Kedaruratan Medik Pada Lanjut Usia

  1. PENDAHULUAN

Kedaruratan medik dapat terjadi pada seseorang maupun pada sekelompok orang pada setiap saat dan di mana saja. Keadaan ini membutuhkan pertolongan segera berupa pertolongan pertama sampai pertolongan selanjutnya di rumah sakit. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk menyelamatkan jiwa, mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan penderita. Keadaan ini selain membutuhkan pengetahuan, ketrampilan yang baik dari penolong serta sarana yang memadai.

Pertolongan yang diberikan harus tepat sebab penanganan yang salah dapat mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Pertolongan pertama biasa diberikan oleh orang-orang di sekitar korban seperti dengan menghubungi petugas kesehatan atau dokter terdekat. Setelah pertolongan pertama diberikan, penderita dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat dan selama perjalanan penderita harus tetap mendapat pertolongan dan pengawasan yang ketat.

  1. DEMOGRAFI DAN EPIDEMIOLOGI

Prevalensi kedaruratan medik pada lanjut usia dapat dilihat dari jumlah penderita yang mengalami perawatan di ruang gawat darurat. Sekitar 15% penderita yang dirawat di ruang gawat darurat adalah penderita yang berusia lebih dari 65 tahun. Hal ini ada hubungannya antara faktor usia dan morbiditas penyakit seperti arterosklerosis, kanker dan penyakit infeksi dimana penderita lanjut usia mempunyai kecenderungan enam kali lebih besar daripada penderita usia muda. Di bawah ini adalah presentasi penderita lanjut usia dibanding penderita usia muda di unit gawat darurat.

Diagnosis Lanjut Usia (%) Dewasa Muda (%)
Penyakit jantung paru 18 7
Trauma akibat jatuh 14 2
Masalah psikososial 2 8
Infeksi 13 16
Masalah muskuloskeletal 12 9
Penyakit neurologis 6 7
Trauma non akibat jatuh 16 19
Sebab lainnya 19 32

 

KEDARURATAN JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian dan disabilitas pertama pada lanjut usia. Sekitar 50%nya berupa infark miokard dan rata-rata 2 – 3 dari kematian akibat infark miokard adalah pasien yang berusia lebih dari 65 tahun. Pada lanjut usia berbagai fungsi organ tubuh mengalami penurunan, demikian halnya dengan jantung, terjadi penurunan heart rate, sklerosis dan kalsifikasi pembuluh darah contohnya stenosis aorta, terjadi fibrosis nodus AV yang merupakan predisposisi terjadinya blok jantung dan gangguan irama jantung. Hal-hal tersebut ditambah dengan aterosklerosis menempatakan lanjut usia pada resiko tinggi terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat kedaruratan jantung dan pembuluh darah.

Gambaran jantung normal

CARDIAC ARREST

Henti jantung merupakan suatu keadaan yang patologis di mana jantung berhenti berkontraksi secara spontan dan mendadak. Hal ini terjadi karena :

  • infark miokard akut karena fibrilasi ventrikel dan aritmia
  • emboli paru karena penyumbatan aliran darah paru
  • aneurisma disekans karena kehilangan darah intravaskular
  • hipoksia, asidosis karena payah jantung, aspirasi, kelainan SSP
  • gagal ginjal karena hiperkalemia

Lanjut usia mempunyai resiko tertinggi terjadinya henti jantung. Pada umumnya henti jantung pada lanjut usia terjadi akibat aritmia ventrikel pada infark miokard atau karena iskemia jantung. Manifestasi klinis pada pasien dengan henti jantung berupa kesadaran menurun, apneu, nadi arteri karotis dan arteri femoralis tidak teraba / menghilang. Kadang-kadang sebelum henti jantung terjadi didahului oleh iskemia atau infark jantung dengan gejala nyeri dada, sesak nafas, palpitasi, mual, muntah dan sincope. Lebih dari 20% penderita menunjukkan bahwa henti jantung merupakan tanda pertama dari kelainan jantung.

Penatalaksanaan umumnya dibagi dalam 3 tahap:

  1. Pertolongan dasar / Basic Life Support yaitu suatu tindakan oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah oksigen ke jaringan tubuh.
  • Airway control : membebaskan jalan nafas supaya tetap terbuka dan bersih
  • Breathing control : mempertahankan ventilasi dan oksigenasi paru secara adekuat
  • Circulation support : mempertahankan sirkulasi darah
  1. Pertolongan lanjut / Advanced Life Support yaitu suatu tindakan untuk mengembalikan sirkulasi spontan dan stabilisasi sistem kardiovaskular
  • drug and fluid : pemberian obat-obatan dan cairan
  • EKG : penentuan irama jantung
  • Fibrilation treatment : Penentuan kerusakan otak dan resusitasi serebral
  1. Pertolongan jangka panjang / Prolonged Life Support yaitu tindakan perawatan pasca resusitasi
  • gaughing : memonitor dan mengevaluasi CPR, pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta penilaian dapat / tidaknya pasien diselamatkan dan diteruskan pengobatan
  • Human mentation : penentuan kerusakan otak dan resusitasi serebral
  • Intensive care : perawatan intensif jangka panjang

 

SYOK

Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah ke jaringan sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Berdasarkan mekanismenya, syok dibagi menjadi:

    1. Syok Hipovolemik
    2. Syok Kardiogenik
    3. Syok Obstruktif
    4. Syok Distributif
  1. Syok hipovolemik → terjadi karena volume plasma yang berkurang akibat :
  2. Kehilangan plasma ke luar tubuh, misalnya perdarahan, gastroenteritis, luka bakar, keringat berlebihan
  3. kehilangan cairan di dalam ruang tubuh, misalnya asites, ileus obstruktif, hemotoraks, hemoperitoneum
  4. Syok kardiogenik → syok yang terjadi akibat kegagalan pompa jantung. Dalam hal ini volume plasma normal, misalnya pada infark jantung dan payah jantung
  5. Syok obstruktif → syok dengan volume plasma normal, terjadi akibat obstruksi aliran darah, misalnya pada emboli paru, tension pneumotoraks, tamponade jantung
  6. Syok distributif → syok terjadi karena perubahan resistensi dari pembuluh darah perifer, volume plasma tetap normal, misalnya akibat infeksi/sepsis, anafilaktik.

Jadi sindroma klinis syok terjadi jika terdapat satu atau lebih dari keempat mekanisme syok diatas sebagai akibat kegagalan perfusi jaringan dan ketidakmampuan tubuh memenuhi kebutuhan cairan untuk metabolisme sel. Pada lanjut usia, syok yang terjadi tidak hanya terbatas pada 1 mekanisme saja tetapi lebih dari 1 mekanisme di mana antara 1 mekanisme dengan yang lain saling berhubungan, contohnya pada lanjut usia dengan infeksi primer saluran kemih dapat terjadi syok karena infeksi/sepsis dan keadaan ini dapat menyebabkan iskemia jantung sekunder yang dapat mencetuskan syok kardiogenik.

Manifestasi klinis yang terjadi pada lanjut usia berupa gelisah, lemas, mual, muntah, sianosis, penurunan kesadaran, terjadi hipotensi absolut dengan tekanan sistolik < 70 – 80mmHg atau hipotensi relatif di mana terjadi penurunan tekanan sistolik ³ 30mmHg dari semula. Menurut beratnya gejala, syok dapat dibedakan menjadi 4 stadium:

Stadium Plasma yang hilang Gejala
Presyok 10-15%

(± 750ml)

Pusing, takikardi ringan, sistolik 90-100mmHg
Ringan 20-25 %

(1000-1200 ml)

Gelisah, keringat dingin, haus, diuresis berkurang, takikardi >100/menit, sistolik 80-90 mmHg
Sedang 30-35%

(1500-1750 ml)

Gelisah, pucat, dingin, oliguri, takikardia>100/menit, sistolik 70-80 mmHg
Berat 35-50%

(1750-2250ml)

Pucat, sianotik, dingin, takipnea, anuria, kolaps pembuluh darah, takikardia/ tak teraba lagi, sistolik

0-40mmHg

Prinsip manajemen syok dengan mengganti sejumlah cairan plasma yang hilang dan memperbaiki perfusi jaringan.

Penatalaksanaannya berupa:

  1. Posisi Tredelenburg

–   Kepala setinggi atau lebih tinggi sedikit daripada dada

–   Posisi tubuh horisontal atau dada sedikit lebih rendah

–   Kedua tungkai lurus, diangkat 200

  1. Pelihara jalan nafas dan tambahkan oksigen
  2. Bila disebabkan perdarahan pada ektremitas, hentikan dengan torniket balut tekan
  3. Letakkan botol infus setinggi mungkin dan gunakan jarum yang besar, bila perlu gunakan beberapa vena sekaligus dan lakukan vena seksi
  4. Berikan volume expander pada syok yang bukan disebabkan oleh perdarahan atau sebelum darah tersedia
  5. EKG untuk monitoring
  6. Obat-obatan seperti dopamin, dobutamin, epinefrin,dan fenilefrin yang penting untuk pengobatan syok kardiogenik dan distributif akibat hipotensi
  7. Monitoring urine output (kateter Foley)

NYERI DADA

Nyeri dada dapat disebabkan oleh berbagai penyakit seperti infark miokard akut, iskemik jantung, emboli paru, aorta disekans, pleuritis. Nyeri dada mungkin merupakan gejala primer dari kelainan jantung, paru, pembuluh darah atau akibat penjalaran penyakit yang bukan berasal dari rongga dada seperti pada kelainan hepar dan lien. Pada usia lanjut, nyeri dada merupakan suatu tanda terjadinya iskemik jantung, sekitar 50% dari lanjut usia yang berumur lebih dari 80 tahun dengan akut miokard infark mengeluh nyeri dada.

  • Menurut The American Heart Association, nyeri dada yang tidak jelas sebabnya dan berlangsung > 5 menit, perlu dicurigai adanya kelainan pada jantung atau pembuluh darahnya. Penatalaksanaannya meliputi:
  • Pasang oksigen kira-kira 4-6 liter/menit melalui nasal kateter atau face mask
  • Observasi tanda-tanda vital
  • Manajemen jika terjadi syok
  • Monitoring EKG
  • Roentgen foto thorax

PENYAKIT JANTUNG ISKEMIK

Manifestasi klinis:

Aritmia dapat ditemukan pada pemeriksaan rutin atau dapat asimptomatik, kadang-kadang juga timbul bersamaan dengan palpitasi, pingsan, pusing, letih, tergantung dari keadaan hemodinamika.

BRADIARITMIA

Terjadi sinus bradikardia, AV blok, SA blok. Terapinya tergantung dari gejalanya:

  1. Terapi bradikardia simptomatik
    • Posisi Tredelenburg
    • Pasang oksigen
    • Atropin 0,5 mg ,ulang tiap 2-5 menit sampai maksimal 2 mg
    • Pacemaker transkutaneus
    • Dopamin/epinefrin drip
    • Isoproterenol drip 2-20 μg/menit dititrasi untuk heart rate ³ 65/menit
    • Cari dan terapi faktor penyebabnya
  2. Terapi bradikardia asimptomatik

Terapi penyebabnya. Anjurkan untuk memasang alat pacu jantung jika bradikardia menjadi simptomatik atau pasien beresiko tinggi bertambah buruknya bradiaritmia.

TAKIARITMIA
Pada lanjut usia biasanya terjadi pada atrial takiaritmia (fibrilasi atrium, flutter atrium, takikardia supraventrikular, sinus takikardia) dan ventrikel takikardia. Terapi berdasarkan kondisi klinis pasien.

  1. Terapi takikardi yang stabil

Pada pasien dengan takikardia yang stabil dapat menerima bermacam-macam jenis obat tergantung aritmianya

  1. Terapi takikardi non stabil
  • Posisi tredelenburg
  • Pasang oksigen
  • Monitoring EKG
  • Bila diperlukan, beri sedasi

Kelainan Katup Jantung

Penyakit jantung valvular merupakan penyakit jantung yang masih cukup tinggi insidensinya, terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia. Namun demikian akhir-akhir ini, prevalensi penyakit jantung valvular ada kecenderungan semakin menurun, sedangkan penyakit jantung koroner cenderung meningkat. Pada usia lanjut, kelainan katup jantung jarang ditemukan. Penyakit jantung koroner dan penyakit degenerasi (contoh kalsifikasi aorta) lebih sering ditemukan dan menjadi penyebab kelainan katup pada lanjut usia.

Manifestasi klinis

Dari pemeriksaan fisik terdengar adanya bising jantung. Pada pasien dengan gagal jantung kongestif yang onsetnya tidak jelas atau pada penderita angina biasanya ditemukan adanya kelainan katup jantung (yang sering yaitu stenosis mitral). Pada stenosis mitral terjadi blok aliran darah di katup mitral akibat tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik.

Komplikasi dari stenosis mitral yang paling sering (40-50%) yaitu fibrilasi atrium. Mekanisme terjadinya fibrilasi atrium belum diketahui secara jelas. Adanya peningkatan pada atrium kiri lama-kelamaan akan menimbulkan hipertrofi dan dilatasi atrium kiri, perubahan struktur ini diduga dapat merubah keadaan elektrofisiologis atrium kiri yang merupakan faktor predisposisi timbulnya fibrilasi atrium.

Terapi biasanya cukup diatasi dengan pembatasan garam dan pemberian diuretik oral seperti digitalis. Digitalis perlu untuk mengurangi ventrikular rate apabila ada fibrilasi atrium. Selain itu juga dapat dipertimbangkan untuk dilakukan operasi. Operasi dilakukan apabila ada indikasi :

  • stenosis sedang sampai berat (<1,7 m2)
  • stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal
  • stenosis mitral dengan timbulnya emboli, misalnya pada lansia dengan fibrilasi atrium

AORTA DISEKANS

Aorta disekans pada pasien lanjut usia umumnya akibat dari hipertensi yang lama. Mekanismenya berhubungan dengan tekanan sistolik dan daya pompa jantung pada tiap-tiap sistole. Biasanya pasien mengeluh nyeri dada yang tidak tertahankan sampai menjalar ke punggung dan tangan. Perjalanan penyakit yang progresif dapat menyebabkan stroke, infark miokard akut, insufisiensi aorta, tamponade jantung bahkan dapat terjadi gagal jantung dan syok. Dari pemeriksaan fisik dapat diketahui adanya nadi yang tidak simetris atau tekanan arteri brachialis kiri dan kanan tidak sama. Foto roentgen thorax menggambarkan pelebaran mediastinum. Penatalaksanaannya bertujuan untuk menurunkan tekanan darah dan mencegah bertambah buruknya penyakit. Operasi perlu dilakukan pada aorta descending disekans sedangkan aorta descendes disekans bisa dengan terapi obat-obatan jika tidak terjadi komplikasi hemodinamika atau tidak terjadi iskemik.

Pada keadaan darurat , pertolongan pertama yang dapat diberikan:

  • Pasang oksigen 5 liter/menit melalui nasal kateter atau face mask
  • Volume expander berupa cairan kristaloid jika terjadi hipotensi atau syok, kemudian ditransfusi darah lengkap / whole blood
  • Pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin)
  • Monitor urine yang keluar
  • Bila perlu pertimbangkan untuk dilakukan operasi
  • Roentgen foto thorax, CTscan, aortografi
  • Turunkan tekanan darah dan kekuatan kontraksi jantung
  • Turunkan afterload

HIPERTENSI MALIGNA

Hipertensi maligna adalah keadaan di mana tekanan darah meningkat dan menetap pada nilai yang tinggi, misalnya 200/120 mmHg atau lebih dan disertai edema papila N.optici. Sekitar 30-40% pasien berusia >65 tahun menderita hipertensi. Hipertensi sistolik pada usia lanjut merupakan faktor utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada lanjut usia dan merupakan penyebab primer terjadinya stroke. Pada pasien lanjut usia dengan peningkatan tekanan darah yang berat biasanya disebabkan karena hipertensi pembuluh darah ginjal (stenosis arteri renalis,infark ginjal), hipertensi esensial (tidak diketahui penyebabnya) yang progresif bahkan kelainan neurologis (tekanan intra kranial meningkat dengan cepat).

Manifestasi klinis yang timbul berupa sakit kepala hebat yang mendadak, gangguan penglihatan karena edema papil N.optici, ensefalopati, iskemik jantung bahkan dapat terjadi perdarahan otak. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan edema papil, cotton wool patches, perdarahan / eksudat pada retina yang memberikan gambaran seperti bintang / star figure dan makula yang menonjol.

Tujuan terapi hipertensi maligna dengan menurunkan tekanan sistolik sekitar 160-180 mmHg secara perlahan-lahan. Beberapa ahli menyebutkan bahwa nifedipin sublingual dapat digunakan untuk permulaan terapi dalam keadaan darurat. Terapi standar yang biasa dilakukan adalah dengan :

  • Infus nitroprusid 2-20 μg/kg/menit
  • Monitor keadaan hemodinamiknya
  • Pemberian obat-obatan:
    • Klonidin / Catapres per oral 75-150 μg yang dapat diulang setiap 2-4 jam sampai efek yang diinginkan tercapai atau sampai dosis 9 tablet /hari. Dosis sehari diberikan dalam 3 kali pemberian.
    • Diuretika (misalnya HCT 25 mg) per oral 1-2 tablet/hari, dapat dinaikkan 1 tablet setiap hari sampai efek yang diinginkan tercapai. Secara parenteral diberikan hanya bila ada mual-mual, muntah atau edema berat. Bila dosis sudah cukup besar sedangkan efek yang diinginkan belum tercapai dapat ditambah vasodilator.

KEDARURATAN SISTEM PERNAFASAN

Dengan meningkatnya usia terjadi penurunan berbagai fungsi organ begitu juga dengan fungsi paru. Pada paru terjadi penurunan compliance paru, menurunnya tekanan maksimum inspirasi maupun ekspirasi dan berkurangnya elastisitas bronkiolus. Hal-hal yang menyebabkan pada lanjut usia dapat terjadi kegagalan pernafasan. Respiratory distress dapat disebabkan :

  • Obstruksi jalan nafas, misalnya oleh benda asing, infeksi,neoplasma
  • Pneumonia, aspirasi
  • COPD dan asma
  • Edema paru
  • Emboli paru
  • Tension pneumothorax
  • Kelainan neuromuskuler, misalnya pada Miastenia Gravis, Guillain Barre Syndrome
  • Asidosis metabolik

Gejala klinis yang sering ditemukan berupa batuk, dahak/ sputum, sesak nafas, batuk darah, wheezing, stridor, nyeri dada. Terapi yang diberikan tergantung dari status klinis pasien.

OBSTRUKSI JALAN NAFAS

Obstruksi jalan nafas dapat dibagi menjadi 4 tahap:

Stadium I   : sesak nafas, stridor inspirasi, retraksi suprasternal, keadaan umum masih baik

Stadium II        : gejala stadium I + retraksi epigastrium, penderita mulai gelisah

Stadium III : gejala stadium II + retraksi supra / infra klavikular, penderita sangat gelisah dan sianotik

Stadium IV       : gejala stadium III + retraksi interkostal, penderita berusaha sekuat tenaga untuk menghirup udara, lama kelamaan terjadi paralisis pusat pernafasan, penderita menjadi apatik dan akhirnya meninggal.

Penatalaksanaan:

Jika pasien sadar, ada stridor, pertimbangkan kemungkinan adanya benda asing dan usahakan segera dikeluarkan dengan manuver Heimlich, yang terdiri dari 2 cara :

  1. Jika penderita dalam posisi duduk/berdiri:
  • Penolong duduk / berdiri di belakang penderita
  • Lingkarkan kedua tangan , mengelilingi pinggang penderita
  • Buat kepalan dengan satu tangan, tangan lain mencekap kepalan tersebut dengan ibu jari menghadap perut dan diletakkan di epigastrium
  • Lakukan pendorongan dengan kuat dan cepat ke arah atas
  • Tindakan ini dapat diulang beberapa kali
  • Bila tidak berhasil , coba kait benda asing tersebut dengan jari yang dimasukkan ke dalam laring
  • Bila sulit atau benda asing terletak dalam, penderita dibungkukkan dan dilakukan penepukan kuat di punggung di antara kedua skapula
  1. Jika penderita dalam posisi telentang:
  • Penolong berlutut di atas penderita dengan kedua lutut di samping kanan dan kiri penderita
  • Satu telapak tangan diletakkan di epigastrium penderita, telapak tangan yang lain di atasnya
  • Lakukan penekanan dengan pangkal telapak tangan dengan kuat dan cepat ke arah atas
  • Tindakan ini dapat diulang beberapa kali
  • Bila penderita muntah, miringkan tubuhnya dan bersihkan mulutnya

Bila penderita tidak sadar lakukan abdominal trust.

Abdominal Thrust

Jika tidak berhasil, lakukan laringoskopi, intubasi endotrakeal. Jika masih tidak berhasil, lakukan cricotirotomi.

HIPOKSIA

Pada keadaan hipoksia yang penting adalah pemasangan oksigen agar saturasi oksigen tetap di atas 90%. Bila diperlukan gunakan ventilator mekanik.

TENSION PNEUMOTHORAX

Pneumothoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara dalam rongga pleura secara spontan maupun oleh karena trauma. Keluhan pada pasien biasanya nyeri dada pada sisi paru yang terkena, sesak nafas, pada pemeriksaan fisik ditemukan suara nafas dan fremitus melemah sampai menghilang, hipersonor pada perkusi. Pada tension pneumothorax dicurigai bila didapatkan adanya takikardi berat, hipotensi dan pergeseran mediastinum dan trakea ke sisi yang sehat. Pada prinsipnya, penatalaksanaan diupayakan untuk pengembangan paru sesegera mungkin antara lain dengan pemasangan WSD (Water Sealed Drainage) yaitu semacam pipa khusus yang steril dimasukkan ke rongga pleura.

Pneumothorax  Chest X-Ray

BRONKOSPASME

Pasien dengan bronkospasme berat biasanya mempunyai riwayat asma atau COPD. Pada pasien bronkospasme biasanya terdapat wheezing, fase ekspirasi memanjang, retraksi otot-otot bantu pernafasan. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengatasi bronkospasme :

  • bronkodilator contoh: β-adrenergik (metaproterenol, albuterol ) secara inhalasi
  • kortikosteroid contoh : metil prednisolon 125 mg
  • antikolinergik contoh : ipratropium secara inhalasi
  • antibiotik, bila penyebabnya karena infeksi bronkus atau pneumonia

PNEUMONIA

Merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Penyebab infeksi tersering adalah Streptococcus pneumoniae.

Manifestasi klinis:

Gejala klasik pneumonia berupa demam, batuk yang produktif, dan sesak nafas. Pada lanjut usia gejala sering atipikal, tidak ada demam, tidak ada batuk dan hanya ada penurunan aktivitas dan nafsu makan. Pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis yaitu pemeriksaan radiologis, laboratorium dan pemeriksaan bakteriologis berupa kultur kuman. Terapi utama diberikan antibiotik sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya.

EMBOLI PARU

Merupakan keadaan obstruksi sebagian atau total arteri pulmonalis atau cabang-cabangnya akibat tersangkutnya tromboemboli pada cabang-cabang pembuluh darah pulmonal. Penyebab emboli paru semula belum jelas, tetapi hasil penelitian dari autopsi paru pasien yang meninggal akibat penyakit ini menunjukkan dengan jelas bahwa penyebabnya adalah trombus pada pembuluh darah. Pasien dengan emboli paru biasanya mengeluh nyeri pleura, sesak nafas dan demam di atas 37,50C, terjadi efusi pleura. Pengobatan yang utama untuk emboli paru yaitu dengan antikoagulan (heparin dan warfarin) dan dengan trombolitik (heparin,streptokinase dan urokinase). Tujuan pengobatan ini adalah menghambat pertumbuhan tromboemboli, melarutkan tromboemboli dan mencegah timbulnya emboli ulang.

ASIDOSIS METABOLIK

Suatu keadaan terjadinya gangguan keseimbangan biokimiawi dalam tubuh dengan berkurangnya ion bikarbonat yang mengakibatkan turunnya pH darah. Penurunan ini merangsang pusat pernafasan sehingga frekuensi nafas menjadi lebih cepat dan dalam. Asidosis metabolik yang berat bisa terjadi karena ketoasidosis diabetik, sepsis, kelainan fungsi hepar, gagal ginjal dan overdosis salisilat. Manifestasi klinis pada pasien dengan asidosis metabolik berupa nafasnya cepat, takipneu (frekuensi nafas >20 x/menit). Penatalaksanaan  pasien dengan asidosis metabolik berat dilakukan intubasi jika tidak ada ventilator.

KEDARURATAN SISTEM SARAF PUSAT

Lanjut usia beresiko tinggi terhadap kelainan neurologis baik akut, kronis dan progresif yang meliputi perubahan status mental dan fungsi motorik.

DELIRIUM

Delirium merupakan perubahan akut maupun subakut dari status mental terutama pada lanjut usia dan dapat dengan  cepat mengalami perbaikan jika faktor penyebab dihilangkan. Prevalensinya pada lanjut usia sekitar 15%. Tanda utama dari delirium adalah gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Delirium adalah suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Penyebab utama dari delirium adalah penyakit susunan saraf pusat, penyakit jantung dan intoksikasi zat.

Penyebab delirium pada umumnya:

Obat-obatan Antikolinergik, antidepressan, psikotropika, hipnotik sedatif, antikonvulsi, antiparkinson, antihipertensi, antiaritmia, narkotik, antihistamin dan digoksin
Keseimbangan metabolik Hipo/ hipernatremia, hipo/ hiperkalsemia, hipo/hiperglikemia, alkalosis, dehirasi, uremia, hipo/hipertermia
Infeksi ISK, pneumonia, influenza, meningitis dan septikemia
Kelainan neurologis Stroke, status epileptikus, hematom subdural, defisiensi vitamin
Kelainan kardiopulmonal Gagal jantung kongestif, bradi/takiaritmia, infark miokard akut, emboli paru
Ketergantungan zat Intoksikasi alkohol
Kelainan endokrin Miks edema/tirotoksikosis

Kriteria diagnosis delirium :

  • gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian
  • perubahan kognitif (defisit daya ingat, disorientasi)
  • gangguan timbul setelah periode waktu yang singkat dan cenderung berfluktuasi
  • adanya riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan dari pemeriksaan laboratorium bahwa gangguan disebabkan langsung dari kondisi medis umum.

Penatalaksanaannya bertujuan mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. DOC untuk delirium yaitu haloperidol (IM) dan jika ada kecurigaan infeksi pada jaringan otak (contohnya meningitis) beri antibiotik (IV)

KOMA

Koma adalah keadaan menurunnya kesadaran yang terberat, di mana penderita tidak bereaksi lagi terhadap rangsangan nyeri. Koma terjadi bila terdapat gangguan / kerusakan pada pusat kesadaran di talamus. Koma dapat disebabkan oleh:

  1. Penyakit intrakranial
  • Trauma susunan saraf pusat
  • Gangguan peredaran darah ke otak
  • Infeksi SSP
  • Tumor SSP
  • Serangan-serangan, kejang, epilepsi/seizure
  • Peninggian tekanan intra kranial
    1. Penyakit ekstrakranial
      • vaskuler : syok, payah jantung, hipertensi, hipotensi
      • metabolik : Asidosis
      • keracunan : alkohol, barbiturat, narkotik , CO
      • infeksi sistemik berat (pneumonia, malaria, tifoid)

Penatalaksanan pasien koma bertujuan untuk mempertahankan fungsi vital dan mencukupi kebutuhan tubuh akan oksigen, cairan dan kalori, mencegah infeksi sekunder dan dekubitus, pengobatan simtomatik. Hal yang penting dilakukan adalah pemasangan intubasi, oksigenasi, pemberian D5% dan melakukan evaluasi lanjutan.

STROKE (CVD)

Stroke yaitu suatu gangguan mendadak peredaran darah di otak yang menimbul defisit neurologis. Keadaan ini bisa disebabkan antara lain aterosklerosis, hipertensi dan aneurisma. Untuk lebih lengkap baca Bab VIII. Stroke dan Penanganannya.

HIPERTERMIA DAN HIPOTERMIA

HIPERTERMIA

Hipertermia dapat disebabkan oleh:

  • Heat cramps
  • Heat exhaustion
  • Heat stroke

HEATCRAMPS
Disebabkan oleh hilangnya sejumlah besar NaCl tubuh melalui keringat akibat kerja otot yang berat, terutama di lingkungan yang bersuhu tinggi. Dapat ditemukan tersendiri atau bersama-sama heat exhaustion.

 Gejala dan tanda heat cramps:

  • Kejang otot, sifatnya mendadak, sangat nyeri dan paroksismal terutama mengenai otot fleksor anggota gerak, dapat juga menyerang otot perut sehingga menyerupai akut abdomen
  • Kulit pucat dan basah
  • Kesadaran tetap baik
  • Suhu tubuh dan tekanan darah masih normal

Penatalaksanaan heat cramps:

  • Penderita dibaringkan telentang di tempat yang sejuk
  • Beri air garam secukupnya sampai gejala hilang. Biasanya tindakan ini sudah cukup, tetapi bila perlu dapat diberikan infus 500-1000 ml NaCl 0,9%
  • Untuk mengurangi nyeri, tekan otot yang kejang dengan kuat, jangan diberi kompres panas

HEAT EXHAUSTION

Disebabkan oleh kegagalan penyesuaian tubuh terhadap pelebaran pembuluh darah yang terjadi akibat lingkungan bersuhu tinggi. Keadaan ini lebih mudah timbul pada peminum alkohol, dehidrasi, banyak keringat, muntah dan diare. Gejala dan tanda heat exhaustion :

  • dapat didahului gejala prodromal berupa lemah, pusing, nyeri kepala, mual, gangguan penglihatan dan kejang otot ringan
  • gelisah, mungkin disertai dengan penurunan kesadaran, pupil melebar, kulit pucat, dingin, lembab dan banyak keringat, suhu tubuh masih normal, nadi normal , tekanan darah sedikit menurun.

Penatalaksanaannya:

  • Penderita dibaringkan telentang di tempat yang sejuk dengan kepala lebih rendah, pakaian dilonggarkan
  • Beri minum air dingin
  • Bila keadaan berat dapat diberikan infus NaCl 0,9% plasma ekspander untuk mengatasi kolaps sirkulatorik atau epinefrin 1/1000 0,3-1 ml subkutan dan diberikan oksigen.

HEATSTROKE

 


Disebabkan karena kegagalan metabolisme pengatur suhu tubuh akibat kontak lama dengan suhu lingkungan yang tinggi ditambah dengan ventilasi yang buruk dan kerja berat, biasanya diderita setelah hari kedua serangan gelombang udara panas. Merupakan keadaan berat dan sering menimbulkan komplikasi kegagalan ginjal akut, kerusakan hati dan syok berat yang dapat menyebabkan kematian. Gejala dan tanda heat stroke:

  • didahului gejala prodromal berupa lemah, pusing, nyeri kepala, mual dan berkurangnya sekresi keringat
  • beberapa jam kemudian timbul gelisah dan penurunan kesadaran, pupil mula-mula mengecil lalu melebar, kulit kemerahan, panas dan kering, tidak ada sekresi keringat, suhu tubuh naik dengan cepat sampai 40-41 0 Takikardia, pernafasan cepat, kejang setempat atau umum.

Penatalaksanaannya:

  • Turunkan suhu tubuh segera dengan memindahkan penderita ke tempat sejuk dan berventilasi baik, pakaian ditanggalkan, menguyur penderita dengan air dingin, massage kulit untuk mengatasi efek vasokontriksi dari air dingin dan mempercepat aliran darah. Periksa suhu rektal tiap 10 menit dan jaga jangan sampai < 38,50C karena dapat timbul hipotermia.
  • Obat-obatan bila perlu berupa infus cairan, sedatif hanya diberikan bila kejang terus menerus, misalnya diazepam 10-20mg iv, jangan diberikan morfin atau epinefrin

HIPOTERMIA
Hipotermia disebabkan karena berkurangnya masa otot, kehilangan lemak tubuh, penyakit kronis (hipotiroid), obat-obatan (β-blokers,vasodilator), ketergantungan alkohol. Resiko terjadinya hipotermia pada lanjut usia meningkat jika terpapar suhu yang rendah. Jika suhu mencapai 350C, gejalanya menggigil, takipneu dan takikardia.

Hipotermia dapat dibagi menjadi:

  • hipotermia ringan
  • hipotermia sedang
  • hipotermia berat

Hipotermia ringan jika suhu mencapai 320C, pada suhu ini timbul gejala berupa bicara gemetar dan tidak jelas karena menggigil, kulit jika diraba terasa dingin, bahkan bisa terjadi ataksia. Jika suhu mencapai 28-320C (hipotermia sedang) timbul gejala menggigil, otot kaku, turunnya frekuensi nafas dan denyut jantung, hipotensi, penurunan kesadaran (bisa stupor sampai koma). Pasien dengan hipotermia berat  di mana suhu <280C terjadi penurunan kesadaran (koma), bisa terjadi syok dan henti nafas yang merupakan faktor resiko terjadinya fibrilasi ventrikel bahkan kematian.

Penatalaksanaannya: jika penderita masih bisa bernafas spontan diberi selimut hangat, beri tambahan oksigen dengan kelembaban yang hangat. Jika terjadi apneu, segera pasang intubasi dan pasang ventilator mekanik. Lakukan defibrilasi dan resusitasi jantung paru bagi pasien dengan fibrilasi ventrikel. Pemeriksaan analisis gas darah diperlukan untuk menentukan rencana terapi.

KEDARURATAN SISTEM SALURAN CERNA

Akut abdomen adalah keadaan dalam rongga abdomen yang memerlukan tindakan segera. Penyebabnya dalah :

  1. Proses peradangan dalam rongga perut yang dibedakan atas :
    1. peradangan non perforatif, biasa dapat ditunggu, contohnya pankreatitis akut, enteritis
    2. peradangan perforatif, biasa segera dilakukan eksplorasi, contohnya apendisitis akut, tifus abdominalis dengan perforasi, kolesistitis akut
  2. Obstruksi traktus gastrointestinal yang dibedakan atas:
    1. obstruksi mekanis karena penyempitan lumen contohnya pada atresia duodeni, obstruksi usus, hernia, volvulus, invaginasi
    2. obstruksi karena gangguan persarafan, contohnya ileus paralitik
    3. obstruksi karena gangguan peredaran darah, contohnya trombosis atau emboli
  3. Perdarahan dalam rongga perut, misalnya KET, perdarahan GIT

Keadaan akut abdomen yang biasa terjadi pada lanjut usia

Obstruksi Volvulus, neoplasma, hernia, intususepsi
Inflamasi Ulkus peptik, kolesistitis, appendisitis, divertikulitis, pankreatitis
Kelainan vaskuler Aneurisma aorta abdominal, iskemia mesenterika akut
Kelainan sistemik Pneumonia, pneumotorak, emboli paru, infeksi saluran kemih
Penyakit primer peritoneal Neoplasia (mesotelioma)

Penderita akut abdomen biasanya memberikan keluhan nyeri abdomen, anoreksia, nausea dan vomitus, diare dan demam.

ORGAN LETAK NYERI VISERAL LETAK REFERRED PAIN
Esofagus Setinggi lesi Punggung
Lambung dan duodenum Epigastrium Abdomen kuadran kanan atas dan punggung
Intestinum Periumbilikal Punggung atau kuadran kanan bawah
Vesika fellea dan traktus biliaris Epigastrium Kuadran kanan atas dan skapula kanan
Pankreas Epigastrium dan kuadran kiri atas Kuadran kiri atas, punggung dan bahu kiri
Kolon Abdomen bawah Kuadran bawah kanan dan kiri, punggung
Diafragma Subdiafragmatik Bahu kanan

Penatalaksanaan keadaan akut abdomen ini berbeda-beda tergantung dari kelainannya. Pada prinsipnya terapi dilakukan secara konservatif dengan obat-obatan dan secara operatif misalnya dengan teknik laparotomi.

KEDARURATAN SISTEM SALURAN KEMIH

INFEKSI SALURAN KEMIH

Infeksi saluran kemih adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih biasa terjadi pada lanjut usia karena mekanisme pertahanannya yang menurun, perubahan struktur mukosa saluran kemih, penggunaan kateter, adanya penyakit kronis (stroke, diabetes melitus) dan terutama yang sering pada pria yaitu hipertrofi prostat. Untuk lebih lengkap baca Bab XX.Gangguan Ginjal dan Traktus Urinarius.

KEDARURATAN MATA

Penglihatan turun tanpa tanda radang ekstraokuler dapat disebabkan oleh beberapa kelainan. Pada lanjut usia kelainan yang sering terjadi yaitu glaukoma sudut tertutup.

 GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP

Glaukoma sudut tertutup biasanya terjadi pada lanjut usia seiring dengan penebalan lensa kristalina yang berkaitan dengan proses penuaan. Untuk lebih lengkap baca Bab XXI.Gangguan Penglihatan pada Lansia.

KEDARURATAN SISTEM ENDOKRIN DAN METABOLIK

Hipernatremia dan dehidrasi

Hipernatremia umumnya disebabkan karena kehilangan cairan dalam tubuh (misalnya pada keadaan diare, keringat berlebihan dan muntah ) atau karena kegagalan mengganti cairan tubuh yang hilang. Pada pasien dengan dehidrasi, gejala klinis yang ditemukan yaitu penurunan turgor kulit, hipotensi, takikardia, mulut kering. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat kadar Natrium yang meningkat dan fungsi ginjal yang menurun. Terapi yang diberikan pada keadaan ini dengan mengganti cairan yang hilang biasanya digunakan dextrosa 5%. Pada lanjut usia dengan dehidrasi yang berat umumnya dianjurkan dirawat untuk penanganan lebih lanjut.

TRAUMA
Pada lanjut usia sekitar 40% penyebab trauma tersering dan menimbulkan morbiditas adalah trauma akibat jatuh. Prevalensi jatuh pada lanjut usia yang berumur 75 tahun rata-rata 33% per tahun. Sekitar 10% penderita akibat jatuh mengalami cedera dan setengahnya mengalami fraktur. Terjadinya jatuh dan trauma lainnya ada hubungannya dengan bertambahnya usia karena pada lanjut usia terjadi penurunan proprioseptif, kelemahan otot, akibat penyakit yang diderita seperti stroke, fungsi penglihatan yang menurun, maupun akibat faktor lingkungan misalnya penerangan yang kurang, lantai yang licin dan faktor lainnya. Penatalaksanaan ditujukan mengobati lukanya dan mencari penyebab jatuhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aaron, James E.,et.al., First Aid and Emergency Care. Macmillan Publishers Inc,. 1972.

Friedman, A.M., Kaplan H., Saddock B.J., Modern Synopsis of Comprehensive Textbook of Psychiatry. Williams & Wilkins Co.,1973

Ilyas, Sidarta., Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta. 2001

Tjokronegoro, Arjatmo. Et.al., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam I dan II . Edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1999

Tjokronegoro, Arjatmo. Kedaruratan dan Kegawatan Medik. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 1981

Lonergan, Edmun T., et.al., Geriatrics: A Lange Clinical Manual. International edition. Prentice Hall International Inc. 1996

http://www.health.allrefer.com

http://www.vh.org

http://www.medicalstudent.com

http://www.saem.org