HAMA MANGROVE

HAMA  MANGROVE

Salah satu penyebab rusaknya ekosistem mangrove atau tanaman bakau adalah akibat dari serangan hama, biota yang dominan ditemukan sebagai hama tersebut adalah teritip dan ulat kantung. Ulat kantung biasanya menyerang mangrove dengan cara memakan daun pada permukaan bawah daun. Gejala serangan ialah daun menjadi berlubang dan tahap selanjutnya daun menjadi menguning, kering dan akhirnya rontok/gugur (Kalshoven, 1981).

Serangan hama paling banyak menyerang pada ekosistem mangrove tingkat semai. Serangan hama ini biasa mengakibatkan kematian pada tanaman mangrove. Dari hasil penelitian Ozaki et al., (1999) tentang hama yang paling banyak menyerang pada tanaman mangrove di Indonesia yaitu Aulacaspis marina, hama ini termasuk kedalam Ordo Homoptera dan Famili Coccoidea (Meilin et al.,2009).

Pengendalian hama secara intensif sangat diperlukan sejak penanaman sampai umur di bawah 1 tahun, seperti halnya hama kepiting/ketam sangat suka menyerang tanaman mangrove sebelum usia 1 tahun sehingga persentase matinya tanaman muda tinggi yang disebabkan oleh hama ini. Kepiting memakan buah mangrove terutama yang masih muda secara melingkar hingga putus sehingga suplai makanan terputus akibatnya lama-kelamaan bibit mangrove mati. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah penanaman tanaman yang rapat, penanaman dua benih dalam satu lubang, dan bibit/benih yang dibungkus dengan bambu, sehingga hama sulit untuk menyerang tanaman (Wibisono et al., 2006)

Selain itu juga ada hama mangrove lainnya seperti teritip, teritip adalah kelompok Crustacea yang hidupnya sesilis dan berbeda secara morfologis dengan kebanyakan Crustacea lainnya. Kelompok hewan ini kosmopolit dan hidup menempel pada berbagai substrat keras yang cocok. Teritip hanya hidup di perairan asin dan sebagian besar hidup di daerah intertidal, terendam pada saat pasang dan terpapar kering pada saat surut. Teritip beradaptasi dengan tekanan pasang surut pada berbagai topologi pantai. Oleh karena itu teritip sangat bervariasi dalam hal karakter morfologinya sebagai hasil adaptasi terhadap tekanan lingkungan (Puspasari et al., 2000)

Hama teritip merupakan salah satu hama yang harus diperhatikan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tanaman mangrove yang baru ditanam banyak yang mati diakibatkan oleh serangan teritip sehingga menyebabkan kurang berhasilnya kegiatan rehabilitasi. Teritip akan merusak kulit batang terutama untuk jenis Rhizophora sp.. Cara mengatasi hama ini adalah dapat mengerik langsung teritip yang menempel pada tanaman secara bertahap untuk menghindari kehadirannya yang melimpah, buah yang akan digunakan sebagai bibit dipilih yang sudah matang dan buah disimpan pada tempat yang teduh atau ditutupi karung goni setengah basah untuk menghilangkan aroma/bau buah yang segar yang mengundang kehadiran teritip (Wibisono et al., 2006)

Serangan hama teritip pada mangrove yaitu dengan melekat dan menyerang batang maupun akar sehingga dapat merusak kulit dan menyebabkan matinya tumbuhan mangrove. Hama biasanya menyerang tanaman muda disebabkan oleh aromanya yang masih segar serta sebagai bahan makanan yang lunak.

REFERENSI

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta

Ozaki, K., Kitamura, S.,Sublandoro, E., and  Taketani, A. 1999. Life history of Aulacaspis marina Takagi and Williana (Hom., Coccoidea), a new pest of mangrove Plantations in Indonesia, and its damage to mangrove seedlings. Journal of applied Entomology.

Meilin, A., and Sugihartono, M. 2009. Uji Preferensi Ulat Kantung (Pteroma sp.) Terhadap Beberapa Tanaman Mangrove. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Edisi Khusus Tahun 2009 : 57-60

Wibisono, I. T. C., Priyanto, E. B. and  Suryadiputra, I. N. N. 2006. Panduan Praktis Rehabilitasi Pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Wetlands International – Indonesia Program, Bogor.

Puspasari, IA., Yamaguchi, T., and Angsupanich, S. 2000. Reexamination of a little-known mangrove Barnacle, Balanus patelliformis Bruguiere (Cirripedia, Thoracica) from indo-West Pacific. Sessile Organisms, 16 : 1-13.