KORUPSI

KORUPSI DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT DAN NILAI BUDAYA
Pengampu : Drs. Suyono, M.Pd

Disusun oleh :
Nama : Feby Fitrotul Janah
NIM : 201533250
Kelas : E

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2015/2016

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan filsafat yang bertemakan KORUPSI dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Semoga buku sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya buku yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

JEPARA,23 Desember 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
JUDUL…………………………………………………………………………………………..
DATA PENULIS…………………………………………………………………………….
PRAKATA …………………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………….
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………….
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………………..
1.3. Tujuan …………………………………………………………………………..
1.4. Manfaat ………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………..
2.1. Pengertian Korupsi …………………………………………………………
2.2. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif………….
2.3. Penyebab Korupsi…………………………………………………………..
2.4. Ciri-ciri dan Jenis Korupsi……………………………………………….
2.5. Dampak Korupsi……………………………………………………………..
2.6. Upaya Mengatasi Korupsi………………………………………………..
2.7. Cara Mencegah dan Membrantas Korupsi……………………….
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….
3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………….
3.2. Saran ………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itumerupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karenakorupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud korupsi?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya korupsi?
3. Apa saja ciri-ciri dan jenis korupsi?
4. Dampak apa saja terjadinya korupsi?
5. Apa saja upaya untuk mengatasi korupsi?
6. Bagaimana cara mencegah dan membrantas korupsi?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri dari korupsi.
4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.
5. Untuk mengetahui upaya mengatasi korupsi
6. Untuk mengetauhi cara mencegah dan membrantas korupsi.

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian korupsi.
2. Dapat mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Dapat mengetahui ciri-ciri dari korupsi.
4. Dapat mengetahui dampak adanya korupsi.
5. Dapat mengetahui upaya mengatasi korupsi
6. Dapat mengetahui cara mencegah dan membrantas korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono,korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

2.2. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
1) Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
2) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
3) Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
4) Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
5) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
6) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya(Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
7) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
8) Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
9) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
10) Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
11) Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
12) Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
13) Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
14) Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
15) Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang:Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
16) Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf f).
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i).
17) Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).

Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :
1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001).
2) Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001).
3) Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
4) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
5) Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
6) Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
7) Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).

2.3. Penyebab Korupsi

1. Beberapa kondisi yang mendukung munculnya korupsi yaitu :
1) Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
2) Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah.
3) Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
4) Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
5) Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
6) Lemahnya ketertiban hukum.
7) Lemahnya profesi hukum.
8) Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
9) Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
10) Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”.

2. Aspek-aspek penyebab seseorang melakukan korupsi
1) Dr. Sarlito W. Sarwo, tidak ada jawaban yang persisi, tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu :
a Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya).
b Rangsangan dari luar (dorongan dari teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
2) Dr. Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasi beberapa penyebab koruopsi yaitu:
a Gaji pegawai negeri yangh tidak sebanding dengan kebutuhan yang semakin tinggi
b Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi.
c Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efesien, yang memberikan peluan untuk korupsi.
d Modernisasi pengembangbiakan korupsi.
3) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul “Strategi Pemberantasan Korupsi,” antara lain :
a Sifat Tamak Manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.

b Moral yang Kurang Kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.

c Tingkat upah dan gaji pekerja di sector public
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
d Kebutuhan Hidup yang Mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

e Gaya Hidup yang Konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi
.
f Malas atau Tidak Mau Bekerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.

g Tidak Menerapkan ajaran Agama
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.

3. Bentuk-bentuk penyalahgunaan
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

 Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.
Duabelas negara yang paling minim korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan tentang korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional pada tahun 2001 adalah sebagai berikut:

• Australia
• Kanada
• Denmark
• Finlandia
• Islandia
• Luxemburg
• Belanda
• Selandia Baru
• Norwegia
• Singapura
• Swedia
• Swiss
• Israel

Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah:

• Azerbaijan
• Bangladesh
• Bolivia
• Kamerun
• Indonesia
• Irak
• Kenya
• Nigeria
• Pakistan
• Rusia
• Tanzania
• Uganda
• Ukraina

Namun, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada)
 Sumbangan kampanye dan “uang haram”
Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.

2.4. Ciri-ciri dan Jenis Korupsi
1. Ciri-Ciri Korupsi
 Menurut Syed Hussein Alatas
a Korupsi senantiasa melibatkan lebih dai satu orang
b Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan.
c Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
d Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum.
e Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk memengaruhi keputusan-keputusan itu.
f Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
g Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.

2. Jenis Tindak Pidana Korupsi
a Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)
b penggelapan dalam jabatan
c Pemerasan dalam jabatan
d Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)
e Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

2.5. Dampak Korupsi
1. Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2. Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dariUniversitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

3. Kesejahteraan umum Negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

4. Dampak Lingkungan
Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa dapat mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan. Karena proyek-proyek yang dikerjakan biasanya tidak mengikuti standarisasi lingkungan negara tersebut (atau internasional). Akibat dari penolakan mengikuti standarisasi tersebut akan berdampak kerusakan parah pada lingkungan dalam jangka panjang dan tentunya berimplikasi pada tingginya resiko masalah kesehatan.
5. Dampak pada Kesehatan dan Keselamatan Manusia
Resiko kerusakan dapat terjadi pada kesehatan dan keselamatan manusia berbagai akibat kualitas lingkungan yang buruk, penanaman modal yang anti-lingkungan atau ketidakmampuan memenuhi standarisasi kesehatan dan lingkungan. Korupsi akan menyebabkan kualitas pembangunan buruk, yang dapat berdampak pada kerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko korban.

6. Dampak pada Inovasi
Korupsi membuat kurangnya kompetisi yang akhirnya mengarah kepada kurangnya daya inovasi. Perusahaan-perusahaan yang bergantung pada hasil korupsi tak akan menggunakan sumber dayanya untuk melaku kan inovasi. Hal ini akan memicu perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan korupsi untuk tidak merasa harus menanamkan modal berbentuk inovasi karena korupsi telah membuat mereka tidak mampu mengakses pasar.

7. Erosi Budaya
Ketika orang menyadari bahwa tidak jujurnya pejabat publik dan pelaku bisnis, serta lemahnya penegakan hukum bagi pelaku-pelaku korupsi, akan menyebabkan masyarakat meninggalkan budaya kejujuran dengan sendirinya dan membentuk kepribadian masyarakat yang tamak. Hal serupa juga terjadi pada pelaku bisnis yang akan menyadari bahwa menawarkan harga dan kualitas yang kompetitif saja, tak akan cukup untuk memenuhi persyaratan sebagai pemenang tender
.
8. Menurunnya Tingkat Kepercayaan Kepada Pemerintah
Ketika orang menyadari bahwa pelaku korupsi dilingkungan pemerintahan tidak dijatuhi hukuman, mereka akan menilai bahwa pemerintah tak dapat dipercaya. Kemudian secara moral, masyarakat seakan mendapat pembenaran atas tindakannya mencurangi pemerintah karena dianggap tidak melanggar nilai-nilai kemanusiaan.

9. Kerugian Bagi Perusahaan yang Jujur
Jika peserta tender yang melakukan korupsi tidak mendapat hukuman, hal ini akan menyebabkan peserta yang jujur akan mengalami kerugian karena kehilangan kesempatan melakukan bisnisnya. Meski sesungguhnya hasil pekerjaanya jauh lebih baik dibanding perusahaan korup yang mengandalkan korupsi untuk mendapatkan tender dengan kualitas pekerjaan yang dapat dipastikan buruk.

2.6. Upaya Mengatasi Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
1. Upaya pencegahan (preventif).
1) Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
2) Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
3) Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
4) Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
5) Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
6) Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
7) Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
8) Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

2. Upaya penindakan (kuratif).
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

3. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

4. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya,Medan,Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

2.7. Cara Mencegah dan Membrantas Korupsi
1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.

2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

3. Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.

Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
Negara mengeluarkan 3 produk hukum tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu:
a. UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
b. UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
c. UU No 28 Tahun 1999 tentang enyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Kesimpulan dari ketiga UU yang menyangkut pemberantasan tindak pidana korupsi ini merupakan lex specialis generalis. Materi substansi yang terkandung didalamnya antara lain :
1. Memperkaya diri/orang lain secara melawan hokum (Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999). Jadi, pelaku tindak pidana korupsi tersebut adalah setiap orang baik yang berstatus PNS atau No-PNS serta korporasi yang dapat berbentuk badan hokum atau perkumpulan.
2. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
3. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
4. Adanya oenyakahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana (Pasal 3 UU N0.31 Tahun 1999).
5. Menyuap PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001).
6. Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001).
7. Penggelapan dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).

Oleh karena itu, keberadaan produk regulasi yang diberikan Negara untuk menyelamatkan keuangan Negara dari perilaku korupsi, sangatlah dituntu kepada para aparat penegak hokum lainnya untuk semkasimal mungkin dapat memahami rumusan delik yang terkait dan menyebar di setiap pasal yang ada agar tepat dalam menerapkan kepadapara pelaku.selain itu juga diperlukan strategi pemberantasan korupsi yang sangat jitu dan tepat.
Penerapan sangsi normatif mengenai korupsi kepada para pelakunya tidakakan bermanfaat dan bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan juga beberapa strategi. Ada 3 hal yang harus dilakukan guna mengurangi sifat dan perilaku masyarakat untuk korupsi, anatara lain;
a Menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah.
b Menaikkan moral pegawai tinggi.
c Legislasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.

BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.

B. Saran

Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Jur. Andi Hamzah, 2007. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Penerbit PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Anonim, 2014, Korupsi, http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diakses tanggal 16 Mei 2014

Anonim, 2014, Dampak dan akibat Korupsi dalam Pengadaan barang dan jasa, http://pattirosemarang.org/media-hari-ini/read/dampak-dan-akibat-korupsi-dalam-pengadaan-barang-dan-jasa/ diakses tanggal 16 Mei 2014

anonim, 2013, Upaya Pembe rantasan Korupsi,
http://blogstoryaboutme.blogspot.com/2012/11/makalah-upaya-pemberantasan-korupsi-di.html diakses tanggal 16 Mei 2014

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia.Jakarta : GhaliaIndonesia
SUMBER: http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html