KEBIASAAN MAKAN

Para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu komplek kegiatan masak memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, keija rakyat, kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan dan tahayul-ttahayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan pendekrya, sebagai satu kalagori budaya yang pcnting (Foster, 1989).
Ketoabaan inakan adalah suatu pola prilaku konsumsi pangan yang diperoleh karena teijadi berulang-ulang (Food Comsution). Istilah kebiasaan makan juga menunjukkan tindakan manusia (What people do and prance) terhadap makan dan makanan yang dipengaruhi oleh pengetahuan (What people Think), dan perasaan (What people feel) serta persepsi (What people perceive) (Moehji, 1992).
Koentjasaningrat (1984) menyatakan bahwa kebiasaan makan individu keluarga dan masyarakat dipengaruhi oleh:
1. Faktor prilaku termasuk disini adalah cara berpikir berperasaan, perpandangan tentang makanan, kemudian dinyatakan dalam bentuk ttfidakan dan memiliki makanan. kejadian ini berulang kali dilakukan menjadi kebiasaan makan.
2. Faktor lingkungan sosial, segi kependudukan dengan susunana tingkat dan sifat lainnya.
3. Lingkungan ekonomi, kondisi tanah, iklim, lingkungan biologi, sistem usaha tani, sistem pasar dan sebagainya.
4. Faktor kesediaan bahan pangan, dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang bersifat hasil karya manusia, seperti sistem pertanian (perdagangan), prasarana dan sarana kehidupan (jalan raya, dan lain-lain).
Kebiasaan makan seseorang ditentukan oleh apa yang dimakannya, demikian tingkat potensi yang dicapai sepenuhnya dipengaruhi oleh nutrient yang dimakan. Setiap kebiasaan makan dan kesadaran gizi berpengaruh besar terhadap pola konsumsi makan dan selanjutnya menentukan status gizi mereka.
Sudirman dan kawan-kawan (1989) menyebutkan bahwa kebiasaan makan suatu keluarganya akan terlepas dari kebiasaan makan yang ada didalam masyarakat tempat keluarga tersebut berinteraksi.
Menurut Soedikaijati (2001) kebiasaan makan adalah berhubungan dengan tindakan untuk mengkonsumsi pangan dan mempertimbangkan dasar yang lebih terbuka dalam hubungannya dengan apa yang biasanya orang makan, juga berkaitan dengan kemungkinan kondisi perubahan kebiasaan pola pangan yang timbul dari dalam dan luarnya.
Kebiasaan sarapan pagi merupakan sal ah satu pesan dasar dalam Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Dengan menerapkan kebiasaan sarapan pagi seseorang telah dapat menerapkan cara makan yang baik karena dengan sarapan pagi seseorang telah mempunyai energi yang cukup untuk beraktifitas pada siang harinya dan dapat memelihara ketahanan fisik dan daya tahan tubuh pada saat beraktifitas dan mampu meningkatkan produktifitas (Depkes RI, 1944).
Kebiasaan sarapan pagi, kebiasaan mengkonsumsi sayuran, kebiasaan memakan makan an trendy (Fast Food), kebiasaan makan berlemak yang dikelompokkan atas setiap hari, sering (2-5x seminggu), jarang (1-4/bulan), dan tidak pernah (>lx sebulan) (Kanwil Depkes RI D, I, Aceh. 2002).

Dalam survey pemantauan status gizi orang yang dilakukan oleh Depkes RI tahun 2000. Kebiasaan makan diukur melalui kebiasaan makan yang mencukupi.

Faktor-Faktor Vang Mempengaruhi Kebiasaan Makan
1. Konsumsi pangan
Konsumsi pangan merupakan susunan beragamnya pangan yang biasa dikonsumsi oleh suatu negara atau daerah tertentu meliputi jumlah yang dimakan, jenis bah an pangan dan waktu makan. Sebagian besar penduduk miskin didaerah pedesaan hanya mengkonsumsi satu kali makan sehari. Hal ini disebabkan kondisi ekonomi masyarakat sangat lemah serta adanya kekurangan bahan pangan dan bahan bakar sebagai pcmenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Kebiascom^makan yang sal ah ini sangat berpengaruh terhadap kecukupan gizi ^gizi yabutuhkan oleh tubuh.

2. Preferensi pangan
Kesukaan atau pilihan terhadap mtp mak akan menentukan jumlah konsumsi pangan seseorang. Faktoral^tor pg dalam pemilihan pangan meliputi aroma, suhu, warna, dan bentuk. Pemilihan bentuk dan tekstur makan an untuk anak-anak, remaja dan orang dewasa, harus dibedakan agar memperoleh kesan yang menyenangkan pada waktu mengunyah dan memakannya. Pengaruh reaksi panca indera, terhadap pangan, kesukaan
pangan pribadi serta pendekatan melalui media massa (seperti radio, televisi, pamplet dan iklan) dapat merubah kebiasaan makan seseorang.

3. Ideologi Pangan
Pengetahuan tentang pangan dan gizi penting dimiliki oleh seseorang ibu, karena mempunyai peran besar dalam penyediaan pangan keluarga. Konsumsi pangan yang cukup akan sumber zat gizi adalah mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Pengcfiahuan ibu tentang gizi sangat berperan penting didalam memilih, menyusun, mengolah dan menyajikan makan an yang sehat dan kaya akan sumber gizi.

4. Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah berapa kali makan dalam sehari meliputi makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes, 1994). Menurut Willy (1991) bahwa bagi penduduk dunia kebiasaan makan tiga kali sehari adalah kebiasaan urn urn, sedangkan menurut Suhardjo (1990) frekuensi makan dikatakan baik apabila frekuensi makan tiap harinya tiga kali makan utama atau dua kali makanan utama dengan satu kali makanan selingan dan dinilai kurang apabila frekuensi makan setiap harinya dua kali makan atau kurang.

5. Sosial budaya pangan
Kegiatan budaya suatu keluarga, kelompok masyarakat, negara atau bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan
dan bagaimana penduduk makan. Pengaruh sosial budaya pada pangan
adalah:
a. Bagaimana, kapan dan dalam kombinasi yang bagaimana pangan tertentu disajikan
b. Siapa yang menyiapkan makan an, siapa yang menyajikan dan prioritas anggota keluarga tertentu dalam pola pembagian pola makanan
c. Hubungan atara besarnya keluarga, umur anggota keluarga dengan pola pangan dan status gizi
d. Larangan keagamaan yang berhubungan dengan konsumsi pangan

e. Bagaimana pola pangan dikembangkan dan mengapa pangan tertentu diterima sedangkan lainnya ditolak atau hanya dimakan, jika pangan yang boleh dimakan tidak dapat diperoleh lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Sukma, A. 2008, Hubungan kebiasaan Makan dan Aktivitas Dengan Obesitas Pada Orang Dewasa di Kecamatan Jaya Baru, KTI Poltekkes NAD, Banda Aceh.

Arisman, MB, 2002. Gizi Dalam Daur Kehidupan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Viana, C.R,A, 2006. Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Pada Anak SD Kelas IV dan V di SD N Kuta Alam, KTI Poltekkes NAD. Banda Aceh.

Wardani, D, 2008. Persepsi Dengan Konsumsi Junk Food Pada Siswa/i SMP Negeri 19 Percontohan, KTI Poltekkes NAD, Banda Aceh.

Anderson, F, 1989. Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia, Jakarta.

Supariasa, IDN, dkk, 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Khomsan, A, 2004. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT. raja Grapindo Persada, Jakarta.

Miswar, 2005.. Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Status Gizi Pada Murid Min Lamlhom Kecamatan Aceh Besar, KTI Poltekkes NAD, Banda Aceh.

Moehji, S, 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi Dun Jasa Boga. Bharata, Jakarta.

Poedyasmoro, dkk., 2002. Buku Praktis Ahli Gizi. Jurusan Politeknik Kesehatan Malang, Malang.

Salpima., 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mengkonsumsi Fast Food di Banda Aceh, Banda Aceh.

Fatimah, S, 2006. Hubungan Antara Kebiasaan Makan Masyarakat Betawi Dan Kondisi Sosial Ekonomi Dengan Energi Di kelurahan Kelapa Dua Kecamatan Kebun Jeruk , Skripsi Universitas Negeri Semarang, Jakarta Barat.

Supariasa, IDN, 2002. Penilaian Status Gizi, Pusat Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan RI dan WHO Dalam Rangka Pengembangan Materi Pendidikan Kesehatan, Jakarta.