HABITAT DAN TINGKAH LAKU PENYU

Penyu merupakan kura-kura laut. Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145 – 208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Pada masa itu Archelon, yang berukuran panjang badan enam meter, dan Cimochelys telah berenang di laut purba seperti penyu masa kini. Penyu memiliki sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air. Walaupun seumur hidupnya berkelana di dalam air, sesekali hewan kelompok vertebrata, kelas reptilia itu tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Itu karena penyu bernapas dengan paru-paru.
Morfologi Penyu
Tubuh penyu terbungkus oleh tempurung keras yang berbentuk pipih serta dilapisi oleh zat tanduk. Tempurung tersebut mempunyai fungsi yang sebagai pelindung alami dari predator. Sedangkan penutup pada bagian dada dan perut disebut dengan plastron. Terdapat sisik infra marginal, yakni sisik yang menghubungkan antara karapas, plastron dan terdapat alat gerak berupa flipper. Flipper pada bagian depan berfungsi sebagai alat dayung dan flipper pada bagian belakang befungsi sebagai alat kemudi. Pada penyu-penyu yang ada di Indonesia mempunyai ciri-ciri khusus yang dapat dilihat dari warna tubuh, bentuk karapas, serta jumlah dan posisi sisik pada badan dan kepala penyu. Penyu mempunyai alat pecernaan luar yang keras, untuk mempermudah menghancurkan, memotong dan mengunyah makanan.
Jenis-jenis dan Habitat Penyu
Sampai dengan saat ini bertahan hidup 7 jenis penyu (Tabel 1) dimana 6 diantaranya hidup di perairan Indonesia. Keenam jenis penyu tersebut adalah penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu pipih (Natator depressus). Sedangkan jenis penyu yang tidak ada diperairan Indonesia adalah penyu kempi (Lepidochelys kempii) penyu ini banyak ditemukan di Laut Atlantik. Dari keenam jenis penyu di Indonesia ada 2 (dua) jenis penyu yang minim informasi pendaratannya di Indonesia atau dengan kata lain dianggap hanya berada di perairan Indonesia yaitu penyu tempayan dan pipih. Penyu pipih sampai dengan saat ini hanya ditemukan bertelur di benua Australia sehingga sering disebut endemik Australia dan penyebaran dan ruaya hidupnya lebih sempit dibandingkan jenis penyu-penyu lainnya.

Tabel 1. Jenis-jenis penyu

NO
JENIS
KETERANGAN
1
Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)

       Penyu yang paling besar
       Ciri fisik : Cangkang gelap dan bintik2 putih, sirip depan panjang, ukurkaan tubuhnya mencapai 180cm, berat 500kg
        Habitat : Perairan tropis hingga kawasan sub kutub
        Makanan : ubur-ubur dan cumi-cumi
        Populasi : Dari wilayah utara Alaska hingga kawasan selatan Tanjung Harapan Afrika
2
Penyu Hijau (Chelonia Mydas)

       Ciri fisik : Kuning kehijauan
        Habitat : Perairan beriklim sedang dan wilayah tropis
        Makanan : Lamun atau Algae
        Populasi : Pesisir Afrika, India, Asia Tenggara, Australia dan Kep.Pasif Sel
        Dewasa panjang 80-120cm berat 300kg
        Bereproduksi setiap 2-4 tahun
        Diburu untuk dikonsumsi dagingnya
3
Penyu kempi (Lepidochelys kempii)

Masih satu saudara dengan penyu Lekang namun penyu ini hanya ditemukan dikawasan Atlantik. Memang sulit membahasakan jenis penyu ini karena memang di Indonesia tidak ada.
4
Penyu lekang (Lepidochelys olivacea)

       Ciri fisik : ukuran tubuh 55-80cm, berat 40-60kg, warna kehijauan
        Habitat : Laut Tropik dalam dan akan kembali ke pantai asal ia menetas untuk betelur
        Makanan : Ketam, udang, crustacea, mollusca, ikan dan rumput laut
        Merupakan penyu terkecil
5
Penyu pipih
(Natator depressus) 
Ciri fisik : Ukuran tubuh 1000mm, pipih, tepi perisainya agak melengkung ke atas, kaki depan ditutupi sisik besar, keping perisai tipis berlemak
        Warna abu-abu kehijauan
        Habitat : Laut Jawa, Nusa Tenggara, Maluku Selatan, Irian bagian di kepala burung
        Makanan : Jenis teripang, udang dan invertebrata
6
Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)

    Ciri fisik : Ukuran tubuh 70-90 cm, berat 40-90 kg, paruhnya bengkok, karapaks coklat gelap bertotol-totol.
     Habitat : Laut tropik dekat terumbu karang
     Makanan : Sponge dan batu karang lembut
    Banyak diambil kerapasnya untuk kerajinan
7
Penyu tempayan (Caretta caretta)

    Ciri fisik : Warna pirang dan kemerah2an
     Karapaks bagian atas luas dan licin
     Kepala agak besar
     Habitat : Hampir di seluruh lautan ada
     Akan kembali ke pantai asal di kawasan beriklim sedang untuk bertelur

Tingkah Laku Penyu
Penyu dalam perkembangbiakannya termasuk binatang ovipar, pembuahan telur berlangsung dalam tubuh induk. Janin yang terkandung di dalam telur yang dikeluarkan induk penyu sepenuhnya berkembang di luar tubuh. Habitat penyu di dasar laut sesuai dengan kemampuannya berjalan jauh. Umumnya penyu mencari makan di daerah dingin dan bertelur di daerah hangat (Nuitja, 1992). Pada saat kawin penyu jantan berada di atas penyu betina dengan cara mencengkeram bahu penyu betina dan dibantu oleh kuku kepas depan. Penyu yang mempunyai bekas cengkeraman di bahunya dipastikan mempunyai telur.

Setelah masa perkawinan penyu jantan kembali di laut sedang penyu betina menuju pantai untuk bertelur. Penyu betina menggali pasir di pantai dengan sepasang tungkai belakangnya untuk membuat lubang sarang telur. Telur disimpan dalam lubang dan ditutup dengan rapi hingga menetas dengan sendirinya. Setelah menyimpan telurnya, penyu betina kembali ke laut. Kurang lebih 7 minggu masa inkubasi telur kemudian menetas dan menjadi tukik (anak penyu). Tukik-tukik ini menuju habitatnya di  laut mengikuti alunan ombak hingga menjadi penyu dewasa. Penyu dewasa ini (penyu betina) akan menuju pantai lagi setelah berpijah dengan penyu jantan, begitu seterusnya. Dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan tukik (bayi penyu) yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itu pun tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan pemangsa alaminya seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik tersebut menyentuh perairan dalam.
Tukik mempunyai kemampuan terhadap sinar dan reaksi Bumi untuk keluar. Sebelum keluar, tukik berada 3-7 hari di dalam sarang dgn mengkonsumsi kuning telur yg tersisa. Tukik keluar dengan menggaruk-garuk langit-langit sarang hingga ambles dan keluar dgn saling menindih. Setelah di pantai, tukik menuju laut dengan bantuan hempasan gelombang. Selanjutnya tukik berkembang jadi penyu muda hingga penyu dewasa.
Dampak Pemanasan Global
Dampak pemanasan global (Global Warming) yang terbesar adalah perubahan iklim dunia. Menurut Davenpot (1997) penyu sangat sensitif terhadap perubahan iklim mengingat karakteristik siklus hidupnya dipengaruhi oleh temperatur, seperti penentuan jenis kelamin pada embrio penyu, keberadaan sumber makanan dan terlebih lagi penyu mempunyai pertumbuhan rata-rata yang lambat sehinga sangat rentan terhadap ancaman dari lingkungan sekitarnya.
Faktor-faktor perubahan iklim yang berpengaruh terhadap penyu sehingga dapat mengancam keberadaannya, antara lain :
  1. Temperatur
Temperatur merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap semua siklus hidup penyu. Salah satunya adalah dalam hal penentuan jenis kelamin pada fase embrio. Semua jenis kelamin penyu ditentukan oleh ambient dari temperature sarangnya. Dengan suhu rata-rata ~29°C rasio kelamin jantan dan betina berbanding 50:50 tetapi jika temperatur tersebut meningkat maka rasio jenis kelamin betina justru akan meningkat (Yntema & Mrosovsky 1982, Godfrey et al. 1999, Booth & Astill 2001b). Hal ini berpotensi dalam mengurangi produktivitas jantan kedepannya.
b. Tinggi Permukaan Laut
Mengingat tempat bertelur penyu berada di pantai dan tidak jauh dari batas permukaan laut, memungkinkan rentan terhadap kenaikan tinggi permukaan laut. Kenaikan permukaan air laut akan berdampak semakin terbatasnya tempat bertelur penyu.
c. Badai
Faktor ini berpengaruh langsung terhadap keamanan sarang dari telur penyu karena gelombang tinggi dan hujan besar dapat menghancurkan keberadaaan sarang tersebut. Hal ini dapat menyebabkan sarang menjadi tengelam atau sarang akan terekspos karena pasir terangkat sehingga menguntungkan predator (Milton et al. 1994).
d. Radiasi Ultaviolet (UV)
Hal ini walaupun tidak berpengaruh langsung terhadap penyu tetapi justru akan berpengaruh terhadap sumber pangannya yaitu seperti lamun, alga dan plankton. Peningkatan intensitas radiasi UV bagi komunitas plankton akan berpengaruh terhadap keanekaragaman dan komposisinya (El-Sayed et al.1996),yang dampak jangka panjangnya berpengaruh pada jaring makanan hingga ke penyu. Perubahan pada sumber makanan penyu tersebut tentunya juga akan berpengaruh terhadap populasi dan penyebaran dari penyu.
Daftar Pustaka
Anonim, 1994. Bioekologi Penyu Laut. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB, Bogor
Anonim, 2003. Pedoman Pengelolaan Konservasi Penyu dan Habitatnya. Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta
Mirino, Manuel, 1996. Pengaruh Kedalaman Sarang dan Susunan Telur Terhadap Persentase Tetas Telur Penyu Belimbing di Kawasan Suaka Margasatwa Pantai Jamursba Medi Sorong. UNCEN, Manokwari
Nuitja, I Nyoman, 1992. Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut. IPB Press, Bogor
www.duniapenyu.com/ spesies penyu/ dikunjungi pada tanggal 25 Januari 2010