Konsep Pembelajaran Kontekstual

Konsep Pembelajaran Kontekstual

Konsep yang melandasi sistem pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme. Yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya menghafal tetapi siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Dan bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan.

Dari teori tersebut diatas, dijelaskan bahwa aktifitas belajar siswa yang lebih komunikatif dan produktif adalah siswa mengkonstruksikan pengalamannya sendiri. Hasil dari pada pembelajaran kontekstual ini diharapkan akhirnya lebih memiliki makna bagi anak didik untuk dapat memecahkan persoalan dan dapat berfikir kritis, dan melakukan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks seperti itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana mencapainya. Dengan mereka menyadari apa yang dipelajarinya akan berguna bagi hidupnya nanti.

Model pembelajaran kontekstual masih belum diterapkan dalam dunia pendidikan, karena model pembelajaran ini tergolong masih baru. Dan model pembelajaran ini masih diujicobakan pada sekolah-sekolah yang sudah memenuhi syarat untuk menerapkannya.

Dalam pembelajaran ini siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa, siswa harus mampu mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Karena esensi dari pada teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Dengan dasar itu, maka pembelajaran kontekstual harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran ini siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Bagi siswa untuk benar-benar mengerti dan menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri dan selalu bergulat dengan ide-ide. Dalam pembelajaran ini tugas guru tidak hanya menuangkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa.

Landasan berfikir dalam pembelajaran ini berbeda dengan landasan pembelajaran yang lain dalam hal tujuan pembelajaran. Kaum obyektivis lebih menekankan pada hasil pembelajaran yang berupa pengetahuan. Sedangkan dalam pembelajaran kontekstual strategi lebih diutamakan di banding seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.  Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan cara: a. menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; b. memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri; c. menyadarkan siswa agar menerapkan strategi dalam belajar.[1] Untuk mendapatkan gambaran secara jelas tentang perbedaan kontekstual yang berpijak pada pandangan konstruktivisme adalah sebagai berikut:[2]

Perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran tradisional

No Pembelajaran kontekstual Pembelajaran Tradisional
1 Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran Siswa adalah penerima informasi secara pasif
2 Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok diskusi, saling mengkoreksi Siswa belajar secara individual
3 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau disimulasikan Pembelajaran sangat abstrak
4 Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri Perilaku dibangun atas kebiasaan
5 Ketrampilan di kembangkan atas dasar pemahaman Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan
6 Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau angka
7 Seseorang tidak melakukan perbuatan jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan Seseorang tidak melakukan perbuatan jelek karena takut dihukum
8 Belajar diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata Belajar diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus diterangkan sampai faham, kemudian dilatihkan
9 Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa Rumus itu ada diluar diri siswa, yang harus diterangkan, diterima, dihafal dan dilatihkan
10 Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain, sesuai dengan skemata siswa Rumus adalah kebenaran absolut, hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah/ pemahaman rumus yang benar
11 Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran Siswa secara pasif menerima rumus/kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal), tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran
12 Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep atau hukum yang berada diluar diri manusia
13 Karena itu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu dikembangkan (tentative&inclompite) Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
14 Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran masing-masing Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
15 Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa
16 Hasil belajar diukur dengan berbagai cara, proses belajar, hasil karya, penampilan, rekaman tes dan lain-lain Hasil belajar diukur hanya dengan tes
17 Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
18 Penyesalan adalah hukuman bagi perilaku jelek Sangsi adalah hukuman dari pelaku jelek
19 Perilaku baik berdasarkan motivasi instrinsik perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
20 Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yng terbaik dan bermanfaat Seseorang berperilaku baik karena terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan itu dibangun dengan hadiah yang menyenangkan

Baca Juga  Artikel Terkait:

[1] Ibid., hlm. 34

[2] Ibid., hlm. 35