Ibu Sehat Anak Lahir Dengan Selamat

IBU SEHAT ANAK LAHIR DENGAN SELAMAT

Oleh : Gigih Adetya Junaedi

Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat secara mandiri dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, peningkatan Sumber Daya Manusia dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan sedini mungkin, terutama sejak bayi masih dalam kandungan dan saat kelahiran harus dilakukan oleh seorang ibu yang disebut perawatan anterteral. Angka kematian bayi adalah salah satu indikator penting dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat. Keberhasilan pembengunan disuatu wilayah juga dapat dilihat dari angka kematian bayi dan angka harapan hidup.

Rata-rata angka kematian bayi pada periode 2003-2007 dikisaran 34 per 1000 kelahiran. Angka kematian bayi pada tahun 1990 tercatat masih mendekati 70 namun lima tahun kemudian tepatnya 1995 angka tersebut berkurang hingga menjadi sekitar 66 bayi tiap 1000 kelahiran. Penurunan tajam terjadi diperiode tahun 1997, dimana angka kematian bayi turun hingga dibawah 50 dan kembali mengalami penurunan yang signifikan tercapai di tahun 2003, sehingga rasio kematian bayi tiap 1000 kelahiran adalah 35 bayi (Badan Pusat Statistik, 2009). Berdasarkan 2 prediksi dari tim BPS-UNDP-Bapennas (2005) penurunan angka kematian bayi tidak berlangsung cepat, tetapi turun perlahan secara eksponensial. Berdasarkan pola ini, diperkirakan ditahun 2015 angka kematian bayi di Indonesia mencapai 21 kemaian bayi tiap 1000 kelahiran. Angka ini belum memenuhi target dari MDG’s yaitu sebesar 17 kematian bayi tiap 1000 kelahiran. Untuk itu pemerintah harus berupaya keras melelui berbagai program untuk menekan angka kematian bayi.

Penelitian tentang angka kematian bayi menyebutkan bahwa survey demografi di 40 negara memperlihatkan mekin tinggi tingkat pendidikan ibu, makin rendah angka kematian bayi. Bahkan seorang ibu yang menyelesaikan pendidikan dasar 6 tahun akan menurunkan angka kematian bayi secara signifikan dibandingkan dengan para ibu yang tidak tamat sekolah dasar. Pramasita (2005) menyimpulkan bahwa banyaknya trauma lahir dan persalinan yang ditolong oleh tonaga non medis sangat berpengaruh terhadap tingkat kematian bayi. Jayanti (2007) menyimpulkan bahwa bayi yang tidak diberi ASI, wanita yang tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD/MI, persalinan yang menggunakan tenaga non medis, wanita yang berkeluarga dibawah umur 17 tahun dan penduduk golongan sosial ekonomi menengah kebawah sangat mempengaruhi tingkat kematian bayi. Winarno (2009) menyimpulkan bahwa persentase penolong persalinan oleh tenaga non medis dan rata-rata lama pemberian ASI eksklusif mempengaruhi angka kematian bayi. Ardiyanti (2009) menyatakan bahwa jumlah sarana kesehatan, persentase persalinan yang dilakukan dengan bantuan non medis, rata-rata jumlah pengeluaran rumah tangga, rata-rata lama pemberian ASI dan persentase rumah tangga yang memiliki air bersih mempengaruhi angka kematian bayi. Hasil Survey Sosial Ekonomi (SUSENAS) tahun 2004 menyebutkan beberapa indikator kesehatan bayi yaitu penolong kelahiran dan pemberian ASI dan menyatakan bahwa jumlah kematian bayi yaitu penolong kelahiran dan pemberian ASI dan menyatakan bahwa jumlah kematian bayi disuatu wilayah dapat disebabkan oleh banyak faktor, misalnya gizi buruk serta rendahnya kualitas lingkungan tempat tinggal.

Dalam Millenium Development Goals (MDG’s) atau tujuan pembangunan millenium terjadi beberapa tantangan,antara lain:

Sebab kematian pada anak

Tiga penyebab utama kematian bayi adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi perinatal dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75% kematian bayi. Pola penyebab utama kematian balita juga hamper sama yaitu penyakit saluran pernafasan, diare, penyakit syaraf-termassuk meningitis dan encephalitis-dan tifus.

Kesehatan neonatal dan maternal

Tingginya kematian anak pada usia hingga satu tahun, menunjukkan masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir; rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak; serta perilaku ibu hamil dan keluarganya serta maasyarakat yang belum mendukung perilaku hidup bersih dan sehat.

Perlindungan dan pelayanan kesehatan

Bagi golongan miskin dan kelompok rentan di pedesaan dan wilayah terpencil, serta kantong-kantong kemiskinan didaerah perkotaan, merupakan salah satu strategi kunci untuk menurunkan angka kematian anak. Angka kematian bayi pada kelompok termiskin adalah 61 per 1000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi daripada golongan terkaya sebesar 17 per 1000 kelahiran hidup. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian balita dan bayi seperti infeksi saluran pernafasan akut, diare dan tetanus, lebih sering terjadi pada kelompok miskin. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin ini terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan karena kendala biaya (cost barrier), geografis dan transportasi.

Penerapan desentralisasi kesehatan

Menjadi tantangan yang cukup berat bagi pelayanan kesehatan secara umum karena pembagian tugas dan wewenang di bidang kesehatan yang belum sepenuhnya dipahami. Selain perlunya intervensi yang cost-effective, kerjasama lintas sektor bagi upaya penanggulangan kemiskinan akan sangat berperan dalam peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak secara umum.

Adapun upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yaitu menganggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, medorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, serta membangun kemitraan global dalam pmebanganan.

Kebijakan dan program pemerintah dalam mengatasi penurunan angka kematian bayi dan balita merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan kesehatan dalam Program Pembangunan Nasional 2001-2004. Upaya nyata penurunan kematian anak pada masa krisis telah dilakukan melalui Jaring Pengaman Sosial dan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan-bahan Minyak, yaitu denngan memberikan akses pelayanan kesehatan gratis bagimasyarakat miskin meliputi pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kebidanan dasar, pelayanan perbaikan gizi, revitalisasi pos pelayanan terpadu (posyandu), pemberantasan penyakit menular, dan revitalisasi kewaspadaan pangan dan gizi.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, maka upaya peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan dilanjutkan dan lebih ditingkatkan melalui upaya pemeliharaan kesehatan penduduk miskin dengan sistem jaminan/ asuransi kesehatan yang preminya dibayar oleh pemerintah. Dengan sistem ini, sekitar 36,1 juta penduduk miskin dapat memenfaatkan pelayanan di puskesmas dan jaringannya seperti puskesmas pembantu dan bidan di desa, serta pelayanan di kelas III rumah sakit secara gratis.