GANGGUAN MATA

BAB XI
GANGGUAN MATA

TUJUAN BELAJAR

TUJUAN KOGNITIF
membaca bab ini dengan seksama diharapkan anda sudah dapat :
1. Mengetahui Anatomi Organ Mata
Menceritakan kembali anatomi organ mata
Mengetahui fisiologi organ mata.
2. Mengetahui perubahan organ mata pada lanjut usia.
Mengetahui perubahan anatomi mata pada lanjut usia
Mengetahui perubahan fungsi mata pada lanjut usia
3. Mengetahui penyakit-penyakit yang mengenai organ mata yang biasanya terdapat pada lanjut usia dan penanganannya, seperti pada :
• Presbiopia
• Entropion
• Ektropion
• Blefaroptosis Akuisita
• Dermatokalasis
• Dacryostenosis Akuisita
• Arcus Senilis
• Penurunan Sensitivitas Kornea

TUJUAN AFEKTIF

Setelah membaca bab ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda sudah akan dapat :
1. Mengerti betapa kompleksnya gangguan organ mata pada Lanjut Usia
1.1 Mencoba menggali lebih jauh permasalahan pada Lanjut Usia berkaitan dengan mata.
1.2 Mencoba menangani permasalahan Lanjut Usia dengan gangguan mata
2. Menunjukan besarnya perhatian pada lanjut usia akan permasalahnnya yang berkaitan dengan gangguan pada mata.

I. PENDAHULUAN
Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai lanjutnya usia. Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, para ahli, bahkan oleh para lanjut usia sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan, para lanjut usia seringkali kehilangan rasa percaya diri, berkurang keinginan untuk pergi keluar, untuk lebih aktif atau bergerak ke sana kemari. Mereka akan kehilangan kemampuan untuk membaca atau melihat televisi. Kesemua ini akan menurunkan aspek sosialisasi dari para lanjut usia, mengisolasi mereka dari dunia luar yang pada gilirannya akan menyebabkan depresi dan berbagai akibatnya. Atas berbagai alasan itulah maka masalah gangguan penglihatan merupakan topik penting bagi disiplin geriatri.

II. PERUBAHAN-PERUBAHAN PADA JARINGAN DALAM BOLA MATA YANG MENYERTAI USIA LANJUT
1. Perubahan Refraksi
• PRESBIOPIA
2. Perubahan Struktur Kelopak Mata
• ENTROPION
• EKTROPION
• BLEFAROPTOSIS AKUISITA
• DERMATOKALASIS
3. Perubahan Sistem Lakrimal
• DACRYOSTENOSIS AKUISITA
4. Perubahan Kornea
• ARCUS SENILIS
• PENURUNAN SENSITIVITAS KORNEA
5. Perubahan Produksi Aqueous Humor
Pada mata sehat dengan pemeriksaan fluorofotometer diperkirakan produksi Aqueous Humor 2,4 ± 0,06 µL/menit. Beberapa faktor berpengaruh pada produksi Aqueous Humor. Dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi penurunan produksi Aqueous Humor 2% (0,06 µL/menit) tiap dekade. Penurunan ini tidak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi Aqueous Humor lebih stabil dibanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
6. Perubahan Iris
Pada usia lanjut iris akan mengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang dan mengalami depigmentasi tampak ada bercak berwarna muda sampai putih.
7. Perubahan Pupil
Pupil mengalami konstriksi, mula-mula berdiameter 3 mm, pada usia lanjut terjadi penurunan 1 mm dan refleks cahaya langsung melemah.
8. Perubahan Lensa
Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20 tahun nukleus mulai terbentuk. Semakin bertambah umur nukleus semakin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian korteks semakin menipis, elastisitas jadi berkurang (membias sinar jadi lemah). Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak keruh (Sklerosis).
9. Perubahan Badan Kaca ( Vitreous Humor )
Terjadi degenerasi, konsistensi lebih encer (Synchisis), dapat menimbulkan keluhan Photopsia (melihat kilatan cahaya saat ada perubahan posisi bola mata).
10. Perubahan Retina
Terjadi degenerasi ( Senile Degeneration ). Gambaran fundus mata mula-mula merah jingga cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur
berpigment ( Tygroid Appearance ) terkesan seperti kulit harimau. Jumlah sel fotoreseptor berkurang sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang dan terjadi penyempitan lapangan pandang.

PRESBIOPIA

Gambar 1. Proyeksi benda pada mata presbiopia Gambar 2. Gaya membaca pada penderita presbiopia

Merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat :
• Kelemahan otot akomodasi
• Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan berupa :
• mata lelah, berair dan sering terasa pedas setelah membaca
• membaca selalu dijauhkan agar lebih jelas
• sukar melihat dekat terutama pada malam hari atau pada ruangan yang kurang terang.
Terapinya adalah :
• kacamata lensa spheris positif dengan kekuatan tertentu sesuai dengan usia, biasanya :
+ 1,0 D untuk usia 40 tahun
+ 1,5 D untuk usia 45 tahun
+ 2,0 D untuk usia 50 tahun
+ 2,5 D untuk usia 55 tahun
+ 3,0 D untuk usia 60 tahun
+ 3,0 D untuk usia 60 tahun ke atas

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3,0 Dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar.
Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subyektif sehingga angka-angka di atas tidak merupakan angka yang tetap.
ENTROPION

Gambar 3. Entropion Senilis Gambar 4. Entropion Sikatriks
Entropion merupakan suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau margo palpebra ke arah dalam. Hal ini menyebabkan bulu mata tumbuh ke arah dalam sehingga menggeser jaringan konjungtiva dan kornea. Keadaan ini disebut trikiasis. Pada lanjut usia, entropion diakibatkan oleh degenerasi jaringan kelopak mata, disebut ENTROPION SENILIS.
Gejala dan tanda :
• mata merah
• berair
• rasa gatal
Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dan abrasi kornea. Bila berlanjut dapat menyebabkan ulcus kornea.
Penanganannya adalah dengan mengkoreksi entropion yaitu dengan cara :
• jahitan eversi
• prosedur Weis ( splitting palpebra transversa + jahitan eversi ) dengan atau tanpa pemendekkan horisontal
• plikasi retraktor palpebra inferior

EKTROPION
Ektropion merupakan keadaan dimana tepi kelopak mata membeber atau mengarah keluar sehingga bagian dalam kelopak atau konjungtiva tarsal berhubungan langsung dengan dunia luar. Hal ini menyebabkan mata selalu berair karena air mata tidak dapat disalurkan ke punctum lakrimalis inferior. Pada lanjut usia ektropion disebabkan oleh relaksasi atau kelumpuhan otot orbicularis okuli, disebut EKTROPION SENILIS.
Gajala dan tanda :
• epifora
• konjungtiva palpebra hiperemi dan hipertrofi
• konjungtiva bulbi hiperemi
Penanganannya adalah dengan koreksi ektropion dengan cara :
• lazy – T
• eksisi>diamond tarsokonjungtiva
• pemendekkan>palpebra horisontal
Gambar 5. Ektropion Senilis

BLEFAROPTOSIS AKUISITA

Kelainan ini terjadi karena aponeurosis m. levator palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan akibat bertambahnya usia. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis m. levator palpebra namun m. levatornya sendiri relatif stabil sepanjang usia. Bila blefaroptosis ini mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan dapat diatasi dengan tindakan operasi.

DERMATOKALASIS

Gambar 6. Dermatolakalasis Gambar 7. Post-Blefaroplasti

Pada lanjut usia kulit palpebra mengalami atrofi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke anterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalasis.
Merupakan suatu keadaan di mana kulit kelopak atas maupun bawah menjadi longgar karena proses penuaan, sehingga kelopak mata tampak menggantung.
Gejala dan tanda :
• kesulitan mengangkat palpebra superior
• rasa tidak enak di daerah preorbita akibat penggunaan otot ocipitofrontalis dan otot orbicularis occuli dalam mengatasi kesulitan mengangkat palpebra
• terbatasnya lapangan pandang superior
• keluhan kosmetik.
Penanganan :
dilakukan blefaroplasti untuk mengatasi gejala dan memperbaiki penampilan.

DACRYOSTENOSIS AKUISITA
Kegagalan fungsi pompa pada sistem lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan epifora. Namun sumbatan sistem kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering juga dijumpai pada usia lanjut, dimana dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpa pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesis yang pasti terjadinya sumbatan duktus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan.
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal secara progresif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistem lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata terasa lelah dan keringbahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal, kadang hiperemi, pada kornea terdapat erosi dan filamen. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, ” Tear film break up time”.

ARCUS SENILIS
Merupakan manifestasi proses penuaan pada kornea yang sering dijumpai. Keberadaan arcus senilis ini tidak memberikan keluhan, hanya secara kosmetik sering menjadi masalah. Kelainan ini berupa infiltrasi bahan lemak yang berwarna keputihan, berbentuk cincin di bagian tepi kornea. Mula-mula timbulnya di bagian inferior kemudian diikuti bagian superior, berlangsung meluas dan akhirnya membentuk cincin.
Etiologi arcus senilis diduga ada hubungannya dengan peningkatan kolesterol dan Low Density Lipoprotein ( LDL ). Bahan-bahan yang membentuk cincin tersebut terdiri dari ester kolesterol, kolesterol dan gliserid.
Arcus senilis mulai dijumpai pada 60% individu usia 40 – 60 tahun dan terjadi pada hampir semua orang yang berusia diatas 80 tahun dimana laki-laki lebih awal timbulnya dibanding wanita.

PENURUNAN SENSITIVITAS KORNEA
Dengan bertambahnya usia akan terjadi penurunan sensitivitas kornea yang ditimbulkan oleh rangsangan mekanis. Bagian sentral kornea lebih lama turunnya dibandingkan bagian lainnya. Pengukuran CTT ( Corneal Touch Threshold ) pada orang sehat yang berbeda usianya yaitu dengan merangsang kornea menggunakan benang nylon microfilamen dengan berbagai ukuran panjang, menunjukkan bahwa CTT masih tetap sama antara usia 7 – 10 tahun. Mulai awal dekade kelima CTT menjadi lebih tinggi, secara bermakna dan semakin bertambah dengan bertambahnya usia. Pada usia 80 tahun, hampir 2 kalinya CTT usia 10 tahun. Penyebab dari penurunan sensitivitas kornea kemungkinan disebabkan penebalan jaringan fibrous kornea, penurunan kandungan air atau atrofi serabut-serabut saraf.
Fragilitas kornea diukur dengan menentukan seberapa besar tekanan yang diperlukan untuk mencapai ambang kerusakan secara mekanis. Sampai usia 40 tahun fragilitas kornea masih tetap sama. Berdasarkan pengalaman klinis hal ini sejalan dengan peningkatan fragilitas kulit pada usia yang makin lanjut.

KATARAK

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi ( penambahan cairan ) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya. Merupakan kelainan lensa dimana lensa yang seharusnya bening dan transparan berubah menjadi keruh sehingga kehilangan daya akomodasinya.
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital atau penyakit penyulit mata lokal menahun.
Etiologinya dapat berupa proses penuaan, kongenital, penyakit lain ( Diabetes melitus, Glaukoma, Uveitis, Ablatio retina ), keracunan obat, dan kecelakaan.
Tanda dan gejala :
• penurunan penglihatan secara perlahan-lahan tanpa disertai dengan mata merah
• lebih nyaman pada daerah yang lebih redup ( sore hari lebih nyaman daripada malam hari )
• Myopia → karena hidrasi, lensa menjadi lebih cembung
• Tidak ada gangguan lapangan pandang
Gejala Subyektif didapatkan :
• Penglihatan berkurang atau menurun
Pada permulaan perlu ganti kacamata yang lebih sering karena lensa cepat menjadi tidak lentur dan kehilangan daya akomodasinya

• Silau
Karena cahaya yang masuk akan pecah. Pandangan mula-mula berasap, kemudian berkabut, dan akhirnya terhalang sama sekali
• Perubahan tajam penglihatan atau visus terjadi perlahan
• Tidak ada rasa sakit
• Terjadi miopisasi
Gejala Obyektif didapatkan :
Lensa menjadi keruh. Kekeruhan lensa dapat bermacam-macam tingkat, bentuk, dan lokasinya.

KLASIFIKASI
Katarak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
• Katarak developmental : kongenital atau juvenil
• Katarak degeneratif : katarak senile
• Katarak komplikata
• Katarak traumatik
• Katarak sekunder
Katarak Senille secara klinik dikenal dalam 4 stadium, yaitu :
• Stadium Insipien
• Stadium Intumesen
• Stadium Imatur
• Stadium Matur
• Stadium Hipermatur

Katarak Senille Stadium Insipien

Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara selat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.

Katarak Senille Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.

Masuknya air ke dalam celah lensa mangakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.
Pada pemeriksaan slit lamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
Katarak Senille Stadium Imatur
Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa, hanya sebagian lensa yang keruh.

Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.

Katarak Senille Stadium Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.

Kekeruhan ini dapat terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Kedalamam bilik mata depan akan normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.

Katarak Senille Stadium Hipermatur
Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.

Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa (wrinkled capsul ). Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan Zonulla Zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlanjut terus disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan mencair tidak dapat keluar. Maka korteks akan memperlihatkan bentuk seperti sekantung susu disertai disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat, dan korteks tersebut akan membentuk air fluid level. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Pada keadaan ini dapat timbul berbagai macam komplikasi.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul akibat katarak adalah :
• Glaukoma
Ada beberapa fase dari katarak yang dapat menyebabkan glaukoma, yaitu :
1. Phacomorphic Glaucoma
Pada keadaan ini, lensa menjadi bertambah besar ukurannya akibat menyerap cairan → iris terdorong ke depan → pendangkalan dari bilik mata depan → sudut bilik mata depan menjadi sempit bahkan menutup → menghambat trabecular meshwork → aliran aqueous humor terhambat → tekanan intraokuler meningkat → glaukoma sudut tertutup sekunder

2. Phacolytic Glaucoma
Pada katarak stadium hipermatur, terjadi pengkerutan korteks diikuti keluarnya masa lensa ke bilik mata depan → iris terdorong ke belakang → trabecular meshwork tehambat → aliran aqueous humor terhambat → tekanan intraokuler meningkat → glaukoma sudut terbuka sekunder
3. Phacotopic Glaucoma
o Kapsul lensa keriput → dislokasi lensa → blocking pupil → aliran aqueous menuju bilik mata depan terganggu → peningkatan tekanan intraokular → glaukoma
o Perubahan bentuk vitreus → mendorong lensa ke depan → blokade pupil → aliran aqueous terganggu → peningkatan tekanan intraokular → glaukoma
• Uveitis
Komplikasi ini timbul pada keadaan katarak hipermatur, dimana pada katarak hipermatur terjadi pencairan korteks lensa sehingga masa lensa keluar ke bilik mata depan. Keadaan ini menyebabkan timbulnya reaksi imun dari tubuh, karena protein pada masa lensa yang seharusnya terdapat dalam lensa, dianggap sebagai benda asing oleh tubuh ketika protein tersebut terdapat pada bilik mata depan. Hal ini menyebakan timbul reaksi inflamasi yang mengenai iris dan badan siliar disebut

Uveitis anterior.
• Subluksasi dan dislokasi lensa
Komplikasi ini timbul pada keadaan katarak stadium hipermatur. Hal ini terjadi akibat Zonula Zinn yang merupakan penggantung lensa menjadi lemah atau rapuh dan rusak pada keadaan katarak stadium hipermatur, sehingga dapat menyebabkan subluksasi atau dislokasi lensa.

INDIKASI OPERASI
Indikasi operasi atau ekstraksi pada katarak dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu :
• Indikasi optik
Operasi katarak atas indikasi optik dilakukan apabila visus dari pasien menurun sehingga menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-harinya. Hal ini dikeluhkan oleh pasien sendiri.
• Indikasi medis
perasi katarak atas indikasi medis dilakukan apabila katarak dapat menimbulkan komplikasi pada pasien, bila tidak dilakukan tindakan operasi akan menimbulkan kebutaan. Hal ini atas anjuran dari dokter.
• Indikasi kosmetik
Operasi katarak atas indikasi kosmetik dilakukan apabila terjadi perubahan warna pupil, dimana pupil menjadi berwarna putih akibat dari proses katarak yang sudah terjadi kehilangan penglihatan yang permanen. Hal ini semata-mata dilakukan hanya untuk mengembalikan warna pupil menjadi hitam, tetapi tidak memperbaiki penglihatan.

TERAPI
Pengobatan katarak senille adalah pembedahan atau ekstraksi, dimana lensa yang sudah keruh tersebut diangkat.Dapat dilakukan dengan teknik intrakapsular ekstraksi dan ekstrakapsular ekstraksi.

Operasi katarak intrakapsular atau Ekstraksi Katarak Intrakapsular ( EKIK ).
Pembedahan dilakukan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada keadaan dimana Zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus.
Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga penyulit yang terjadi bisa minimal.
Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini adalah astigmatisme, glaukoma, uveitis, endoftalmitis dan perdarahan.

Operasi katarak ekstrakapsular atau Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular ( EKEK )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut.
Termasuk dalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, perencanaan sekunder implantasi lensa intraokular, kemungkinan akan dilakukannya bedah glaukoma, mata dengan predisposisi prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitosis makular edema, pasca bedah ablasi, sehingga pencegahan menjadi sulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
Sekarang ini terdapat pembedahan katarak dengan teknik Phacoemulsification yang merupakan teknik EKEK modern, dimana lensa dikeluarkan melalui lubang yang dibuat pada kapsul anterior. Inti (nukleus) lensa dihancurkan dengan jarum ultrasonik yang kemudian diaspirasi. Sayatan kornea pada teknik ini minimal sekali ± 2-3 mm, sehingga meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi. Teknik ini relatif lebih aman, tetapi biaya yang dibutuhkan lebih besar dan alat-alat yang digunakan lebih kompleks.

VISUAL REHABILITASI

Gambar 9. Skema IOL Gambar 10. Pemasangan IOL

Pada kebutaan,karena katarak dengan visus terendah 1/ ∞ ( seper-tidak-terhingga ) dapat dilakukan rehabilitasi dengan ekstraksi katarak dan pemasangan lensa intra okuler. Bila terdapat kontraindikasi pemasangan lensa intra okuler maka dapat diganti dengan memakai kacamata dengan ukuran + 10 Dioptri untuk melihat jauh, dan adisi + 3 Dioptri untuk melihat dekat pada mata yang refraksinya emetrop ( kacamata afakia ).
GLAUKOMA
Glaukoma adalah penyakit mata yang umumnya terjadi pada usia di atas 40 tahun, ditandai dengan :

Peningkatan tekanan intraokular Penyempitan lapangan pandang Atropi papil saraf opticus

Ada 2 macam glaukoma, yaitu :
1. primer
2. sekunder

Glaukoma Primer
Glaukoma primer ada 2 macam yaitu :

Glaukoma sudut sempit atau tertutup Glaukoma sudut lebar atau terbuka

Glaukoma Sudut Tertutup
Pada glaukoma jenis ini melewati 4 stadium yaitu :
1. Stadium Prodormal
Stadium ini mempunyai ciri khas ialah terjadinya serangan ( Attack ) , tekanan intraokuler mendadak meningkat, dengan keluhan pusing, visus menurun, mata sakit, mual muntah, dan adanya halo disekitar benda yang dilihat. Gambaran obyektif ditemukan adanya tanda kongestif berupa injeksi siliar, edema kornea dan iris, bilik mata depan yang dangkal, dan pupil melebar.
2. Stadium Akut
Bila stadium prodormal tidak dikelola dengan baik,akan timbul stadium akut, keluhan subyektif dan gambaran kongestif menetap, kadang-kadang disertai Cephalgia dan mual. Pada funduskopi ditemukan Excavatio Glaucomatosa. Stadium ini merupakan kedaruratan medis.
3. Stadium Kronis
Masih ada gambaran kongestif dengan tambahan kelainan yang disebabkan oleh proses yang menetap dan lama, yaitu Keratophatia Bullosa dan Staphiloma Scelerae. Tekanan intraokular yang tinggi, sulit diturunkan dengan obat.
4. Stadium Absolut
Terjadi kebutaan ( Ophtalmological Blind ) dengan visus nol, tidak dapat melihat atau menerima rangsang cahaya. Visus tidak dapat direhabilitasi dengan upaya apapun.

Gambar 11. Iridektomi Perifer

Upaya pencegahan kebutaan dan glaukoma harus dilakukan sedini mungkin ialah pada stadium prodormal, dilakukan operasi Iridectomy. Bila terjadi perubahan ( Atrophy ) pada papil saraf optik visus tidak lagi dapat normal.

Glaukoma Sudut Terbuka
Dalam perjalanan proses penyakit ini tidak pernah menimbulkan keluhan sakit yang mencolok, visus turun perlahan dan lapangan pandang menyempit. Oleh karena tidak sakit umumnya penderita datang berobat terlambat, pada pemeriksaan funduskopi sudah tampak terjadi Excavatio Glaucomatosa dan atofi papil saraf opticus. Pengelolaan penyakit ini lebih ditekankan pada pemakaian obat-obat anti glaukoma. Operasi baru dilakukan bila tekanan intraokuler tinggi menetap tidak dapat turun dengan pemberian obat. Pemakaian obat anti glaukoma dengan jangka panjang sering menimbulkan keluhan dan efek samping obat. Obat dapat dihentikan sementara dan digantikan dengan tindakan Laser Trabeculoplasty. Obat digunakan lagi setelah kira-kira 2 bulan.

Gambar 12. Laser Trabekulektomi

AGE RELATED MACULAR DEGENERATION ( ARMD )
Ada dua tipe ARMD yaitu :
1. Atrophic ARMD
2. Exudative ARMD
Beberapa faktor risiko terjadinya ARMD :
• Aterosklerosis
• Diet lipid tinggi
• Kadar kolesterol serum tinggi
• Merokok
• Refraksi anomali hipermetropia
Teori mengemukakan bahwa ARMD disebabkan oleh kerusakan Retinal Pigment Epithelium ( RPE ) akibat dari terkena paparan sinar yang kuat (Excessive Exposure to Light) atau karena defisiensi vitamin anti oksidan dan mineral dalam diet, semua itu tidak pasti.
Patogenesis ARMD berpangkal pada peningkatan resistensi sirkulasi koroid (tekanan Chorio-Capilar), menyebabkan gangguan perfusi, gangguan metabolisme dalam RPE, degenerasi dan atrofi RPE, ini merupakan gambaran ARMD tipe atrofi.
Peningkatan tensi Chorio-Capillaris menyebabkan gangguan transpor metabolit di dalam RPE terjadi akumulasi drusendan deposit pada membrana basalis juga deposit lipid dan membrana Bruch mudah terjadi RPE detachment serta membran neo vaskuler Choroidal. Ini gambaran klasik dari ARMD exudative dan proliferative.
Prognosis Qua ad vitam dari kedua jenis ARMD ini adalah malam, terutama pada tipe proliferative sangat mudah terjadi perdarahan sub-retina, akibat visus mendadak hilang.

DEGENERASI RETINA SENILIS

Gambar 13. Retina Normal Pada Funduskopi Gambar 14. Retina AMD Pada Funduskopi

Sejalan dengan bertambahnya umur maka organ-organ pada manusia pun mengalami perubahan. Salah satu bagian organ mata yang juga mengalami perubahan yaitu retina. Perubahan retina karena usia merupakan hal yang fisiologis, berupa Degenerasi Retina Senilis.
Pada pemeriksaan obyektif didapatkan suatu gambaran fundus senilis berupa Fundus Tygroid.
Faktor-faktor yang mendukung dari gambaran fundus normal adalah :
• Darah di dalam pembuluh darah besar dan Chorio-Capillaris Choroid merupakan komponen merah.
• Kepadatan pigmen dalam sel RPE dan sel melanosit di lapisan koroid merupakan komponen coklat.
• Jenis dan intensitas cahaya yang berasal dari alat yang untuk melakukan pemeriksaan merupakan sinar gelombang panjang ( merah – kuning ).
Perpaduan komponen merah dan coklat, yang mendapat pacuan sinar merah dan kuning mendapatkan hasil merah jingga yang cemerlang, sebagai gambaran fundus mata normal.
Perubahan elemen-elemen di retina dan koroid yang menyebabkan terjadi gambaran obyektif fundus Tygroid ialah :
• Sklerosis Involusional atau Sklerosis Senilis, terjadi pada arteriole di retina dan koroid, menyebabkan berkurangnya komponen merah.
• Kerusakan RPE dapat menimbulkan bercak hiperpigmentasi dan kepadatan pigmen dalam sel melanosit koroid.
Beberapa perubahan atau penurunan fungsi pada degenerasi retina senilis yaitu :
• Sebagai akibat dari hilangnya sel reseptor dalam sel saraf, kira-kira 2,5 % per dekade, maka visus kurang tajam, kemunduran sensitivitas lapangan pandang, penurunan sensitivitas kontras warna, dan kenaikan ambang adaptasi gelap.
• Perubahan kualitas saraf optik
Mengakibatkan jumlah akson saraf optik berkurang terjadi penambahan jaringan ikat serta warna papil saraf optik lebih pucat. Atrofi peripapiler, depigmentasi sekeliling papil menimbulkan warna pucat sekeliling papil.

DEGENERASI RETINA PERIFER (DRP)

Gambar 15. Gambaran DRP pada funduskopi Gambar 16. Gambaran angiografi pada DRP

Pada usia lanjut, retina di bagian perifer ( antara Ora Serata dan Equator ) mengalami proses degenerasi lebih awal bila dibandingkan dengan bagian sentral.
Jenis-jenis yang sering ditemukan :
1. Paving Stone Degeneration ( Meyer Schwickerath, 1960 )
2. Cystoid Degeneration
3. Retinoschisis
Paving Stone Degeneration
Terjadi pada 40 % populasi usia di atas 45 tahun, lesi mulai di sebelah bawah. Degenerasi jenis ini berhubungan dengan penipisan retina, hilangnya sejumlah sel reseptor, membrana limitans luar serta sejumlah sel RPE, retina kurang melekat pada membran Bruch dan adanya perubahan Chorio – Capillaris. Lesi permulaan berbentuk bulat, diameter kira-kira 1,5 mm, melebar dan bergabung ( Confluency ) menjadi lebih besar. Tidak ada terapinya.
Cystoid Degeneration
Tampak ada rongga-rongga pada lapisan pleksiformis luar umumnya area temporo-inferior. Lesi dapat menyebabkan gangguan lapangan pandang dan dapat berkembang menjadi Retinoschisis.
Retinoschisis Senilis
Pemisahan lapisan retina, biasanya pada lapisan pleksiformis luar sebagai perluasan dari degenerasi Cystoid yang progresif. Dinding retinoschisis dapat robek dan terjadi retinal Detachment. Retinoschisis yang meluas kebelakang equator menimbulkan gangguan lapangan pandang. Setiap ada lesi retinoschisis perlu tindakan untuk mencegah retinal detachment, yaitu dengan laser fotokoagulasi.

III. KESIMPULAN
Pada lanjut usia terdapat banyak gangguan penglihatan yang disebabkan karena adanya proses degenerasi seperti katarak, ARMD, penurunan tajam penglihatan seperti presbiopia dll. Adanya gangguan penglihatan ini tidak hanya berakibat secara fisik tetapi juga secara psikis dan sosial. Karena itulah maka masalah gangguan penglihatan merupakan topik penting bagi disiplin geriatri. Gangguan tersebut harus ditangani secara holistik, baik secara medis dan non medis sehingga dapat membantu para lanjut usia agar dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta, Sp.M. Ilmu penyakit mata. Edisi kedua. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003

Lonergan, Edmund T. Et. Al., Geriatrics : A lange clinical manual. International edition. Prentice-hall International Inc. 1996

Darmajo, R. Boedhi, H. Hadi Martono. Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). Edisi kedua/ Balai Penerbit FKUI. 2000

http://www.emedicine.com

http://www.yahoo/images

http://www.google/images