Konsep Dasar Mekanisme Koping

Konsep Dasar Mekanisme Koping

1. PengertianMekanisme Koping

Mekanisme koping adalah sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, luka, kehilangan, atau ancaman (Siswanto, 2007).

Mekanisme koping lebih mengarah pada yang orang lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan atau yang membangkitkan emosi. Penyesuaian diri dalam mengahadapi stres, dalam konsep kesehatan mental dikenal dengan istilah koping (Lubis, 2006).

Jadi menurut Siswanto dan Lubis mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan situasi yang mengancam, baik secara kognitif maupun perilaku.

2. Penggolongan Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Nasir, 2010) yaitu:

2.1 Mekanisme koping adaptif

Adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif.

2.2 Mekanisme koping maladaptive

Adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan atau tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar.

Mekanisme koping juga dibedakan menjadi dua tipe menurut (Kozier, 2004)  yaitu :

  1. Mekanisme koping  berfokus pada masalah (problem focused coping), meliputi usaha untuk memperbaiki suatu situasi dengan membuat perubahan atau mengambil beberapa tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat.
  1. Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional focused coping), meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress emosional. Mekanisme koping berfokus pada emosi tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang sering merasa lebih baik.

 3. Faktor  yang Mempengaruhi Strategi koping

Factor-faktor yang dapat mempengaruhi strategi koping, yaitu (Lazarus dan Folkman, 1984 dalam Nasir dan Muhith, 2011) :

3.1 Kesehatan fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

3.2 Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi koping tipe : problem-solving focused coping.

3.3  Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

3.4  Keterampilan social

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.

3.5  Dukungan social

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

4.  Kemampuan Koping Terhadap Stres

Peristiwa  dalam  lingkungan  yang menimbulkan  perasaan  tegang  disebut sebagai  stresor. Pekerjaan  dapat menjadi  stresor  pada  individu. (Robbins, 1996 dalam Nasir dan Muhith, 2011) menyebutkan  tiga  faktor  yang dapat  menjadi  stresor  di  lingkungan  pekerjaan, yaitu :

4.1Faktor  organisasional

Tuntutan  tugas,  tuntutan peran,  tuntutan  antarpribadi, struktur organisasi, kepemimpinan dalam organisasi.

4.2 Faktor  individual

Faktor-faktor  dalam  kehidupan  pribadi  karyawan,  yang berasal  dari  masalah  keluarga,  masalah  ekonomi,  dan  karakteristik kepribadian yang inheren.

4.3 Faktor lingkungan

Faktor  lingkungan  berupa  ketidakpastian  lingkungan  yang  akan mempengaruhi  desain  dari  struktur  organisasi.  Faktor  tersebut  meliputi ketidakpastian ekonomis, politik, dan teknologis.

Dalam  penelitian  ini  digunakan  stresor  yang  relevan  dan  dapat  dibagi menjadi dua kategori, yaitu stresor berkaitan dengan tugas, serta masalah pribadi dan sosial. Stresor yang berkaitan dengan tugas meliputi tuntutan tugas, tuntutan peran,  struktur  organisasi,  kepemimpinan  organisasi,  dan  ketidakpastian.

5 . Hasil dari koping (coping outcome)

Koping yang efektif adalah koping yang membantu seseotang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan, serta tidak merisaukan tekanan yang dapat dikuasainya. Sesuai dengan pernyataan tersebut, Cohen dan Lazarus, dalam Taylor (1991), mengemukakan agar koping dilakukan dengan efektif, maka strategi koping perlu mengacu pada lima fungsi tugas koping yang terkenal dengan istilah coping task (Lazarus dan Folkman 1984 dalam Nasir, 2011), yaitu sebagai berikut :

  1. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya.
  2. Menoleransi atau menyusaikan diri dengan kenyataan yang negative.
  3. Memepertahankan gambaran diri yang positif.
  4. Memepertahankan kesimbangan emosional.
  5. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya denagn orang lain.

Efektivitas koping bergantung pada keberhasilan pemenuhan coping task. Individu tidak harus memenuhi semua koping task untuk ditanyakan berhasil melakukan koping denagn baik. Setelah koping dapat memenuhi sebagian atas semua fungsi tugas tersebut, maka dapat terlihat bagaimana coping outcome yang dialami tiap individu. Coping outcome adalah criteria hasil kopinh untuk menentukan keberhasilan koping.

Beberapa criteria coping outcome menurut (Taylor 1991:95 dalam Nasir, 2011), sebagai berikut :

  1. Ukuran fungsi fisiologis, yaitu koping dinyatakan berhasil bila koping yang dilakukan dapat mengurangi indicator dan memebangkitkan (arouosal) stress seperti menurunnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan system pernapasan.
  2. Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia menaglami stress dan beberapa cepat ia dapat kembali. Koping dinyatakan berhasil bila koping yang dilakukan dapat membawa individu kembali pada keadaan seperti sebelum mengalami stress.
  3. Efektivitas dalam mengurangi psychological distress. Koping dinyatakan berhasil jika koping tersebut dapat mengurangi rasa cemas dan depresi pada individu.

6 . Gaya Koping

Merupakan penentuan dari gaya seseorang atau ciri-ciri tertentu dari seseorangdalarn memecahkan suatu masalah berdasarkan tuntutan yang dihadapi. Gaya kopingdicirikan sebagai berikut (Nasir, 2011)

6.1 Gaya Koping Positif

Merupakan gaya koping yang mampu mendukung integritas ego. Berikut inl adalah macam gaya koping positif:

  1. Problem solving.

 Merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah. Masalah harus dihadapi dan dipecahkan, dan bukan dihindari atau ditekan di alam bawah sadar, seakan-akan masalah itu tidak berarti. Pemecahan masalah ini digunakan sebagai cara  untuk menggindari tekanan atau beban psikologis akibat adanya stresor yang, rrrasuk dalam diri seseorang.

  1. Utitizing sociat suppart.

Merupakan tindak lanjut dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi ketika masalah itu belum terselesaikan. hal ini tidak lepas dari keterbatasan manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Tidak semua orang mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal ini terjadi karena rumitnya masalah yang dihadapi. Untuk itu sebagai mahluk sosial, bila seseorang mempunyai masalah yang tidak mampu diselesaikannya sendiri, seharusnya tidak disimpan sendiri dalam pikirannya, namun carilah dukungan dari orang lain yang dapat dipercaya dan mampu memberikan bantuan dalam bentuk masukan dan saran dalam menvelesaikan masalah yang dihadapi tersebut. Semakin banyak dukungan dari orang lain, maka semakin efektif upaya penyelesaian masalahnya.

  1.  Lookingfor silver lining.

Kepelikan masalah yang dihadapi terkadang akan membawa kebuntuan dalam upaya menyelesaikan masalah. Walaupun sudah ada upaya maksimal, terkadang masalah tersebut belum didapatkan titik temunya. Sesulit dan sepelik apapun masalah yang dihadapi, setidaknya manusia harus tetap berpikir positif dan diambil hikmahnya. Manusia diharapkan mau menerima kenyataan ini sebagai sebuah ujian dan cobaan yang harus dihadapi tanpa menurunkan semangat dan motivasi untuk ‘selalu berusaha menyelesaikan masalahnya. Bukankah manusia diturunkan di dunia ini untuk menyelesaikan masalah? Oleh karena itu, kita tidak mungkin hidup tanpa memiliki masalah. Seberat apa pun masalah yang dihadapi, pasti akan selalu ada kebaikan di dalamnya. Tidak ada seorang pun yang terbebas dari masalah karena dengan masalah itu manusia berpikir, bertindak, dan berperilaku.

6.2  Gaya Koping Negatif

merupakan gaya koping yang akan menurunkan integritas ego, di mana penentuan cara koping akan merusak dan merugikan dirinya sendiri, yang terdiri atas hal-hal sebagai berikut.

  1.  Avoidance.

       Merupakan bentuk dari proses internalisasi terhadap suatu pemecahan masalah ke dalam alam bawah sadar dengan menghilangkan atau membebaskan diri dari suatu tekanan mental akibat masalah-masalah yang dihadapi. Cara ini dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengatasi situasi tertekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindari masalah yang berujung pada penumpukan masalah di kemudian hari. Bentuk pelarian diri di antaranya dengan beralih pada hal lain, seperti: makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan dengan tujuan menghilangkan masalah sesaat untuk tujuan sesaat, padahal hanya merupakan upaya untuk menunda masalah dan bukan menyelesaikan masalah.

  1. Self-blame.

       Merupakan bentuk dari ketidakberdayaan atas masalah yang dihadapi dengan menyalahkan diri sendiri tanpa evaluasi diri yang optimal. Kegagalan orang lain dialihkan dengan menyalahkan dirinya sendiri sehingga menekan kreativitas dan ide yang berdampak pada penarikan diri dari struktur sosial.

  1. Wishfull thinking.

       Kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan seharusnya tidak menjadikan seseorang berada pada kesedihan yang mendalam. Hal ini terjadi karena dalam penentuan standar diri, diset atau dikondisikan terlalu tinggi sehingga sulit untuk dicapai. Penentuan standar yang terlalu tinggi menjadikan seseorang teerbuai dalam khayalan dan impian tanpa kehadiran fakta yang nyata. Menyesali kegagalan berakibat kesedihan yang mendalam merupakan pintu dari seseorang mengalami gangguan jiwa.