, air limbah pertanian.
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Beberapa bentuk dari air limbah ini berupa tinja, air seni, limbah kamar mandi, dan juga sisa kegiatan dapur rumah tangga. Jumlah air limbah yang dibuang akan selalu bertambah dengan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala kegiatannya. Apabila jumlah air yang dibuang berlebihan melebihi dari kemampuan alam untuk menerimanya maka akan terjadi kerusakan lingkungan. Lingkungan yang rusak akan menyebabkan menurunnya tingkat kesehatan manusia yang tinggal pada lingkungannya itu sendiri sehingga oleh karenanya perlu dilakukan penanganan air limbah yang seksama dan terpadu baik itu dalam penyaluran maupun pengolahannya.
Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu kawasan/lahan baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri. Sistem penyaluran biasanya menggunakan sistem saluran tertutup dengan menggunakan pipa yang berfungsi menyalurkan air limbah tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke saluran utama atau saluran drainase.
Secara konsep, sistem air limbah yang diterapkan di perkotaan seharusnya terpadu, komunal atau terpusat, jadi limbah dan saluran air kotor dapat diolahdengan teratur. Saluran-saluran yang membentuk jaringan sanitasi harus diarahkan pada kawasan pengolahan tersendiri, yaitu IPAL (Instalasi Pengolahan Air limbah). Melalui IPAL, warga kota bisa merasa nyaman karena tak perlu lagi membuang air kotor secara sembarangan.
Salah satu sungai yang sedang mengalami pencemaran akibat limbah domestik adalah Sungai Lekso yang terletak di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar. Banyak saluran air limbah dan irigasi warga di bantaran Sungai Lekso yang belum normal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengolah limbah domestik sehingga air yang akan menuju Sungai Wlingi berkurang tingkat pencemarannya.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dibutuhkan suatu rencana pengelolahan limbah cair domestik yang berkelanjutan. Atas dasar hal ini, maka muncul pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem perencanaan pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar ?
2. Bagaimana perhitungan sistem pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar ?

BATASAN MASALAH
Masalah yang akan dibicarakan dalam laporan ini adalah sebatas :
Penentuan standar desain dan pertimbagan untuk fasilitas dasar
Perhitungan debit/kapasitas air limbah domestik, penentuan sistemnya, dan penentuan proses/teknologi pengelolaan air limbah domestik.
Perhitungan dimensi dan panjang perpipaan, desain dan bangunan pelengkap.

TUJUAN
Dari pertanyaan-pertanyaan yang ada, maka tujuan tugas Pengelolaan Limbah ini adalah :
Merencanakan sistem pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar
Mengetahui pelaksanaan sistem pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. UMUM
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau kegiatanpermukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Beberapabentuk dari air limbah ini berupa tinja, air seni, limbah kamar mandi, dan juga sisa kegiatandapur rumah tangga. Jumlah air limbah yang dibuang akan selalu bertambah dengan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala kegiatannya. Apabila jumlah air yang dibuang berlebihan melebihi dari kemampuan alam untuk menerimanya maka akan terjadi kerusakan lingkungan. Lingkungan yang rusak akan menyebabkan menurunnya tingkat kesehatan manusia yang tinggal pada lingkungannya itu sendiri sehingga oleh karenanya perlu dilakukan penanganan air limbah yang seksama dan terpadu baik itu dalam penyaluran maupun pengolahannya.
Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu kawasan/lahan baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri. Sistem penyaluran biasanya menggunakan sistem saluran tertutup dengan menggunakan pipa yang berfungsi menyalurkan air limbah tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke saluran utama atau saluran drainase.
Dalam perancangan sistem penyaluran air limbah, harus diperhatikan beberapa faktor penting, antara lain:
Umum
Penentuan daerah yang akan dilayani
Pengamatan topografi
Lokasisungai dan IPAL
Penentuan konfigurasi jaringan
Sistempenyaluranair limbah
Jumlah populasi
Pelayanan air limbah domestik dan industri
Kuantitasair limbah
Kriteria perencanaan
Kecepatan minimum air dalam pipa(prinsip saluran terbuka)
Jarak Manhole
Umumnya air limbah domestik diperhitungkan dari 80% air minum yang digunakan

3.3. PERTUMBUHAN PENDUDUK
Jumlah penduduk pada daerah studi pada tahun saat perencanaan dimulai dan pada tahun-tahun yang akan dating harus diperhitungkan untuk menghitung kebutuhan air tiap penduduk. Dari kebutuhan air tiap penduduk dapat diketahui jumlah air kotor (buangan) akibat rumah tangga.
Untuk memproyeksikan jumlah penduduk pada tahun-tahun yang akan dating digunakan cara perhitungan laju pertumbuhan geometri(Geometric Rate of Growth)dan pertumbuhan eksponensial (Exponential Rate of Growth), (Rusli, Said, 1985:13)
PertumbuhanGeometri
Cara ini mengasumsikan besarnya laju pertumbuhan yang menggunakan dasar bunga berbunga (bunga majemuk) dimana angka pertumbuhannya adalah sama untuk setiap tahun. Ramalan laju pertumbuhan geometris adalah sebagai berikut :
Pn = Po (1 + n)r
dengan :
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n
Po = jumlah penduduk pada awal tahun
r = angka pertumbuhan penduduk
n = interval waktu (tahun)
PertumbuhanEksponensial
Pertumbuhan ini mengasumsikan pertumbuhan penduduk secara terus-menerus setiap hari dengan angka pertumbuhan konstan. Pengukuran penduduk ini lebih tepat,karena dalam kenyataannya pertumbuhan jumlah penduduk juga berlangsung terus-menerus. Ramalan pertambahan penduduknya adalah :
Pn = Po. em
Dengan :
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n
Po = jumlah penduduk pada awal tahun
m = interval waktu
e = bilangan logaritma

3.3. SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH
Sistem penyaluran air limbah pada prinsipnya terdiri dari dua macam, yaitu sistem penyaluran terpisah dan sistem penyaluran campuran, dimana sistem penyaluran terpisah adalah sistem yang memisahkan aliran air buangan dengan limpasan air hujan, sedangkan sistem penyaluran tercampur menggabungkanaliran air buangan dengan limpasan air hujan. Sedangkan sistem pengolahan limbah terdiri dari 2 macam yaitu sistem pengolahan on-site position dan sistem off-site position, yang akan ditinjau nantinya adalah sistem pengolahan off-site posistion dimana air limbah disalurkan melalui sewer (saluran pengumpul air limbah) lalu kemudian masuk ke instalasi pengolahan terpusat.
3.3.1. Sistem Penyaluran Terpisah
Sistem Penyaluran terpisah atau biasa disebut separate system/full sewerage adalah sistem dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam jaringan riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar (Ayi Fajarwati, Penyaluran air buangan domestik 2000). Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain:
1. Periode musim hujan dan kemarau lama.
3. Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik.
3. Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima.
4. Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim kemarau dan musim hujan relatif besar.
5. Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).
Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi dan pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas untuk jaringan masing-masing sistem saluran (Gambar 3.1).
Gambar 3.1. Sistem Saluran Terpisah
3.3.3. Sistem Penyaluran Tercampur
Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan (sugiharto 1987). Sistem ini digunakan apabila daerah pelayanan merupakan daerah padat dan sangat terbatas untuk membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran air hujan, debit masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun (Gambar 3.2).
Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena adanya pengenceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan buangan.
Gambar 3.3. Sistem Saluran Tercampur
3.3.3. Sistem Pengolahan On-Site Position
Sistem sanitasi setempat (On-site sanitation) adalah sistem pembuangan air limbah dimana air limbah tidak dikumpulkan serta disalurkan ke dalam suatu jaringan saluran yang akan membawanya ke suatu tempat pengolahan air buangan atau badan air penerima, melainkan dibuang di tempat (Ayi Fajarwati, Penyaluran air buangan domestik 2000) . Sistem ini di pakai jika syarat-syarat teknis lokasi dapat dipenuhi dan menggunakan biaya relatif rendah. Sistem ini sudah umum karena telah banyak dipergunakan di Indonesia.
Kelebihan sistem ini adalah:
a) Biaya pembuatan relatif murah.
b) Bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi.
c) Teknologi dan sistem pembuangannya cukup sederhana.
d) Operasi dan pemeliharaan merupakan tanggung jawab pribadi.
Disamping itu, kekurangan sistem ini adalah:
Umumnya tidak disediakan untuk limbah dari dapur, mandi dan cuci.
Mencemari air tanah bila syarat-syarat teknis pembuatan dan pemeliharaan tidak dilakukan sesuai aturannya.
Pada penerapan sistem setempat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi (DPU 1989) antara lain:
• Kepadatan penduduk kurang dari 200 jiwa /ha.
• Kepadatan penduduk 200-5— jiwa/ha masih memungkinkan dengansyarat penduduk tidak menggunakan air tanah.
• Tersedia truk penyedotan tinja.
Gambar 3.3. Sistem Sanitasi Setempat
3.3.4. Sistem Pengolahan Off-Site Position
Sistem Sanitasi Terpusat (Off site sanitation) merupakan sistem pembuangan air buangan rumah tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran pengumpul air buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air buangan sebelum dibuang ke badan perairan (Ayi Fajarwati, Penyaluran air buangan domestik 2000).

Gambar 3.4. Sistem Sanitasi Terpusat

3.4. SISTEM PERPIPAAN
Sistem jaringan perpipaan diperlukan untuk mengumpulkan air limbah dari tiap rumah danbangunan di daerah pelayanan menuju instalasi pengolahan air limbah (IPAL) terpusat.Perencanaan yang komprehensif ini akan sangat penting mengingat kaitannya dengan masalahkebijakan tata guna lahan, pembangunan, pembiayaan, opaerasional dan pemeliharaan,keberlanjutan penggunaan fasilitas dan secara umum akan berpengaruh juga pada perencanaaninfrastruktur daerah layanan. Perencanaan system perpipaan ini akan menyangkut dua halpenting yakni perencananaan jaringan perpipaan dan perencanaan perpipaannya sendiri.
Sistem perpipaan pada pengaliran air limbah berfungsi untuk membawa air limbah dari satu tempat ketempat lain agar tidak terjadi pencemaran pada lingkungan sekitarnya. Prinsippengaliran air limbah pada umumnya adalah gravitasi tanpa tekanan, sehingga pola aliranadalah seperti pola aliran pada saluran terbuka. Dengan demikian ada bagian dari penampangpipa yang kosong. Pada umumnya perbandingan luas penampang basah (a) dengan luaspenampang pipa (A) adalah sebagai berikut:
Untuk pipa dengan diameter : Ø < 150 mm ; a/A = 0,5 dan Diameter Ø >150 mm ; a/A = 0,7

Jaringan pipa air buangan terdiri dari :
Pipa Persil
Pipa persil adalah pipa saluran yang umunya terletak di dalam rumah dan langsung menerima air buangan dari instalasi plambing bangunan. Memiliki diameter 3”- 4”, kemiringan pipa 2%. Teknis penyambungannya antara debit dari persil dengan debit dari saluran pengumpul kecil sekali maka penyambungannya tegak lurus.
Pipa Servis
Pipa servis adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa persil yang kemudian akan menyalurkan air buangan tersebut ke pipa lateral. Diameter pipa servis sekitar 6”- 8”, kemiringan pipa 0.5 – 1%. Lebar galian pemasanganpipa servis minimal 0,45 m dan dengan kedalaman benam awal 0.6 m. Sebaiknya pipa ini disambungkan ke pipa lateral di setiap manhole.
Pipa Lateral
Pipa lateral adalah pipa saluran yang menerima aliran dari pipa servis untuk dialirkan ke pipa cabang, terletak di sepanjang jalan sekitar daerah pelayanan. Diameter awal pipa lateral minimal 8”, dengan kemiringan pipa sebesar 0,5 – 1%.
Pipa Cabang
Pipa cabang adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-pipa lateral. Diameternya bervariasi tergantung dari debit yang mengalir pada masing-masing pipa. Kemiringan pipa asekitar 0,2 – 1%
Pipa Induk
Pipa induk adalah pipa utama yang menerima aliran air buangan dari pipa-pipa cabang dan meneruskannya ke lokasi instalasi pengolahan air buangan. Kemiringan pipanya sekitar 0,2 – 1 %.
Trunk sewer digunakan pada jaringan pelayanan air limbah yang luas (> 1.000 ha)
untuk menerima aliran dari pipa utama dan untuk dialirkan ke IPAL.

Jaringan perpipaan retikulasi dan pipa induk air limbah dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 3.5. Perpipaan Retikulasi

Gambar 3.6. Pipa Induk Air Limbah

3.4.1.Bahan Pipa
Pemilihan bahan pipa harus betul-betul dipertimbangkan mengingat air limbah banyakmengandung bahan dapat yang mengganggu atau menurunkan kekutan pipa. Demikian pula selama pengangkutan dan pemasangannya, diperlukan kemudahan serta kekuatan fisik yang memadai. Sehingga berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pipa secara menyeluruh adalah :
a. Umur ekonomis
b. Pengalaman pipa sejenis yang telah diaplikasikan di lapangan
c. Resistensi terhadap korosi (kimia) atau abrasi (fisik)
d. Koefisiensi kekasaran (hidrolik)
e. Kemudahan transpor dan handling
f. Kekuatan struktur
g. Biaya suplai, transpor dan pemasangan
h. Ketersediaan di lapangan
i. Ketahanan terhadap disolusi di dalam air
j. Kekedapan dinding
k. Kemudahan pemasangan sambungan
Pipa yang bisa dipakai untuk penyaluran air limbah adalah Vitrified Clay (VC), AsbestosCement (AC), Reinforced Concrete (RC), Steel, Cast Iron, HighDensity Poly Ethylene (HDPE), Unplasticised Polyvinylchloride (uPVC) dan Glass Reinforced Plastic (GRP).

Tabel 3.1 Perbandingan Bahan Pipa
Bahan Diameter
(inch) Panjang
(m) Standar Korosif
Dan
erosi Kekuatan Jenis
sambungan
1.Reinfored
Concrete 12 -144 1.2-7.4 ASTMC
76 Tidak
Tahan Kuat Bell spigot
3. Tanah Liat 4 – 48 1 – 2 ASTMC
700 Tahan Mudah pecah Mortar, rubber gasket
3. Pipa
Asbes 4 – 42 3.5 AWWAC
400 Tidak tahan Kuat Colar,
rubber ring
4. Cast Iron 2 – 48 6.1 AWWAC
100 Tidak tahan Sangat kuat Bellspigot,
Flanged
Mechanical
5. Pipa Baja 8 – 252 1.2 -4.6 AWWAC
200 Tidak tahan Kuat Bell spigot,socket
6. PVC 4 – 15 3.2 ASTMD
302 Tahan Cukup Flexible,
rubber,gasket
7. HDPE 6 – 36 6.3 ASTM
D3212 Tahan Kuat Rubbergasket,tightbell,
coupler.
Sumber: Metcalf & Eddy ,1991.

3.4.3. Kecepatan dan Kemiringan Pipa
1) Kemiringan pipa minimal diperlukan agar di dalam pengoperasiannya diperolehkecepatanpengaliran minimal dengan daya pembilasan sendiri (tractive force) gunamengurangi gangguan endapan di dasar pipa;
2) Koefisien kekasaran Manning untuk berbagai bahan pipa
Tabel 3.2 Koefisien Kekasaran Pipa
No Jenis Saluran Koefisien Kekasaran Manning (n)
1.
1.1
1.2
2.
3.
4.
5.
6
7. Pipa Besi Tanpa Lapisan
Dengan lapisan semen
Pipa berlapis gelas
Pipa Asbestos Semen
Saluran Pasangan Batu bata
Pipa Beton
Pipa naja Spiral dan Pipa Kelingan
Pipa Plastik halus (PVC)
Pipa Tanah Liat 0,012-0,015
0,012-0,013
0,011-0,017
0,010-0,015
0,012-0,017
0,012-0,016
0,013-0,017
0,002-0,012
0,011-0,015

3) Kecepatan pengaliran pipa minimal saat aliran penuh (fiull flow) atas dasartractive force
Tabel 3.3. Kecepatan Pengaliran Pipa
Diameter (D)
(mm) Kecepatan self cleansing
n=0,013 n= 0,015
200
250
300
375
450 0,47
0,49
0,40
0,52
0,54 0,41
0,42
0,44
0,45
0,47

4) Kemiringan pipa minimal praktis untuk berbagai diameter atas dasar kecepatan 0,60 m/dtk saat pengaliran penuh adalah :
Tabel 3.4. Kemiringan Pipa
Diameter
(mm) Kemiringan minimal [m/m] n=0,013 n=0,015
200
250
300
375
450 0,0033
0,0025
0,0019
0,0014
0,0011 0,0044
0,0033
0,0026
0,0019
0,0015

Atau dengan formula praktis :

di mana Smin (m/m), D (mm) dan Q (L/dtk)
5) Kemiringan muka tanah yang lebih curam daripada kemiringan pipa minimal bisadipakai sebagai kemiringan desain selama kecepatannya masih di bawah kecepatanmaksimal.

3.3.3. Kedalaman Pipa
1) Kedalaman perletakan pipa minimal diperlukan untuk perlindungan pipa dari beban di atasnya dan gangguan lain;
2) Kedalaman galian pipa :
– Persil > 0,4 m (bila beban ringan) dan > 0,8 m (bila beban berat)
– Pipa service 0,75 m
– Pipa lateral (1-1,2) m
3) Kedalaman maksimal pipa induk untuk saluran terbuka (open trench) 7m atau dipilih kedalaman ekonomis dengan pertimbangan biaya dan kemudahan/resiko pelaksanaan galian dan pemasangan pipa.

3.3.4. Hidrolika Pipa
1. Metode atau formula desain pipa pengaliran penuh (full flowi) yang digunakandalam pedoman ini adalah Manning
2. Ada 4 parameter utama dalam mendesain pipa alira penuh, dengan kaitanpersamaan antar-parameter sebagai berikut:
a. Debit, QF (m3/dtk)
QF =(13.5505 n^3 〖V_F〗^4)/S^1,5 = 0,785 V_F (D/1000)^2
= (0,3116(〖D⁄1000)〗^(16⁄3) S^0,5)/n ……………………………………..(2)
b. Kecepatan, VF (m/dtk)
Vf = 0,397/n (D/1000)2/3 S0,5 = (1,2739Q_f)/〖(d/1000)〗^2
= (0,5313/n0,75) Qf0,75S3/8…………………………………(3)
c. Kemiringan, S (m/m)
S = (10,3 L (〖nQ〗_f )^2)/(D⁄1000)^(16⁄3) = (6,3448 〖〖n^2 V〗_F〗^(8⁄3))/[(D/1000)4]^(4⁄3) = (5,4454n^2 〖V_F〗^(8⁄3))/〖Q_F〗^(2⁄3) ……………(4)
d. Diameter, D (mm)
D = (1,5485(nQ_F )^(3⁄8))/S^(3⁄16) = (1,1287 〖Q_F〗^0,5)/〖V_F〗^0,5 = (3,9977n^1,5 〖V_F〗^1,5)/S^0,75 …………..(5)
Pemakaian formula-formula diatas dapat juga dengan menggunakan Nomogram untuk berbagai koefisien Manning.

3. Pengaliran di dalam pipa air limbah adalah pengaliran secara gravitasi (tidakbertekanan), kecuali pada bangunan perlintasan (sifon) dan bila ada pemompaan.
4. Pada pengaliran secara gravitasi air limbah hanya mengisi penampang pipa dengankedalaman air hingga < (70 – 80) % terhadap diameter pipa, atau debit puncak =(70 – 80) % terhadap debit penuh atau allowance = (20 – 30) %.
5. Dari hasil perhitungan debit puncak (dengan infiltrasi) pada 5.4. no. 6, maka debitpenuh yang diperoleh sebesar: QF = QP + allowance.

6. Dari data kemiringan pipa rencana (S) dan debit penuh (QF) dengan menggunakan formula (3) dan (1) di atas dapat dihitung diameter (D) dan kecepatan pipa (Vp)
7. v/VF dan d/D dihitung dengan formula

3.5. PENEMPATAN DAN PEMASANGAN SALURAN
Berikut adalah beberapa alternatif penempatan dan pemasangan saluran berdasarkan keadaan/kondisi daerah pelayanan.
Perletakan saluran dilakukan di tengah jalan, bila bagian kiri dan kanan jalan terdapat jumlah rumah yang hampir sama banyak.
Perletakan saluran dilakukan pada jalan yang satu bagian sisi mempunyai jumlah rumah yang lebih banyak daripada sisi lainnya, saluran ditempatkan pada sisi jalan dengan jumlah rumah terbanyak.
Saluran dapat diletakkan pada kiri dan kanan jalan jika kedua sisi jalan tersebut terdapat banyak sekali rumah atau bangunan.
Untuk jalan dengan letak rumah atau bangunan di satu sisi lebih tinggi dari sisi lainnya, perletakan saluran dilakukan pada sisi jalan yang mempunyai elevasi lebih tinggi.
Untuk jalan dengan kondisi jumlah bangunan sama banyak di kedua sisinya dan mempunyai elevasi lebih Tinggi dari jalan, maka penempatan saluran dilakukan di tengah jalan.

Gambar 3.7. Penempatan dan Pemasangan Saluran

3.6. FLUKTUASI PENGALIRAN
Pola kebiasaan masyarakat dalam menggunakan air perlu diperhatikan dalam merencanakan instalasi pengolahan air limbah. Umumnya pemakaian maksimum air terjadi pada pagi dan sore hari, dan saat minimum umumnya terjadi pada larut malam. Besarnya fluktuasi aliran air limbah yang masuk ke pipa bergantung pada jumlah populasi di suatu kawasan. Besarnya fluktuasiterhadap aliran rata-rata adalah sebagai berikut:
Untuk pelayanan < 10.000 jiwa Q max/ Q rata = 4 s/d 3,5 dan Q min/ Q rata = 0,2 s/d 0.35 Untuk pelayanan antara 10.000 jiwa s/d 100.000 Q max/ Q rata = 3,5 s/d 2 dan Q min/ Qrata = 0,35 s/d 0,55 Untuk pelayanan > 100.000 jiwa Q max/ Q rata = 2,0 s/d 1,5 dan Q min/ Q rata = 0,55 s/d0,6
Rata-rata pemakaian air adalah sebesar 20 ltr/kapita/hari dan air limbah yang masuk ke jaringan perpipaan perpipaan adalah 80 % dari konsumsi air tersebut atau kira-kira 100 ltr/ capita.hari.Kecepatan aliran maksimum tergantung jenis pipa yang digunakan dan pada umumnya berkisarantara 2-4 m/det. Kecepatan aliran minimum diharapkan dapat menghindari terjadinyapengendapan dalam pipa sehingga kecepatan aliran minimum harus lebih besar dari 0,6 m/det.

3.7. BANGUNAN PELENGKAP
Beberapa bangunan pelengkap yang dipergunakan dalam sistem perpipaan air limbah
diantaranya di bawah ini dan dapat dilihat pada Gambar 3.8:
– Manhole
– Ventilasi udara
– Terminal Clean out
– Drop Manhole
– Tikungan (Bend)
– Transition dan Junction
– Bangunan penggelontor
– Syphon
– Rumah Pompa

Gambar 3.8 Bangunan Pelengkap pada Sistem perpipaan Air Limbah
3.7.1. Manhole
Manhole adalah salah satu bangunan perlengkap sistem penyaluran air buangan yang berfungsi sebagai tempat memeriksa, memperbaiki, dan membersihkan saluran dari kotoran yang mengendap dan benda-benda yang tersangkut selama pengaliran, serta untuk mempertemukan beberapa cabang saluran, baik dengan ketinggian sama maupun berbeda.
Manhole dapat ditempatkan pada:
Permulaan saluran lateral.
Setiap perubahan arah: vertikal, yaitu pada ketinggian terjunan lebih besar daridua kali diameter digunakan jenis drop manhole. Horizontal, pada belokan lebih besar 23.50.
Setiap perubahan diameter.
Setiap perubahan bangunan.
Setiap pertemuan atau percabangan beberapa pipa.
Setiap terjadi perubahan kemiringan lebih besar dari 450.
Sepanjang jalan lurus, dengan jarak tertentu dan sangat tergantung padadiameter saluran.

Penempatan dan jarak antar Manhole
Berikut adalah tabel jarak perletakan manhole menurut diameter saluran.
Tabel 3.5 Perletakan Manhole Menurut Diameter

Diameter (mm)
Jarak Antar Manhole (m)
< 200 200 – 500 500 – 1000 >1000 50 – 100
100 – 125
125 – 150
150 – 200
Sumber : Harjosuprapto,2000

Salah satu syarat utama manhole adalah besarnya diameter manhole harus cukup untuk pekerja dan peralatannya masuk kedalam serta dapat mudah melakukan pekerjaannya, diameter manhole bervariasi sesuai dengan kedalaman manhole.

Berikut adalah tabel ukuran diameter manhole menurut kedalaman:
Tabel 3.6. Diameter Manhole Menurut Kedalaman
Kedalaman (m) Diameter (m)
< 0.8 0.8 – 3.5 > 3.5 0.75
1.00 – 1.20
1.20 – 1.80
Sumber : Harjosuprapto,2000

Konstruksi Manhole
Ketebalan dinding manhole serta lantai kerja tergantung pada:
Kedalaman.
Kondisi Tanah.
Beban yang diterima.
Material yang digunakan.
Umumnya ketebalan manhole adalah 5” – 9” (125–225 mm ).
Perumusan ketebalan dinding sebegai berikut:
T = 2 + d/2 (inchi)
D = diameter manhole (ft)
Bahan yang digunakan adalah konstruksi beton, pasangan batu kali, pasangan batu bata. Pada bagian atasnya digunakan ‘precast concrete’.

3.7.3. Syphon
Sebagai bangunan perlintasan, seperti pada sungai/kali, jalan kereta, api, atau depressed highway.
Komponen Struktur dari syphon, antara lain:
(a). Inlet dan outlet (box)
Berfungsi sebagai pengendalian debit dan fasilitas pembersihan pipa.
(b). Depressed sewer (pipa syphon)
• Berfungsi sebagai perangkap, sehingga kecepatan pengaliran harus cukup tinggi,di atas 1 m/detik pada saat debit rata-rata
• Terdiri dari minimal 3 unit (ruas) pipa sifon dengan dimensi yang berbeda, minimal 150 mm. Pipa ke 1 didesain dengan Qmin, pipa ke 2 didesain dengan (Qr-Qmin) dan pipa ke 3 didesain dengan (Qp-Qr).

3.8. PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI IPAL
3.8.1 Pengolahan Fisik
Maksud pengolahan fisik adalah memisahkan zat yang tidak diperlukan dari dalam airtanpamenggunakan reaksi kimia dan reaksi biokimia hanya menggunakan proses secara fisik sebagaivariabel pertimbangan untuk rekayasa pemisahan dari air dengan polutan atau zat-zat pencemaryang ada di dalam air limbah tersebut.Beberapa cara pemisahan yang dapat dilakukan diantaranya adalah:
a. Pemisahan sampah dari aliran dengan saringan sampah (screen),
b. Pemisahan grit (pasir) dengan pengendapan melalui grit chamber, kecepatan aliran dalamgrit chamber tersebut diatur sedemikian rupa sehingga yang diendapkan hanya pasir yangrelatif mempunyai spesifik grafiti yang lebih berat dari partikel lain.
c. Pemisahan partikel discrete (sendiri tidak mengelompok) dari suspensi melaluipengendapan bebas (unhindered settling),
d. Pemisahan pengendapan material flocculant (hasil proses flokkulasi atau proses sintesaoleh bakteri) yaitu parikel yang mengelompok oleh gaya saling tarik menarik (van derwaals forces) menjadi menggumpal lebih besar dan kemudian menjadi lebih berat danmudah mengendap.
e. Pemisahan partikel melalui metoda sludge blanked yang disebut juga hinderedsedimentation.
f. Pemisahan dengan metoda konsolidasi pengendapan yaitu diendapkan pada lapisanlapisancairan yang dangkal sehingga mempercepat (compress) pengendapan. Sistem inidisebut lamella separator. Penerapannya seperti tube settler dan plat settler.
3.8.2 Saringan sampah (Screen)
Meskipun air limbah lewat kamar mandi, WC dan wastafel dapur (kitchen sink), namun tetapsaja ada sampah-sampah yang masuk pada aliran air limbah. Bila material ini masuk, dapatmengganggu proses kerja impeller pompa atau bila masuk dalam proses di instalasi pengolah airlimbah (IPAL) akan mengganggu proses purifikasi. Kriteria desain saringan sampah pada aliranair limbah dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 3.7. Persyaratan Teknis Saringan
Faktor Design Pembersihan Cara Manual Pembersihan dengan alat mekanik
Kecepatan aliran lewat celah (m/dt) 0,3-0,6 0,6-1
Ukuran Penampang Batang
Lebar (mm) 4-8 8-10
Tebal (mm) 25-50 50-75
Jarak bersih dua batang (mm) 25-75 10-50
Kemiringan terhadap horisontal (derajat) 45-60 75-85
Kehilangan tekanan lewat celah (mm) 150 150
Kehilangan tekanan Max (saat tersumbat) (mm) 800 800

Gambar 3.9. Skematik gambar saringan sampah

3.8.3 Bak Penangkap Pasir (Grit Chamber)
Grit chamber diperlukan untuk memisahkan kandungan pasir atau grit dari aliran air limbah.Kunci dari pemisahan ini adalah mengendapkan pasir pada kecepatan horizontal tetapikecepatan tersebut tidak telalu pelan sehingga bahan-bahan lain (organik) selain pasir tidak ikutmengendap.
Seperti diketahui bahwa debit air limbah berfluktuasi yang terdiri dari aliran maksimum,minimum dan rata-rata. Maka untuk menghadapi variasi debit tersebut beberapa hal yang dapatdilakukan atau dipertimbangkan pada saat merencanakan grit chamber, yaitu:
• Grit chamber dibagi menjadi dua kompartemen atau lebih, untuk aliran minimum bekerjahanya satu kompartemen dan maksimum bekerja keduanya
• Penampang melintang grit chamber tersebut dibuat mendekati bentuk parabola untuk mengakomodasi setiap perubahan debit dengan kecepatan konstan/tetap
• Melengkapi grit chamber dengan pengatur aliran yang disebut control flame yang dipasang pada ujung aliran

Gambar 3.10. Skematik Grit Chamber

Tabel 3.8. Kriteria Desain Grit Chamber
Faktor Rencana Kriteria Keterangan
Dimensi
Kedalaman (m)
Panjang (m)
Lebar (m)
Rasio lebar/dalam
Rasio panjang/lebar
2-5
7,5-20
2,5-7
1:1 s/d 5:1
2,5:1 s/d 5:1
Jika diperlukan untuk menangkap pasir halus (0,21 mm), gunakan waktu detensi (td) yang lebih lama.
Lebar disesuaikan juga untuk peralatan pengeruk pasir mekanik, kalau terlalu lebar dapat menggunakan buffle pemisah aliran untuk mencegah aliran pendek
Kecepatan Aliran (m/detik) Di permukaan air
Detention time pada aliran puncak
Pasoka udara (liter.detik m panjang tangki) Jika diperlukan untuk mengurangi bau
(Sumber : Kriteria Teknis Prasarana dan sarana Pengelolaan Air Limbah, PU, 2006)

3.8.4 Bak Pengendap I (Preliminary Sedimentation)
Fungsi utama bak pengendap I adalah mengendapkan partikel discrete. Unit ini juga dapatmenurunkan konsentrasi BOD/COD dalam aliran sehingga membantu menurunkan bebanpengolahan biologis pada tahapan pengolahan berikutnya. Unit ini dapat mengendapkan (50-70)% padatan yang tersuspensi (suspended solid) dan mengurangi (30-40)% BOD.
Terdapat tiga (3) tipe unit pengedap yang biasa digunakan yaitu:
• Horizontal flow (aliran horizontal) yaitu dalam bentuk persegi panjang
• Radial flow yaitu bak sirkular, air mengalir dari tengah menuju pinggir
• Upword flow yaitu aliran dari bawah ke atas dan biasanya bak yang digunakan berbentukkerucut menghadap ke atas. Padatan yang mengendap akan naik dan saling bertumbukansehinga terjadi selimut lumpur
Sebaiknya desain dimensi bak pengendap I menggunakan kecepatan aliran puncak (peak hourflow) jika tujuannya hanya berfungsi untuk mengedapkan partikel discrete saja dan tidak untukmenurunkan kadar bahan organik. Artinya menggunakan detention time dalam bilangan jamsaja dan bukan hari. Beberapa kriteria perencanaan berkenaan dengan bak pengendap I dapatdilihat pada uraian berikut ini.

Sumber: Syed R. Qasim, Waste water Treatment plants, CBS publishing Jepan,Ltd., 1985,
Gambar 3.11 Grafik Surface Loading Rate (SLR) dan Waktu Detensi (td)

Tabel 3.9 Design kriteria untuk masing masing tipikal bak pengendap pertama
Parameter Tipe bak pengendap
Persegi Panjang Aliran radial Aliran ke atas
Surface Loading (m3/m2) (Beban permukaan) 30-45 pada aliran maksimum 45 pada aliran maksimum = 30 pada aliran maksimum
Waktu detensi (jam) 3. pada aliran maksimum 3. pada aliran maksimum 2-3 pada aliran maksimum
Dimensi P/L 4:1, dalam 1,5 m
P/L 2:1 dalam 3m Dalam 1/6 s/d 1/10
diameter Piramid dengan sudut 600 Kerucut Sudut 450
Weir Over flow rate (m3/m hari) 300 V-notch weir di sisi luar V-notch weir di sisi luar
Kinerja untuk SS > 100 mg/ltr 40-50%, sludge 3-7% 50-70%, lumpur 3-6,5% 65% , lumpur 3-4 %
Sumber : Kriteria Teknis Prasarana dan sarana Pengelolaan Air Limbah, PU. 2006

Gambar 3.12 Skema Bak Persegi Panjang Tipe Aliran Horizontal

Gambar 3.13 Skema Tipikal Bak Pengendap Tipe Aliran Radial dan Aliran Ke Atas

3.8.5 Bak Pengendap II (clarifier)
Perhatian khusus harus diberikan terhadap pengendapan flok dalam bentuk MLSS (mixedliquoer suspended solid) dari proses activated sludge atau lumpur aktif dengan konsentrasiyang tinggi mencapai 5.000 mg/l. Clarifier ini merupakan pengendapan terakhir yang disebutjuga dengan final sedimentation
Hasil effluent yang keruh memperlihatkan suatu kegagalan proses pengendapan. Berdasarkanpengalaman empirik untuk desain beban permukaan/surface loading (Q/A) digunakan 30-40m3/m3.hari. Sedangkan untuk desagn yang aman, harus menggunakan aliran maksimum.Kedalaman bak pengendap dengan weir minimal 3 m dan waktu detensi (td) 2 jam untuk aliranpuncak, Jika perhitungan menggunakan aliran rata-rata, maka waktu detensi berkisar antara 4,5-6 jam. Besarnya beban pada weir (loading rate) adalah sebesar 124 m3/m.hari.

Gambar 3.14. Bentuk Bangunan Secondary Clarifier

3.8.6. PENGOLAHAN BIOLOGIS
Beberapa peristilahan yang umum terdapat dalam pengolahan air limbah secara biologis,diantaranya:
a. BOD5 adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter (mg/l) yang diperlukanuntuk menguraikan benda organik oleh bakteri, sehingga limbah tersebut menjadi jernihkembali. Untuk itu semua, diperlukan waktu 100 hari pada suhu 200C. Akan tetapi dilaboratorium dipergunakan waktu 5 hari sehingga dikenal dengan BOD5
b. COD adalah banyak oksigen dalam ppm atau milligram/liter yang dibutuhkan dalamkondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi.
c. TSS (Total Suspended Solid) adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada didalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45mikron
d. MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) adalah jumlah TSS yang berasal dari bakpengendap lumpur aktif
e. MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid) MLSS yang sudah dipanaskan padasuhu 6000C sehingga material volatile (mudah menguap) yang terkandungdidalamnyamenguap.
f. Lumpur aktif (activated sludge) adalah endapan lumpur yang berasal dari air limbah yangtelah mengalami pemberian udara (aerasi) secara teratur. Lumpur ini berguna untukmempercepat proses stabilisasi dari air limbah . Lumpur ini sangat banyak mengandungbakteri pengurai, sehingga sangat baik dipergunakan untuk pemakan zat organik padaairlimbah yangmasih baru.
g. Waktu tinggal (detention time) adalah waktu yang diperlukan oleh suatu tahappengolahanagar tujuan pengolahan dapat tercapai secara optimal. Pada setiap bagianbangunanpengolah memiliki waktu tinggal yang berbeda-beda, sehingga waktu tinggalini perludiketahui lamanya pada setiap jenis bangunan pengolah. Dengan diketahuinyawaktutinggal ini maka besarnya bangunan pengolah dapat dibuat dalam ukuran yangtepat sesuai dengan kebutuhan.
h. Sewer adalah perlengkapan pengelolaan air limbah, bisa berupa pipa atau selokan yangdipergunakan untuk membawa air buangan dari sumbernya ke tempt pengolahan atau ketempat pembuangan.
i. Effluent adalah cairan yang keluar dari salah satu bagian dari bangunan pengolah atau daribangunan pengolahan secara keseluruhan.
j. Trickling filter adalah teknik yang baik untuk meningkatkan kontak dari air limbahdengan mikroorganisme pemakan bahan-bahan organik yang mengambil oksigen untukmetabolismenya. Saringan ini berupa hamparan batu koral berukuran sedang melaluimana air tersebut menetes dan berkontak dengan mikroorganisme yang menempel padabatu koral tersebut. Pertumbuhan bakteri berkembang sebagai lapisan tipis seperti filmpada hamparan di sela-sela koral.

Gambar 3.15. Sistem Pengolahan Limbah

BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH

3.1. Letak Geografis dan Administratif
Kabupaten Blitar adalah sebuah kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Timur. Letak Kabupaten Blitar antara 111o40’ – 112 o 10’ Bujur Timur dan 7 o 58’ – 8 o 9’51’’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 1.588,79 Km2. Secara topografi Blitar terletak dikaki lereng Gunung Kelud di Jawa Timur. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi tingkat kesuburan tanah di kawasan Blitar Utara adalah adanya Gunung Kelud yang masih aktif serta banyaknya aliran sungai yang cukup memadai. Gunung berapi dan sungai yang lebar berfungsi sebagai sarana penyebaran zat-zat hara yang terkandung dalam material hasil letusan gunung berapi. Adapun jarak Ibu Kota Blitar dengan Ibu Kota Propinsi Jawa Timur (Surabaya) kurang lebih 170 Km arah Timur Laut dan ke ibu Kota Negara (Jakarta) kurang lebih 900 Km ke arah Barat. Dengan batas administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang
Sebelah Timur : Kabupaten Malang
Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
Sebelah Barat : Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Kediri

Gambar 3.1. Peta Administrasi Kabupaten Blitar
Kabupaten Blitar terdiri dari 22 Kecamatan yang dibagi lagi menjadi 220 Desa dan 28 Kelurahan. Kecamatan Wlingi adalah salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Blitar. Kecamatan ini terdiri dari 9 desa. Namun dalam pembahasannya, hanya akan dibahas 2 desa di Kecamatan Wlingi, yaitu Desa Babadan dan Desa Soso.

3.2. Kondisi Penduduk
Jumlah penduduk yang terdapat di 2 desa di Kecamatan Wlingi, yaitu Desa Carangrejo, Desa Gelangkulon, Desa Glinggang, Desa Karangwaluh, Desa Kukti sekitar 40.000 jiwa atau sekitar 8.000 KK. Diperkirakan pertumbuhan penduduk di Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar akan terus bertambah yaitu sekitar 0,5 % per tahun.

BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA

4.1. Perhitungan pertambahan Jumlah Penduduk
a. Geometric Rate of Growth
Rumus : Pn = Po (1+r)n
Dimana :
Po : jumlah penduduk pada awal tahun
r : angka pertumbuha penduduk (%)
n : jumlah waktu dalam tahun
Pn : jumlah penduduk tahun n

Tabel 4.1.1 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P1

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 632
1 2014 807
2 2015 1029
3 2016 1314
4 2017 1677
5 2018 2140
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.2 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P2

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 148
1 2014 189
2 2015 241
3 2016 308
4 2017 393
5 2018 501
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.3 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P3

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 424
1 2014 541
2 2015 691
3 2016 881
4 2017 1125
5 2018 1436
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.4 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P4

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 364
1 2014 465
2 2015 593
3 2016 757
4 2017 966
5 2018 1233
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.5 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P5

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 252
1 2014 322
2 2015 410
3 2016 524
4 2017 669
5 2018 853
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.6 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P6

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 204
1 2014 260
2 2015 332
3 2016 424
4 2017 541
5 2018 691
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.7 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P7

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 60
1 2014 77
2 2015 98
3 2016 125
4 2017 159
5 2018 203
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.8 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P8

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 628
1 2014 802
2 2015 1023
3 2016 1306
4 2017 1666
5 2018 2127
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.9 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P9

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 596
1 2014 761
2 2015 971
3 2016 1239
4 2017 1581
5 2018 2018
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.10 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P10

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 936
1 2014 1195
2 2015 1525
3 2016 1946
4 2017 2483
5 2018 3170
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.11 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P11

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 904
1 2014 1154
2 2015 1473
3 2016 1879
4 2017 2399
5 2018 3061
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.12 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P12

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 748
1 2014 955
2 2015 1218
3 2016 1555
4 2017 1985
5 2018 2533
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.13 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P13

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 540
1 2014 689
2 2015 880
3 2016 1123
4 2017 1433
5 2018 1829
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.14 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P14

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 1492
1 2014 1904
2 2015 2430
3 2016 3102
4 2017 3959
5 2018 5052
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.15 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P15

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 668
1 2014 853
2 2015 1088
3 2016 1389
4 2017 1772
5 2018 2262
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.16 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P16

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 544
1 2014 694
2 2015 886
3 2016 1131
4 2017 1443
5 2018 1842
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.17 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P17

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 380
1 2014 485
2 2015 619
3 2016 790
4 2017 1008
5 2018 1287
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.18 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P18

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 2240
1 2014 2859
2 2015 3649
3 2016 4657
4 2017 5943
5 2018 7585
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.19 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P19

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 236
1 2014 301
2 2015 384
3 2016 491
4 2017 626
5 2018 799
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.20 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P20

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 2156
1 2014 2752
2 2015 3512
3 2016 4482
4 2017 5721
5 2018 7301
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.21 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P21

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 608
1 2014 776
2 2015 990
3 2016 1264
4 2017 1613
5 2018 2059
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.22 Pertumbuhan Geometri Pada Kawasan P22

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 592
1 2014 756
2 2015 964
3 2016 1231
4 2017 1571
5 2018 2005
Sumber : Hasil Perhitungan

b. Exponential Rate of Growth
Rumus : Pn = Po.ern
Dimana :
Po : jumlah penduduk pada awal tahun
r : angka pertumbuhan penduduk (%)
n : jumlah waktu dalam tahun
Pn : jumlah penduduk tahun n

Tabel 4.1.23 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P1

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 632
1 2014 811
2 2015 1042
3 2016 1338
4 2017 1718
5 2018 2206
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.24 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P2

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 148
1 2014 190
2 2015 244
3 2016 313
4 2017 402
5 2018 517
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.25 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P3

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 424
1 2014 544
2 2015 699
3 2016 898
4 2017 1152
5 2018 1480
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.1.26 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P4

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 364
1 2014 467
2 2015 600
3 2016 771
4 2017 989
5 2018 1270
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.27 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P5

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 252
1 2014 324
2 2015 415
3 2016 533
4 2017 685
5 2018 879
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.28 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P6

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 204
1 2014 262
2 2015 336
3 2016 432
4 2017 554
5 2018 712
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.29 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P7

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 60
1 2014 77
2 2015 99
3 2016 127
4 2017 163
5 2018 209
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.1.30 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P8

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 628
1 2014 806
2 2015 1035
3 2016 1329
4 2017 1707
5 2018 2192
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.31 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P9

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 596
1 2014 765
2 2015 983
3 2016 1262
4 2017 1620
5 2018 2080
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.32 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P10

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 936
1 2014 1202
2 2015 1543
3 2016 1981
4 2017 2544
5 2018 3267
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.33 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P11

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 904
1 2014 1161
2 2015 1490
3 2016 1914
4 2017 2457
5 2018 3155
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.34 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P12

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 748
1 2014 960
2 2015 1233
3 2016 1583
4 2017 2033
5 2018 2610
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.35 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P13

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 540
1 2014 693
2 2015 890
3 2016 1143
4 2017 1468
5 2018 1885
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.36 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P14

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 1492
1 2014 1916
2 2015 2460
3 2016 3158
4 2017 4055
5 2018 5207
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.37 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P15

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 668
1 2014 858
2 2015 1101
3 2016 1414
4 2017 1816
5 2018 2331
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4.1.38 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P16

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 544
1 2014 698
2 2015 897
3 2016 1152
4 2017 1479
5 2018 1899
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.39 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P17

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 380
1 2014 488
2 2015 626
3 2016 804
4 2017 1033
5 2018 1326
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.40 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P18

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 2240
1 2014 2876
2 2015 3693
3 2016 4742
4 2017 6088
5 2018 7817
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.41 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P19

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 236
1 2014 303
2 2015 389
3 2016 500
4 2017 641
5 2018 824
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.42 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P20

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 2156
1 2014 2768
2 2015 3554
3 2016 4564
4 2017 5860
5 2018 7524
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.43 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P21

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 608
1 2014 781
2 2015 1002
3 2016 1287
4 2017 1653
5 2018 2122
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.44 Pertumbuhan Exponensial Kawasan P22

No Tahun Jumlah Penduduk
(Pn)
2013 592
1 2014 760
2 2015 976
3 2016 1253
4 2017 1609
5 2018 2066
Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel 4.1.45 Rekapitulasi
Nama Saluran Tahun 2013 Exponensial Geometri
Tahun 2018 Tahun 2018
P1 632 2206 2140
P2 148 517 501
P3 424 1480 1436
P4 364 1270 1233
Nama Saluran Tahun 2013 Exponensial Geometri
Tahun 2018 Tahun 2018
P5 252 879 853
P6 204 712 691
P7 60 209 203
P8 628 2192 2127
P9 596 2080 2018
P10 936 3267 3170
P11 904 3155 3061
P12 748 2610 2533
P13 540 1885 1829
P14 1492 5207 5052
P15 668 2331 2262
P16 544 1899 1842
P17 380 1326 1287
P18 2240 7817 7585
P19 236 824 799
P20 628 7524 7301
P21 608 2122 2059
P22 592 2066 2005
Sumber : Hasil Perhitungan

4.2. Debit Pipa Cabang/Induk
Untuk pipa cabang/induk d/D sehingga dari nomogram untuk pipa bulat diperoleh Qp/Qf = 0,87
Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2. Perhitungan Debit Limbah Perumahan

4.3. Desain Bak Pemisah Lemak/minyak
Bak pemisah lemak atau grease removal yang direncanakan adalah tipe gravitasi sederhana. Bak terdiri dari dua buah ruangan yang dikengkapi dengan bar screen pada bagian inletnya.
Kapasitas Pengelolaan = 0,149 m3/dt = 12870 m3/hari
Kriteria Perencanaan = Retention Time ± 30 menit
Volume Bak = 30/60×24 x 12870 = 268,143 m3
Dimensi Bak :
Panjang = 20 m
Lebar = 14 m
Kedalaman Air = 1 m
Ruang bebas = 0,5 m
Volume Efektif = 280 m3
Konstruksi = Beton K300
Tebal dinding = 20 cm
Contoh desain bak pemisah lemak/minyak ditunjukkan seperti berikut :

Gambar 4.1 Bak Pemisah Lemak/Minyak
4.4. Desain Bak Penampung Air Limbah
Waktu tinggal di dalam Bak (HRT) = 4 – 8 jam
Ditetapkan : waktu tinggal di dalam bak ekualisasi 7 jam
Jadi,
Volume bak = 7/24 x 12870 = 3754,005 m3
Dimensi bak :
Kedalaman Bak = 3 m
Lebar Bak = 36 m
Panjang Bak = 36 m
Tinggi ruang bebas = 0,5 m
Konstruksi = Beton K275
Tebal dinding = 20 cm
Cek :
Volume effektif = 3888 m3
Waktu tinggal = HRT di dalam bak = 7,033 >>>> OK
Contoh Desain bak ekualisasi ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 4.2 Bak Penampung Air Limbah

4.5. Pompa air Limbah (PL)
Debit air limbah = 0,148958 m3/hari = 8938,108 lt/menit
Tipe = Submersible Pump
Tipe Kapasitas = 7500 – 15.000 lt/mnt
Total Head = 3,12 m
Output Listrik = 350 watt
Material = Technopolimer
Pompa yang direkomendasikan :
Merk = Showfou, Pedrollo, HCP

4.6. Bak Pengendap Awal
Debit air limbah = 12870,87 m3/hari
BOD masuk = 300 mg/l
Efisiensi = 25 %
BOD keluar = 225 mg/l
Waktu tinggal di bak = 2 – 4 jam
Volume bak = 7/24 x 12870,87 = 1608,859 m3
Dimensi :
Panjang = 33 m
Lebar = 33 m
Tinggi = 2 m
Tinggi ruang bebas = 0,5 m (disesuaikan dengan kondisi lapangan)
Konstruksi = Beton K275
Tebal dinding = 20 cm
Cek :
Waktu tinggal (Retention Time) rata – rata (T) = (49 x 25 x 2,5)/(12870,87 m^3/hari) x 24 jam/hari
= 4,061 jam >>>> OK

Gambar 4.3 Proses Ipal Terpusat Kapasitas 12870,87 m3/hari

Gambar 4.4 Bak Pemisah Lemak dan Bak Ekualisasi

BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
Kecamatan Wlingi, yaitu Desa Carangrejo, Desa Gelangkulon, Desa Glinggang, Desa Karangwaluh, Desa Kukti. Sistem pengolahan yang dipilih adalah Sistem Pengolahan Off-Site Position. Dan memakai sistem perpipaan.
Dari hasil pengolahan data, maka diprediksi kawasan IPAL tersebut pada tahun 2018 memiliki jumlah penduduk 52445 jiwa. Dan diameter maksimum 20 inchi. Dimensi bak pemisah lemak/minyak dengan ukuran 20 m x 14 m memiliki volume efektif 280 m3. Desain bak penampungan air limbah dengan 36 m x 36 m memiliki volume efektif 3888 m3. Dipilih merk showfou, pedrollo,HCP. Bak pengendap awal dibuat panjang 33 m x 33 m.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. 1979. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara.
Hammer, Mark J., Water and Wastewater Technology (New York: John Willey and Sons., 1977)
Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Sistem Pengawasan Kualitas Air.
Sugiharto, 1987. Dasar-dasar pengelolaan air lombah, Jakarta : UI-Press.