Konstruksi Beton Bertulang

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Konstruksi Beton Bertulang
Konstruksi beton bertulang adalah salah satu dari beberapa jenis material konstruksi yang paling banyak digunakan disamping material baja dan kayu. Beton bertulang adalah merupakan gabungan 2 bahan yang berbeda yaitu beton dan baja tulangan. Beton adalah merupakan material / bahan yang mempunyai kuat tekan yang tinggi dan kuat tarik yang rendah. Sedangkan baja tulangan mempunyai kuat tarik yang tinggi sehingga batang tulangan yang ditanamkan pada beton akan memberikan kuat tarik yang diperlukan didalam beton bertulang. Sebagai gambaran fungsi beton dan tulangan baja diperlihatkan pada gambar 1.1.1 yaitu balok sederhana di atas dua tumpuan.

Dari gambar diatas terlihat bahwa akibat beban P yang bekerja di atas balok tersebut maka balok akan mengalami lentur sehingga bagian atas dari garis netral penampang tertekan dan bagian bawah garis netral penampang tertarik. Fungsi beton adalah untuk menahan gaya tekan yang terjadi diatas garis netral, sedangkan tulangan baja diperlukan untuk menahan gaya tarik yang terjadi dibawah garis netral pada balok beton bertulang tersebut.
Baja dan beton dapat bekerja sama atas dasar beberapa alasan :
1. Terjadinya lekatan (bond, atau interaksi antara batang tulangan dan beton keras disekelilingnya) yang mencegah terjadinya slip dari baja relatif terhadap beton.
2. Beton mempunyai sifat kedap air, sehingga mencegah terjadinya korosi pada baja tulangan.
3. Angka kecepatan muai yang hampir sama antara beton dan baja yaitu dari 0,000010 sampai dengan 0,000013 untuk beton dan 0,000012 untuk baja per derajat celcius ( ) sehingga tegangan antara beton dan baja akibat perubahan suhu dapat diabaikan.
Retak-retak rambut arah melintang di daerah tarik di dekat tulangan baja tarik dalam batas-batas tertentu masih diperbolehkan. Hal ini diakibatkan karena beton tidak kuat menahan tarik. Selama beban retak yang terjadi masih dibawah lebar retak yang diijinkan maka retak tersebut tidak mempengaruhi kekuatan struktur.

1.2 Bahan Campuran Beton
Campuran beton didapat dengan cara mencampurkan semen, agregat halus, dan agregat kasar serta air. Pada kondisi tertentu yang diinginkan, seperti untuk mempercepat pengerasan beton, atau sebaliknya untuk memperlama waktu pengerasan dan untuk mempermudah pengerjaan beton terutama untuk beton bermutu tinggi maka didalam campuran beton dapat ditambahkan bahan campuran tambahan. Karena cara pencampuran beton dalam kondisi basah, maka campuran beton mudah dibentuk sesuai dengan bentuk cetakannya. Bila didalam cetakan tersebut diletakkan baja tulangan di daerah yang sudah ditentukan dan beton yang masih dalam kondisi basah diamsukkan kedalam cetakan tersebut, kemudian beton mengeras, maka antara beton dan baja akan menjadi satu kesatuan yang monolith yang disebut beton bertulang. Kekuatan beton antara lain tergantung dari proporsi campuran, kondisi temperature, serta kelembaban udara dimana campuran beton tersebut ditempatkan kemudian mengeras.
Untuk mendapatkan mutu beton yang baik, maka masing-masing material harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan didalam peraturan beton. Makin baik mutu material pembentuk beton maka kekuatan beton akan semakin baik. Disamping mutu material pembentuk beton, kekuatan beton juga tergantung dari komposisi masing-masing material didalam campuran beton.

1.2.1. Semen
Semen adalah suatu jenis bahan yang dipakai untuk merekatkan agregat kasar dan halus dengan media air. Hal ini dikarenakan semen mempunyai sifat adesif (adhesive) dan kohesif (cohesive) yang dapat menyebabkan melekatnya fragmen-fragmen material menjadi satu massa yang padat.
Jenis semen yang banyak digunakan dalam bangunan tehnik sipil adalah jenis semen Portland yang dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah Kalsium dan Alumunium silikat. Penambahan air pada mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mongering akan mempunyai kekuatan seperti batu.
Bahan baku utama pembentuk semen dapat dilihat pada tabel 1.1 dibawah ini
Tabel 1.1 Susunan Unsur Semen Biasa
No Oksida Persen
1
2
3
4
5
6
7 Kapur (CaO)
Silika (SiO2)
Alumina (AL2O3)
Besi (Fe2O3)
Magnesia (MgO)
Sulfur (SO3)
Soda / Potash (Na2O+K2O) 60 – 65
17 – 25
3 – 8
0,5 – 6
0,5 – 4
1 – 2
0,5 – 1

Semen Portland di Indonesia menurut standart SII – 81 dibagi menjadi lima jenis berdasarkan kegunaannya yaitu :
Jenis I : Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
Jenis II : Semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
Jenis III : Semen Portland yang penggunaannya menuntut persyaratan awal yang tinggi.
Jenis IV : Semen Portland yang penggunaannya menuntut pensyaratan panas hidrasi yang tinggi.
Jenis V : Semen Portland yang penggunaannya menuntut persyaratan tahan terhadap sulfat.
Jenis semen-semen tersebut didasarkan atas besarnya prosentase dari komposisi dan kadar senyawa yang ada di dalam semen Portland.
Beton yang terbuat dari semen Portland pada umumnya memerlukan waktu kurang lebih selama 14 hari untuk mengeras sehingga cetakan beton dapat dibongkar dan beban-beban mati dari konstruksi dapat dipikul. Kekuatan beton rencana dapat dicapai dalam waktu 28 hari.
1.2.2. Agregat
Agregat biasanya menempati 60 % sampai 80 % dari isi total beton. Karena prosentase yang besar tersebut maka sifat-sifat agregat dapat mempengaruhi perilaku dari beton. Agregat ini khusus berdegradasi sedemikian rupa sehingga seluruh masa beton menjadi satu kesatuan yang utuh dan rapat, dan agregat yang lebih kecil berfungsi sebagai pengisi diantara celah-celah agregat yang berukuran lebih besar.
Ada 2 macam jenis agregat untuk beton, yaitu :

1.2.1.1. Agregat kasar (batu pecah, kerikil)
Agregat kasar adalah agregat yang ukurannya sudah melebihi 6 mm. Sifat agregat kasar dapat mempengaruhi kekuatan akhir dari beton dan daya tahan terhadap desintegrasi beton, cuaca, dan efek-efek perusak lainnya. Agregat kasar ini harus bersih dari bahan organic supaya terjadi ikatan yang baik dengan gel semen.
Jenis-jenis agregat kasar :
1. Batu pecah alami : bahan ini didapat dari batu pecah yang digali. Batu ini dapat berasal dari gunung berapi, jenis sediment atau jenis metamorf. Walaupun dapat memberikan kekuatan yang tinggi pada beton, tetapi kurang memberikan kemudahan dalam pengerjaan.
2. Kerikil alami : bahan ini didapat dari proses pengikisan pada tepi atau dasar sungai oleh aliran air. Kerikil mempunyai kekuatan yang lebih rendah dibandingkan batu pecah, tetapi memberikan kemudahan dalam pengerjaan.
3. Agregat kasar buatan / slag : bahan ini berasal dari batu pecah alami yang diperkecil gradasinya dengan menggunakan mesin pemecah batu (stone cruiser) sehingga akan didapat ukuran gradasi yang diinginkan. Bahan ini sangat baik untuk campuran beton karena mempunyai permukaan yang kasar sehingga ikatan antara permukaan agregat dan gel semen akan lebih baik yang selanjutnya dapat meningkatkan kekuatan beton.
Menurut peraturan SKSNI-T-1993-03 besar butiran agregat kasar dibatasi yaitu :
a. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih dari kali jarak bersih antar tulangan atau antar tulangan dan cetakan.
b. Ukuran maksimum agregat tidak boleh lebih dari kali tebal pelat.
Adapun gradasi kerikil didasarkan pada analisa ayakan dan ditetapkan seperti yang tercantum dalam tabel 1.2 dibawah ini
Tabel 1.2. Gradasi agregat kasar
Lubang Ayakan (mm) Persen berat butir yang lolos ayakan
Berat butir maksimum
40 mm 20 mm
40
20
10
4,8 95 – 100
30 – 70
10 – 35
0 – 5 100
95 – 100
25 – 55
0 – 10

1.2.1.2. Agregat Halus
Agregat halus adalah merupakan bahan pengisi (dapat berupa pasir) yang lolos saringan No.4 (5 mm dalam diameter). Agregat halus yang baik harus bersih dari bahan organic, lempung atau partikel yang lebih kecil dari saringan No.100.
Adapun gradasi kerikil didasarkan pada analisa ayakan dan ditetapkan seperti yang tercantum dalam tabel 1.3 dibawah ini
Tabel 1.3. Gradasi agregat halus (pasir)
Lubang ayakan (mm) Persen perat butir yang lolos ayakan
Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4
10
4,8
2,4
1,2
0,6
0,3
0,16 100
90 – 100
60 – 95
30 – 70
15 – 35
5 – 20
0 – 10 100
90 – 100
75 – 100
55 – 90
35 – 59
8 – 33
0 – 10 100
90 – 100
85 – 100
75 – 100
60 – 79
12 – 40
0 – 10 100
95 – 100
95 – 100
90 – 100
80 – 100
15 – 50
0 – 15

Keterangan : Zone 1 : Pasir kasar
Zone 2 : Pasir agak kasar
Zone 3 : Pasir agak halus
Zone 4 : Pasir halus
1.2.3 Air
Air digunakan dalam pembuatan beton supaya terjadi reaksi kimiawi engan semen, membasahi agregat dan sebagai pelumas campuran agar mudah dalam proses pengerjaannya. Air minum umumnya dapat digunakan untuk membuat campuran beton. Untuk menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90 % biasanya digunakan air minum.
Ada beberapa persyaratan air sebagai bahan pencampur beton yaitu :
1. Tidak mengandung klorida (CI) lebih dari 0.5 mg/liter
2. Kandungan senyawa sulfat tidak boleh lebih dari 1 gram/liter
3. Kandungan Lumpur tidak lebih dari 2 gram/liter
4. Tidak mengandung zat organic, asam, serta garam-garam yang dapat merusak beton lebih dari 15 mg/liter.

1.2.4. Bahan Campuran Tambahan
Didalam pembuatan campuran beton, disamping agregat kasar,agregat halus, semen dan air dapat ditambahkan bahan campuran tambahan (admixtures) bahan ini dapat merubah sifat beton untuk dapat berfungsi lebih baik, mudah dikerjakan atau lebih ekonomis.
Ada 7 type / jenis bahan tambahan yaitu :
Type A : Water Reducing Admixtures, yaitu bahan tambahan yang mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu.
Type B : Reducing Admixtures, yaitu bahan tambahan yang berfungsi menghambat pengikatan beton.
Type C : Accelerating Admixtures, adalah bahan tambahan yang berfungsi mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.
Type D : Water Reducing and retarding Admixtures, berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan beton.
Type E : Water Reducing and Accelarating Admixtures, berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan mempercepat pengikatan beton.
Type F : Water Reducing, high ringe admixtures, berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi sebanyak 12 % atau lebih.
Type G : Water-reducing, high range and retarding admixtures, berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi sebanyak 12 % atau lebih dan menghambat pengikatan beton.

1.3. Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton dapat bervariasi tergantung dari perbandingan campuran antara semen, agregat kasar, agregat halus, dan air serta berbagai jenis campuran (admixtures) dan juga lama serta kualitas perawatan. Faktor lain semen merupakan factor utama didalam menentukan kekuatan beton. Seperti terlihat pada gambar 1.4.4.1. terlihat bahwa semakin rendah factor air semen (campuran semakin kental), semakin tinggi kekuatan beton tetapi sulit pengerjaannya. Sedangkan semakin tinggi factor air semen (campuran semakin encer) semakin mudah pengerjaannya sedangkan kekuatan beton akan menurun. Sehingga diperlukan sejumlah perbandingan air-semen tertentu untuk memberikan aksi kimiawi didalam pengerasan beton sehingga mudah pengerjaannya tetapi tidak menurunkan kekuatannya.

Gambar 1.3.1 Pengaruh nilai perbandingan factor air-semen pada kekuatan tekan beton umur 28 hari.
Salah satu ukuran yang dipakai dalam pengerjaan beton adalah dengan percobaan slump, yaitu suatu cetakan logam yang berbentuk krucut terpacung dengan tinggi 300 mm diisi dengan beton segar. Kemudian cetakan diangkat dan pengukuran dilakukan dari merosotnya ketinggian puncak beton segar setelah cetakan diangkat ke kedudukan semula. Sebelum diangkat, semakin kecil nilai slumnya maka adonan beton makin kental dan sulit pengerjaannya. Di dalam pelaksanaan konstruksi, nilai slump yang dianjurkan adalah 75 mm sampai 100 mm. penggetaran dan pemberian seperplastisizer adalah cara-cara yang dipakai untuk mengatasi adonan beton yang kental sehingga meningkatkan kemudahan dalam pengerjaan.
Kuat tekan beton fc’ ditentukan dari tes benda uji berbentuk silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm pada pembebanan tertentu pada umur 28 hari yang disebut dengan kekuatan karakteristik beton. Kuat karakteristik beton inilah yang dipakai sebagai standart kekuatan beton dan dipakai pedoman dalam perencanaan beton bertulang. Kuat tekan beton fc’ dapat juga dilakukan dengan menggunakan benda uji berupa kubus ukuran standart 150 m x 150 mm. Untuk beton normal, maka kekuatan benda uji silinder (150 x 300) adalah sekitar 80 % kekuatan benda uji kubus (150 m x 150 m).

1.4. Kuat Tarik Beton
Kuat tarik beton fc’t adalah berkisar antara 10 % sampai dengan 20 % dari kuat tekannya.untuk tes pengujian tarik, cara yang sering digunakan adalah cara tes pembelahan silinder atau tes Brazil.
Untuk batang yang mengalami lentur, kuat tarik yang dipakai adalah besarnya modulus Repture (fr’), bukan kekuatan pembelahan tarik ft’. Modulus repture ini diukur dari percobaan balok sederhana berpenampang bujur sangkar 6inc ( 150 mm) dan panjang 18 inc ( 450 mm) yang diberi beban pada tiga titik sesuai ASTMC-78.ACI menspesifikasikan Modulus Repture sebesar 7,5 (fc’)0,5psi.

1.5. Modulus Elastisitas
Besarnya modulus elastisitas beton tergantung pada mutu beton. Modulus elastisitas beton juga bergantung pada umur beton, sifat-sifat dari agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran benda uji. Gambar 1.5.1 menyajikan hubungan tegangan dan regangan tipikal untuk beton. Bagian pertama dari kurva ini disebut modulus awal dan untuk tujuan praktis dianggap linier disebut dengan modulus tangent (tangent modulus).

Gambar 1.5.1 Diagram tipikal tegangan regangan beton
Modulus secan biasanya pada 25 % sampai 50 % dari kekuatan hancur beton (fc’) diambil sebagai modulus elastis beton. ACI-8.5.1 memberikan rekomendasi rumus empiris untuk modulus elastis beton adalah :
Ec = 33 psi atau
Ec = 0,043 mpa : = berat jenis beton
Untuk beton normal mempunyai berat jenis ( ) 145 lb/ft3 (24 kN/m3).
Sehingga rumus diatas memberikan nilai modulu elastisitas :
Ec = 57.000 psi atau
Ec = 47.000 mpa
Setelah mendekati 70 % kekuatan hancur (fc’) material beton banyak kehilangan kekuatannya sehingga diagram tegangan regangan tidak linear lagi. Pada beban batas, terjadi retak yang searah beban dengan benda uji silinder akan hancur dan selanjutnya kekuatan beton akan turun secara tajam dan regangan batas umunya berkisar antara 0,003 sampai 0,004.
1.6. Susut dan Rangkak pada Beton
1.6.1 Susut Beton
Karena beton dibuat dalam kondisi basah, maka akan terjadi susut pada beton pada saat proses mengeringnya beton. Ada 2 jenis susut yang dikenal, yaitu plastic dan susut pengeringan. Susut plastic terjadi beberapa jam setelah pengecoran. Susut ini terjadi karena permukaan beton langsung kontak dengan udara kering sehingga terjadi penguapan. Bila penguapan yang terjadi lebih cepat dan pergantian oleh air yang lebih bawah maka akan terjadi susut plastic. Sedangkan susut pengeringan terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses hidrasi dengan semen telah selesai. Gambar 1.6.1.1 menunjukkan pertambahan regangan susut Esh terhadap waktu. Regangan susut waktu ini lama makin berkurang seiring dengan bertambahnya waktu karena makin bertambah umur beton, makin-makin bertambah regangannya dan semakin sedikit mengalami susut.

Gambar 1.6.1.1 Diagram Hubungan Susut Terhadap Waktu

1.6.2. Rangkak Beton
Rangkak (creep) atau lateral material flow adalah penambahan regangan terhadap waktu akibat beban kerja. Seperti terlihat pada gambar 1.6.2.1.
Regangan awal akibat beban yang bekerja adalah regangan elastis. Sedangkan regangan tambahan akibat beban yang bekerja adalah regangan rangkak. Karena susut dan rangkak saling terkait maka regangan total yang terjadi pada beton dapat maka :
Regangan ( ) = Regangan Elastis( )+Regangan Rangkak( )+Regangan Susut ( )

Gambar 1.6.2.1 Diagram Hubungan Susut Terhadap Waktu
1.7. Batang Tulangan
Beton adalah material yangkuat terhadap tekan dan lemah terhadap tarik, sehingga diperlukan tulangan baja untuk menahan gaya tarik akibat beban yang bekerja pada beton. Tulangan baja juga sering digunakan untuk memperkuat daerah tekan pada penampang balok. Tulangan baja juga dapat berfungsi untuk mengurangi lendutan jangka panjang akibat beban-beban yang bekerja. Di dalam beton bertulang dikenal dua jenis batang tulangan, yaitu batang tulangan polos dan batang tulangan berulir.

1.7.1 Diagram Tegangan Regangan Baja
Diagram tegangan regangan baja diperoleh dari hasil uji tarik batang baja tulangan dan hasilnya dapat digambarkan seperti pada gambar 1.7.1.1. adalah menggambarkan hubungan tegangan regangan baja.

Gambar 1.7.1.1. Diagram tegangan-regangan baja
Pada saat awal, bahan masih dalam keadaan elastis dengan besarnya Modulus Elastisitas (Modulus Young) Es = 2,0 x 105 mpa. Pada kondisi elastis, tegangan baja sebanding dengan regangannya. Ini diperlihatkan pada kurva yang berbentuk linier. Bagian kedua adalah diagram yang horizontal dimana Regangan baja bertambah sedangkan tegangan baja tidak bertambah. Kondisi yang demikian dikatakan baja sudah mengalami leleh sedangkan tegangan yang terjadi disebut tegangan leleh (fy). Setelah mengalami leleh, maka tegangan akan bertambah lagi (diperlihatkan pada kurva berbentuk melengkung) dan mencapai kondisi maksimum (tegangan ultimate). Kemudian turun pada suatu titik yang mempunyai nilai tegangan lebih rendah dimana batang baja akan putus. Pada gambar 1.7.1.1. diperlihatkan diagram tegangan regangan dari berbagai mutu baja.

Gambar 1.7.1.2 Diagram tegangan-regangan baja dengan berbagai mutu baja

1.7.2. Diameter dan Jumlah Batang Tulangan
Di dalam perencanaan beton bertulang, luas tulangan yang harus dipasang dapat berupa batang polos atau berulir. Pada umumnya batang polos mempunyai kekuatan tarik sedang, berkisar antara 240 Mpa sampai dengan 320 Mpa, sedangkan batang tulangan perulir / berprofil mempunyai kekuatan tarik antara 320 Mpa sampai dengan 400 Mpa. Penyajian luasan tulangan untuk elemen struktur balok umumnya berbeda dengan penyajian tulangan untuk elemen pelat. Untuk mempermudah perhitungan luas tulangan maka dibuatkan dua tabel yaitu tabel 1.7.2.1 untuk penulangan balok, dan tabel 1.7.2.2 untuk perhitungan luasan tulangan pelat.

Tabel 1.7.2.1. Tabel Tulangan Untuk Perencanaan Balok

Tabel 1.7.2.2. Tabel Tulangan Untuk Perencanaan Pelat

1.8. Jarak Tulangan dan Tebal Selimut Beton
Pada struktur beton bertulang, tulangan dipasang secara berjajar dengan jarak-jarak tertentu pada daerah yang telah ditentukan pada penampang. Untuk itu sangatlah perlu untuk menjaga jarak antar tulangan supaya pasta beton dapat masuk kesela-sela tulangan supaya beton tidak keropos dan dapat menurunkan kekuatan beton. Karena didalam campuran beton sering kali berisi agregat kasar berukuran 20 mm, maka diperlukan jarak tulangan minimal dan selimut beton minimal yang berfungsi untuk melindungi tulangan dari karat dan kehilangan kekuatan pada saat terjadi kebakaran. Untuk keperluan tersebut, maka SKSNI-T15-1993 mensyaratkan jarak minimal tulangan dan selimut beton sebagai berikut:
1. Jarak bersih antar tulangan pararel (untuk tulangan yang dipasang lebih dari satu lapis) boleh kurang dari db atau 25 mm.
2. Jarak bersih antar tulangan memanjang tidak boleh kurang dari 1,5 db atau 35 mm.
3. Tebal selimut beton minimum tidak bolek kurang dari 40 mm untuk balok dan kolom yang dicor ditempat dan tidak langsung berhubungan dengan udara luar maupun tanah.
4. untuk pelat yang dicor ditempat yang tidak langsung berhubungan dengan udara luar, tebal minimum selimut beton diambil sebesar 20 mm.

1.9. Sistim Struktur Pada Beton Bertulang
Pada bangunan yang terbuat dari beton bertulang, sistim struktur yang digunakan pada umumnya berbentuk rangka (frame). Pada sistim ini, struktur dibentuk dari elemen-elemen struktur beton yang bila dipadukan menghasilkan suatu sistim menyeluruh. Secara garis besar elemen-elemen struktur dapat diklasifikasikan atas (1) pelat, (2) balok, (3) kolom, (4) dinding, dan (5) pondasi.
1.9.1. Pelat
Pelat merupakan elemen horizontal yang menyalurkan beban hidup dan beban mati ke balok dan kolom pada suatu sistim struktur. Elemen ini dapat berupa pelat diatas balok, seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.9.1.1, atau pelat wafel, flat slab yaitu pelat tanpa balok (sistim pelat yang bertumpu langsung pada kolom), atau pelat komposit. Elemen-elemen tersebut dapat dibuat untuk bekerja satu arah (pelat satu arah) atau bekerja dalam dua arah (pelat dua arah) dan flat plate.
1.9.2. Balok
Balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban-beban tributary dari pelat / slab ke kolom. Pada umumnya elemen balok dicor secara monolit dengan pelat / slab, dan secara structural diberi tulangan didaerah bawah, atau dibagian bawah dan atas dari penampang. Karena balok dicor secara monolit engan pelat maka penampang tersebut membentuk penampang balok T (untuk lajur tengah) dan penampang balok L untuk tepi. Balok T dan Balok L dipakai dalam perencanaan beton pada kondisi dimana bagian pelat mengalami tegangan tekan dan bagian bawah balok mengalami tegangan tariff (umumnya pada daerah lapangan). Sedangkan pada daerah tumpuan yang pada umumnya bagian pelat / slab mengalami tegangan tarik (pada daerah tumpuan), perencanaan balok menggunakan penampang persegi. Penentuan dimensi balok berdasarkan pengalaman dapat diambil sebesar sampai dengan dari bentang balok, sedangkan lebar balok dapat diambil sebesar sampai dengan dari tinggi balok tergantung dari besarnya beban yang bekerja diatasnya.

1.9.3. Kolom
Kolom merupakan elemen vertical dari sistim struktur yang memikul beban yang bareasal dari pelat. Elemen kolom merupakan elemen yang mengalami tekan dan pada umumnya disertai dengan momen lentur. Bentuk penampang kolom umumnya berbentuk persegi, bujur sangkar atau lingakaran.

1.9.4. Dinding
Dinding merupakan penutup vertical dari rangka bangunan. Bahan yang dipakai biasanya tidak harus terbuat dari beton tetapi dari material yang secara estetika memenuhi kebutuhan fungsional dari bangunan. Dinding structural yang terbuat dari beton bertulang sering digunakan sebagai dinding pondasi dan dinding geser yang berfungsi untuk menahan gaya horizontal yang diakibatkan beban angina atau beban gempa.

1.9.5. Pondasi
Pondasi merupakan elemen struktur yang meneruskan beban yang berasal dari kolom atau dinding diatasnya ke tanah. Bentuk pondasi dari beton bertulang yang sudah banyak dikenal yaitu pondasi pelat setempat, pondasi pelat menerus, pondasi full plate dan pondasi tiang pancang. Untuk bangunan-bangunan berat dapat diapakai pondasi kaison.

1.10. Sistem Satuan
System satuan yang dipakai didalam tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung {SNI-T15-03-1993} adalah menggunakan system satuan Internasional (SI) unit.
Tabel 1.8.1 Konversi Satuan