Karakterisasi Kandungan Metabolit Sekunder

Karakterisasi senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam tumbuhan, dilakukan dengan alat spektrofotometer infra merah (IR), Kromatografi Lapis Tipis (KLT)  dan skrining fitokimia.

Spektrofotometer Infra Merah (IR)

Spektroskopi inframerah didasarkan pada penyerapan panjang gelombang inframerah. Inframerah pada spektroskopi adalah suatu radiasi elektromagnetik yang panjang gelombangnya lebih panjang dari cahaya tampak. Rentang bilangan gelombang IR antara 4000 – 400 cm-1. Umumnya spektroskopi IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa organik. Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik (Riyadi, 2009).

Dalam penentuan struktur suatu senyawa, spektoskopi IR merupakan informasi struktur tambahan. Fungsi utama dari spektroskopi IR adalah untuk mengenal struktur molekul khususnya gugus fungsional beserta lingkungannya. Prinsip kerja dari spektroskopi IR adalah interaksi antara sinar IR dengan materi dimana suatu molekul akan bervibrasi apabila sinar pada panjang gelombang IR terserap. Sesuai dengan Hukum Hooke yang menyatakan bahwa frekuensi dari suatu vibrasi berbanding lurus dengan kekuatan ikatan dan berbanding terbalik dengan massa yang dihubungkan pegas, maka makin kuat ikatannya dan makin kecil massa kedua atom yang berikatan menandakan frekuensi absorpsi yang makin tinggi. Frekuensi absorpsi IR dari beberapa gugus fungsi ditunjukkan pada tabel .

Data Korelasi Spektro IR

Tipe Vibrasi Frekuensi

( cm-1 )

Panjang Gelombang (µ) Intensitas
C-H (Rentangan) 3000 – 2850 3,33 – 3,51 s
-CH3 (Bengkokan) 1450 dan 1375 6,90 dan 7,27 m
-CH2 (Bengkokan) 1465 683 m
Alkena (Rentangan)

(Serapan Keluar Bidang)

3100 – 3000

1000 – 650

3,23 – 3,33

10,0 – 15,3

m

s

Aromatik (Rentangan)

(Serapan Keluar Bidang)

3159 – 3050

900 – 650

3,17 – 3,28

11,1 – 14,5

s

s

Alkuna (Rentangan) ± 330 + 3,03 s
Aldehid 2900 – 2800

2800 – 2700

3,45 – 3,57

3,57 – 3,70

w

w

C=C Alkena

Aromatik

1680 – 1600

1600 – 1475

5,95 – 6,25

6,25 dan 6,78

m-w

m-w

C=C Alkuna 2250 – 2100 4,44 – 4,75 m-w
C=O Aldehid

Keton

Asam Karboksilat

Ester

Amida

Anhidrida

1740 – 1720

1725 – 1705

1725 – 1700

1750 – 1730

1670 – 1640

1810 dan 1760

5,75 – 5,81

5,80 – 5,87

5,80 – 5,88

5,71 – 5,78

6,00 – 6,10

5,52 dan 5,68

s

s

s

s

s

s

Asam Klorida 1800 5,56 s
C-O Alkohol,Ester,Eter,Asam Karboksilat, Anhidrida 1300 – 1000 7,69 – 10,0 s
O-H Alkohol, Fenol

-Bebas

Ikatan – H

Asam Karboksilat

 

3650 – 3600

3500 – 3200

3500 – 3100

 

2,74 – 2,78

2,86 – 3,13

2,94 – 4,17

 

m

m

m

N-H Amida Primer dan Sekunder dan Amina  (Rentangan)

(Bengkokan)

3500 – 3100

1640 – 1550

2,68 – 3,23

6,10 – 6,45

m

m-s

C-N Amin 1350 – 1000 7,4 – 10,0 m-s
C=N Imin dan Oksin 1690 – 1640 5,92 – 6,10 m-s
C≡N Nitril 2260 – 2240 4,42 – 4,46 m
X=C=Y Allen,Keten,Isosianat,Isotisianat 2270 – 1950 4,40 – 5,13 m-s
N=O Nitro (R-NO2) 1550 dan 1350 6,45 dan 7,40 s
S-H Merkaptan 2550 3,92 w
S=O Sulfoksid

Sulfon,Sulfonil Klorida

Sulfat, Sulfonamida

1050

1375 – 1300

1200 – 1140

9,52

7,27 – 7,69

8,33 – 8,77

s

s

s

C-X Florida

Klorida

Bromida, Iodida

1400 – 1000

800 – 600

667

7,14 – 10,0

12,5 – 16,7

15,0

s

s

s

S (strong) = kuat, m (medium) = sedang, w (weak) = lemah

(Sastrohamidjojo, 1991 dalam Nanang Widodo, 2007)

Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang didasarkan pada perbedaan distribusi dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal pada sistem dan dinamakan fasa diam. Fasa lainnya dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui celah-celah fasa diam. Gerakan fasa gerak menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusunan cuplikan .

Pada KLT secara umum senyawa-senyawa yang memiliki kepolaran rendah akan terelusi lebih cepat daripada senyawa-senyawa polar karena senyawa polar akan terikat lebih kuat pada bahan silika yang mengandung silanol (SiOH2) yang pada dasarnya memiliki afinitas yang kuat terhadap senyawa polar. Karena prosesnya yang mudah dan cepat, KLT banyak digunakan untuk melihat kemurnian suatu senyawa organik. Selain itu, KLT juga dapat menampakkan jumlah senyawa-senyawa dalam campuran sampel (menurut noda yang muncul). Menurut Bobit, JM., (1963), warna –warna noda dari senyawa golongan alkohol dan keton tingkat tinggi akan memberikan warna hijau dan biru, sedangkan untuk golongan steroid, asam organik dan terpen ditunjukkan oleh warna coklat. Menurut Harborne (1987), tannin terdeteksi berupa noda berwarna lembayung. KLT juga merupakan suatu cara yang umum dilakukan untuk memilih pelarut yang sesuai sebelum dilakukan pemisahan menggunakan kromatografi kolom (Kristanti dkk., 2008).

Skrining Fitokimia

Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan potensial adalah penapis senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapat digunakan untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tani, minyak untuk industri,  dan sebagainya. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid (Teyler V.E., 1988).