Islam Sebagai Sub Budaya dan Islam Sebagai Panduan Perilaku Konsumen

Islam Sebagai Sub Budaya

Seperti yang di ungkapkan oleh Engel bahwa budaya memiliki komponen abstrak dimana agama dan nilai menjadi sebagian elemen pembentuk komponen abstrak. Schifman dan Kanuk menyatakan bahwa persepsi seseorang turut di pengaruhi kebutuhan (needs) nilai-nilai (values) dan harapan (expectation) masing-masing individu konsumen. Values atau nilai itu sendiri di definisikan sebagai “Relatively during beliefs that serve as guide for what it considered ‘appropriate’ behavior that are widely accepted by members of society

Nilai yang dianut konsumen dapat bersumber pada ajaran agama yang dianutnya. Dalam Penguin Concise Colombia Encyclopedia (1987) agama (religion) dapat diartikan sebagai suatu sistem pemikiran, perasaan, dan perbuatan yang sama dari salah satu kelompok yang memberikan anggotanya ssuatu objek peribadatan; suatu aturan moral yang berhubungan dengan perbuatan pribadi dan sosial; suatu term of reference yang menghubungkan individu-individu kepada kelompoknya dan dunia.

Islam sebagai salah satu agama yang ada juga memiliki penganut yang jumlahnya sangat besar dan tersebar diseluruh dunia. Dengan demikian maka para pemeluk agama islam berkwajiban menjadikan Islam sebagai sumber nilai-nilai dalam kehidupannya. Umat Islam yang telah mendapat dakwah Islam berkewajiban meneruskan ajaran dakwah ini kepada  orang lain. M Quraish Syihab mendefinisikan dakwah sebagai

“Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha untuk mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi ataupun masyarakat dan perwujudannya bukan hanya sekedar pada peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini da’wah harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran agama Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan”.

Dengan demiikian konsumen yang beragama Islam wajib mengikuti ajaran Islam sebagai panduan (guide) dalam pola konsumsinya.

Islam Sebagai Panduan Perilaku

          Islam adalah sebuah agama yang menjadi ideologis, sistem dan aturan hidup, kerangka berpikir, pedoman terhadap konsep dan pengembangan integritas diri, menjadi tolok ukur keabsahan suatu tindakan, serta sumber inspirasi bagi sebagian besar teori peradaban. Sebagai ideologi, Islam memiliki aturan yang lengkap menyeluruh, serta komprehensif.

          Kelengkapan aturan dalam Islam ini dikenal dengan istilah Syumuliah Islam (Said Hawwa,1993:27). Dengan konsep syumuliah ini para pemeluknya berusaha menjadikan Islam sebagai tolok ukur dalam menentukan segala suatu perbuatan. Tataran praktis yang dapat dijadikan ukuran adalah keinginan ummat Islam untuk menyelasakan kehidupannya dengan ajaran Islam. Hal ini dapat secara sederhana tercermin dari cara berpakaian dan pemilihan makanan. Dalam Islam sendiri, sumber hukum yang diakui dalam penentuan nilai dan moral yang sejalan adalah Al Qur’an dan Al Hadist yang menjadi panduan utama dalam penentuan hukum segala sesuatunya. Hal ini di pertegas dengan hadist yang berbunyi :

Rasullah Saw bersabda,” …telah kuwasiatkan kepada kalian, yang jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu: Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya,” (Hadist Riwayat Muslim

          Dalam perkembangannya sumber hukum islam juga memiliki sumber sekunder jika dalam sumber yang utama tidak ditemukan masalah hukum yang mengatur secara jelas persoalan Ummat. Sumber sekunder ini adalah Ijma (kesepakatan) dan Fatwa (keputusan) para ulama yang Shalih. Memang Islam sendiri memberikan keleluasaan bagi para pemeluknya untuk mengembangkan pola fikirnya secara kritis. Al Qur’an dan Al Hadist memberikan panduan hukum untuk masalah yang krusial dan bersifat pokok seperti Aqidah, Ahlaq, dan Ibadah. Panduan ini bersifat sangat explisit dan jelas sehingga akan menghindarkan dari perbedaan penafsiran para pemeluknya. Sedangkan untuk masalah sistem hidup Islam hanya memberikan panduan yang bersifat umum dan menjadi mainstream dalam penentuan hukum yang berlaku.

Hal ini tentunya akan memberikan ruang yang lebih luas untuk berkembang karena untuk masalah-masalah seperti ini sangat tergantung situasi dan kondisi yang berlaku pada saat yang bersangkutan. Ini membuktikan bahwa Islam bukanlah agama statis yang hanya mengajarkan para pemeluknya untuk beribadah pada Tuhannya saja (Hablumminnallah : hubungan dengan Allah) melainkan juga untuk berinteraksi dengan sesama manusia (Hablumminnanass : hubungan dengan manusia). Interaksi degan manusia inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa Islam adalah determinan penentu perilaku yang penting bagi para pemeluknya.