IMPLEMENTASI KEDUDUKAN,FUNGSI DAN WEWENANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DANUREJO KEC.MERTOYUDAN KAB.MAGELANG (Studi Periode 2007-2013)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Dalam pasal 18 ayat (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten/kota,yang tiap-tiap kabupaten/kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang undang.Kemudian dalam pasal 18 ayat (2) Pemerintahan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten/kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan .Dalam asas otonomi ini terdapat Desentralisasi dan dekonsentrasi.Pembangunan dilaksanakan secara serentak merata di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan nasional dan daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembangunan desa. Desa merupakan basis kekuatan sosial ekonomi dan politik yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Perencanaan pembangunan selama ini menjadikan masyarakat desa sebagai objek pembangunan bukan sebagai subjek pembangunan,disinilah tujuan Desentralisasi untuk menjadikan masyarakat desa sebagai subjeknya.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membuat kebijakan tentang desa dalam memberi pelayanan, peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat desa yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat. Daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia atau sering disebut Otonomi Daerah. Lahirnya otonomi daerah serta dalam era globalisasi, maka pemerintah daerah dituntut memberikan pelayanan yang lebih prima serta memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat ikut terlibat dalam pembangunan untuk kemajuan daerahnya, karena masyarakatlah yang lebih tahu apa yang mereka butuhkan serta pembangunan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien, dan dengan sendirinya masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab.
Proses pembangunan saat ini perlu memahami dan memperhatikan prinsip pembangunan yang berakar dari bawah (grasroots), memelihara keberagaman budaya, serta menjunjung tinggi martabat serta kebebasan bagi manusia. Pembangunan yang dilakukan harus memuat proses pemberdayaan masyarakat yang mengandung makna dinamis untuk mengembangkan dalam mencapai tujuan.
Konsep yang sering dimunculkan dalam proses pemberdayaan adalah konsep kemandirian dimana program-program pembangunan dirancang secara sistematis agar individu maupun masyarakat menjadi subjek dari pembangunan. Kegagalan berbagai program pembangunan perdesaan di masa lalu adalah disebabkan antara lain karena penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program-program pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat. Proses pembangunan lebih mengedepankan paradigma politik sentralistis dan dominannya peranan negara pada arus utama kehidupan bermasyarakat.
Di dalam Undang – undang No.32 Tahun 2004 mengakui bahwa desa juga berwenang mengurus dan mengatur masyarakat setempat. Hal tersebut sesuai dengan UU No.32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 angka 12 yaitu “Desa atau yang disebut dengan nama lain,selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah,maka dalam kehidupan dibatasi oleh sebuah peraturan yang harus ditaati,peraturan dibuat dengan tujuan agar aman dan makmur. Dan desa berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Otonomi asli merupakan bentuk kewenangan yang hanya dimiliki oleh Desa berdasarkan adat-istiadat yang hidup dan dihormati di suatu Desa yang bersangkutan. Ini tampak kurang mendapat perhatian kita, sehingga dapat menyebabkan kegiatan administrasi dalam organisasi pemerintahan tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal semacam ini kemungkinan dapat membawa dampak negatif bagi suatu pemerintahan, maksudnya penyelenggaraan ataupun pengembangan organisasi pemerintahan Desa tidak berjalan secara efektif dan efisien. Untuk itu Pemerintah Desa mempunyai hak, wewenang dan kewajiban memimpin pemerintahan desa yaitu menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan merupakan penyelenggara dan penanggung jawab utama di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan Desa.
Pada masa penjajahan Hindia Belanda,pemerintah kolonial telah menyadari peran strategis desa dalam kontelasi ketatanegaraan pada masa itu. Indlandsche Gemeente Ordonanntie (IGO) Stbl. 1906 No.83, salah satu aturan hukum pada masa kolonial, memberikan ruang demokrasi yang luas bagi desa untuk menjalankan pemerintahan sendiri (self govering community) dalam bentuk hak-hak kultural desa,parlemen desa dan sebagainya
Hal yang sangat penting dalam struktur baru pemerintahantahan desa adalah hadirnya Badan Permusyawarataan Desa berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 200 ayat 1 dan dalam pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa,maka dapat diketahui bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa ada dua unsur pemerintahan penting yang berperan di dalamnya,yaitu Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa,yang mempunyai kedudukan sejajar dan juga menjadi mitra dari Pemerintah Desa. Lahirnya BPD di tingkat desa,hendaknya mengarah kepada membangun hubungan sinergis diantara lembaga legislatif dan eksekutif desa,tanpa harus timbul suatu kesalahpahaman yang menuju pada timbulnya konflik yang nantinya dapat mengganggu proses penegakan demokrasi di desa. Hadirnya BPD ini bertujuan untuk mendorong terciptanya kerjasama yang harmonis serta tidak konfrontatif antara Kepala Desa dan BPD sebagai dari wakil rakyat desa yang diperagakan oleh lembaga legislatif baik di tingkat kabupaten/kota,provinsi dan pemerintah pusat.
Suatu pembangunan akan tepat mengenai sasaran, terlaksana dengan baik dan dimanfaatkan hasilnya apabila pembangunan yang dilakukan tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk memungkinkan hal itu terjadi, khususnya pembangunan perdesaan, mutlak diperlukan pemberdayaan masyarakat desa mulai dari keikutsertaan perencanaan sampai pada hasil akhir dari pembangunan tersebut.
Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah dan Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang desa memberikan kesempatan kepada masyarakat desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan persyaratan yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan potensi dan keaneka-ragaman daerah. Masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan pilihan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasinya. Masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas untuk menentukan orientasi dan arah kebijakan pembangunan yang dikehendaki. Nilai-nilai kedaulatan selayaknya dibangun sebagai kebutuhan kolektif masyarakat dan bebas dari kepentingan individu dan atau golongan.
Usaha untuk menggalakkan pembangunan desa yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup serta kondisi sosial masyarakat desa yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat Indonesia, melibatkan tiga pihak, yaitu pemerintah, swasta dan warga desa. Dalam prakteknya, peran dan prakarsa pemerintah masih dominan dalam perencanaan dan pelaksanaan maupun untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan teknis warga desa dalam pembangunan desa. Berbagai teori mengatakan, bahwa kesadaran dan partisipasi warga desa menjadi kunci keberhasilan pembangunan desa. Sedangkan untuk menumbuhkan kesadaran warga desa akan pentingnya usaha-usaha pembangunan sebagai sarana untuk memperbaiki kondisi sosial dan dalam meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan banyak tergantung pada kemampuan pemimpin desa khususnya pimpinan dan kepemimpinan pemerintah desa atau Kepala Desa. Sebab pada tingkat pemerintahan yang paling bawah, kepala desa sebagai pimpinan pemerintah desa atau aktor dalam menjalankan kepemimpinan pemerintah desa menjadi ujung tombak pelaksanaan dan terlaksananya pembangunan desa maupun dalam menumbuhkan kesadaran warga desa untuk berperan serta dalam pembangunan desa.
Pasal 1 ayat 8 PP No.72/2005 Tentang Desa yaitu “Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain,selanjutnyadidingkat dengan BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa” hal tersebut menjelaskan bahwa dalam pemerintahan desa terdapat lembaga yang merupakan perwakilan rakyat . Seperti halnya DPRD yang terdapat di provinsi,Kabupaten/Kota mem dalam memiliki susunan dan kedudukan sebagai lembaga negara sebagaimana diatur dalam UU No.22/2003 Tentang Susunan Dan Kedudukan MPR,DPR,DPD,DPRD. Sementara itu BPD sebagai lembaga pemerintahan di dalam desa juga susunan dan kedudukan sebagaimana diatur dalam PP No.72/2005 Tentang Desa. Sebagai Badan Permusyawaratan Desa,BPD mempunyai tugas dan wewenang dalam membentuk peraturan desa.
Dalam hal pengawasan terhadap peraturan desa dan pemerintahan desa serta dalam hal menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Hal mengenai peraturan desa itu sendiri pengaturannya disebutkan dalam pasal 209 UU No.32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah,ditentukan bahwa “BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa,menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat”
Dalam hal lain diatur juga mengenai petujuk teknis pembentukan Peraturan Desa dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No.29/2006 Tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa. Dari penjelasan diatas diketahui bahwa peraturan tersebut memberikan suatu kewenangan bagi BPD untuk membentuk suatu Peraturan Desa,pengawasan terhadap peraturan desa dan pemerintahan desa serta dalam hal menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) dalam hal ini menunjukkan bahwa BPD adalah sebagai lembaga legislatif yang terdapat dalam pemerintahan desa.
Selanjutnya untuk mengetahui fungsi,tugas dan wewenang yang dimiliki oleh BPD dapat dilihat dalam susunan dan kedudukannya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.72/2005 Tentang Desa. Berhubungan dengan hal tersebut terdapat suatu permasalahan dalam implementasinya yaitu mengenai kurangnya peran dan kesadaran anggota BPD dalam menjalankan fungsi,tugas dan wewenangnya sebagai lembaga legislatif, padahal BPD diharapkan menjadi alat kontrol bagi proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di tingkat desa, sebagaimana dengan DPR/DPRD yang sama sama sebagai lembaga legislatif dalam sistem Pemerinahan Negara Republik Indonesia. Hal ini bisa terealisasi apabila Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai mitra Kepala Desa,berperan aktif dalam membangun desa bersama Kepala Desa dan masyarakat.
Untuk mewujudkan pemberdayaan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat perlu didukung oleh pengelolaan pembangunan yang partisipatif. Pada tatanan pemerintahan diperlukan perilaku pemerintahan yang jujur, terbuka, bertanggung jawab dan demokrasi, sedangkan pada tatanan masyarakat perlu dikembangkan mekanisme yang memberikan peluang peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi kepentingan bersama.Pembangunan wilayah pedesaan tidak terlepas dari peran serta dari seluruh masyarakat pedesaan, sehingga kinerja seorang kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa harus dapat menjalankan tugas pokok memimpin dan mengkoordinasikan pemerintah desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga desa, melakukan pembinaan dan pembangunan masyarakat, dan membina perekonomian desa.
Namun dalam kenyataannya menunjukkan bahwa penilaian kinerja kepala desa oleh masyarakat dalam memberikan pelayanan serba lamban, lambat, dan berbelit-belit serta formalitas.Masyarakat yang dinamis telah berkembang dalam berbagai kegiatan yang semakin membutuhkan aparatur pemerintah yang profesional. Seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangannya, kebutuhan akan pelayanan yang semakin kompleks serta pelayanan yang semakin baik, cepat, dan tepat. Aparatur pemerintah yang berada ditengah-tengah masyarakat dinamis tersebut tidak dapat tinggal diam, tetapi harus mampu memberikan berbagai pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Mekanisme pengisian keanggotaan BPD yang semula dalam UU No.22/1999 “dipilih” berdasarkan mekanisme demokratis, kini dalam UU No.32/2004 ditetapkan secara musyawarah dan mufakat dengan basis perwakilan wilayah. Sehingga menjadikan hal ini terjadi rasa sungkan terhadap kepala desa.Salah satu faktor ini juga yang mempengaruhi kinerja dari BPD menjadi sulit untuk menjalankan peran dan fungsinya secara keseluruhan. Kondisi yang demikian menuntut seorang kepala desa harus mampu menjalankan perannya yang sangat penting dalam mengembangkan demokrasi di desa melalui relasi yang harmonis dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD),selain itu perlu di bangun sosialisasi yang efektif dan mengena kepada masyarakat langsung, dan juga perlu di bangun komunikasi yang efektif antara warga dengan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan juga pemerintahan desa.Hal ini sebagai upaya pendidikan politik untuk masyarakat terutama yang menyangkut Badan Permusyawarataan Desa (BPD) dan Pemerintahan Desa. Selain itu pembekalan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk meningkatkan fungsi dan tugas yang diemban,merupakan hal yang mutlak dan wajib dilaksanakan dalam rangka untuk mewujudkan proses demokrasi melalui mekanisme check and balance antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD),Pemerintah Desa,dan Masyarakat Sipil (civil society).
Otonomi daerah memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk mengatur pemerintahan dan daerahnya secara mandiri.Keleluasaan otonomi daerah adalah salah satunya memberikan pemerintahan daerah untuk membuat Perda sesuai dengan kondisi yang ada didaerah tersebut. Badan Permusyawaratan Desa di Kabupaten Magelang diatur dalam ketentuan Peraturan Daerah nomor 13 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa. Lahirnya BPD Desa Danurejo merupakan konsekuensi dari implementasi Otonomi daerah.
Berdasarkan pemikiran dan fenomena fenomena diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam menjalankan peran fungsinya terhadap pelaksanaan pemerintahan di desa,
dengan judul “IMPLEMENTASI KEDUDUKAN,FUNGSI DAN WEWENANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DANUREJO KEC.MERTOYUDAN,KAB.MAGELANG (Studi Periode 2007-2013)’’

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana realisasi pelaksanaan dari Kedudukan,Fungsi dan Wewenang Badan Permusyawaratan Desa Danurejo Periode 2007-2013?
2. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan Kedudukan,Fungsi dan Wewenang Badan Permusyawaratan Desa Danurejo Periode 2007-2013?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui apa hasil dari pelaksanaan demokrasi BPD Desa Danurejo di Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat jalannya demokrasi oleh BPD dalam pemerintahan desa Danurejo Kecamatan Mertoyudan Kab.Magelang.

D.KEGUNAAN PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi peneliti, pembaca atau masyarakat khususnya penyelenggara pemerintahan desa serta berguna bagi ilmu pengetahuan :

1. Bagi peneliti
Penelitian inidiharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Hukum Tata Negara, khususnya hukum pemerintahan daerah,sehingga dapat dijadikan bekal yang nantinya dapat untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Bagi pembaca atau masyarakat umum khususnya penelenggara di dalam pemerintahan desa.
Dengan membaca tulisan ini diharapkan pembaca atau masyarakat umum khususnya penyelenggara pemerintahan desa akan menambah pengetahuan tentang bagaimana seharusnya menjalankan pemerintahan desa dengan kedudukan,fungsi dan wewenang pemerintahan desa di Kabupaten Magelang

3. Bagi ilmu pengetahuan
Penelitian skripsi ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi ilmu pengetahun daalam bidang hukum pada umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya.

E.SISTEMATIKA PENULISAN
Hasil penelitian ini disusun dalam sebuah skripsi yang membahas dan menguraikan masalah yang terdiri dari 5 (lima) Bab, yang diantara bab satu dengan bab lainnya saling berhubungan dan tak bisa dipisahkan ,yang secara ringkas disusun dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas masalah pokok skripsi meliputi Latar Belakang Masalah,Rumusan Masalah,Tujuan Penelitian,Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan Skripsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan mengenai Implementasi kedudukan ,fungsi dan wewenang BPD Desa Danurejo periode 2007- 2013

BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi mengenai tata cara memperoleh data untuk penyusunan dalam skripsi ini yaitu antara lain Jenis Penelitian,Spesifikasi Penelitian, Tahap Penelitian,Metode Pengumpulan Data, dan Metode Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti menjelaskan mengenai hasil yang di dapat dari penelitian yang diadakan serta pembahasan dan jawaban dari penjelasan yang berkaitan dengan Implementasi Kedudukan ,Fungsi dan Wewenang BPD Desa Danurejo Periode 2007- 2013

BAB V PENUTUP
Bab ini berisi Kesimpulan serta Saran dari penulis dan juga Daftar Pustaka

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Pemerintahan Daerah
Dalam otonomi daerah, visi pemerintah daerah dalam era desentralisasi pertamakali bukanlah mengisi kas pemerintah daerah sebanyak-banyaknya, namun berusaha menciptakan iklim yang memungkinkan bagi rakyat untuk berusaha dan membangun dirinya secara otonom agar tercipta kesejahteraan masyarakat, sehingga dengan sendirinya akan memperbaiki perekonomian daerah. Penyelenggaraan pemerintahan selalu terkait dengan sejarah dan situasi sosial para penguasa dalam menata masyarakat dan lingkungannya. Belum mantapnya sistem pemerintahan, lemahnya dukungan aparat, ikut menggoyahkan sendi-sendi pelayanan kebutuhan hidup masyarakat. Sistem pemerintahan dalam perspektif sejarah bangsa Indonesia, telah mengalami perubahan yakni dari pemerintahan sentralistik ke desentralistik .
Perubahan ini dikaitkan dengan situasi dan kondisi sosial yang secara fenomenal terjadi dalam penyelenggaraan berpemerintahan.Bangsa Indonesia sejak kemerdekaan mengalami berbagai konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah, kepentingan penguasa dengan kepentingan rakyat. Konflik berlangsung dari masa ke masa antara pemerintah dan penguasa yang melayani berbagai kepentingan, dengan masyarakat sebagai pengguna jasa yang menuntut diberikan pelayanan. Pemerintahan desentralistik merupakan suatu solusi untuk menjawab kebutuhan otonomi daerah secara lengkap mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah akan mendorong pemikiran baru bagaimana menata kewenangan yang efisien dan efektif. Artinya, pemerintahan dapat diselenggarakan secara demokratis.
Konsep otonomi berasal dari dua kata, yaitu auto (sendiri) dan nomous (menyelenggarakan). Artinya, menyelenggarakan pemerintahan sendiri. Konsep otonomi ini merupakan gejala sosial karena keberadaannya dalam masyarakat. Dalam sistem individu, seseorang memiliki suatu hak yang disebut ”privacy”, dan pada suatu kelompok masyarakat, mempunyai hak yang dsisebut ”autonomy”, serta pada suatu bangsa ada hak yang dikenal ”sovereignty”. Setiap orang memiliki hak pribadi dalam menentukan aspirasinya, seperti pribadi, daerah juga memiliki hak otonomi. Daerah sebagai satu kesatuan dari masyarakat hukum mempunyai hak untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Ini disebut sebagai otonomi daerah. Reformasi dan otonomi daerah telah menjadi harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat desa untuk membangun desanya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Bagi sebagian besar aparat pemerintah desa, otonomi adalah satu peluang baru yang dapat membuka ruang kreativitas bagi aparatur desa dalam mengelola desa. Hal itu jelas membuat pemerintah desa menjadi semakin leluasa dalam menentukan program pembangunan yang akan dilaksanakan, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa tanpa harus didikte oleh kepentingan pemerintah daerah dan pusat. Sayangnya kondisi ini ternyata belum berjalan cukup mulus. Sebagai contoh, aspirasi desa yang disampaikan dalam proses musrenbang senantiasa kalah dengan kepentingan pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif) dengan alasan bukan prioritas, pemerataan dan keterbatasan anggaran.
Dari sisi masyarakat, poin penting yang dirasakan di dalam era otonomi adalah semakin transparannya pengelolaan pemerintahan desa dan semakin pendeknya rantai birokrasi yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap jalannya pembangunan desa. Dalam proses pembangunan, keberadaan delegasi masyarakat desa dalam kegiatan pembangunan adalah membuka kran partisipasi masyarakat desa untuk ikut menentukan dan mengawasi penentuan kebijakan pembangunan daerahnya. Otonomi daerah tidak lain adalah perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dan mempunyai hubungan yang erat dengan desentralisasi.
Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah mulai dari kebijakan, perencanaan sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka demokrasi. Sedangkan otonomi adalah wewenang yang dimiliki daerah untuk mengurus rumahtangganya sendiri dalam rangka desentraslisasi. Adapun esensi dari otonomi daerah itu adalah komitmen untuk memberikan keadilan, kepastian, dan kewenangan yang optimal dalam pengelolaan sumber daya pada daerah.
Pencantuman tentang Pemerintah Daerah di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilatarbelakangi oleh kehendak untuk menampung semangat otonomi daerah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat daerah. Hal itu dilakukan setelah belajar dari praktik ketatanegaraan pada era sebelumnya yang cenderung sentralistis, adanya penyeragaman sistem pemerintahan seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, serta mengabaikan kepentingan daerah.
Akibat kebijakan yang cenderung sentralistis itu, Pemerintah Pusat menjadi sangat dominan dalam mengatur dan mengendalikan daerah sehingga daerah diperlakukan sebagai objek, bukan sebagai subjek yang mengatur dan mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan potensi dan kondisi objektif yang dimilikinya.Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan otonomi daerah yang dalam era reformasi menjadi salah satu agenda nasional. Melalui penerapan Bab tentang Pemerintahan Daerah diharapkan lebih mempercepat terwujudnya kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat di daerah, serta meningkatkan kualitas demokrasi di daerah. Semua ketentuan itu dirumuskan tetap, dalam kerangka menjamin dan memperkuat NKRI, sehingga dirumuskan hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Ketentuan Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B ini berkaitan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan Pasal 25A mengenai wilayah negara, yang menjadi wadah dan batas bagi pelaksanaan Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B.

B. Otonomi Daerah
Berdasarkan undang undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,penyelenggaraan Otonomi daerah dilaksanakan oleh daerah dengan kewenangan yang luas,nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan,serta pertimbangan pusat dan daerah. Disamping itu penyelenggaraan Otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,pemerataan dan keadilan,serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Sebagai contoh otonomi adalah pembentukan Kabupaten Magelang akibat dari UU Nomor 13 Tahun 1950,karena Kabupaten Magelang dianggap berpotensi.Dan hal ini juga sebagai strategi pengembangan wilayah yang mampu menjadi stimulator bagi pertumbuhan dan perkembangan wilayah.Melalui UU No.13 Th.1950 tersebut Kotamadya Magelang diberi hak untuk berdiri sendiri.Sehingga Kabupaten Magelang berpindah ibukota dan akhirnya terpilihlah Kota Mungkid sebagai ibukota Kabupaten Magelang hingga saat ini.Jika di wilayah Kotamadya Magelang menggunakan istilah Kelurahan yang Lurahnya dipilih walikota,di Kabupaten Magelang menggunakan istilah Desa dan Kepala Desanya dipilih oleh masyarakat.
Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,dinyatakan bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan otonomi seluas luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,peningkatan,peran serta,prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan.Sedangkan yang dimaksud Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan pada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul daerah dalam mencapai pemberian otonomi,berupa peningkatan pelayanan dan pembinaan masyarakat yang semakin baik, keadilan dan pemerataan,serta pemeliharaan hubungan dengan pemerintahan pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Khusus tentang pemerintahan desa,Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan pandangan pandangan baru yang intinya juga untuk meningkatkan dan pemberdayaaan kemandirian desa.Seperti halnya Pemerintah Daerah adalah Dewan Permusyawaratan Daerah dan Bupati beserta jajarannya,maka untuk desa yang dimaksud dengan Pemerintahan Desa adalah Pemerintah Desa dan Badan Permusyawarataan Desa.Sebagai perwujudan demokrasi di desa maka dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan.Dalam Pasal 204 UU No.32/2004 disebutkan bahwa; Badan Permusyawaratan Desa atau disebut dengan nama lain berfungsi melekukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa,Anggaran Pendapatan Belanja Desa dan Keputusan Kepala Desa.

3. Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa
Secara umum di Indonesia, desa (atau yang disebut dengan nama lain sesuai bahasa daerah setempat) dapat dikatakan sebagai suatu wilayah terkecil yang dikelola secara formal dan mandiri oleh kelompok masyarakat yang berdiam di dalamnya dengan aturan aturan yang disepakati bersama, dengan tujuan menciptakan keteraturan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama yang dianggap menjadi hak dan tanggungjawab bersama kelompok masyarakat tersebut .Wilayah yang ada pemerintahannya Desa/Kelurahan langsung berada di bawah Camat. Dalam sistem administrasi negara yang berlaku sekarang di Indonesia, wilayah desa merupakan bagian dari wilayah kecamatan, sehingga kecamatan menjadi instrumen koordinator dari desa (Negara melalui Pemerintah dan pemerintah daerah).
Pada awalnya, sebelum terbentukya sistem pemerintahan yang menguasai seluruh bumi nusantara sebagai suatu kesatuan negara,satu urusan-urusan yang dikelola oleh desa adalah urusan-urusan yang memang telah dijalankan secara turun temurun sebagai norma-norma atau bahkan sebagian dari norma-norma itu telah melembaga menjadi suatu bentuk hukum yang mengikat dan harus dipatuhi bersama oleh masyarakat desa, yang dikenal sebagai hukum adat. Urusan yang dijalankan secara turun temurun ini meliputi baik urusan yang hanya murni tentang adat istiadat, maupun urusan pelayanan masyarakat dan pembangunan (dalam administrasi pemerintahan dikenal sebagai urusan pemerintahan), bahkan sampai pada masalah penerapan sanksi, baik secara perdata maupun pidana.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal- usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia . Pengertian desa dari sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu dan antar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung secara langsung dengan alam.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berada di kabupaten/kota, dalam pasal 2 ayat (1) dikatakan bahwa desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pada ayat (2) tertulis bahwa pembentukan desa harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jumlah Penduduk.
b. Luas Wilayah.
c. Bagian Wilayah Kerja.
d. Perangkat, dan.
e. Sarana dan Prasarana Pemerintahan .
Pembangunan nasional, desa memegang peranan yang sangat penting, sebab desa merupakan struktur pemerintahan terendah dari sistem pemerintahan Indonesia. Setiap jenis kebijakan pembangunan nasional pasti bermuara pada pembangunan desa sebab pembangunan Indonesia tidak akan ada artinya tanpa membangun desa, dan bisa dikatakan bahwa hari depan Indonesia terletak dan tergantung dari berhasilnya kita membangun desa. Sehingga dengan semangat desentralisasi dalam otonomi daerah ini masyarakat haruslah dilibatkan atau diberdayakan dalam pembangunan desanya. Sebab disadari atau tidak bahwa pembangunan desa telah banyak dilakukan sejak dari dahulu hingga sekarang, tetapi secara umum hasilnya belum memuaskan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Desa memiliki hak otonomi tetapi tetap dalam ikatan pemerintah Republik Indonesia. Hak otonomi maksudnya berhak menyelenggarakan rumah tangganya menurut keputusan sendiri, berhak mengatur rumah tangganya sendiri, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah di desanya dan berkewajiban melaksanakan peraturan pemerintah Desa. Sedangkan Kelurahan tidak memiliki hak otonomi dan tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya menurut keputusan sendiri. Hanya menyelenggarakan pemerintahan menurut peraturan pemerintah di atasnya. Inilah bedanya dengan Desa seperti yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Di Desa terdapat masalah yang dihadapi masyarakat. Ada masalah kesehatan, masalah pekerjaan dan pendapatan, pendidikan, pertanian, lingkungan hidup dan lain sebagainya. Masyarakat berharap dapat lepas dari masalah-masalah itu karena itu masalah-masalah warga masyarakat dalam kebutuhannya untuk meningkatkan taraf hidupnya antara lain kebutuhan pokok seperti makanan yang cukup dan sehat, rumah yang sehat, pakaian yang memadai, kebutuhan pengetahuan, keterampilan, penghasilan yang cukup, lingkungan yang apik dan sehat dan Iain-lain.
Di Desa sebenarnya terdapat potensi sumber daya. Ada potensi sumber daya alam atau sumber daya lingkungan dan sumber daya manusia. Agar terpenuhi kebutuhannya maka mau tidak mau sumber daya itu harus dimanfaatkan dengan baik. Untuk itulah perlu adanya pembangunan sebab pembangunan Desa mencakup berbagai bidang kehidupan masyarakat baik itu lahir maupun batin. Pembangunan mencakup pribadi warganya dan lingkungannya, pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Semua elemen penting yang terdapat pada institusi desa diharapkan selalu mengetahui apa masalah warganya dan apa kebutuhannya. Bukankah pembangunan itu untuk penduduknya sendiri dan bukankah pemerintahan Desa diadakan untuk membangun Desa dan masyarakat. Dalam hal ini seorang Kepala Desa harus menempatkan dirinya sebagai Pemimpin yang baik yang bisa mengayomi masyarakatnya, yang siap mendengar keluh kesah warganya dalam hal apapun, agar masyarakatnya benar-benar percaya bahwa pemimpinnya selalu bersikap adil dan tidak berpihak pada yang satu atau yang lainnya.
Wujud demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dibentuk badan permusyawaratan desa atau sebutan lain sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan peraturan desa, anggaran dan pendapatan dan belanja desa, dan keputusan kepala desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa. Pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari Sekretaris Desa, pelaksana teknis lapangan, unsur kewilayahan dan perangkat desa lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan sekretaris desa diisi dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi syarat.
Dalam PP No. 72 Tahun 2005 Pasal 1 (6) Pemerintah desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul, adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia , pemerintah desa atau yang disebut juga dengan nama lain adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa berwarga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihan diatur oleh peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa ditetapkan sebagai kepala desa. Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum dapat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan, hukum adat setempat yang ditetapkan dalam peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.
Dalam PP No. 72 Tahun 2005 pasal 14 dan 15 disebutkan bahwa Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Urusan pemerintahan yang dimaksud adalah pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan badan usaha milik desa, dan kerjasama antar desa. Urusan pembangunan yang dimaksud adalah pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana dan prasarana fasilitas umum desa, seperti jalan desa, jembatan desa, pasar desa. Urusan kemasyarakatan ialah pembedayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, dan adat-istiadat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatas, Kepala Desa mempunyai wewenang:
a) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD.
b) Mengajukan rancangan peraturan desa.
c) Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
d) Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD.
e) Membina kehidupan masyarakat desa.
f) Membina perekonomian desa.
g) Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.
h) Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,dan;
i) Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Melaksanakan tugas dan wewenangnya, kepala desa mempunyai kewajiban:
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
d. Melaksanakan kehidupan demokrasi;
e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN);
f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa;
g. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
i. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa;
j. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa;
k. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
l. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa;
m. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat;
n.Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa
o.Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup
Selain kewajiban sebagaimana dimaksud diatas, Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa ini disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun. Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD sebagaimana diatas disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun dalam musyawarah BPD.
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio komunitas atau media lainnya. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) PP No. 72 Tahun 2005 yaitu Sekretaris Desa yang bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris Desa bertanggungjawab kepada Kepala Desa. Sekretaris Desa diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.
Desa memiliki hak otonomi tetapi tetap dalam ikatan pemerintah Republik Indonesia. Hak otonomi maksudnya berhak menyelenggarakan rumah tangganya menurut keputusan sendiri, berhak mengatur rumah tangganya sendiri, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah di desanya dan berkewajiban melaksanakan peraturan pemerintah Desa. Sedangkan Kelurahan tidak memiliki hak otonomi dan tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya menurut keputusan sendiri. Hanya menyelenggarakan pemerintahan menurut peraturan pemerintah di atasnya. Inilah bedanya dengan Desa seperti yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Di Desa terdapat masalah yang dihadapi masyarakat yang meliputi: masalah kesehatan, masalah pekerjaan dan pendapatan, pendidikan, pertanian, lingkungan hidup dan lain sebagainya. Masyarakat berharap dapat lepas dari masalah-masalah itu karena itu masalah-masalah warga masyarakat dalam kebutuhannya untuk meningkatkan taraf hidupnya antara lain kebutuhan pokok seperti makanan yang cukup dan sehat, rumah yang sehat, pakaian yang memadai, kebutuhan pengetahuan, keterampilan, penghasilan yang cukup, lingkungan yang apik dan sehat dan Iain-lain.
Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan pengembangan organisasi pemerintah yang telah diprogramkan perlu didukung oleh aparatur pelaksana yang mampu, dan untuk itu perlu dijalin hubungan serasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dan antara pemerintah daerah dengan pemerintah di bawahnya sampai pada unit pemerintahan yang terendah yaitu pemerintah Desa.
Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dalam Undang-undang nomor 05 Tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah yang telah dirubah menjadi Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian telah disempurnakan menjadi Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Tertib hukum dan menciptakan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia, tetapi juga yang penting adalah mensukseskan pembangunan di segala bidang di Seluruh Indonesia guna mencapai cita-cita nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yaitu masyarakat adil dan makmur baik materil maupun spritual bagi Seluruh rakyat Indonesia. Maka perlu memperkuat kedudukan pemerintahan desa agar mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengembangkan organisasi dan makin mampu menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang makin meluas dan efektif.
Presiden Republik Indonesia dengan persetujuan DPR menetapkan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa sebagai pengganti dari Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004. Prinsip dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa berdasarkan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 adalah :
a. Untuk menjamin Terselenggaranya tertib pemerintahan dan sesuai pula dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka pengaturan terhadap penyelenggaraan pemerintahan Desa sejauh mungkin diseragamkan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan atas Desa di Seluruh Indonesia yang beraneka ragam baik dalam susunan masyarakat, tata hukum adatnya maupun latar belakang kehidupannya sebagai satuan masyarakat terkecil. Keseragaman tersebut meliputi kebijaksanaan-kebijaksanaan pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa yang diarahkan kepada perwujudan daya guna dan hasil guna yang rasional.
b. Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa hanya mengatur Desa dan Kelurahan dari segi pemerintahannya. Dengan demikian Undang-undang tersebut tetap mengakui adanya kesatuan masyarakat hukum adat dan kebiasaan-kebiasaan yang masih hidup sepanjang menunjang kelangsungan pemerintahan. Pembangunan dan ketahanan nasional dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa tidak mengarah kepada pembentukan Daerah Otonomi tingkat tiga. Hal ini sesuai dengan penjelasan Undang-undang tersebut yang menegaskan bahwa walaupun Desa mempunyai hak untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, tetapi hak tersebut bukanlah hak otonomi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Telah ditetapkannya Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa dan berbagai peraturan sebagai kebijaksanaan pelaksanaannya, diharapkan akan dapat makin mantap penyelenggaraan pemerintahan Desa secara terpadu dan menyeluruh sehingga terwujud hubungan yang jelas antara sistem penyelenggaraan pemerintah Desa berdasarkan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004.
Program tahunan dalam rencana kerja yang disusun oleh pemerintah Desa terhadap kegiatan-kegiatan yang kebijaksanaan dan sistem penyelenggaraan pemerintah Desa yang selama ini diatur dengan berbagai kebijaksanaan Daerah menjadi sistem penyelenggaraan pemerintahan Desa secara Nasional dengan pola yang seragam ini berarti bahwa penyelenggaraan pemerintahan Desa berdasarkan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 adalah merupakan pembaharuan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan Desa. Oleh karena itu dalam melakukan pengkajian terhadap materi Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 dan berbagai peraturan pelaksanaannya diperlukan adanya ketelitian dan kehati-hatian agar tidak menimbulkan suatu penafsiran yang keliru. Hal ini sejalan dengan peranan dan fungsi Desa dalam kehidupannya sebagai berikut:
a. Sumber segala data, informasi, daya gerak, pembinaan dan pengawasan.
b. Benteng yang harus diandalkan dalam pengamalan Pancasila.
c. Pusat penumbuhan dan peningkatan jiwa gotong royong di segala bidang kehidupan dan penghidupan.
d. Pusat pembinaan partisipasi masyarakat di segala bidang baik di bidang pemerintahan, pembangunan maupun kemasyarakatan.
e. Pusat pembinaan ketertiban dan kesatuan bangsa yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.
Memperhatikan pentingnya peranan dan fungsi aparatur pemerintah desa yang merupakan barisan terdepan dalam mensukseskan program pemerintah, pembangunan dan pembinaan masyarakat maka lembaga musyawarah Desa sebagai lembaga pemerintahan Desa yang merupakan perwujudan demokrasi Pancasila di tingkat Desa mempunyai peranan yang menentukan di dalam keberhasilan seorang Kepala Desa untuk melaksanakan tugas-tugasnya di bidang pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat.
Berdasarkan Pasal 209 UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung aspirasi masyarakat serta di dalamnya juga mempunyai fungsi dalam penetapan APBDes. Dalam pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa.Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 mentebutkan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Kewenangan BPD berdasarkan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah:
a.Membahas rancangan peraturan Desa bersama Kepala Desa
b.Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peratura kepala desa
c.Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa
d.Membentuk panitia pemilihan kepala desa
e.Menggali,menampung,menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan
f.Menyusun tata tertib BPD .

Hak BPD seperti yang tercantum dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah meminta keterangan kepada Pemerintah Desa dan menyatakan Pendapat.Sedangkan anggota BPD berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah:
a.Mengajukan rancangan peraturan Desa dan APBDesa
b.Mengajukan pertanyaan
c.Menyampaikan usul dan pendapat
d.Memilih dan dipilih;dan
e.Memperoleh tunjangan.
Anggota BPD mempunyai kewajiban:
a.Mengamalkan Pancasila,melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang undangan.
b.Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa
c.Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d.Menyerap,menampung,menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
e.Memproses pemilihan Kepala Desa
f.Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi,kelompok dan golongan
g.Menghormati nilai nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat
h.Menjaga norma dan etika hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan

1.Pemerintahan Desa

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa adalah wilayah yang penduduknya saling mengenal, hidup bergotong royong, memiliki adat istiadat yang sama, dan mempunyai tata cara sendiri dalam mengatur kehidupan masyarakatnya.
Desa merupakan garda depan dari sistem pemerintahan Republik Indonesia yang keberadaannya merupakan ujung tombak dari pelaksanaan kehidupan yang demokratis di daerah. Peranan masyarakat desa sesungguhnya merupakan cermin atas sejauh mana aturan demokrasi diterapkan dalam Pemerintah Desa sekaligus merupakan ujung tombak implementasi kehidupan demokrasi bagi setiap warganya. Menurut kamus bahasa Indonesia Pemerintah menurut etimologi berasal dari kata “Perintah”, yang berarti suatu individu yang memiliki tugas sebagai pemberi perintah. Definisi dari Pemerintahan adalah suatu lembaga yang terdiri dari sekumpulan orang-orang yang mengatur suatu masyarakat yang meliliki cara dan strategi yang berbeda-beda dengan tujuan agar masyarakat tersebut dapat tertata dengan baik. Begitupun dengan keberadaan pemerintahan desa yang telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di Indonesia bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka.
Sementara itu dalam sistem pemerintahan indonesia juga dikenal pemerintahan desa dimana dalam perkembangannya desa kemudian tetap dikenal dalam tata pemerintahan di Indonesia sebagai tingkat pemerintahan yang paling bawah dan merupakan ujung tombak pemerintahan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu pengertian desa yaitu desa sebagai bentuk yang diteruskan antara penduduk dengan lembaga mereka di wilayah tempat dimana mereka tinggal yakni di ladang-ladang yang berserak dan di kampung-kampung yang biasanya menjadi pusat segala aktifitas bersama masyarakat berhubungan satu sama lain, bertukar jasa, tolong-menolong atau ikut serta dalam aktifitas-aktifitas sosial.
Selain itu desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa dimana landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.Tinjauan tentang desa juga banyak ditemukan dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang memberikan penjelasan mengenai pengertian desa yang dikemukakan bahwa:

Pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa :
“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa :
“Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa :
“Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai administrasi penyelenggara
pemerintahan desa”.
Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur peneyelenggara pemerintahanan desa. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 (hasil revisi dari Undang-undang No. 22 Tahun 1999) pasal 202 menjelaskan pemerintah desa secara lebih rinci dan tegas yaitu bahwa pemerintah terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa, adapun yang disebut perangkat desa disini adalah Sekretaris Desa, pelaksana teknis lapangan, seperti Kepala Urusan, dan unsur kewilayahan seperti Kepala Dusun atau dengan sebutan lain.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Kepala Desa bertanggung jawab kepada rakyat melalui surat keterangan persetujuan dari BPD dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Bupati dengan tembusan camat. Adapun Perangkat Desa dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa dan Perangkat Desa berkewajiban melaksanakan koordinasi atas segala pemerintahan desa, mengadakan pengawasan, dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas masing-masing secara berjenjang. Apabila terjadi kekosongan perangkat desa, maka Kepala Desa atas persetujuan BPD mengangkat pejabat perangkat desa.
2.Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di desa. Demokrasi yang dimaksud adalah bahwa agar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasikan dan diagresiasikan oleh BPD dan lembaga masyarakat lainnya.
Badan Permusyawaratan Desa merupakan perubahan nama dari Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini. Perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004 pasal 209). Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping mejalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari masyarakat.
Sehubungan dengan fungsinya menetapkan peraturan desa maka BPD bersama-sama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan desa sesuai dengan aspirasi yang datang dari masyarakat, namun tidak semua aspirasi dari masyarakat dapat ditetapkan dalam bentuk peraturan desa tapi harus melalui berbagai proses sebagai berikut :

1) Artikulasi adalah penyerapan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh
BPD.
2) Agresi adalah proses megumpulkan, mengkaji dan membuat prioritas
aspirasi yang akan dirumuskan menjadi Peraturan Desa.
3) Formulasi adalah proses perumusan Rancangan Peraturan Desa yang dilakukan oleh BPD dan/atau oleh Pemerintah Desa.
4) Konsultasi adalah proses dialog bersama antara Pemerintah Desa dan
BPD dengan masyarakat .
Dari berbagai proses tersebut kemudian barulah suatu peraturan desa dapat ditetapkan, hal ini dilakukan agar peraturan yang ditetapkan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
Adapun materi yang diatur dalam peraturan desa harus memperhatikan dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang ada seperti :
a. Landasan hukum materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa mempunyai landasan hokum;
b. Landasan filosofis materi yang diatur, agar peraturan desa yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai hakiki yang dianut ditengah-tengah masyarakat.
c. Landasan kultural materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang diterbitkan oleh Pemerintah Desatidak bertentang dan nilai-nilai yang hidup ditengah-tengah masyarakat;
d. Landasan politis materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.
Materi muatan peraturan perundang-undangan harus mengandung azas pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhineka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD. Masa jabatan anggota BPD adalah 6(enam) tahun dan dapat dipilh lagi untuk 1(satu) kali masa jabatan berikutnya. Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPD diatur dalam Peraturan Daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Adapun jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jumlah penduduk desa sampai dengan 1.500 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 5 (lima) orang.
b. Jumlah penduduk desa antara 1.501 sampai dengan 2.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 7 (tujuh) orang.
c. Jumlah penduduk desa antara 2.001 sampai dengan 2.500 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 9 (Sembilan) orang.
d. Jumlah penduduk desa antara 2.501 sampai dengan 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 11 (sebelas) orang.
e. Jumlah penduduk lebih dari 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 13 (tiga belas) orang.
BPD sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila berkedudukan sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Desa.Terdapat beberapa jenis hubungan antara pemerintah desa dan Badan Perwakilan Desa. Pertama, hubungan dominasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak pertama menguasai pihak kedua. Kedua, hubungan subordinasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak kedua menguasai pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak pertama. Ketiga, hubungan kemitraan artinya pihak pertama dan kedua selevel dimana mereka bertumpu pada kepercayaan, kerjasama dan saling menghargai.

BAB III
METODE PENELITIAN
Menurut Kartini Kartono, metodologi berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti jalan sampai, meta dan hodos berarti jalan. Metodologi penelitian ialah cara-cara berpikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai suatu tujuan penelitian. Penelitian merupakan suatu sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan baik dari segi teoritis maupun praktis. Penelitian merupakan suatu bagian pokok dari ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk lebih mendalami segi kehidupan.
Metode penelitian hukum mempunyai ciri-ciri tertentu yang merupakan identitasnya, karena ilmu hukum dapat dibedakan dari ilmu-ilmu pengetahuan lain. Besar kemungkinan bahwa para ilmuwan dari ilmu-ilmu tertentu dari luar ilmu hukum menganggap penelitian hukum bukan merupakan suatu penelitian yang bersifat ilmiah. Penelitian selalu menggunakan beberapa metode yang bertujuan untuk mencari kebenaran obyektif terhadap permasalahan yang diteliti.
Proses dalam melaksanakan penelitian merupakan hal yang penting untuk mengetahui permasalahan yang terjadi, selanjutnya dapat berkembang menjadi suatu gagasan teori baru yang merupakan proses yang tidak ada habisnya. Metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini adalah :
A. Metode Pendekatan
Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang hanya dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang bersifat hukum dan disebut juga penelitian kepustakaan.Yuridis normatif yang juga disebut penelitian hukum yang doktrinal biasanya hanya dipergunakan sumber-sumber data sekunder saja, yaitu peraturan perundangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan pendapat para sarjana hukum terkemuka.
B. Jenis Penelitian
a. Studi Kepustakaan
Melalui studi pustaka, penulis mempelajari, mengolah dan menelaah bahan-bahan hukum, baik literatur maupun perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini guna mendapatkan landasan teori yang akan digunakan untuk membahas permasalahan.
b. Wawancara / Interview
Wawancara / Interview adalah suatu proses interaksi dan komunikasi, yaitu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung kepada responden. Penelitian ini menggunakan metode wawancara terarah yaitu peneliti menggunakan daftar pertanyaan yang bersifat terbuka. Metode ini diharapkan responden dapat menanggapi pertanyaan peneliti berdasarkan pendapat dan pengetahuannya secara relevan dalam ruang lingkup permasalahan yang diteliti diperoleh data yang akurat dari pertanyaan yang diajukan.

C. Data Dan Cara Penelitian
a. Data Penelitian
Data penelitan memerlukan sumber-sumber penelitian yang disebut bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun sekunder. Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Adapun pengertian dari data primer dan data sekunder adalah sebagai berikut :
a. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari hasil penelitian di lapangan (Field Research). Penelitian lapangan ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Data sekunder, di peroleh dari penelitian kepustakaan dengan cara mengadakan penelitian terhadap bahan hukum. Bahan hukum yang di teliti dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, dalam penelitian ini bahan hukum primer berupa :
a) UUD 1945 sebagai Sumber Utama
b) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
c) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, literatur,dan artikel yang berhubungan dengan penelitian ini.
b.Cara Penelitian
Spesifikasi dalam penelitian ini ialah deskriptif analisis, yaitu dengan mendeskripsikan secara sistematis, faktual, akurat terhadap suatu obyek yang ditetapkan untuk menemukan sifat-sifat, karateristik-karateristik serta faktor-faktor tertentu, di mulai dari faktor dan teori yang umum yang dipublikasikan terhadap data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan, dan kemudian dianalisis dalam bentuk laporan penelitian.
D. Metode Analisis Data
Data yang di peroleh dari penelitian baik data primer maupun sekunder, selanjutnya diolah dan dianalisa dengan analisa kualitatif yang dilaksanakan melalui tahapan-tahapan pengumpulan data dan mengklasifikasikan. Analisa kualitatif adalah suatu tata cara penulisan yang menghasilkan data deskriptif analitif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan juga perilaku yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
Semua data baik data yang diperoleh dari lapangan maupun yang diperoleh dari kepustakaan kemudian disusun dan diolah secara sistematis untuk dianalisa dan hasil analisa tersebut akan dilaporkan dalam bentuk skripsi.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Desa Danurejo Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang
1.Kondisi geografis
Secara umum pembagian wilayah di Indonesia mulai dari Provinsi.Kemudian Provinsi ini Terdiri dari banyak Kabupaten atau Kota,selanjutnya dibawahnya merupakan pemerintahan tingkat Kecamatan.Barulah dalam kecamatan ini berisikan banyak Desa.Dalam Pemerintahan Kota berbeda dengan pemerintahan kabupaten dalam menggunakan istilah.Di kota disebut dengan Kelurahan sedangkan di Kabupaten disebut dengan Desa.
Desa Danurejo adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah.Desa Danurejo memiliki wilayah seluas 264.52 Ha/M2 dengan batas batas yaitu sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sumberrejo yang masih juga dalam cakupan wilayah Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Donorojo yang merupakan wilayah Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tampir Kulon yang merupakan cakupan wilayah Kecamatan Candimulyo
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bondowoso Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang
Perlu diketahui bahwa desa ini dapat dengan mudah dijangkau karena desa Danurejo dilewati oleh jalan raya Jogja Magelang yang membelah wilayah desa menjadi (2) dua bagian yaitu wilayah yang lebih kecil di timur dan wilayah yang lebih besar di bagian baratnya.Desa Danurejo begitu mudahnya dijangkau dari kota Magelang dan Kota Mungkid sebagai ibukota Kabupaten Magelang.Untuk menuju Kota Magelang Dari Desa Danurejo hanya dibutuhkan sekitar 20 menit melewati Jalan Raya Jogja Magelang ke arah Utara,dan untuk menuju ke ibukota kabupaten atau Kota Mungkid dibutuhkan waktu yang lebih banyak sekitar 30 menit dari kawasan Desa Danurejo untuk mencapainya karena kondisi yang relatif lebih jauh melewati Jalan raya Jogja Magelang ke arah selatan kemudian belok kiri memasuki Jalan Letnan Tukiyat.Jalan Letnan Tukiyat ini semenjak tahun 2012 hingga kini diganti nama jalannya menjadi Jalan Soekarno-Hatta
Desa Danurejo secara geografis berada dikawasan dataran tinggi.Desa ini dikatergorikan menjadi dua wilayah karena wilayah Desa ini terbelah oleh Jalan Provinsi Jalan Raya Jogja Magelang sehingga Desa Danurejo berada di wilayah Timur dan Barat.Desa Danurejo merupakan Daerah Sub-Urban karena pertumbuhan penduduk.Desa ini banyak ditinggali Petani,Buruh Tani di Kampung dan banyak ditinggali PNS serta pensuinan TNI/Polri di kawasan perumahan yang juga merupakan kawasan para Pekerja Swasta dan Wiraswasta.Selain Petani dan Buruh tani yang tinggal di perkampungan ada salah satu kampung yang terkenal akan pengolahan kulit sapi menjadi kerupuk rambak sapi yang merupakan pekerjaan turun termurun. Persawahan dan pepohonan masih banyak tumbuh di wilayah ini meskipun perumahan perumahan dan ruko ruko mulai menjamur karena Desa Danurejo merupakan wilayah yang cukup strategis karena letaknya yang terbelah oleh Jalan Provinsi Jogja –Magelang.
Berikut adalah luas wilayah menurut penggunaan:
a. Luas wilayah
URAIAN LUAS SATUAN
Luas Pemukiman 186.17 Ha/m2
Luas Persawahan 31.10 Ha/m2
Luas Perkebunan 11.50 Ha/m2
Luas Kuburan 6.25 Ha/m2
Luas Pekarangan 29.50 Ha/m2
Luas Taman – Ha/m2
Perkantoran 3.30 Ha/m2
Luas Prasarana Umum Lainnya – Ha/m2
Total Luas 264.52 Ha/m2
*Profil Desa Danurejo
Dari tabel diatas diketahui bahwa luas wilayah menurut penggunaan di dominasi oleh pemukiman.Desa Danurejo merupakan wilayah yang nyaman untuk kawasan pemukiman,berdasarkan pengamatan penulis,banyak wilayah perkampungan dengan tanah yang luas kini hendak dibangun perumahan serta kavling.Sehingga kampung kampung kini bersebelahan dengan perumahan yang berjajar rapi,perumahan ini ada yang masih dalam proses pembangunan,ada yang sudah dihuni bahkan di salah satu komplek perumahan kini telah lengkap dengan pertokoan yang memang letaknya strategis untuk kegiatan ekonomi.

b. Tanah Sawah
URAIAN LUAS SATUAN
Sawah Irigasi Teknis 114.97 Ha/m2
Sawah Irigasi ½ Teknis 11.94 Ha/m2
Sawah Tadah Hujan 5.61 Ha/m2
Total Luas 132.01 Ha/m2
*Profil Desa Danurejo

Sawah di desa Danurejo terbilang luas mengingat luasnya yang hampir sama dengan kawasan pemukiman.Hal ini di dukung dengan saluran irigasi buatan yang telah diatur dengan sedemikian rupa hingga dapat kita ketahui bahwa di dalam tabel diatas sawah irigasi teknis yang mendominasi luas persawahan yang ada di desa Danurejo.Bukan hanya saluran irigasi buatan yang melewati persawahan ini,tetapi didukung juga dengan adanya beberapa sungai-sungai alami kecil yang luasnya hanya sekitar satu setengah meter hanya nampak seperti parit.

c. Tanah Kering
URAIAN LUAS SATUAN
Tegal/Ladang 50.36 Ha/m2
Pemukiman 186.17 Ha/m2
Pekarangan 29.50 Ha/m2
Total Luas 266.03 Ha/m2
*Profil Desa Danurejo

Karena tidak semua bidang tanah di desa ini rata maka tidak kesemuanya dijadikan pemukiman,ada kawasan yang tidak di huni tetapi masih tetap digunakan untuk ladang.Untuk kawasan dengan daerah agak tinggi yang tidak tercapai oleh saluran irigasi maupun sungai kecil umumnya dipergunakan untuk makam.Sehingga makam umumnya dikelilingi oleh tegalan atau ladang,akses jalan menuju makam hanya jalan setapak menyusuri ladang,karena memang daerah seperti ini jarang dilewati warga untuk beraktifitas sehari-hari.

d. Tanah Untuk Fasilitas Umum
URAIAN LUAS SATUAN
Jalan 11.70 Ha/m2
Perkantoran Pemerintah 3.30 Ha/m2
Lapangan Olahraga 0.11 Ha/m2
Bangunan Sekolah 2.55 Ha/m2
Sutet/Tegangan Listrik 0.25 Ha/m2
Pertokoan 0.76 Ha/m2
Fasilitas Pasar 0.96 Ha/m2
Total Luas 19.60 Ha/m2
*Profil Desa Danurejo

Selain jalan,perkantoran pemerintah,lapangan sepak bola dan beberapa bangunan sekolah,desa Danurejo memiliki pasar desa yang telah berdiri sejak lama dan hingga kini masih ramai mengingat pasar desa yang letaknya di tepi Jalan Jogja-Magelang dan bersinggungan dengan jalan desa Danurejo.Maka dari itu pasar ini dapat dengan mudah dijangkau walaupun hanya dengan berjalan kaki.

e. Curah Hujan dan lainnya

URAIAN JUMLAH/NILAI SATUAN
Curah Hujan 400 mm
Jumlah Bulan Hujan 6 Bulan
Kelembapan 60 %
Suhu Rata Rata Harian 36 Celcius
Tinggi Tempat Daeri Permukaan laut 343 M dpl
*Profil Desa Danurejo Tahun 2015

Seperti pada umumnya cuaca di daerah-daerah lain di Indonesia yang merupakan negara ber ikllim tropis serta memiliki dua (2) musim,rata rata musim hujan berlangsung selama 6 bulan dengan suhu rata rata 36 derajat celcius dan kelembapan air 60% atau dapat dikatakan bahwa suhu di desa Danurejo tidak begitu panas seperti yang telah di tuliskan pada tabel diatas.

2.Kondisi Administratif

Sedangkan secara administratif,Desa Danurejo dibagi menjadi 11 Dusun / 13 RW,dengan pembagian sebagai berikut:
1. RW.01 Dusun Karang Daleman : terdiri dari 2 RT
2. RW.02 Dusun Bandungsari : terdiri dari 4 RT
3. RW.03 Dusun Japunan : terdiri dari 7 RT
4. RW.04 Dusun Mungkidan : terdiri dari 3 RT
5. RW.05 Dusun Telukan : terdiri dari 3 RT
6. RW.06 Dusun Brontokan : terdiri dari 4 RT
7. RW.07 Dusun Sabrangan : terdiri dari 3 RT
8. RW.08 Dusun Cebongan Lor : terdiri dari 3 RT
9. RW.09 Dusun Candran : terdiri dari 5 RT
10.RW.10 Dusun Pranan : terdiri dari 2 RT
11.RW.11 Dusun Brajan : terdiri dari 3 RT
12.RW.12 Perum Pondok Rejo Asri : terdiri dari 5 RT
13.RW.13 Perum Pondok Rejo Asri : terdiri dari 3 RT
*Berdasar Profil Desa Danurejo Tahun 2015

3.Perekonomian
Desa Danurejo ini mudah dijangkau dengan sarana transportasi umum karena wilayahnya yang termasuk dalam wilayah perkotaan menjadikan desa ini sangat strategis.Letak ini pula yang membuat desa ini diminati oleh pelaku industri untuk dijadikan tempat produksi usahanya karena letaknya mudah untuk memasarkan dan akses yang dekat dengan kota memudahkan para pelaku usaha untuk mencari bahan baku usahanya.Selain itu,desa Danurejo juga telah memiliki Pasar Desa yang menjadi salah satu sentra perekonomiannya.Meskipun belum berjalan optimal,pasar ini mempunyai potensi besar untuk terus dikembangkan.Ditambah lagi beberapa tahun kedepan,wilayah desa Danurejo menjadi bagian dari pengembangan wisata produksi dengan produksi andalannya yaitu pengolahan rambak kulit sapi,kecambah dan ada juga unit usaha kecil lainnya.Pasar desa Danurejo ini dikelola oleh desa Danurejo sendiri.Ketua pengelolanya adalah Bapak Ronnei Suharto yang juga merupakan ketua BPD desa Danurejo periode 2007-2013,beliau ditunjuk dan dipercaya oleh Kepala desa Danurejo Bapak Eko Prasetyo,S.E untuk menjabat menjadi ketua pengurus pasar desa Danurejo yang menjabat dari tahun 2007 hingga 2016,tetapi pada akhirnya Bapak Ronnei Suharto mengundurkan diri sebagai ketua pengurus pasar desa Danurejo pada tahun 2014.Selanjutnya kepengurusan pasar desa Danurejo ini dilanjutkan oleh Bapak Pujianto,beliau merupakan sekretaris BPD desa Danurejo periode 2007-2013.Bangunan toko di pasar Danurejo ini statusnya Hak Guna Bangunan,jadi bangunan dan tanah tetap milik Desa Danurejo.

4.Kemasyarakatan
Desa Danurejo ini kaya akan kegiatan kemasyarakatan,mulai dari tingkat RT hingga tingkat Desa.Berbagai organisasi kemasyarakatan tumbuh subur dan menjadi perekat bagi kehidupan komunitas masyarakat Danurejo.Organisasi tersebut berkembang dalam berbagai bentuk,mulai dari organisasi formal hingga informal.Sebagai contoh di RT 1 RW 13 Perum Pondok Rejo Asri tempat dimana penulis bertempat tinggal,ada organisasi kepemudaan yang aktif hingga sekarang yang bergerak di banyak bidang di tingkat RT yang dalam hal ini RT 1 RW 13 antara lain tadarus apabila ramadhan,sebagai panitia tujuhbelasan dan tirakatan,nyinom atau membantu acara penting apabila salahsatu warga di RT 1 melaksanakan hajatan dan lain lain.
5.Orbitasi
URAIAN Nilai Satuan
Jarak ke Kantor Kecamatan 2 Km
Jarak tempuh ke Kantor Kecamatan dengan kendaraan bermotor 7 Menit
Jarak ke Ibukota Kabupaten /Kota Mungkid 7 Km
Lama jarak tempuh ke Ibukota Kabupaten dengan kendaran bermotor 20 Menit
Jarak ke Ibukota Provinsi 90 Km
Lama jarak tempuh ke Ibukota Provinsi dengan kendaraan bermotor 3.5 Jam
*Profil Desa Danurejo Tahun 2015

6.Potensi Sumberdaya Manusia
a.Jumlah penduduk
URAIAN JUMLAH SATUAN
Jumlah Laki laki 3.264 orang
Jumlah Perempuan 3.511 orang
Jumlah Total 6.775 orang
Jumlah Kepala Keluarga 2.177 KK
*Profil Desa Danurejo Tahun 2015

b.Usia
USIA L P USIA L P
0-12 bulan 16 19 Orang 39 55 59 Orang
1 tahun 29 36 Orang 40 63 67 Orang
2 32 38 Orang 41 47 49 Orang
3 36 39 Orang 42 51 49 Orang
4 48 53 Orang 43 44 39 Orang
5 47 59 Orang 44 69 73 Orang
6 36 45 Orang 45 49 43 Orang
7 38 44 Orang 46 43 53 Orang
8 35 49 Orang 47 65 75 Orang
9 44 58 Orang 48 61 62 Orang
10 34 48 Orang 49 65 68 Orang
11 47 36 Orang 50 62 67 Orang
12 49 57 Orang 51 69 78 Orang
13 41 48 Orang 52 67 74 Orang
14 43 48 Orang 53 68 67 Orang
15 51 61 Orang 54 59 65 Orang
16 44 46 Orang 55 63 69 Orang
17 53 61 Orang 56 53 55 Orang
18 47 53 Orang 57 52 56 Orang
19 46 49 Orang 58 44 54 Orang
20 59 41 Orang 59 49 53 Orang
21 37 41 Orang 60 23 27 Orang
22 45 36 Orang 61 12 18 Orang
23 44 51 Orang 62 16 19 Orang
24 57 52 Orang 63 21 24 Orang
25 41 42 Orang 64 24 31 Orang
26 52 55 Orang 65 26 25 Orang
27 51 55 Orang 66 21 25 Orang
28 47 53 Orang 67 23 29 Orang
29 62 66 Orang 68 19 17 Orang
30 63 63 Orang 69 21 23 Orang
31 48 49 Orang 70 22 23 Orang
32 73 67 Orang 71 12 7 Orang
33 55 60 Orang 72 4 10 Orang
34 43 64 Orang 73 8 8 Orang
35 38 33 Orang 74 11 10 Orang
36 49 47 Orang 75 6 10 Orang
37 57 55 Orang Lebih 75 12 15 Orang
*Profil Desa Danurejo Tahun 2015

c.Pendidikan
TINGKATAN PENDIDIKAN LAKI LAKI PEREMPUAN
Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK 12 25
Usia 3-6 tahun yang baru masuk TK/Playgroup 155 171
Usia 7-18 tahun yang tidak pernah sekolah 0 0
Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah 480 562
Usia 18-56 tahun yang tidak pernah sekolah 5 7
Usia 18-56 tahun yang pernah SD tapi tidak tamat 65 76
Tamat SD/sederajat 382 372
Jumlah usia 12-56 tahun tidak tamat SMP 115 118
Jumlah usia 18-56 tahun tidak tamat SMA 230 236
Tamat SMP/sederajat 436 442
Tamat SMA /sederajat 442 448
Tamat D1/sederajat 31 42
Tamat D2/sederajat 45 56
Tamat D3/sederajat 186 198
Tamat S1/sederajat 163 175
Tamat S2/sederajat 15 12
Tamat S3/sederajat 0 0
Tamat SLB A 0 0
Tamat SLB B 0 0
Tamat SLB C 0 0
Total tamat SLB 0 0
Jumlah 2.762 2.940

d.Mata Pencaharian

Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan
Petani 157 66
Buruh Tani 133 101
Buruh migran Perempuan 0 0
Buruh migran Laki laki 0 0
Pegawai Negeri Sipil 108 45
Pengrajin industri rumah tangga 0 0
Pedagang keliling 15 12
Peternak 29 0
Nelayan 0 0
Montir 35 0
Dokter Swasta 0 1
Bidan Swasta 0 3
Perawat Swasta 2 4
Pembantu rumah tangga 0 18
TNI 17 0
POLRI 23 0
Pensiunan TNI/POLRI/PNS 36 41
Pengusaha kecil menengah 15 25
Pengacara 0 0
Notaris 1 0
Dukun kampung terlatih 5 2
Jasa pengobatan alternatif 2 0
Dosen swasta 5 1
Pengusaha besar 0 0
Arsitektur 5 0
Seniman/Artis 0 0
Karyawan perusahaan swasta 123 85

B. Pelaksanaan Kedudukan,Fungsi Serta Wewenang BPD Desa Danurejo Periode 2007-2013
a.BPD Desa Danurejo Periode 2007-2013
Pemerintahan Desa adalah pemerintahan yang dijalankan bersama sama antara BPD dengan pemerintahan desa yang terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Dalam UU No.32 TH 2004,Pemerintahan Desa Pasal 202 menyatakan
(1) Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa
(2) Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan perangkat Desa lainnya
(3) Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di isi Pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan
Masa bakti anggota BPD Desa Danurejo adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya dan kemudian bisa dipilih kembali untuk jabatan berikutnya.Hal ini sesuai dengan UU No.32 TH 2004 Pasal 210 ayat (3) Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali jabatan berikutnya.PP No 72 Th 2005 tentang Desa Pasal 29 ayat (3) Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat diusulkan kembali satu kali masa jabatannya.Kemudian dalam Pasal 11 Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No 13 Th.2006 Tentang BPD yang menyatakan bahwa Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat diusulkan untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Untuk proses pembentukan anggota BPD Desa Danurejo melalui beberapa proses yaitu proses perencanaan,pencalonan,dan proses pemilihan.Pertama adalah proses perencanaan,dalam tahap perencanaan ini dilakukan oleh aparat desa sebagai inisiator.Warga yang diwakili oleh Seluruh tokoh masyarakat,RT dan RW.Musyawarah yang dilakukan oleh aparat desa inilah yang akan menjadi langkah awal dari pembentukan BPD.Setelah sampai ke tingkat rapat musyawarah bersama Kepala Desa,maka dibentuklah panitia pemilihan yang terdiri dari unsur pemerintahan desa dan para pemuka masyarakat sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No.13 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Daerah yang tercantum dalam Pasal 13:
(1) Anggota BPD ditetaapkan dengan cara musyawarah dan mufakaat
(2) Peserta Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Terdiri dari Ketua Rukun Tetangga,Ketua Rukun Warga,Golongan Profesi,Pemuka Agama,dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya
Panitia Pemilihan ini dibentuk melaui proses rapat desa yang dihadiri oleh pemerintah desa,lembaga desa,tokoh masyarakat,dan oleh seluruh ketua RT/RW di Desa Danurejo.Kemudian setelah terbentuk panitia pemilihan,segera panitia pemilihan ini menyusun rencana kerja operasional yang dituangkan dalam bentuk rencana anggaran,pembagian,dan prosedur kerja yang berisi hal antara lain,menyusun jadwal pemilihan anggota BPD,mengusulkan biaya pemilihan,mengadakan penjaringan bakal calon melalui RT/RW,mengadakan seleksi administrasi,membuat daftar pemilih,menetapkan dan mengumumkan bakal calon pada masyarakat,melaksanakan pemilihan,membuat berita acara dan kemudian melaporkan hasil pemilihan anggota BPD kepada Kepala Desa.
Kemudian yang kedua adalah proses pencalonan,dalam Peraturan daerah Kabupaten Magelang No.13 Tahun 2006 pasal 12 mengatur tentang syarat untuk dapat menjadi angota BPD.Calon calon yang diajukan dari kalangan adat,agama,organisasi sosial politik,golongan profesi,dan atau unsur pemuka masyarakat lainnya.Hal ini merujuk pada Pasal 15 Perda Kabupaten Magelang No.13 Tahuin 2006 dan untuk Desa Danurejo yang menjadi BPD berjumlah 11 orang.
Selanjutnya adalah proses pemilihan,dalam proses pemilihan anggota BPD di Desa Danurejo dilaksanakan secara musyawarah dan dan mufakat.Pemilihannya dilakukan oleh panitia pemilihan yang berkewajiban melaksanakan rapat pemungutan suara,mengadakan pengitungan suara dan melengkapinya dengan membuat berita acara.Penetapan calon yang telah terpillih menjadi anggota BPD dilaporkan kepada Kepala Desa untuk kemudian dimintakan pengesahan oleh Bupati Magelang.Setelah para anggota BPD sah menjabat mereka mempunyai kedudukan fungsi dan wewenang yang telah diatur dalam Undang undang,antara lain:
1.UU NO 32 TH 2004 Tentang Pemerintahan daerah,bagian ketiga,Badan Permusyawaratan Desa,
-Pasal 209 Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa,menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
2.PP No.72 Th 2005 Tentang Desa,
-Pasal 34 BPD Berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa,menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
-Pasal 35 BPD mempunyai wewenang
a.membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala desa
b.Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan Kepala Desa
c.Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
d.Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
e.Menggali,menampung,menghimpun,merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat
f.Menyusun tata tertib BPD
3.Peraturan Daerah Kabupaten Magelang No 13 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa Bab II Kedudukan,Fungsi ,Wewenang
-Pasal 2 BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa
-Pasal 3 BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa,menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
-Pasal 4 BPD mempunyai Tugas dan wewenang:
a.Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa
b.Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan Kepala Desa
cmengusulkan pengangkatan Dan pemberhentian Kepala Desa
d.Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
e.Menggali ,menampung,menghimpun merumuskan dan menyalurkan aspirasimasyarakat dan,
f.Menyusun tata tertib BPD

Untuk Desa Danurejo Mertoyudan Kabupaten Magelang anggota BPD nya berjumlah 11 (sebelas) orang dan berikut adalah BPD Desa Danurejo periode tahun 2007-2013:
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DANUREJO 2007-2013
No Nama Jabatan Alamat Pendidikan
1 Ronnei Suharto Ketua BPD Candran SMA
2 Rame Raharjo Wakil BPD Japunan SMA
3 Pujianto Sekretaris Pondok Rejo Asri SMA
4 Wardoyo Anggota Karang Daleman SMA
5 Slamet Pranyoto Anggota Mungkidan SMA
6 Slamet Harun Anggota Telukan SMA
7 Marsudi Anggota Brontokan SMA
8 Setro Santoso Anggota Sabrangan SMA
9 Asmui Kholik Anggota Cebongan Lor SMA
10 Yusuf Setiawan Anggota Pranan SMA
11 Subur Anggota Brajan SMA
*Sumber wawancara oleh kepala desa Danurejo Eko Prasetyo,S.E
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah anggota BPD desa Danurejo berjumlah sebelas (11) orang.Dan diketahui bahwa pendidikan anggota BPD desa Danurejo semuanya adalah berpendidikan SLTA.Dilihat dari tingkat pendidikan anggota BPD desa Danurejo sama.
Selain pendidikan,pengalaman dalam berorganisasi semasa hidupnya juga sangat berperan dalam kinerja seseorang.Memang semua anggota BPD desa Danurejo ini adalah berlatar pendidikan SLTA tetapi mereka semua telah berpengalaman berorganisasi.Seperti bapak Ronnei Suharto merupakan seorang tokoh masyarakat disegani oleh masyarakat desa Danurejo sehingga beliau selalu terlibat dalam setiap musyawarah desa,urusan takmir masjid,perkumpulan remaja,dan lain lain.Beliau banyak terlibat dalam musyawarah desa sejak dulu,secara tidak langsung beliau sudah tau seluk beluk yang ada di desa ini.
Dalam pemerintahan desa BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra kerja pemerintah desa.Pengertian sejajar disini adalah bahwa kedudukan BPD tidak lebih rendah atau tidak lebih tinggi dan merupakan bagian dari pemerintahan desa.BPD dan Kepala desa harus saling bantu membatu saling menghormati untuk mewujudkan pemerintahan desa yang yang baik.Di dalam susunan pemerintahan desa BPD sejajar dengan kepala desa dan dibawahnya masih ada bagian bagian lain yang mempunyai bidang urusan berbeda beda antara satu dengan yang lain.Berikut merupakan bagan susunan pemerintahan desa Danurejo tahun 2007-2013:

Struktur Organisasi Pemerintah Desa Danurejo 2007-2013

*Hasil wawancara oleh Kepala Desa Danurejo Eko Prasetyo,S.E

Dari bagan diatas dapat kita lihat bahwa BPD berkedudukan sejajar dengan Kepala desa.Kemudian dibawahnya ada Sekretaris desa atau Sekdes,ada kasi pembangunan,kasi pemerintahan,kasi kesra.Dan selanjutnya di bawahnya lagi ada kaur keuangan dan kaur umum yang kesemuanya dibentuk untuk melakukan sesuai tugasnya masing masing.Menurut penjelasan Bapak Eko Prasetyo,S.E para pengisi jabatan kasi dan kaur ini rata rata berlatar pendidikan SLTA atau kesemuanya sama.Dan mereka bukan hanya sebagai kaur dan kasi saja,mereka juga sebenarnya juga punya pekerjaan lainnya atau bisa dikatakan pekerjaan asli mereka ada yang pedagang ada yang pengusaha dan lain lain.
Dalam masa kerjanya selama periode 2007-2013 pemerintahan desa ini banyak menghasilkan rumusan peraturan maupun putusan putusan diantaranya sebagai berikut tersaji dalam tabel berikut ini:
DATA DAN PERATURAN DESA DANUREJO
NOMOR DAN TANGGAL PERATURAN DESA TENTANG URAIAN NOMOR DAN TANGGAL PERSETUJUAN BPD NOMOR DAN TANGGAL DILAPORKAN
188.4/08/Xx07 RAPERDES Pelepasan tanah pasar desa Danurejo yang terkena pelebaran jalan NO.20/BPD/2007
27oktober 2007 NO.188.4/08/x/07
11 oktober 2007
188.4/08/x/07 RAPERDES Pengadaan tanah pengganti pasar desa Danurejo NO.21/BPD/2007
27 0ktober 2007 NO/188.4/08/x/07
11 oktober 2007
188.4/42/vi/08 Raperdes APBDes Rancangan peraturan desa APBdes 04/BPD/vi/08
11 juni 2008 188.4/42/vi/08
16 juni 2008
*Sumber dari Buku Data Peraturan Desa Danurejo
Tabel diatas hanya sebagian kecil dari hasil kerja pemerintahan desa Danurejo tahun 2007-2013.Diantaranya menunjukkan laporan laporan dan rancangan suatu kegiatan.untuk lebih jelasnyadan lebih lengkap mengetahui data tentang hsil kerja pemerintah desa Danurejo tahun 2007-2013 dapat dilihat dilampiran yang tersedia di halaman belakang dengan judul Buku data dan peraturan desa.

C.Faktor Pendorong Dan Penghambat
Dalam pelaksanaan kerjanya BPD mempunyai beberapa faktor antaranya faktor pendorong dan penghambat.Faktor faktor tersebut antara lain:
a.Faktor pendorong
Faktor pendorong disini maksudnya adalah hal hal apa saja yang mempengaruhi lancar atau suksesnya BPD,Kepala desa dan keseluruhan Pemerintahan Desa dalam menjalankan perannya pada umumnya.dan berikut faktor pendorongnya antara lain adalah para anggota BPD diantaranya adalah tokoh masyarakat atau orang orang kepercayaan dan orang yang di segani oleh keseluruhan warga desa,sehingga para anggota BPD ini tau akan seluk beluk desa dan ini penting untuk menunjang suksesnya pemerintahan desa.Bukan hanya tokoh masyarakat,beberapa bagian di tubuh pemerintahan desa Danurejo ini juga merupakan warga desa yang juga sebagai warga biasa lainnya sehingga ada kedekatan antara warga lain dengan pada anggota BPD,Kasi dan Kaur.Pada dasarnya orang orang orang yang menjabat di pemerintahan desa ini sama halnya dengan warga lain atau dapat dikatakan bisa dengan mudah ditemui dan hal inilah yang membuat mereka dekat dengan warga satu sama lain.Atau bisa dikatakan karena satu sama lain hampir bertemu atau kontak setiap hari maka unsur kekeluargaan menjadi kental dan tumbuh subur di kalangan pemerintahaan desa,memang jarak rumah antar satu dengan yang lain tetapi para anggota pemerintahan ini dapat dengan mudah bertemu dan ditemukan,misal saat melakukan ronda malam,acara pengajian terlebih lagi ada acara besar yang diadakan masyarakat seperti khitan ,nikahan dan lain lain.
Bisa dikatakan karena faktor teknologi,pada masa sekarang hampir semua orang telah mempunyai telepon seluler atau handphone sehingga komunikasi jadi lebih mudah cepat dan efisien,ini menjadi salah satu faktor pendukung mudahnya berkomunikasi satu sama lain antar anggota pemerintahan desa.Selain mudahnya akses komunikasi juga akses jalan di desa Danurejo yang yang terbilang bagus dan dapat dilalui baik dengan berjalan kaki maupun kendaraan bermotor

b.Faktor Penghambat
Hambatan dalam menjalankan suatu pemerintahan pasti ada dan tidak bisa dihindari,berikut beberapa faktor penghambat yang secara tidak langsung mempengaruhi jalannya pemerintahan desa Danurejo periode 2007-2013 :
Kendala dalam pelaksanaan fungsi BPD desa Danurejo dari dalam adalah masalah sumber daya manusia (SDM) yang kurang mumpuni di bidang pemerintahan di dalam BPD.Salah satu contohnya adalah kurangnya rapi dalam penyusunan tabel monografi yang penulis lihat di kantor Kepala desa Danurejo,selain itu dampak dari rendahnya SDM anggota BPD desa Danurejo mereka belum membingkai semua aturan yang sudah menjadi kebiasaan di desa Danurejo dalam suatu wadah yang berbentuk Peraturan desa tertulis.Pada umumnya peraturan desa hanya berbentuk kesepakatan sederhana dan hanya ditulis di lembaran kecil saja.Memang kesepakatan atau peraturan desa ini nantinya di data dalam buku data peraturan desa,tapi hanya uraian singkat beserta nomor,tanggal keluar tanggal disetujui serta tanggal dilaporkan dan tidak ditulis secara rinci bagaimana isi dari laporan,kesepakatan atau peraturan desa yang telah disepakati.faktor pendidikan memang menjadi salah satu kendala dari penghambat proses pemerinrahan di desa Danurejo,Keseluruah anggota BPD berpendidikan setingkat SMA ini menjelaskan bahwa mereka sebenarnya tidak memliki ilmu tentang ketatanegaraan.Untuk mengatasi hal seperti ini dalam waktu dekat seharusnya dilakukan seminar,studi banding untukdapat bertukar ilmu dan menginspirasi satu sama lain.
Selain itu karena kedekatan antar anggota BPD dan anggota pemerintahan Desa,atau besarnya rasa kekeluargaan atau paseduluran,maka timbul hal hal yang menjadikan kurangnya professionalisme dalam melaksanakan tugasnya,salahsatunya adalah dalam hal pengawasan,Dalam hal ini faktor kedekatan satu sama lain juga mengurangi peran pengawasan yang menjadi salah satu tugas BPD.