Kelemahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kelemahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) | Sebagai sistem, kurikulum memiliki komponen tujuan atau kompetensi, isi, strategi dan evaluasi. Dalam suatu kurikulum, komponen-komponen sistem ini seharunya memiliki keterkaitan logis, tetapi dapat terjadi prinsip keterkaitan logis tersebut bias terabaikan. Kurikulum tingkat satuan Pendidikan (KTSP) merupakan contoh terabaikannya prinsip tersebut. Ketidaklogisan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidika terjadi karena sekolah diberi kebebasan untuk mengelaborasi kurikulum inti yang dinuat pemerintah, tetapi evaluasi nasional oleh pemerintah melalui Ujian Nasional (UN) justru paling menentukan kelulusan siswa.

Dalam  hal evaluasi, untuk tujuan atau kompetensi dan isi yang bersifat kognitif (bersifat heuristic) lebih tepat menggunakan evaluasi normal. Evaluasi ini cocok digunakan dalam pendidikan umum. Adapun yang bersifat psikomotorik (strategi ekspositori) lebih tepat digunakan evaluasi kriteria. Evaluasi jenis ini lebih cocok digunakan untuk pendidikan kejuruan.

Kurikulum tingkat satuan Pendidikan (KTSP) menjadi tidak logis karena tidak proporsionalnya pembagian tugas pengembangan antara pemerintah dan sekolah. Seharusnya pemerintah hanya menetapkan kerangka umum dari tujuan atau kompetensi isi, strategi dan evaluasi, sedangkan pengembangannya secara rinci menjadi siap pakai diserahkan sepenuhnya kepada sekolah.

Dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Indonesia, maka kemungkinan akan muncul diskaritas atau kesenjangan antar sekolah. Bagi sekolah yang memiliki pendidik dan tenaga kependidikan yang kreatif, maka sekolah tersebut akan memiliki kompetensi lulusan yang lebih baik jika dibandingkan dengan sekolah yang tidak memiliki guru yang kreatif dan kompeten. Jadi secara sederhana, kompetensi lulusan tergantung pada kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah tersebut.

Terlalu cepatnya pergantian dari kurikulum 2004 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebabkan kekurangpahaman bagi para pendidik terutama pendidik yang ada di daerah. Hal tersebut juga dikarenakan oleh sosialisasi yang sangat kurang dan tidak merata dari pemerintah pusat. Di beberapa daerah terpencil yang ada di Indonesia, pendidiknya bahkan masih menggunakan kurikulum 1994. Di sini pemerintah harus lebih memperhatikan intensitas informasi yang disampaikan kepada para pendidik terutama  yang ada di daerah. Pemerintah juga harus mengawasi laporan yang datang dari pemerintah daerah, karena Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan salah satu kebijakan dari otonomi daerah.