KONSEP DASAR PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL (PBKL)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal tahun dua ribu muncul arus perubahan paradigmatik, orientasi dan kebijakan pendidikan yang amat mendasar, yang kemudian melahirkan kebijakan pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill) dengan pendekatan pendidikan berbasis luas (broad based education). Secara teoritik perubahan paradigma, orientasi dan perspektif pendidikan kecakapan hidup ini bukanlah kebijakan yang dilandasi oleh pragmatisme sesaat, akan tetapi lebih merupakan upaya reinventing school – penemuan kembali jati diri sekolah yang mesti dilakukan di dunia pendidikan. Oleh karena itu Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2002 mulai mengimplementasikan pendidikan berorientasi kecakapan hidup pada semua jenis, jenjang dan satuan pendidikan baik di dalam dan luar sekolah, termasuk di SMA.

Program pendidikan kecakapan hidup yang dikembangkan di SMA mengacu pada dua dimensi, yaitu kecakapan hidup yang bersifat generik (generic life skill) dan kecakapan hidup spesifik (specific life skill). Dimensi generik meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir dan bernalar, serta kecakapan bekerja sama. Semua kecakapan ini dapat dikembangkan pada berbagai mata pelajaran. Sedangkan dimensi spesifik, yaitu kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu, yang mencakup kecakapan akademik dan kecakapan vokasional. Kecakapan akademik terkait dengan konten akademik mata pelajaran tertentu, misalnya fisika, biologi, geografi dan lain-lain. Sedangkan kecakapan vokasional terkait dengan kejuruan tertentu, seperti tata boga, tata busana, grafika dan lain-lain. Untuk pelaksanaan program ini Direktorat Pembinaan SMA (Dikmanum, waktu itu) melalui Bagian Proyek BBE Life Skill selama tiga tahun (2002-2004) telah membantu sejumlah sekolah dengan dana block grant.

Sebagai pengembangan dan perluasan program kecakapan hidup, khususnya yang bersifat vokasional sekaligus peningkatan mutu SMA di wilayah pesisir dan pantai, pada tahun 2006 dirintis SMA Berbasis Keunggulan Lokal Kelautan (BKLK). Semula program ini didesain bahwa aktivitas pembelajaran di SMA rintisan tersebut berorientasi kelautan. Artinya bahan ajar yang disampaikan guru diambil bernuansa kelautan, misalnya materi pembelajaran biologi diambil topik-topik yang berkaitan dengan tumbuhan di daerah pesisir dan biota laut. Begitu pula mata pelajaran olahraga, yang dikembangkan adalah olahraga air dan pantai. Di samping itu terdapat pula program vokasional, seperti budi daya hasil laut, perikanan, rumput laut dan lain-lain. Namun implementasi di sekolah berbeda, yang terjadi adalah hampir seluruh kegiatan pada program BKLK berisi vokasional.

Belajar dari berbagai pengalaman di masa lalu menunjukkan bahwa program pemerintah dalam hal ini Direktorat Pembinaan SMA, dalam rangka mengakomodasi berbagai kebutuhan dan potensi daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di SMA ternyata tidak serta merta berjalan dengan baik. Seperti penyelenggaraan BBE- Life Skill dan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal Kelautan di sejumlah SMA belum memperoleh hasil yang optimal dan tidak berkesinambungan. Hal ini disebabkan karena unsur pendidik dan tenaga kependidikan belum sepenuhnya memahami program tersebut. Di samping itu program yang dilaksanakan tersebut pembelajarannya bukan menjadi bagian dari struktur kurikulum. Oleh karena itu untuk pelaksanaan program Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL), pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan, baik perundang-undangan, peraturan pemerintah maupun peraturan menteri.

Kalau kita sadari bahwa proses belajar dapat terjadi pada setiap saat dan di segala tempat. Setiap orang, baik anak-anak maupun orang dewasa mengalami proses belajar lewat apa yang dijumpai atau apa yang dikerjakan. Secara alamiah setiap orang akan terus belajar melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan. Pendidikan sebagai suatu sistem, pada dasarnya merupakan bagian dari sistem proses perolehan pengalaman belajar tersebut. Oleh karena itu secara filosofis pendidikan diartikan sebagai proses perolehan pengalaman belajar yang berguna bagi peserta didik. Pengalaman belajar tersebut diharapkan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik, sehingga siap digunakan untuk memecahkan problema kehidupan yang dihadapinya. Pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik diharapkan juga mengilhami mereka ketika menghadapi problema dalam kehidupan sesungguhnya (Senge, 2000).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada BAB III pasal 4 ayat (1) dinyatakan bahwa Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Selanjutnya pada BAB X pasal 36 ayat (2) dinyatakan bahwa Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, dan pada pasal yang sama ayat (3) butir c menyatakan bahwa Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia dengan memperhatikan keragaman potensi daerah dan lingkungan. Pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Keterampilan/Kejuruan (butir i) dan muatan lokal
(butir j).

David P. Ausubel (Ausubel, 1978) dan Jerome S. Bruner (Bruner, 1977), mengatakan bahwa proses pembelajaran dalam pendidikan akan menjadi lebih menarik, memberi kegairahan pada semangat belajar peserta didik, jika peserta didik melihat kegunaan, manfaat, makna dari pembelajaran guna menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang dihadapinya saat ini bahkan di masa depan. Pembelajaran akan memberikan suasana yang menyenangkan (joyful learning) jika berkait dengan potensi, minat, hobi, bakat peserta didik dan penerimaan siswa bahwa apa yang dipelajarinya akan berguna bagi kehidupannya di masa depan (contextual) karena siswa merasa mendapatkan keterampilan yang berharga untuk menghadapi hidup.

Salah satu prinsip contextual teaching and learning (CTL) adalah prinsip saling ketergantungan (the principle of interdependence). Prinsip saling ketergantungan menyadarkan pendidik tentang saling ketergantungannya satu sama lain, kepada siswanya, kepada masyarakat di sekitarnya dan dengan bumi tempatnya berpijak (termasuk potensi lokal yang terkandung dalam bumi). Mereka berada dalam suatu jaringan saling ketergantungan yang menciptakan lingkungan belajar. Dalam suatu lingkungan belajar di mana setiap orang menyadari keterikatannya, maka pembelajaran kontekstual mudah berkembang (Johnson, 2002). Di samping itu bahkan pembahasan keunggulan lokal terkait dengan teori konstruktivisme. Kontruktivisme menurut Bettencourt (dalam Suparno, 1997) menyatakan bahwa kita tidak pernah mengerti realitas yang sesungguhnya secara ontologis. Yang kita mengerti adalah struktur konstruksi kita akan sesuatu objek. Dalam konteks ini realitas yang ada di sekeliling siswa sehari-hari, misalnya yang berupa potensi daerah yang menjadi keunggulan lokal, akan membantu mempercepat siswa untuk mengkonstruksi pemikirannya menjadi suatu pengetahuan yang bermakna bagi dirinya. Potensi daerah atau keunggulan lokal adalah potensi yang kontekstual yang dapat diangkat sebagai bahan pembelajaran yang menarik di sekolah.

Teori tersebut didukung oleh kebijakan pemerintah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada Bab III pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi/ karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik. Seanjutnya pada BAB IV pasal 19 ayat (1) menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Ketentuan tersebut sejalan dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu tentang School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung warga sekolah (pendidik, tenaga kependikan, kepala sekolah, siswa, orang tua, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah (Fadjar, A. Malik dalam Ibtisam Abu-Duhou, 2002). MBS diterapkan bertujuan untuk membangun sekolah yang efektif sehingga pendidikan berguna bagi pribadi, bangsa dan Negara. Dalam konteks ini, pengambilan keputusan harus memperhatikan potensi daerah yang dapat dikembangkan menjadi keunggulan lokal.

Oleh karena itulah keunggulan lokal dapat dikembangkan di sekolah melalui Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal sebagaimana UU No. 20/2003 BAB XIV pasal 50 ayat (5) yang menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal. Selanjutnya PP 19/2005 BAB III pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Selanjutnya PP 19 Tahun 2005 pada penjelasan pasal 91 ayat (1) menyatakan bahwa dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal.

Dengan demikian, berdasarkan pemikiran dan perundang-undangan tersebut di atas maka di SMA perlu dikembangkan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL).

B. Landasan

1. UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Pusat dan Daerah.
2. UU RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
3. UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4. UU No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
5. PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Otonomi Daerah
6. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
7. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
8. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
9. Permendiknas Nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan Permen 22 dan 23 tahun 2006
10. Permendiknas Nomor 6 thn 2007 tentang perubahan permen nomor 24 tahun 2006
11. Permendiknas nomor 12,13,16,18,tahun 2007 tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan .
12. Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan
13. Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana
14. Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
15. Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses
16. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
17.Renstra Depdiknas tahun 2005 – 2009.
C. Tujuan

Pengembangan PBKL di SMA memiliki karakteristik berbeda dengan di SMK, sebab SMA lebih mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu secara umum tujuan program PBKL di SMA adalah memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pendidikan di sekolahnya dengan memasukkan kajian materi keunggulan lokal sesuai dengan kondisi dan potensi sekolah. Sedangkan secara khusus PBKL bertujuan agar peserta didik :

1. mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budaya daerah dimana siswa berada;
2. memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan mengenai lingkungan daerah yang berguna bagi dirinya, masyarakat dan negara;
3. memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerah, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya daerah dalam rangka menunjang pembangunan nasional;
4. berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat dan pemerintah daerah.

BAB II
KONSEP DASAR PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL (PBKL)

A. Pengertian

Keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa Keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Dedidwitagama,2007). Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Keunggulan Lokal (KL) adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif.

Keunggulan lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. Sebagai contoh potensi kota Batu Jawa Timur, memiliki potensi budi daya apel dan pariwisata. Pemerintah dan masyarakat kota Batu dapat melakukan sejumlah upaya dan program, agar potensi tersebut dapat diangkat menjadi keunggulan lokal kota Batu sehingga ekonomi di wilayah kota Batu dan sekitarnya dapat berkembang dengan baik.

Kualitas dari proses dan realisasi keunggulan lokal tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, yang lebih dikenal dengan istilah 7 M, yaitu Man, Money, Machine, Material, Methode, Marketing and Management. Jika sumber daya yang diperlukan bisa dipenuhi, maka proses dan realisasi tersebut akan memberikan hasil yang bagus, dan demikian sebaliknya. Di samping dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, proses dan realisasi keunggulan lokal juga harus memperhatikan kondisi pasar, para pesaing, substitusi (bahan pengganti) dan perkembangan IPTEK, khususnya perkembangan teknologi. Proses dan realisasi tersebut akan menghasilkan produk akhir sebagai keunggulan lokal yang mungkin berbentuk produk (barang/jasa) dan atau budaya yang bernilai tinggi, memiliki keunggulan komparatif, dan unik.

Dari pengertian keunggulan lokal tersebut diatas maka Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) di SMA adalah pendidikan/program pembelajaran yang diselenggarakan pada SMA sesuai dengan kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, budaya, historis dan potensi daerah lainnya yang bermanfaat dalam proses pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik.

B. Potensi Keunggulan Lokal

Konsep pengembangan keunggulan lokal diinspirasikan dari berbagai potensi, yaitu potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), geografis, budaya dan historis. Uraian masing-masing sebagai berikut.

1. Potensi Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan hidup. Contoh bidang pertanian: padi, jagung, buah-buahan, sayur-sayuran dll.; bidang perkebunan: karet, tebu, tembakau, sawit, coklat dll.; bidang peternakan: unggas, kambing, sapi dll.; bidang perikanan: ikan laut, ikan air tawar, rumput laut, tambak, dll. Contoh lain misalnya di provinsi Jawa Timur memiliki keunggulan komparatif dan keragaman komoditas hortikultura buah-buahan yang spesifik, dengan jumlah lokasi ribuan hektar yang hampir tersebar di seluruh di wilayah kabupaten/kota. Keunggulan lokal ini akan lebih cepat berkembang, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan agropolitan (Teropong Edisi 21, Mei-Juni 2005, h. 24). Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan bottom-up untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan yang lebih cepat, pada suatu wilayah atau daerah tertentu, dibanding strategi pusat pertumbuhan (growth pole).

2. Potensi Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformatif dan mampu mendayaguna- kan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan (Wikipedia, 2006). Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Bangsa Jepang, karena biasa diguncang gempa merupakan bangsa yang unggul dalam menghadapi gempa, sehingga cara hidup, sistem arsitektur yang dipilihnya sudah diadaptasikan bagi risiko menghadapi gempa. Kearifan lokal (indigenous wisdom) semacam ini agaknya juga dimiliki oleh penduduk pulau Simeulue di Aceh, saat tsunami datang yang ditandai dengan penurunan secara tajam dan mendadak muka air laut, banyak ikan bergelimpangan menggelepar, mereka tidak turun terlena mencari ikan, namun justru terbirit-birit lari ke tempat yang lebih tinggi, sehingga selamat dari murka tsunami. Pengertian transformatif artinya mampu memahami, menerjemahkan dan mengembangkan seluruh pengalaman dari kontak sosialnya dan kontaknya dengan fenomena alam, bagi kemaslahatan dirinya di masa depan, sehingga yang bersangkutan merupakan makhluk sosial yang berkembang berkesinambungan.

SDM merupakan penentu semua potensi keunggulan lokal. SDM sebagai sumber daya, bisa bermakna positif dan negatif, tergantung kepada paradigma, kultur dan etos kerja. Dengan kata lain tidak ada realisasi dan implementasi konsep keunggulan lokal tanpa melibatkan dan memposisikan manusia dalam proses pencapaian keunggulan. SDM dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDA, mencirikan identitas budaya, mewarnai sebaran geografis, dan dapat berpengaruh secara timbal balik kepada kondisi geologi, hidrologi dan klimatologi setempat akibat pilihan aktivitasnya, serta memiliki latar sejarah tertentu yang khas. Pada masa awal peradaban, saat manusia masih amat tergantung kepada alam, ketergantungannya yang besar terhadap air telah menyebabkan munculnya peradaban pertama di sekitar aliran sungai besar yang subur.

3. Potensi Geografis
Objek geografi antara lain meliputi, objek formal dan objek material. Objek formal geografi adalah fenomena geosfer yang terdiri dari, atmosfer bumi, cuaca dan iklim, litosfer, hidrosfer, biosfer (lapisan kehidupan fauna dan flora), dan antroposfer (lapisan manusia yang merupakan tema sentral). Sidney dan Mulkerne (Tim Geografi Jakarta, 2004) mengemukakan bahwa geografi adalah ilmu tentang bumi dan kehidupan yang ada di atasnya. Pendekatan studi geografi bersifat khas. Pengkajian keunggulan lokal dari aspek geografi dengan demikian perlu memperhatikan pendekatan studi geografi. Pendekatan itu meliputi; (1) pendekatan keruangan (spatial approach), (2) pendekatan lingkungan (ecological approach) dan (3) pendekatan kompleks wilayah (integrated approach). Pendekatan keruangan mencoba mengkaji adanya perbedaan tempat melalui penggambaran letak distribusi, relasi dan inter-relasinya. Pendekatan lingkungan berdasarkan interaksi organisme dengan lingkungannya, sedangkan pendekatan kompleks wilayah memadukan kedua pendekatan tersebut.

Tentu saja tidak semua objek dan fenomena geografi berkait dengan konsep keunggulan lokal, karena keunggulan lokal dicirikan oleh nilai guna fenomena geografis bagi kehidupan dan penghidupan yang memiliki, dampak ekonomis dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Contoh tentang angina fohn yang merupakan bagian dari iklim dan cuaca sebagai fenomena geografis di atmosfer. Angin fohn adalah angin jatuh yang sifatnya panas dan kering. Angin fohn terjadi karena udara yang mengandung uap air gerakannya terhalang oleh gunung atau pegunungan. Contoh angin fohn di Indonesia adalah angin Kumbang di wilayah Cirebon dan Tegal karena pengaruh Gunung Slamet, angin Gending di wilayah Probolinggo yang terjadi karena pengaruh gunung Lamongan dan pegunungan Tengger, angin Bohorok di daerah Deli, Sumatera Utara karena pengaruh pegunungan Bukit Barisan.

Seperti diketahui angin semacam itu menciptakan keunggulan lokal Sumber Daya Alam, yang umumnya berupa tanaman tembakau, bahkan tembakau Deli berkualitas prima dan disukai sebagai bahan rokok cerutu. Semboyan Kota Probolinggo sebagai kota Bayuangga (bayu = angin, anggur dan mangga) sebagai proklamasi keunggulan lokal tidak lepas dari dampak positif angin Gending.

4. Potensi Budaya
Budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik, masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme yang pada hakekatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri khas budaya masing-masing daerah tertentu (yang berbeda dengan daerah lain) merupakan sikap menghargai kebudayaan daerah sehingga menjadi keunggulan lokal. Beberapa contoh keunggulan lokal menghargai kebudayaan setempat yaitu upacara Ngaben di Bali, Malam Bainai di Sumatera Barat, Sekatenan di Yogyakarta dan Solo dan upacara adat perkawinan di berbagai daerah.

Sebagai ilustrasi dari keunggulan lokal yang diinspirasi oleh budaya, misalnya di Kabupaten Jombang Jawa Timur, telah dikenal antara lain:
a. Teater “Tombo Ati” (Ainun Najib)
b. Musik Albanjari (Hadrah)
c. Kesenian Ludruk Besutan
d. Ritualisasi Wisuda Sinden (Sendang Beji)

5. Potensi Historis
Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala maupun tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Konsep historis jika dioptimalkan pengelolaannya akan menjadi tujuan wisata yang bisa menjadi asset, bahkan menjadi keunggulan lokal dari suatu daerah tertentu. Pada potensi ini, diperlukan akulturasi terhadap nilai-nilai tradisional dengan memberi kultural baru agar terjadi perpaduan antara kepentingan tradisional dan kepentingan modern, sehingga aset atau potensi sejarah bisa menjadi aset/potensi keunggulan lokal.

Salah satu contoh keunggulan lokal yang diinspirasi oleh potensi sejarah, adalah tentang kebesaran “Kerajaan Majapahit”, antara lain : Pemerintah Kabupaten Mojokerto secara rutin menyelenggarakan Perkawinan ala Majapahit sebagai acara resmi yang disosilaisasikan kepada masyarakat;
a. Pada bulan Desember 2002, diadakan Renungan Suci Sumpah Palapa di makam Raden Sriwijaya (Desa Bejijong, Trowulan, Kab. Mojokerto) yang dihadiri Presiden RI K.H Abdurachman Wachid;
b. Festival Budaya Majapahit yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebudayaan dan Filsafat Javanologi dan Badan Kerjasama Organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (BKOK) bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Dinas P & K Kabupaten Mojokerto ( 27 Maret 2003).

BAB III
PROFIL PBKL

Profil PBKL mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang terdiri dari 8 komponen, yaitu standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar penilaian, dan standar pembiayaan. Stiap komponen terdiri dari beberapa aspek dan indikator. Berikut ini diuraikan komponen, aspek dan indikator yang menggambarkan profil PBKL.

A. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

Sekolah memiliki dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memuat komponen yang dipersyaratkan dan telah disahkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Penyusunan KTSP dilakukan secara mandiri dengan membentuk Tim KTSP dan PBKL. Komponen KTSP memuat tentang visi, misi, tujuan, struktur dan muatan KTSP, yang mengakomodasi adanya program Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL). KTSP dilengkapi dengan silabus yang penyusunannya melibatkan seluruh guru dari sekolah yang bersangkutan dan memuat program keunggulan lokal terintegrasi pada mata pelajaran yang relevan, muatan lokal atau mata peljaran keterampilan. Aspek dan indikatornya adalah :

1. Memiliki dokumen Kurikulum
a. Dokumen KTSP disahkan Dinas Pendidikan Provinsi
b. KTSP disusun dengan memperhatikan acuan operasional yang mencakup:
 Agama
 Peningkatan iman dan taqwa serta ahlak mulia
 Persatuan nasional dan nilai kebangsaan
 Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
 Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik
 Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
 Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
 Dinamika perkembangan global
 Tuntutan dunia kerja
 Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
 Kesetaraan jender
 Karakteristik satuan pendidikan
c. Proses penyusunan dokumen :
 Membentuk Tim Penyusun KTSP (Kasek, Guru/Konselor) disertai uraian tugas masing-masing unsur yang terlibat
 Menyusun progam dan jadwal kerja Tim Penyusun KTSP , yang mencakup: penyusunan draf, reviu, revisi, finalisasi, pemantapan, penilaian keterlaksanaan KTSP, dan tindak lanjut hasil penilaian secara komprehensif dan tersistem
 Menganalisis konteks dan menyusun hasil analisis berupa :
Identifikasi SI dan SKL sebagai acuan dalam menjabarkan menjadi Indikator, Materi Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Bahan Penilaian, dan Bahan/Media/Alat Pembelajaran, yang mencakup:
– Analisis kondisi satuan pendidikan (peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya dan program-program)
– Analisis peluang dan tantangan (daya dukung : Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, Dinas Pendidikan)
 Membentuk Tim Pengembang PBKL
 Menyusun program dan jadwal kegiatan Tim Pengembang PBKL
c. Melakukan analisis program keunggulan lokal dengan kegiatan:
 Penelusuran potensi daerah yang mencirikan keunggulan lokal, yang mencakup :
– Potensi Sumber Daya Alam (SDA)
– Potensi Sumber Daya Manusia (SDM)
– Potensi Geografis
– Potensi Budaya
– Potensi Historis
 Penelusuran bakat/minat dan kebutuhan peserta didik yang bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik
 Pengkajian jenis pendidikan berbasis keunggulan lokal yang dapat dilaksanakan oleh sekolah
 Penjajagan lembaga formal/non formal lain yang dapat menjadi mitra dalam pelaksanaan program pendidikan berbasis keunggulan lokal
2. Komponen KTSP, memuat :
a. Visi, misi, tujuan satuan pendidikan dan strategi (mencerminkan upaya untuk mencapai hasil belajar peserta didik yang berkualitas, dan didukung dengan suasana belajar dan suasana sekolah yang memadai/kondusif/menyenangkan dan mencirikan adanya program keunggulan lokal)
b. Struktur dan muatan KTSP, yang mencakup :
 Mata pelajaran dan alokasi waktu berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam Standar Isi
 Program muatan lokal (mencakup : jenis program dan strategi pelaksanaan) dengan ketentuan :
– Pemilihan jenis mulok disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah
– Menjadi mata pelajaran tersendiri, yang SK/KD nya dikembangkan berdasarkan bahan kajian yang tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain
 Kegiatan pengembangan diri yang diselenggarakan sebagai berikut:
– Program yang dilaksanakan bertujuan untuk memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat mereka, dan kondisi sekolah yang bersangkutan
– Kegiatan Pengembangan Diri dibimbing oleh Konselor dan Guru atau tenaga kependidikan lain
– Kegiatan pengembangan diri dilaksanakan melalui kegiatan antara lain Pelayanan Konseling (masalah pribadi, sosial, belajar), Pengembangan karir, kepramukaan, kepemimpinan, KIR, olah raga, seni, dan lain-lain
 Pengaturan beban belajar yang mencerminkan adanya program keunggulan lokal diselenggarakan melalui strategi antara lain:
– Terintegrasi dalam mata pelajaran yang relevan Mata pelajaran Muatan Lokal
– Mata pelajaran Ketrampilan
– Program pengembangan diri (kreativitas siswa/ekskul)
 Ketuntasan belajar minimal
– KKM seluruh MP ≥ 75 % dan dilengkapi dengan rencana pencapaian kriteria ketuntasan ideal 100%.
– Dilakukan melalui analisis Indikator, KD dan SK, dengan mempertimbangkan kemampuan rata-rata peserta didik (intake), kompleksitas SK/KD dan ketersediaan sumber daya dukung
 Kenaikan kelas dan kelulusan
– Adanya kriteria kenaikan kelas yang disesuaikan dengan KKM yang telah ditetapkan dan karakteristik satuan pendidikan yang bersangkutan
– Adanya kriteria kelulusan ≥ 75 %
 Penjurusan (adanya kriteria penjurusan dengan mempertimbangkan bakat, minat, prestasi siswa yang disesuaikan dengan KKM dan karateristik sekolah yang bersangkutan)
 Mutasi siswa (adanya ketentuan tentang mutasi ke dalam maupun ke luar sesuai ketentuan yang berlaku)
 Pendidikan kecakapan hidup yang mencakup jenis dan strategi pelaksanaan program di sekolah
– Terintegrasi pada MP atau berupa paket/modul yang dapat menunjang program PBKL)
– Menjadi salah satu program pengembangan diri
 Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global, tersusunnya program PBKL sebagai berikut:
– Strategi Pelaksanaan PBKL dengan cara:
 Mengintegrasikan Substansi/bahan kajian keunggulan lokal dalam mata pelajaran yang relevan

 Menyusun SK/KD PBKL dalam program Muatan Lokal (menjadi
mata pelajaran tersendiri)
 Mengintegrasikan SK/KD PBKL dalam mata pelajaran Keterampilan
– Penyelenggaraan pembelajaran PBKL, dilakukan pada:
 Seluruh pembelajaran dilaksanakan di sekolah yang bersangkutan
 Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan pendidikan formal lain
 Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan/lembaga pendidikan nonformal
 Kalender pendidikan tingkat satuan pendidikan yang disusun sesuai dengan kebutuhan daerah dan karakteristik sekolah
3. Penyusunan/pengembangan silabus
a. Silabus disusun/dikembangkan secara mandiri oleh satuan pendidikan dengan melibatkan seluruh guru dari sekolah yang bersangkutan
b. Memanfaatkan berbagai panduan dan contoh silabus yang dikembangkan oleh Pusat sebagai referensi dalam penyusunan/ pengembangan silabus di sekolah
c. Mengkaji keunggulan lokal/potensi daerah yang dapat:
– Integrasi ke dalam mata pelajaran yang relevan
– Muatan Lokal
– Mata pelajaran Keterampilan
d. Silabus disusun/dikembangkan dengan memperhatikan SI/SKL yang telah mengintegrasikan materi keunggulan lokal pada mata pelajaran tertentu yang relevan
e. Silabus disusun/dikembangkan melalui proses penjabaran SK/KD menjadi indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan penilaian hasil belajar untuk seluruh mata pelajaran, yang terdiri dari:
– Mata pelajaran umum dan ciri program, dengan mengintegrasikan bahan kajian keunggulan lokal, pada mata pelajaran tertentu yang relevan
– Muatan Lokal
– Mata pelajaran Keterampilan
f. Silabus yang disusun telah mencakup seluruh mata pelajaran, baik yang SK/KD nya ditetapkan oleh pemerintah maupun yang disusun sekolah sesuai dengan kebutuhannya

B. Standar Proses

Sekolah mempunyai perencanaan pembelajaran yang telah mengintegrasikan program pendidikan berbasis keunggulan lokal, dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana, melakukan penilaian dengan berbagai cara, melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh proses pendidikan yang terjadi di sekolah untuk mendukung pencapaian standar kompetensi lulusan. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada tujuh prinsip pelaksanaan kurikulum. Aspek dan indikatornya adalah:

1. Penyiapan perangkat pembelajaran
a. Adanya perangkat pembelajaran yang dikembangkan oleh setiap guru, antara berupa : RPP, Bahan Ajar, Media Pembelajaran, baik untuk pembelajaran reguler maupun remedial dan pengayaan
b. Adanya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), untuk seluruh mata pelajaran yang terdiri dari:
 Mata pelajaran umum dan ciri program, dengan mengintegrasikan bahan kajian keunggulan lokal, pada mata pelajaran tertentu yang relevan
 Muatan Lokal
 Mata pelajaran Keterampilan
c. RPP sekurang-kurangnya berisi/memuat tentang:Bahan cetak (modul, hand out, LKS, dll)
 Tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar
 Materi keunggulan lokal secara terintegrasi menjadi materi pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu atau menjadi mata pelajaran muatan lokal dan atau keterampilan
 Pemanfaatan perpustakaan secara terintegrasi dalam proses pembelajaran terutama dlm mendukung materi PBKL
 Pemanfaatan laboratorium secara terintegrasi dalam proses pembelajaran, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran
d. Adanya Bahan Ajar dalam bentuk Cetakan (Modul, Hand Out, LKS dll), untuk seluruh mata pelajaran yang terdiri dari:
 Mata pelajaran umum dan ciri program, dengan mengintegrasikan bahan kajian keunggulan lokal, pada mata pelajaran tertentu yang relevan
 Muatan Lokal
 Mata pelajaran Keterampilan
e. Adanya Bahan Ajar Berbasis IT (Modul, Hand Out, LKS, audio,visual, dll) untuk seluruh mata pelajaran yang terdiri dari:
 Mata pelajaran umum dan ciri program, dengan mengintegrasikan bahan kajian keunggulan lokal, pada mata pelajaran tertentu yang relevan
 Muatan Lokal
 Mata pelajaran Keterampilan
f. Adanya program remedial sepanjang semester untuk seluruh mata pelajaran, secara berkelanjutan dan komprehensif.

g. Adanya program dan perangkat penelusuran bakat, minat dan potensi peserta didik
h. Adanya program pembimbingan/layanan konseling akademik maupun non akademik bagi peserta didik
i. Adanya Jadwal pemanfaatan perpustakaan untuk menunjang pembelajaran PBKL
j. Adanya program dan rancangan pembelajaran dengan mempertimbangkan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik untuk setiap pendidik
2. Pelaksanaan proses pembelajaran
a. Pembelajaran di sekolah diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif
b. Proses pembelajaran di sekolah mendorong prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan program keunggulan lokal yang dipilih peserta didik
c. Guru menerapkan aspek keteladanan selama proses pembelajaran
d. Menerapkan pembelajaran berbasis TIK
e. Proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis, antara lain melalui pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar
f. Melaksanakan remedial secara berkelanjutan dan terprogram
g. Pelaksanaan program pembimbingan/layanan konseling akademik maupun non akademik bagi siswa
h. Melakukan penelusuran bakat dan minat peserta didik, dalam rangka pemilihan program keunggulan lokal oleh peserta didik
i. Proses Pembelajaran PBKL diselenggarakan melalui:
 Pengintegrasian bahan kajian keunggulan lokal kedalam mata pelajaran umum dan atau mata pelajaran yang menjadi ciri program yang relevan
 Muatan lokal (sebagai mata pelajaran tersendiri) sesuai dengan karakteristik PBKL yang diselenggarakan
 Mata pelajaran Ketrampilan, sesuai dengan karakteristik PBKL yang diselenggarakan
j. Proses pembelajaran PBKL harus dapat membekali peserta didik tentang: pengetahuan dan sikap menghargai sumberdaya dan potensi daerah setempat, serta mampu menggali dan memanfaatkannya agar dapat digunakan sebagai bekal hidup di masa datang.
k. Proses Pembelajaran PBKL dapat dilakukan secara terintegrasi pada:
 Seluruh pembelajaran dilaksanakan di sekolah yang bersangkutan
 Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan pendidikan formal lain
 Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan/lembaga pendidikan nonformal
3. Pengawasan proses pembelajaran
a. Adanya program pengawasan proses pembelajaran secara komprehensif, tersistem dan berkelanjutan
b. Adanya perangkat pengawasan proses pembelajaran
c. Melaksanakan pengawasan pembelajaran yang intensif, melalui pemantauan, supervisi, evaluasi
d. Adanya laporan hasil pengawasan dan program tindak lanjut kegiatan pengawasan

C. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia sekolah yang terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan. Tenaga pendidik secara kualitas harus memenuhi kualifikasi akademik, sertifikasi profesi dan kesesuaian pendidikan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan secara kuantitas harus memenuhi ketentuan rasio guru dan siswa. Sedangkan tenaga kependidikan sekurang-kurangnya terdiri dari Kepala Sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium dan tenaga kebersihan. Tenaga kependidikan sekolah harus memenuhi persyaratan kompetensi yang dibutuhkan. Aspek dan indikatornya adalah :

1. Kualifikasi akademik tenaga pendidik
a. Melakukan analisis kualifikasi pendidik dan kependidikan untuk mendukung program pendidikan berbasis keunggulan lokal
b. Lebih dari 75 % pendidik berkualifikasi akademik minimal D IV/S1 dan mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan . Telah memiliki tenaga pendidik bersartifikasi propesi. Memiliki lebih dari 75% tenaga pendidik bersertifikat profesi guru untuk SMA/MA
c. Adanya program peningkatan kualifikasi dan spesialisasi/ kompetensi pendidik pada satuan pendidikan yang bersangkutan, meliputi:
 Peningkatan kualifikasi D IV dan atau S1
 Peningkatan spesialisasi/kompetensi seluruh guru sesuai mata pelajaran yang diajarkan
 Peningkatan spesialisasi/kompetensi guru sesuai dengan jenis program PBKL yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
 Peningkatan kemampuan guru dalam pengkajian substansi keunggulan lokal menjadi SK, KD dan Materi Pembelajaran pada mata pelajaran yang relevan
 Peningkatan kemampuan guru dalam pengembangan silabus
 Peningkatan kemampuan guru dalam penyiapan RPP
 Peningkatan kemampuan pendidik dalam pengembangan bahan ajar dalam bentuk cetakan
 Peningkatan kemampuan pendidik dalam pengembangan bahan ajar berbasis TIK
 Peningkatan kemampuan guru dalam pengembangan bahan ujian
 Peningkatan kemampuan dan peran guru BK
d. Adanya guru bimbingan konseling/konselor sesuai dengan rasio jumlah siswa per guru
e. Adanya pendidik untuk program PBKL yang memiliki kualifikasi keahlian dan kompetensi sesuai dengan bidang PBKL yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
f. Adanya tenaga ahli/pengajar dari satuan pendidikan formal lain atau lembaga pendidikan non formal di lingkungan setempat, yang dapat membantu pelaksanaan pembelajaran PBKL di sekolah
2. Tenaga kependidikan
a. Tenaga kependidikan sekurang-kurangnya terdiri atas :
 Kepala sekolah
 Tenaga administrasi
 Tenaga perpustakaan
 Tenaga laboratorium
 Tenaga kebersihan
b. Kualifikasi umum dan khusus tenaga kependidikan terpenuhi untuk:
 Kepala sekolah
 Tenaga administrasi
 Tenaga perpustakaan
 Tenaga laboratorium
 Tenaga kebersihan
c. Jumlah tenaga kependidikan terpenuhi sesuai kebutuhan sekolah, yang meliputi :
 Tenaga administrasi
 Tenaga perpustakaan
 Tenaga laboratorium
 Tenaga kebersihan
d. Kepala Sekolah dibantu minimal tiga orang wakil kepala sekolah yang terdiri atas bidang Akademik, sarana prasarana, dan kesiswaan
e. Adanya program pemenuhan kebutuhan tenaga kependidikan
f. Adanya program peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi tenaga kependidikan, sesuai dengan tugas masing-masing untuk:
 Kepala sekolah
 Tenaga administrasi
 Tenaga perpustakaan
 Tenaga laboratorium
 Tenaga kebersihan

D. Standar Sarana dan Prasarana

Sekolah memiliki sarana dan prasarana meliputi satuan pendidikan, lahan, bangunan gedung, dan kelengkapan sarana dan prasarana. Sekolah minimum memiliki 3 rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar. Dimana SMA dengan tiga rombongan belajar melayani maksimum 360 siswa. Lahan yang dimiliki sekolah memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik yang dapat digunakan secara efektif untuk membangun prasarana sekolah berupa bangunan gedung dan tempat bermain/berolahraga. Lahan harus memenuhi kriteria kesehatan dan keselamatan, kemiringan, pencemaran air dan udara, kebisingan, peruntukan lokasi, dan status tanah. Bangunan gedung memenuhi rasio minimum luas lantai, tata bangunan, keselamatan, kesehatan, fasilitas penyandang cacat, kenyamanan, keamanan. Bangunan gedung dipelihara secara rutin. Kelengkapan sarana prasarana yang tersedia meliputi : 1) ruang kelas, 2) ruang perpustakaan, 3) ruang laboratorium biologi, 4) ruang laboratorium fisika, 5) ruang laboratorium kimia, 6) ruang laboratorium komputer, 7) ruang laboratorium bahasa, 8) ruang pimpinan, 9) ruang guru, 10) ruang tata usaha, 11) tempat beribadah, 12) ruang konseling, 13) ruang UKS, 14) ruang organisasi kesiswaan, 15) jamban, 16) gudang, 17) ruang sirkulasi, 18) tempat bermain/berolahraga. Aspek dan indikatornya adalah :
1. Satuan pendidikan
a. Memiliki minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar
2. Lahan
a. Luas lahan sekolah memenuhi rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik (m2/peserta didik)
b. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat
c. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis sempadan sungai dan jalur kereta api
d. Lahan terhindar dari gangguan-gangguan pencemaran air, kebisingan, pencemaran udara
e. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana lain yang lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari Pemerintah Daerah setempat
f. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun
3. Bangunan gedung
a. Bangunan gedung memenuhi ketentuan rasio minimum luas lantai terhadap peserta didik (m2/peserta didik)
b. Bangunan gedung memenuhi persyaratan keselamatan yaitu memiliki struktur yang stabil dan kukuh, ilengkapi sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan petir
c. Bangunan gedung memenuhi persyaratan kesehatan yaitu mempunyai fasilitas secukupnya untuk ventilasi udara dan pencahayaan yang memadai, memiliki sanitasi di dalam dan di luar bangunan gedung, bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
d. Bangunan gedung menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat
e. Bangunan gedung memenuhi persyaratan kenyamanan yaitu mampu meredam getaran dan kebisingan yang mengganggu kegiatan pembelajaran, memiliki temperatur dan kelembaban yang tidak melebihi kondisi luar ruangan, setiap ruang dilengkapi dengan lampu penerangan
f. Bangunan gedung dilengkapi sistem keamanan yaitu peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi jika terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya, akses evakuasi yang dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi penunjuk arah yang jelas
g. Bangunan gedung dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 1300 watt
h. Bangunan secara berkala dilakukan pemeliharaan baik ringan maupun berat
4. Ruang Kelas
a. Jumlah minimum ruang kelas sama dengan jumlah rombongan belajar
b. Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik
c. Rasio minimum luas ruang kelas 2 m2/peserta didik
d. Ruang kelas dilengkapi sarana meliputi perabot (kursi dan meja peserta didik, kursi dan meja guru, lemari dan papan pajang), media pendidikan (papan tulis), perlengkapan lain (tempat sampah, tempat cuci tangan, jam dinding, soket listrik)
e. Ruang kelas memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan.
f. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar runagan jika terjadi bahaya dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan.
5. Ruang perpustakaan
a. Luas minimum sama dengan luas 1 ruang kelas dengan lebar minimum
5 meter
b. Ruang perpustakaan dikelola berbasis ICT/TIK dilengkapi dg. sarana:
 Buku (buku teks pelajaran, buku panduan pendidik, buku pengayaan, buku referensi, bahan ajar, dan sumber belajar lain)
 Perabot (rak buku, rak majalah, rak surat kabar, meja baca, kursi baca, kursi kerja, meja kerja, lemari katalog, papan pengumuman, dan meja multi media)
 Peralatan Multimedia (komputer, server, CD player, dll)
 Bahan pembelajaran dalam bentuk cetakan dan berbasis TIK (software/CD)
 Peralatan pengelolaan perpustakaan berbasis TIK (hardware dan software)
 Perlengkapan lain (buku inventaris, tempat sampah, kotak kontak, jam dinding, kipas angin, AC, dll)
c. Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku
d. Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah yang mudah dicapai
6. Laboratorium biologi
a. Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar
b. Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik
c. Memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan
d. Ruang laboratorium Biologi dilengkapi dengan sarana:
 Perabot (kursi guru dan siswa, meja siswa, meja demontrasi, meja persiapan, lemari alat, lemari bahan), bak cuci
 Peralatan pendidikan (alat peraga, alat dan bahan percobaan)
 Media pendidikan (papan tulis)
 Bahan habis pakai
 Perlengkapan lain (kotak kontak, alat pemadam kebakaran, peralatam P3K, tempat sampah dan jam dinding)
7. Laboratorium fisika
a. Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar
b. Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik
c. Memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan
d. Ruang laboratorium Fisika dilengkapi dengan sarana:
 Perabot (kursi guru dan siswa, meja siswa, meja demontrasi, meja persiapan, lemari alat, lemari bahan), bak cuci.
 Media pendidikan (papan tulis)
 Perlengkapan lain (kotak kontak, alat pemadam kebakaran, peralatam P3K, tempat sampah dan jam dinding)
8. Laboratorium kimia
a. Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 romb. belajar
b. Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik
c. Memiliki fasilitas yang memungkinkan pencahayaan untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan
d. Ruang laboratorium Biologi dilengkapi dengan sarana:
 Perabot (kursi guru dan siswa, meja siswa, meja demontrasi, meja persiapan, lemari alat, lemari bahan), bak cuci
 Peralatan pendidikan (alat peraga, alat dan bahan percobaan)
 Media pendidikan (papan tulis)
 Bahan habis pakai
 Perlengkapan lain (kotak kontak, alat pemadam kebakaran, peralatam P3K, tempat sampah dan jam dinding)
9. Laboratorium komputer
a. Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar yang bekerja dalam kelompok @ 2 orang
b. Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik
c. Ruang laboratorium komputer dilengkapi dengan sarana:
 Perabot (kursi dan meja peserta didik dan guru)
 Peralatan pendidikan (Komputer, printer, scanner, titik akses internet, LAN, stabilizer dan modul praktik)
 Media pendidikan (papan tulis)
 Perlengkapan lain (kotak kontak, tempat sampah, jam dinding)
10. Laboratorium bahasa
a. Ruang laboratorium dapat menampung minimum 1 rombongan belajar yang bekerja dalam kelompok @ 2 orang
b. Rasio minimum ruang laboratorium 2,4 m2/peserta didik
c. Ruang laboratorium bahasa dilengkapi dengan sarana:
 Perabot (kursi, meja peserta dididk dan guru, lemari)
 Peralatan pendidikan (perangkat multi media)
 Media pendidikan (papan tulis)
 Perlengkapan lain (kotak kontak, tempat sampah, jam dinding)
11. Ruang pimpinan
a. Luas minimum ruang 12 m2 dan lebar minimum 3 m
b. Mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah
c. Ruang pimpinan dilengkapi dengan sarana:
 Perabot (kursi dan meja pimpinan, kursi dan meja tamu, lemari, papan statistik)
 Perlengkapan lain (simbol kenegaraan, tempat sampah dan jam dinding)
12. Ruang guru
a. Rasio minimum luas ruang 4 m2/pendidik, luas minimum ruang 72 m2
b. Mudah dicapai dari halaman sekolah atau dari luar lingkungan sekolah dan dekat dengan ruang pimpinan
c. Ruang guru dilengkapi dengan sarana:
 Perabot (kursi dan meja kerja, lemari, kursi tamu, papan statistik, papan pengumuman)
 Perlengkapan lain (tempat sampah, tempat cuci tangan, jam dinding)
d. Pengaturan ruang guru memungkinkan untuk mobilitas MGMP rumpun mata pelajaran yang menunjang PBKL
13. Ruang tata usaha
a. Rasio minimum luas ruang 4 m2/petugas dan luas minimum ruang
16 m2
b. Mudah dicapai dari halaman sekolah atau dari luar lingkungan sekolah dan dekat dengan ruang pimpinan
c. Ruang tata usaha dilengkapi dengan sarana:
 Perabot (kursi dan meja kerja, lemari, papan statistik)
 Perlengkapan lain (tempat sampah, mesin TIK/komputer, filing kabinet, brankas, telepon, jam dinding, kotak kontak, penanda waktu/bel)
14. Tempat beribadah
a. Luas minimum ruang 12 m2
b. Tempat ibadah dilengkapi sarana meliputi perabot, dan perlengkapan lain
15. Ruang konseling
a. Luas minimum ruang 9 m2
b. Ruang koseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik
c. Ruang dilengkapi sarana sebagai berikut :
 perabot (meja dan kursi kerja, kursi tamu, lemari, dan papan kegiatan)
 peralatan konseling (instrumen konseling, buku sumber dan media pengembangan kepribadian)
 perlengkapan lain (jam dinding)
16. Ruang UKS
a. Luas minimum ruang 12 m2
b. Ruang UKS dilengkapi sarana meliputi :
 perabot (tempat tidur, lemari, meja dan kursi)
 perlengkapan lain (catatan kesehatan, perlengkapan P3K, tandu, selimut, tensimeter, termometer badan, timbangan badan, pengukruan tinggi banda, tempat sampah, tempat cuci tangan, dan jam dinding)
17. Ruang organisasi kesiswaan
a. Luas minimum ruang 9 m2
b. Ruang dilengkapi perabot (meja kursi, papan tulis, lemari) dan peralatan lain (jam dinding)
18. Jamban
a. Minimum jamban setiap sekolah 3 unit untuk siswa dan guru
b. Luas minimum 2 m2/jamban
c. Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah dibersihkan
d. Tersedia air bersih di setiap unit jamban
e. Jamban dilengkapi sarana perlengkapan lain (kloset jongkok, tempat air, gayung, gantungan pakaian, tempat sampah)
19. Gudang
a. Luas minimum 21 m2
b. Gudang dilengkapi sarana perabot (lemari, rak)
c. Gudang mudah dikunci dikunci
20. Ruang sirkulasi
a. Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan antar ruang bangunan sekolah dengan luas minimum 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum 1,8 m dan tinggi minimum 2,5 m
b. Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik,beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup
c. Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90-110 cm
d. Bangunan bertingkat dilengkapi tangga, bangunan dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum 2 tangga
e. Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m
f. Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum 17 cm, lebar anak tangga 25 – 30 cm dilengkapi pegangan tangga dengan tinggi 85 – 90 cm
g. Tangga memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga
h. Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan yang cukup
21. Ruang bermain/berolahraga
a. Memenuhi rasio luas minimum 3 m2/peserta didik
b. Tempat bermain/berolahraga berukuran minimal 30mx 20m
c. Tempat bermain/berolahraga berupa ruang terbuka sebagian ditanami pohon penghijauan
d. Tempat bermain/berolahraga diletakkan di tempat yang tidak menggangu proses pembelajaran di kelas
e. Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan sebagai tempat parkir
f. Tempat bermain/berolahraga dilengkapi sarana :
 Peralatan pendidikan (tiang bendera dan bendera, peralatan bola volley, peralatan sepak bola, peralatan basket, peralatan senam, peralatan atletik, peralatan seni budaya dan peralatan keterampilan
 Perlengkapan lain (pengeras suara dan tape recorder)

E. Standar Pengelolaan

Pengelolaan sekolah didasarkan pada perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi manajemen. Sekolah mengembangkan perencanaan program mulai dari penetapan visi, misi, tujuan, dan rencana kerja. Pelaksanaan rencana kerja sekolah didasarkan pada struktur organisasi dan pedoman pengelolaan secara tertulis dibidang kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan dan pembiayaan. Disamping itu pelaksanaannya juga mempertimbangkan budaya dan lingkungan sekolah, serta melibatkan peran serta masyarakat. Aspek dan indikatornya adalah:
1. Program Kerja Sekolah
a. Memiliki Dokumen Program Kerja sekolah yang mencakup program rutin dan program rintisan PBKL, yang memuat:
 Identitas Sekolah dan Kepala Sekolah
 Visi sekolah
 Misi sekolah
 Tujuan Sekolah
 Sasaran/Hasil /Output Program
 Rencana Program, Pembiayaan dan Jadwal Kegiatan Sekolah selama 3 (tiga) tahun (TP. 2007/2008 s.d. 2009/2010)
 Rencana Program, Pembiayaan dan Jadwal Kegiatan Sekolah 1 (satu) tahun (tahun pelajaran 2008/2009)
b. Memiliki program kerja sekolah dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan dokumen KTSP secara komprehensif/ berkelanjutan
c. Menyusun program kerjasama dengan satuan pendidikan formal (pendidikan menengah dan atau tinggi), lembaga pendidikan non formal dalam rangka peningkatan mutu pendidikan pada satuan pendidikan yang bersangkutan
2. Penyiapan Perangkat/Panduan Operasional Oleh Satuan Pendidikan
a. Menyusun Panduan kalender pendidikan/akademik yang menunjukkan aktivitas satuan pendidikan selama satu tahun yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, ekstra kurikuler, dan hari libur pada satuan pendidikan yang bersangkutan
b. Menyusun struktur organisasi satuan pendidikan dilengkapi dengan uraian tugas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
c. Menyusun Peraturan akademik yang mencakup:
 Penerimaan Siswa Baru
 Penjurusan
 Pindah Sekolah
 Kenaikan kelas dan kelulusan
d. Menyusun Peraturan dan tata tertib satuan pendidikan bagi pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik
e. Menyusun panduan penyelenggaraan program rintisan PBKL, yang dilakukan secara terintegrasi dengan cara :
 Seluruh pembelajaran dilaksanakan di sekolah yang bersangkutan
 Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan pendidikan formal lain
 Sebagian pembelajaran dilaksanakan melalui kerjasama dengan satuan/lembaga pendidikan nonformal
f. Menyusun panduan pelaksanaan Pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang terkait
g. Menyusun panduan pembelajaran dan penilaian program PBKL yang dilaksanakan melalui:
h. Menyusun panduan pelaksanaan penelusuran dan analisis potensi dan keunggulan daerah
i. Menyusun panduan penetapan jenis program PBKL yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan ketersediaan daya dukung dan minat, bakat serta kebutuhan peserta didik
j. Menyusun Panduan penelusuran minat, bakat dan potensi peserta didik
k. Menyusun panduan pemilihan jenis program PBKL bagi peserta didik
l. Menyusun panduan pelaksanaan penilaian hasil belajar untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, dan rintisan uji kompetensi pada mata pelajaran tertentu
m. Menyusun panduan pelaksanaan Pengembangan Diri dalam bentuk:
 Program Layanan Konseling bagi Peserta Didik (Akademik dan Non Akademik)
 Program pengembangan karir dan kreativitas peserta didik
n. Menyusun Dokumen kemitraan dengan lembaga formal/non formal lainnya dalam pelaksanaan program keunggulan lokal
3. Melaksanakan Pengelolaan Ketenagaan
a. Pengelolaan Kelengkapan administrasi kepegawaian pendidik dan tenaga kependidikan.
b. Menyusun dan memiliki uraian tugas dan jadwal penugasan guru dan tenaga kependidikan dalam keseluruhan proses pelaksanaan pendidikan di sekolah
c. Melaksanakan program pertemuan rutin dengan seluruh warga sekolah (Kasek, Wakasek, Guru, Karyawan, dan siswa)
d. Menyusun dan melaksanakan program pemberdayaan/kemitraan guru dari lembaga formal/non formal lainnya untuk pelaksanaan program rintisan PBKL
e. Menyusun/menetapkan Tim Pengembang &Pengelola program rintisan PBKL

4. Melaksanakan Pengelolaan Sarana dan Prasarana
a. Memiliki Jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan
b. Melaksanakan program pemberdayaan/kemitraan dengan lembaga formal/non formal lainnya dalam rangka pemanfaatan sarana prasarana untuk mendukung pelaksanaan program rintisan PBKL
c. Menyusun program pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan pada satuan pendidikan
5. Program Kesiswaan
a. Menyusun program dan strategi peningkatan daya tampung penerimaan siswa baru
b. Menyusun program kerja dan struktur organisasi OSIS
c. Melaksanakan program pengembangan karir dan kreatifitas siswa antara lain kegiatan: MOS, Kepramukaan, Kewirausahaan, Kepemimpinan, KIR, Kelompok Belajar, Keagamaan, Bakti Sosial, Studi Banding, Pertukaran Pelajar, Olah Raga, Seni, Keterampilan, dan lain-lain
d. Melaksanakan program layanan konseling bagi siswa baik akademik maupun non akademik
e. Memprogramkan pemberian beasiswa bagi peserta didik yang berprestasi dan kurang mampu
f. Menyusun program penelusuran alumni
g. Meningkatkan peran serta alumni untuk mendukung program kerja sekolah
6. Peningkatan Kualitas Kinerja Sekolah
a. Menyusun program dan strategi pelaksanaan pencapaian SNP, dalam rangka peningkatan kualitas kinerja satuan pendidikan
b. Menyusun program peningkatan status akreditasi sekolah “A”
7. Supervisi dan Evaluasi Keterlaksanaan program
a. Melakukan program supervisi dan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah
b. Menyusun Perangkat Supervisi dan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah
c. Memiliki Tim Supervisi dan Evaluasi Diri terhadap Kinerja sekolah
d. Melaksanakan supervisi dan evaluasi diri terhadap kinerja sekolah
e. Menyusun dokumen laporan hasil supervisi dan evaluasi diri serta program tindak lanjut
8. Sistem Informasi Manajemen (SIM)
a. Adanya program dan strategi pengelolaan SIM, untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan pembelajaran, administrasi sekolah, dan layanan komunikasi baik internal maupun eksternal
b. Adanya program pengembangan sekolah sebagai :
 Layanan Komunikasi dan Konsultasi bagi warga sekolah baik untuk kepentingan internal maupun eksternal
 Pusat Sumber Belajar Belajar (PSB) berbasis TIK
c. Adanya fasilitas/sarana/infrastruktur pendukung pelaksanaan komunikasi dan layanan konsultasi berbasis TIK, yang mencakup:
 Ruang kerja pengelola SIM
 Tim Pengelola SIM (disesuaikan dengan butir 7.b)
 Peralatan TIK (komputer, Server, Printer dll)
 Jaringan/infrastruktur komunikasi berbasis TIK (Internet dan Intranet)
 Website Sekolah
 Bahan ajar berbasis TIK (software/CD/DVD)

F. Standar Pembiayaan

Pembiayaan Sekolah didasarkan pada rancangan biaya operasional program kerja tahunan meliputi investasi, operasi, bahan atau peralatan dan biaya personal. Sumber pembiayaan sekolah dapat berasal orang tua siswa, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya. Penggunaan dana harus dipertanggungjawabkan dan dikelola secara transparan dan akuntabel. Aspek dan indikatornya adalah :

1. Jenis dan Sumber pembiayaan
a. Sekolah mengalokasikan biaya pendidikan untuk biaya investasi (penyediaan sarana prasarana, pengembangan SDM, dan modal kerja tetap), biaya operasi (gaji pendidik dan tenaga kependidikan), bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, biaya operasi pendidikan tak langsung), dan biaya personal (biaya pendidikan dari peserta didik)
b. Sekolah mengoptimalkan sumber-sumber pembiayaan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan secara mandiri
c. Memliki program dan upaya sekolah menggali dan mengelola serta memanfaatkan dana dari berbagai sumber (orang tua siswa, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya) melalui laporan pertanggung-jawaban secara akuntabel dan transparan
d. Sekolah memiliki pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional yang mengacu pada standar pendidikan.
2. Rencana Anggaran, Program dan Biaya Sekolah (RAPBS)
a. Menyusun program dan strategi sekolah menggali dan mengelola serta memanfaatkan dana dari berbagai sumber (orang tua siswa, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya) melalui laporan pertanggung-jawaban secara akuntabel dan transparan
b. Menyusun program dan strategi pengelolaan biaya investasi dan operasional yang mengacu pada SNP

G. Standar Penilaian Pendidikan

Sekolah melaksanakan penilaian pendidikan melalui proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian mengacu pada prinsip penilaian dengan menggunakan teknik dan instrumen penilaian yang sesuai berdasarkan mekanisme dan prosedur penilaian terstandar. Penilaian dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Aspek dan indikatornya adalah :

1. Penyiapan Perangkat Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
a. Menyusun program dan jadwal penilaian hasil belajar untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas, termasuk remedial
b. Memiliki Perangkat Penilaian (berupa format penilaian)
c. Adanya Bahan Ujian/Ulangan (berupa Kumpulan Soal Ujian/Ulangan), berbasis TIK
d. Adanya Dokumen Laporan Hasil Belajar Siswa (Raport)
2. Pelaksanaan Penilaian Hasil belajar Peserta Didik
a. Seluruh pendidik telah melakukan penilaian hasil belajar untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas
b. Seluruh pendidik menerapkan teknik penilaian dilakukan sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa, dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok
c. Melakukan upaya/program kerjasama dengan lembaga pendidikan lain, untuk penerbitan sertifikat kelulusan pada mata pelajaran/program pembelajaran tertentu yang kelulusannya dilakukan melalui uji kompetensi
d. Melaksanakan ujian kompetensi untuk mata pelajaran tertentu, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang terkait
3. Hasil Penilaian Pencapaian Kompetensi
a. Rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00
b. Persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir
c. Melakukan Analisis daya serap hasil/soal ujian nasional
d. Adanya program dan strategi sekolah untuk meningkatkan mutu lulusan berdasarkan hasil analisis daya serap soal ujian nasional

BAB IV
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DI SMA

Pengembangan PBKL di SMA memiliki karakteristik berbeda dengan di SMK, sebab SMA lebih mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal utama dalam penyelenggaraan PBKL di SMA adalah peserta didik mengetahui keunggulan lokal daerah dimana dia tinggal, memahami berbagai aspek yang berhubungan dengan keunggulan lokal daerah tersebut, sehingga menjadi bagian dari kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi yang telah dimiliki peserta didik dapat dijadikan bahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) rasa bangga terhadap daerahnya dan keterampilan (psikomotorik) yang dapat mereka pergunakan, baik ketika mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau menekuni suatu pekerjaan tertentu. Dalam penyelenggaran program PBKL di SMA perlu memperhatikan strategi pelaksanaan, identifikasi kondisi dan Kebutuhan daerah, identifikasi potensi satuan pendidikan, identifikasi jenis keunggulan lokal, dan bagaimana melakukan kerja sama dengan instansi lain.

A. Strategi Pelaksanaan PBKL di SMA

Program Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal di SMA merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh sekolah. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang tertuang pada PP 19 Tahun 2005 BAB III pasal 14 ayat (2) yang menyatakan bahwa pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok matapelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan kelompok mata pelajaran estetika atau kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani,olah raga dan kesehatan; dan ayat (3) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh akreditasi. Oleh karena itu PBKL dapat diselenggarakan melalui tiga cara, yaitu pengintegrasian dalam mata pelajaran yang relevan, muatan lokal, dan mata pelajaran keterampilan.
1. Pengintegrasian dalam Mata Pelajaran
Bahan kajian keunggulan lokal dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran tertentu yang relevan dengan SK/KD mata pelajaran tersebut. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengkaji SK/KD mata pelajaran yang terkait dihubungkan dengan hasil analisis keunggulan lokal. Hasil pengkajian SK/KD tersebut dituangkan pada penyempurnaan silabus dan RPP. Kemudian dibuat bahan ajar cetak dan bahan ajar ICT yang mengintegrasikan PBKL pada mata pelajaran yang relevan. Pola pengintegrasian PBKL pada mata pelajaran dapat dilakukan melalui tahapan berikut ini.
a. Melaksanakan identifikasi SK/KD yang telah ada dihubungkan dengan hasil analisis keunggulan lokal, sehingga terpilih beberapa konsep pada mata pelajaran yang relevan.
b. Menyempurnakan Silabus mata pelajaran pada konsep yang terpilih berdasarkan hasil identifikasi SK/KD yang dihubungkan dengan keunggulan lokal.
c. Menyempurnakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) setiap mata pelajaran pada SK/KD yang terpilih.
d. Membuat bahan ajar (modul,LKS dll) atau bahan ajar mata pelajaran yang mengintegrasikan PBKL dan berbasis ICT
e. Membuat bahan/perangkat ujian dari konsep yang yang telah terpilih pengintegrasian PBKL-nya.

Contoh :
Di suatu tempat/sekolah sangat kental dipengaruhi oleh budaya religius, karena di sekitar sekolah banyak terdapat pondok pesantren, sehingga banyak siswa yang belajar di sekolah formal dan mengaji di pondok pesantren tradisional. Maka potensi budaya religius ini dapat diintegrasikan kedalam mata pelajaran, misalnya memasukan ayat-ayat suci Al Quran kedalam mata pelajaran Fisika, dimulai dengan memasukannya kedalam SK/KD, silabus, RPP dan bahan ajar. Contoh lain dilihat dari potensi geografis, suatu sekolah berada di daerah pertanian, maka di bagian mata pelajaran Kimia atau Biologi dapat memasukan konsep pembuatan pupuk, minyak kelapa dengan proses kimia atau pembudidayaan jamur, apotik hidup dll.

2. Mata Pelajaran Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Kajian mata pelajaran muatan lokal dapat ditentukan oleh satuan pendidikan. Untuk itu terlebih dahulu harus disusun SK/KD, silabus dan Rencana Pembelajaran yang memungkinkan setiap satuan pendidikan dapat menyelenggarakan pembelajaran muatan lokal. Dalam kurun waktu tertentu (semester/ tahun) sekolah dapat menyediakan 2, 3 atau beberapa jenis muatan lokal yang akan dipilih siswa. Dengan demikian siswa mempunyai pilihan untuk mengikuti lebih dari satu jenis program keunggulan lokal pada setiap tahun pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing serta program yang diselenggarakan oleh sekolah.

Contoh : Muatan Lokal Seni Pahat
Kerajinan ”cor perunggu dan patung batu” di Kecamatan Trowulan-Kabupaten Mojokerto adalah peninggalan Kerajaan Majapahit. Hasil kerajinan tersebut terpajang di pinggir jalan yang tersebar di Desa Jati Pasar, Jati Sumber, Wates dan Minak Jinggo. Di Desa Wates, salah satu Sentra Kerajinan di Trowulan. Umumnya perajin di Trowulan memproduksi patung Budha, Ken Dedes, Ganesha, Syiwa dan Brahma sebagai pesanan dari Bali. Hasil kerajinan tersebut beredar luas kemana-mana, bukan saja di dalam negeri, namun juga ke mancanegara. Hasil kerajinan seniman Trowulan, juga menghiasi banyak art shop di Bali untuk selanjutnya di transfer ke banyak Negara.

Kondisi tersebut dikaji oleh sekolah dari berbagai hal seperti kemampuan sekolah, bakat dan minat siswa serta ketersediaan SDM yang ada. Kemudian sekolah menetapkan bahwa seni pahat menjadi mata pelajaran muatan lokal di sekolah. Langkah selanjutnya yang dilakukan sekolah adalah menyusun SK/KD, menyusun silabus, menyusun bahan ajar, dan strategi penilaian. Setiap satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal dalam satu tahun. Dengan demikian siswa boleh mengikuti lebih dari satu jenis program keunggulan lokal pada setiap tahun pelajaran sesuai dengan minat, program dan daya dukung sekolah.

3. Mata Pelajaran Keterampilan.
Strategi ini digunakan untuk menyajikan materi atau substansi keunggulan lokal secara berdiri sendiri, bukan terintegrasi dengan mata pelajaran. Dengan demikian SK/KD dapat menggunakan mata pelajaran keterampilan sesuai dengan bahan ajar/substansi keunggulan lokal yang diselenggarakan. Apabila SK/KD yang tersedia tidak relevan dengan bahan ajar/substansi program keunggulan lokal, maka satuan pendidikan dapat mengembangkan sendiri SK/KD yang sesuai dengan kebutuhan. Siswa harus mengikuti pembelajaran secara komprehensif mulai kelas X sampai dengan kelas XII. Melalui pendekatan ini peserta didik akan lebih menguasai substansi keunggulan lokal yang diprogramkan di sekolah. Harus diingat bahwa program keterampilan di SMA bukan untuk menghasilkan produk keterampilan sebagaimana di SMK, tetapi sebagai pengenalan keterampilan yang terkait dengan keunggulan lokal untuk mempersiapkan pilihan jurusan di Perguruan Tinggi.

Contoh :
Bali merupakan daerah kunjungan wisata yang sangat dikagumi oleh wisatawan mancanegara. Salah satu SMA di Denpasar memprogramkan mata pelajaran bahasa Prancis yang diikuti oleh siswa kelas X, XI dan XII. Setelah siswa lulus SMA, mereka melanjutkan pendidikan di PT dengan mengambil jurusan bahasa Prancis. Bagi siswa yang tidak memperoleh peluang diterima di PT meraka dapat menjadi pemandu wisata bagi wisatawan Prancis di daerahnya.

B. Identifikasi Kondisi dan Kebutuhan Daerah

Kegiatan identifikasi ini dilakukan untuk mendata dan menelaah berbagai kondisi dan kebutuhan daerah. Data dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait seperti Pemerintah Daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, dan Dunia Usaha/Industri. Kondisi daerah dapat ditinjau dari potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:

1. Rencana pembangunan daerah, termasuk prioritas pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
2. Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis-jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan;
3. Aspirasi masyarakat mengenai konservasi alam dan pengembangan daerah.

Pengumpulan data untuk identifikasi kondisi dan kebutuhan daerah dapat dilakukan melalui wawancara atau pemberian kuesioner kepada responden. Data yang dikumpulkan oleh sekolah meliputi :

1. Kondisi sosial (hubungan kemasyarakatan antar-penduduk, kerukunan antarumat beragama, dsb.);
2. Kondisi ekonomi (mata pencaharian penduduk, rata-rata penghasilan, dsb.)
3. Aspek budaya (etika sopan santun, kesenian daerah, bahasa yang banyak digunakan, dsb.);
4. Kekayaan alam (pertambangan, perikanan, perkebunan, dsb.)
5. Makanan khas daerah (gado-gado Jakarta, asinan Bogor, gudeg Yogya, rendang Padang, dsb.);
6. Prioritas pembangunan daerah (pendidikan, kesehatan, pertanian, perkebunan, pengentasan kemiskinan, dsb.);
7. Kepedulian masyarakat akan konservasi dan pengembangan daerah;
8. Jenis-jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan daerah (sebagai kota jasa, kota perdagangan, dan kota pariwisata), seperti kemampuan berbahasa asing, keterampilan komputer, dll.

C. Identifikasi Potensi Satuan Pendidikan

Kondisi satuan pendidikan baik negeri maupun swasta di berbagai daerah sangat bervariasi. Oleh karena itu, untuk menentukan program PBKL yang akan dilaksanakan, setiap satuan pendidikan harus melakukan identifikasi terhadap potensi masing-masing. Kegiatan ini dilakukan untuk mendata dan menganalisis daya dukung yang dimiliki. Kegiatan yang dilaksanakan adalah analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ditekankan pada kebutuhan peserta didik yang harus memperhatikan:

1. lingkungan, sarana dan prasarana,
2. ketersediaan sumber dana,
3. sumber daya manusia (pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik),
4. dukungan Komite Sekolah dan masyarakat setempat,
5. dukungan unsur lain seperti dunia usaha/industri,
6. kemungkinan perkembangan sekolah.

D. Identifikasi Jenis Keunggulan Lokal

Berdasarkan kajian beberapa sumber, maka dapat dipilih/ditentukan jenis program keunggulan lokal yang memungkinkan untuk dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan potensi pendidik dari satuan pendidikan. Penentuan jenis muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:

1. kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik (fisik, psikis, dan sosial);
2. ketersediaan pendidik yang diperlukan;
3. ketersediaan sarana dan prasarana;
4. ketersediaan sumber dana;
5. tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa;
6. tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan;
7. diperlukan oleh lingkungan sekitar.

Berbagai jenis keunggulan Lokal yang dapat dikembangkan misalnya:

1. Kesenian daerah;
2. Tata busana, tata boga, perawatan tubuh, dan sejenisnya;
3. Elektronika (perakitan, perawatan, dan perbaikan alat-alat elektronik);
4. Kewirausahaan, industri kecil (penyiapan, produksi, dan pemasaran);
5. Pendayagunaan potensi kelautan;
6. Lingkungan hidup (pengelolaan dan pelestarian);
7. Pembinaan karakter (etika dan pemberian layanan prima);
8. Komputer (yang tidak termasuk dalam SK/KD mata pelajaran TIK), misalnya perakitan & perbaikan komputer, desain grafis, komputer akuntansi, dan sejenisnya;
9. Bahasa Asing (yang tidak termasuk dalam struktur kurikulum mata pelajaran bahasa Asing).

E. Kerjasama dengan Unsur Lain
Pengembangan program PBKL di sekolah bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus mempersiapkan berbagai hal untuk memperlancar pengembangan keunggulan Lokal yang akan dilaksanakan pada satuan pendidikan masing-masing. Sekolah dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam menentukan program PBKL yang akan dilaksanakan. Tim pengembang kurikulum yang sudah dibentuk di setiap satuan pendidikan, bertanggung jawab dalam pengembangan PBKL. Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan pula masukan dari guru yang akan mengampu mata pelajaran Muatan Lokal, Keterampilan atau mata pelajaran lain yang relevan. Di samping itu, satuan pendidikan perlu menjalin kerjasama dengan unsur-unsur lain, seperti Tim Pengembang Kurikulum tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi, dan instansi/lembaga lain misalnya dunia usaha/industri, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dan Dinas lain yang terkait. Dalam kerjasama ini masing-masing unsur memiliki peran, tugas, dan tanggung jawab tertentu.

1. Peran, tugas, dan tanggung jawab tim pengembang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam pengembangan PBKL secara umum adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah;
b. Mengidentifikasi potensi sumber daya yang ada di satuan pendidikan;
c. Mengidentifikasi jenis keunggulan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik dan satuan pendidikan;
d. Menentukan jenis program PBKL yang akan dilaksanakan;
e. Menyusun SK, KD dan Silabus Muatan Lokal dan mata pelajaran Keterampilan apabila SK/KD yang ada tidak relevan.

2. Peran Tim Pengembang Kurikulum tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, dan LPMP adalah memberikan bimbingan teknis dalam:
a. mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah;
b. mengidentifikasi potensi sumber daya yang ada di satuan pendidikan;
c. mengidentifikasi jenis program PBKL yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik dan satuan pendidikan;
d. menentukan jenis dan prioritas program yang akan dilaksanakan;
e. menyusun SK, KD, dan Silabus Muatan Lokal dan mata pelajaran keterampilan;
f. memilih alternatif metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan jenis program;
g. mengembangkan penilaian yang tepat untuk program PBKL yang dilaksanakan.

3. Peran pemerintah daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota secara umum adalah:
a. memberi informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia di wilayah lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan;
b. memberi gambaran mengenai kemampuan dan keterampilan yang diperlukan pada sektor-sektor tertentu;
c. memberi sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan bantuan dalam menentukan prioritas program PBKL sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.

4. Peran instansi/lembaga lain seperti dunia usaha/industri, SMK, PLS, dan Dinas terkait secara umum adalah:
a. memberi informasi mengenai kompetensi yang harus dikuasai peserta didik untuk PBKL yang diprogramkan;
b. memberi masukan dan atau contoh SK, KD, dan silabus yang dapat diadaptasi untuk muatan lokal dan keterampilan di SMA;
c. memberi fasilitas kepada peserta didik untuk berkunjung/belajar/praktik di tempat tersebut guna memantapkan kemampuan/keterampilan yang didapat dalam program PBKL.

F. Pelaksanaan Penilaian Program PBKL

Penilaian bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian dan kemajuan belajar peserta didik pada setiap Kompetensi Dasar (KD). Penilaian ini mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sesuai dengan jenis keunggulan lokal yang dilaksanakan oleh sekolah. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar untuk menentukan peserta didik yang boleh melanjutkan ke materi pelajaran berikutnya dan peserta didik yang perlu mendapat layanan perbaikan/remedial.

Pelaksanaan Penilaian Program Pembelajaran PBKL disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran pendidikan keunggulan lokal yang dilaksanakan sebagai berikut, apabila:
1. terintegrasi dalam mata pelajaran, maka penilaiannya menyatu dengan SK dan KD mata pelajaran yang terkait.
2. menjadi mata pelajaran keterampilan, maka penilaiannya dilakukan secara mandiri sesuai dengan jenis program yang diselenggarakan.
3. menjadi muatan lokal, maka penilaiannya dilakukan secara mandiri sesuai dengan jenis program yang diselenggarakan, sama halnya seperti pada mata pelajaran keterampilan.

Penilaian hasil belajar peserta didik harus mendorong peserta didik untuk belajar yang lebih baik. Prinsip penilaian yang digunakan adalah seperti berikut ini.
1. Sahih, yakni penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2. Objektif, yakni penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, yakni penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, yakni penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, yakni penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Duhou, I., 2002. School Based Management, Jakarta: Logos.

Anonim, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Ausubel, D.P. 1978. Educational Psychology: A Cognitive View, New York:
Werbwl & Peck.

Bettencourt, A, 1989. What is Constructivism and Why Are They All Talking
about It?,Michign State University.

Bruner, J.S, 1977. The Process of Education, Cambridge: Harvard University
Press.

Johnson, E. B., 2002. Contextual Teaching and Learning, Thousand Oaks:
Corwin Press, Inc.

Komariah, A. dan Triatna, C., 2005. Visionary Leadership, Jakarta: Bumi
Aksara.

Sulaksana,U., 2004. Manajemen Perubahan, Yogyakarta; Pustaka Pelajar.