KERACUNAN INSEKTISIDA PADA ANAK

Keracunan Insektisida Pada Anak | Dengan makin bertambahnya penggunaan pestisida/ insektisida di bidang pertanian dan rumah tangga, bahan tersebut merupakan penyebab keracunan penting pada manusia. Pestisida / insektisida yang banyak digunakan di Indonsia termasuk golongan organoklorin dan golongan organofosfat. Kedua golongan bahan organik tersebut  merupakan penyebab terpenting keracunan. Pada umumnya keracunan dapat timbul sebagai akibat kesalahan dalam rumah tangga ataupun akibat penyomprotan di daerah pertanian.

Hayes (1970) mengemukakan beberapa faktor yang bcrpenganih dalam terjadinya keracunan pestisida, yaitu :

  • Faktor umur

Anak dan orang tua pada umumnya lebih mudah terkena.

  • Faktor alkohol.

Peminum alkohol dan penderila penyakit jiwa lebih mudah terkena.

  • Faktor jumlah insektisida yang beredar.

Dinyatakan adanya hubungan pestisida yang beredar setiap tahun dengan keracunan yang terjadi.

  • Faktor kecerobohan.

Penyimpanan yang kurang sempuma sehingga mudah dicapai anak, menyebabkan keracunan pada anak. Sering terjadi kesalahan yang menimbulkan keracunan akibat tidak diberikannya etiket atau tanda pada tempat penyimpanan.

  • Faktor musim.

Di Amerika Serikat keracunan lebih banyak terjadi pada musim panas dari pada musim dingin. Hal ini disebabkan penggunaan insektisida lebih banyak di musim panas dan penyerapan melalui kulit lebih mudah pada suhu yang lebih tinggi.

  • Faktor toksisitas.

Perbedaan toksisitas pada masing-masing insektisida berpengaruh terhadap timbulnya keracunan.

  • Faktor cara masuknya insektisida ke dalam tubuh.

Umumnya timbulnya keracunan yang menyebabkan kematian sebagai akibat masuknya insektisida ke dalam tubuh melalui mulut

  • Faktor jenis kelamin.

Laki – laki anak maupun dewasa lebih banyak terkena dari pada perempuan

Keracunan Insektisida Golongan Organoklorin

Dalam golongan ini termasuk DDT, Dieldrin, Endrin, Chlordane, Aldin dan lain-lain. DDT ialah pestisida dan golongan ini dengan daya toksisitas paling rendah, tetapi pemakaiannya sangat luas baik di lapangan maupun di dalam rumah tangga.

Efek Farmakologis

Insektisida golongan organoklorin terutama bekerja pada susunan saraf pusat, yaitu terutama di batang otak, serebelum dan kofteks serebri. Mekanisme kerjanya masih belum jelas diketahui. Pada binatang percobaan tikus, DDT menghambat kerja enzim adenosin trifosfatase dari pada ujung saraf.

Toksikologi

Insektisida golongan ini pada umumnya tidak larut di dalam air, tetapi larut dalam kerosen, minyak tumbuh-tumbuhan, alkohol dan benzen. Pada keracunan akut oleh insektisida golongan ini, tanda pertamanya ialah bertambahnya aktifitas iritasi dan peninggian sensitivitas. Kadang-kadang terlihat binatang percobaan menjadi agresif. Kelemahan dan kelumpuhan otot menyusul kemudian dan dapat timbul kejang. Hal ini semua jelas terlihat pada binatang percobaan. Pada manusia tanda keracunan akut ialah muntah, nyeri perut disertai diare yang terjadi sesudah 1 – 2 jam. Dapat pula timbul parestesia dari bibir, lidah dan muka malaise, nyeri kepala dan sakit tenggorok;  tremor ataksia dan pada keadaan yang berat terjadi kejang tonik dan klonik yang dapat disertai koma dan paresis. Pada keadaan yang sangat berat, DDT menyebabkan sensitisasi jantung terhadap epinefrin endogen, dapat terjadi tibrilasi ventrikel dan kematian mendadak. Kematian biasanya disebabkan oleh terhentinya penafasan akibat kelumpuhan medula oblongata. Kejang sebagai gejala intoksikasi susunan saraf pusat merupakan gejala utama keracunan insektisida golongan organoklorin ini. Lutire dkk. dalam penyelidikannya pada 1033 anak dengan keracunan, melaporkan bahwa 12 daripada 21 anak yang dirawat dengan kejang akibat intoksikasi, disebabkan oleh insektisida golongan organoklorin yang juga merupakan penyebab utama keracunan toksik pada anak. Pemeriksaan EEG menunjukkan kelainan yang dapat menetap sampai 6 bulan (Holengram, 1972). Gejala sisa belum dapat diketahui, karena memerlukan pengamatan jangka waktu yang lama.

Angle dkk. melaporkan gangguan tingkah laku pada beberapa anak dengan kejang toksik ini, meskipun belum dapat dipastikan hubungannya dengan kejang tersebut Selain kejang, pernah dilaporkan tuli sementara pada anak berumur 2 tahun dengan kejang selama 5 jam setelah intoksikasi (Cuningham, 1952), purpura dan trombositopenia (Karpinski, 1950), epidermolisis toksik akut (Heindriqle, 1969) dan kematian timbul sebagai akibat fibrilasi jantung dan kegagalan pemafasan.

Intoksikasi kronis banyak dijumpai pada pekerjaan yang bekerja dengan organoklorin, biasanya berupa neuropatia perifer, parestesia, hipotonia dan kelemahan otoi serta anemia aplastik (Sanches dan Medal, 1967). Kematian biasanya terjadi akibat nekrosis hati.

Diagnosis

Umumnya diagnosis dapat ditegakkan setelah dilakukan anamnesis. Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya 2,2 bis (paraklorofenil) asam asetat di dalam urin atau didapatkannya DDT di dalam darah.

Pengobatan

  • Tindakan cuci lambung dengan NaCl fisiologis atau membuat penderita muntah, bila pelarut organoklorin bukan minyak tanah tetapi air.
  • Bebaskan jalan nafas terhadap sekret, mukus saluran nafas atau air ludah. Pemafasan buatan dilakukan bila terjadi depresi penafasan.
  • Untuk mengatasi kejang dapat diberikan diazepam.
  • Pengobatan simtomatik dan suportif.misalnya dengan memberikan makanan yang kaya akan karbohidrat dan vitamin B kompleks.

Keracunan Insektisida Golongan Organofosfat

Termasuk dalam golongan ini ialah TEPP, Paraoxon, Dimefox, Schradan, Parathion, Systox, Potosan, EPN, Malathion, Sumithion, Diazinon. Di samping golongan organoklorin dan organofosfat ini sebenarnya masih ada golongan III dari insektisida yang cara kerjanya serupa dengan organofosfat. Golongan ini termasuk dalam karbamat dan termasuk di dalamnya Carbory l, Baygon, Carbamult

Efek farmakologis

Golongan organofosfat menurut cara kerja farmokologisnya dapat dibagi dalam 2 golongan. yaitu :

  1. Golongan yang menghambat enzim kalinesterase in vitro’ (misal TEPP).
  2. Golongan yang berpengaruh sedikit sekali atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap enzim kolinesierase tetapi bila masuk ke dalam tubuh akan berubah mcnjadi suatu inhibitor terhadap senyawa kimia yang tidak jelas di dalam tubuh (misal Parathion. Potosan dan Schradan).

Gejala

Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan golongan organofosfat pada umumnya sama yaitu racun ini menyebabkan kelainan biokimiawi sebagai akibat inhibisi daripada kolinesierase yang di dalam susunan saraf berfungsi menghentikan aksi asetilkolin dengan jalan hidrolisis. Asetilkolin ialah suatu neurohormon yang berfungsi sebagai pengantur rangsangan saraf. schingga inhibisi kolinesierase diperhebat dan efek sesuatu rangsang pada saraf kolinergik pra dan pasca-ganglionik diperpanjang. Reaksi yang terjadi antara organofosfat dengan kolinesterase disebut fosfonlasi yang menghasilka senyawa kolinesterase-fosfonlasi “ in vivo” senyawa tcrsebut dapat mengalami reaktivasi. yaitu pembebasan kembali kolinesterase sehingga enzim tersebul dapat berfungsi lagi Pada proses reaktivasi ini diperlukan suatu zat tertentu yang disebut pralidoksin. Namun pada suatu keadaan setelah selang beberapa waktu reaktivasi ini tidak dapat berlangsung dan keadaan ini disebut ‘aging’

Toksikologi

Organofosfat dapat menyebabkan keracunan akut maupun menahun. Gejala keracunan akut dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :

  1. Gejala muskarinik.
  2. Gejala nikotinik

Termasuk dalam gejala muskarik yaitu hipersekresi kelenjar keringat, air mata, air liur, saluran pemafasan dan saluran pencemaan. Dapat ditemukan juga gejala nausea, muntah, nyeri perut, diare, inkontinensia alvi dan urin, bronkokonstriksi, miosis, bradikardi dan hipotensi.

Pada keracunan berat Parathion, kadang-kadang bukan hipotensi yang ditemukan tetapi hipertensi Miosis tidak selalu ditemukan pada keracunan golongan organofosfat ini dan juga tidak merupakan ukuran bagi berat ringannya suatu keracunan. Termasuk dalam gejala nikotinik ialah twitching’ dan fasikulasi otot lurik serta kelemahan otot Di samping itu dapat pula ditemukan gejala sentral seperti ketakutan, gelisah, gangguan pemafasan, gangguan sirkulasi, tremor dan kejang.

Dalam hal keracunan menahun, gejalanya ringan atau tidak tampak sama sekali. Sebab kematian biasanya kegagalan pemafasan dan atau kegagalan kardiovaskular yaitu henti jantung.

Kemungkinan keracunan organofosfat selalu harus dipikirkan bila kita berhadapan dengan penyakit yang akut tanpa demam dengan gejala nyeri perut, muntah, kejang, hiperaktivitas susunan saraf, kolaps vaskular dengan sebab yang lidak jelas dan apabila ditemukan gejala muskarinik dan nikotinik. Gejala keracunan organofosfat ini timbul setelah 1-6 jam, bergantung kepada insektisida penyebab.

Diagnosis

Diagnosis keracunan organofosfat dapat dipastikan dengan pemenksaan aktifitas kolinesterase di dalam darah. Bila aktifitas kolinesterase dalam darah kurang dari 50%, keracunan dianggap pasti.

Pengobatan

  • Bila pelarut golongan organolostat yang terminum atau diminumkan ialah minyak tanah (kira-kira 98%), tindakan untuk memuntahkan atau cuci lambung sebaiknya dihindari untuk mencegah limbulnya pneumonia aspirasi Bila pelarut golongan organofosfat ialah air seperti halnya digunakan di pertanian, tindakan cuci lambung atau membuat penderita muntah dapat dibenarkan.
  • Dilakukan pernafasan buatan bila terjadi depresi pemafasan dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan-sumbatan.
  • Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkanlah dengan air.
  • Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg/kgbb secara intravena dan dapat diulangi setiap 5-10 menit sampai timbul gejala antropinisasi seperti muka merah, mulut kering, takikardia dan midriasis. Kemudian diberikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam. Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 g secara intravena sangat perlahan-lahan atau melalui “ivfd”
  • Pengobatan simtomatik dan suportif.

Referensi

Buku Kuliah ILMU KESEHATAN ANAK III oleh Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI 1981