GANGGUAN KULIT dan DEKUBITUS

BAB XIII
GANGGUAN KULIT dan DEKUBITUS

TUJUAN BELAJAR

TUJUAN KOGNITIF
Setelah membaca bab ini dengan seksama diharapkan anda sudah dapat :
1. Mengetahui anatomi kulit.
1.1 Menceritakan kembali anatomi kulit.
1.2 Mengetahui fisiologi kulit.
2. Mengetahui perubahan kulit pada lanjut usia.
2.1 Mengetahui perubahan anatomi kulit pada lanjut usia.
2.2 Mengetahui perubahan fungsi kulit pada lanjut usia.
3. Mengetahui penyakit-penyakit yang mengenai kulit yang biasanya terdapat pada lanjut usia dan penanganannya.

TUJUAN AFEKTIF
Setelah membaca bab ini dengan penuh perhatian, maka penulis mengharapkan anda sudah akan dapat:
1. Mengerti betapa kompleksnya gangguan kulit pada lanjut usia.
1.1 Mencoba menggali lebih jauh permasalahan pada lanjut usia berkaitan dengan kulit.
1.2 Mencoba menangani permasalahan lanjut usia dengan gangguan kulit.
2. Menunjukkan besarnya perhatian pada lanjut usia akan permasalahannya yang berkaitan dengan gangguan pada kulit.

I. PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serat merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh.
Warna kulit berbada-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang dan hitam, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan orang dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut kasar terdapat pada kepala.
Kelompok usia lanjut merupakan segmen populasi yang rawan disamping anak yang memerlukan perhatian, termasuk masalah kulit. Meskipun penyakit kulit tidak memberikan andil penting terhadap statistik kematian, namun masalah kulit yang dihadapi kelompok ini cukup banyak ( Beauregard & Gilehrest 1987, Budhi-Darmojo, 1994). Perubahan-perubahan yang terjadi baik morfologis, maupun fungsional dari kulit pada kelompok usia lanjut merupakan masalah tersendiri.
Di Amerika Serikat, diperkirakan sejumlah 660 dari 1000 orang usia lanjut diatas 65 tahun, mempunyai paling tidak satu dermatosis yang cukup serius, sehingga memerlukan bantuan medis. Lesi kulit yang secara medik tidak bermakna, namun pada kelompok usia lanjut akan menjadi masalah yang akan mengurangi kualitas hidup (Gilchrest dkk, 1989). Kelainan yang bersifat kronis, misalnya pruritus senilis, ulkus, psoriasis, penyakit kulit berlepuh (pemfigus bulosa), dermatitis/eksema, disamping infeksi maupun keganasan, merupakan hal-hal yang akan menjadi beban baik bagi penderita maupun keluarganya. Kondisi usia lanjut yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk berobat secara rutin ke rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan yang lain, meyebabkan banyak penyakit kulit yang tidak dapat dimonitor, yang pada gilirannya akan menjadikan kelainan tersebut semakin parah, ataupun berubah menjadi suatu keganasan.
Meskipun kelompok usia lanjut relatif kurang memperhatikan estetika penampilan, khususnya kulit, namun perhatian terhadap perawatan, termasuk perawatan rambut dan kuku tetap diperlukan.

ANATOMI KULIT
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis atau kutikel
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan subkutis (hipodermis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
1. Lapisan Epidermis terdiri atas :
 Stratum korneum (lapisan tanduk)
Adalah lapisan kulit paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
 Stratum lusidum
Terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
 Stratum granulosum ( lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
 Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut juga pickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sek stratum spinosum terdapat jembatan-jembatan antar sel (intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antara jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.
 Stratum basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Sel-sel basal ini mengadakan mistosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua sel yaitu :
a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes)
2. Lapisan Dermis
Adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padar dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni :
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin.
3. Lapisan subkutis
Adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm. Di daerah kelopak mata dan penis ini juga merupakan bantalan.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis ( pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anatomosis di papila dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.

ADNEKSA KULIT
Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut, dan kuku.
1. Kelenjar kulit, terdapat di lapisan dermis, terdiri atas :
a. Kelenjar keringat ( glandula sudorifera)
Ada dua macam kelenjar keringat yaitu kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental.
b.kelenjar Palit ( glandula sebasea).
Terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit, biasanya terdapat disamping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen.

2. Kuku
Adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari tersebut badan kuku (nail plate), dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu.
Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku (nail groove). Kulit tipis yang menutupi kuku di bagian proksimal di sebut eponikium sedang kulit yang ditutpi bagian kuku bebas disebut hiponikium

3. Rambut
Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada di luar kulit (batang rambut). Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mengandung pigmen dan terdapat pada bayi dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa.
Pada manusia dewasa selain rambut kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, pubis, dan janggut yang pertumbuhannya di pengaruhi hormon seks (androgen). Rambut halus di dahi dan badan lain disebut velus.

FISIOLOGI KULIT
Fungsi utama kulit adalah :
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam dan alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama uman/bakteri maupun jamur.
Hal di atas di mungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperanan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperanan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang imperpeambel terhadap pelbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil eksresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5-6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperanan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.
2. Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antara sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenja.
3. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan amonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada waktu lahir dijumpai sebagai ferniks kaseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5-6,5.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis . Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan di perankan oleh badan Vater Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih banyak mengandung air dan Na.
6. Fungsi pembentukan pigmen.
Sel pembentuk pigmen ( melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adlah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen ( melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.
7. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus-menerus seumur hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti.
8. Fungsi pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hat tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih diperlukan.

II. PERUBAHAN KULIT PADA LANJUT USIA

GAMBARAN MORFOLOGIS DARI KULIT YANG MENUA
Pada lansia akan terjadi perubahan-perubahan morfologis dan fungsi semua organ termasuk kulit. Secara garis besar penuaan kulit terdiri dari dua fenomena yaitu proses penuaan secara alamiah (proses menua intrinsik) dan photoaging (proses menua ekstrinsik). Yang temasuk faktor intrinsik adalah faktor keturunan, ras, hormonal, penyakit sistemik, malnutrisi, psikis dan sistem imun sedangkan yang berhubungan faktor ekstrinsik yaitu lingkungan (sinar matahari, suhu, kelembaban udara, arus angin, CO2, lapisan ozon, berbagai polusi di darat/laut/udara), kontak dengan bahan-bahan kimia, stres, merokok, olahraga, diet, bahan kimia dalam makanan, obat-obatan, pengobatan kulit dengan sinar ultraviolet jangka panjang dan radioterapi.

Pada kulit yang menua kita jumpai gejala umum berupa:
1) Kulit kering.
Kekeringan ini terjadi karena menurunnya hormon androgen, menurunnya fungsi kelenjar sebasea, berkurangnya jumlah dan ungsi kelenjar keringat ekrin, berkurangnya kadar air dalam epidermis, paparan sinar matahari yang lama.
2) Permukaan kulit menjadi kasar.
Hal ini disebabkan kelainan proses keratinisasi serta perubahan ukuran dari bentuk sel-sel epidermis, stratum korneum mudah lepas dan kecenderungan sel-sel mati untuk melekat satu dengan yang lain pada permukaan kulit, dan faktor kekeringan kulit karena berkurangnya lemak permukaan kulit serta kandungan air epidermis.
3) Kulit kendor/menggelantung dengan kerutan-kerutan dan garis-garis kulit lebih jelas.
Hal ini disebabkan karena :
a. Penurunan jumlah fibroblas yang menyebabkan penurunan jumlah serat elastin lebih sklerotik dan menebal sehingga jaringan kolagen menjadi kendor dan serabut elastin kehilangan daya kenyalnya, kulit menjadi tidak dapat tegang dan kurang lentur.
b. Tulang dan otot menjadi atrofi, jaringan lemak subkutan berkurang, lapisan, kulit tipis serta kehilangan daya kenyalnya sehingga terbentuk kerutan-kerutan dan garis-garis kulit.
c. Kontraksi otot-otot mimik yang tidak diikuti oleh kontraksi kulit yang sesuai sehingga mengakibatkan alur-alur keriput di daerah wajah.
4) Gangguan pigmentasi pada kulit
Hal ini disebabkan perubahan-perubahan pada distribusi pigmen melanin dan proliferasi melanosit, serta fungsi melanosit menurun sehingga penumpukan melanin tidak teratur dalam sel-sel basal epidermis. Disamping itu epidermal turn over menurun sehingga lapisan sel-sel kulit mempunyai banyak waktu untuk menyerap melanin yang mengakibatkan terjadinya bercak-bercak pigmentasi pada kulit.
GAMBARAN HISTOLOGIS DARI KULIT PADA USIA TUA
Secara histologis terjadi perubahan-perubahan tertentu pada kulit menua, yaitu pada epidermis, dermis dan apendiks.
a. Perubahan-perubahan yang terjadi pada epidermis berupa:
– menipisnya dermo epidermal junction.
– perbedaan dalam besar dan bentuk dari sel-sel.
– jumlah melanosit dan sel-sel Langerhans yang berkurang.
b. Perubahan-perubahan pada dermis antara lain:
– atropi.
– berkurangnya fibrolas. Mast cells, pemuluh darah.
– Memendeknya capillary loops, dan terjadinya abnormalitas pada ujung-ujung syaraf.
c. Perubahan-perubahan pada apendiks berupa:
– hilangnya pigmen rambut dan menipisnya rambut. Pada pria terjadi penipisan rambut terutama pada kepala, sedangkan pada wanita dapat terjadi timbulnya rambut halus di daerah muka.
– lempeng-lempeng kuku yang abnormal.
– berkurangnya kelenjar-kelenjar ekrin.
– berkurangnya fungsi kelenjar urap.

PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIOLOGI PADA KULIT MENUA, RAMBUT DAN KUKU.
1. Kulit menua
a. Penurunan epidermal turn over rate antara 30-50% serta kecepatan pergantian stratum korneum 2 kali lebih lama dibandingkan orang muda.
b. Menurunnya respon terhadap trauma
c. Mekanisme proteksi kulit menurun
d. Daya pembersihan terhadap bahan-bahan kimia yang terabropsi perkutan menurun
e. Persepsi sensorik menurun
f. respon vaskuler menurun
g. Respon imun menurun
h. Penurunan produksi vitamin D
i. Produksi sebum menurun
j. Jumlah sel melanosit yang aktif serta kemampuan tanning berkurang
k. Menurunnya kemampuan termoregulasi
l. Produksi kelenjar keringat menurun
2. Rambut pada Lansia
a. Pertumbuhan menjadi lambat. Lebih halus dan jumlahnya lebih sedikit
b. Rambut pada alis, lubang hidung dan wajah sering tumbuh lebih panjang
c. Rambut memutih
d. Rambut banyak yang rontok
3. Kuku pada Lansia
a. Pertumbuhan kuku lebih lambat, kecepatan pertumbuhan menurun 30-50% dari orang dewasa.
b. Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya dan rapuh
c. Warna kuku agak kekuningan
d. Kuku menjadi tebal dan keras
e. Garis-garis kuku longitudinal tampak lebih jelas. Kelainan ini dilaporkan terdapat pada 67% lansia berusia 70 tahun.

III. KELAINAN-KELAINAN KULIT PADA LANSIA
Proliferasi jinak
1. Acrochordon (fibroma molle, skin tag).
• Tumor jinak kulit dapat dijumpai dalam beberapa bentuk, yaitu berupa papul multipel yang lunak, filiformis, seperti kantong solider, atau bertangkai. Berukuran 1-5 mm, dapat > 1 cm, berwarna seperti kulit normal sampai coklat muda.
• Biasanya ditemukan di daerah aksila, leher, muka/pelupuk mata, dada bagian atas, tubuh dan ekstremitas.
• Lebih sering ditemukan pada orang tua yang agak gemuk dan wanita lebih banyak daripada pria.
• Kelainan ini tidak pernah menjadi ganas, tetapi kadang-kadang dirasakan mengganggu. Kalau timbulnya banyak dan besar akan mengganggu kosmetik. Beberapa peneliti menganggap lesi ini merupakan keratosis seboroik yang bertangkai, sedangkan yang lain menganggapnya suatu fibroma yang lunak.

2. Cherry angioma (Ruby spot, cherry spot, hemangioma senilis)
• Tumor jinak yang berasal dari pembuluh darah kapiler.
• Lesi berupa pungta yang menimbul di atas kulit, bentuk kubah, berwarna merah terang, perabaan lunak, dengan ukuran 1 sampai 3 atau 4 mm, biasanya multipel.
• Terutama terdapat di lengan, dada,dan badan.

3. Keratosis seboroik
• Merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan pada usia lanjut.
• Lesi berbentuk bulat atau lonjong, berbatas tegas, sedikit meninggi di atas permukaan kulit dengan permukaan dapat tidak rata/verukosa, dapat licin dengan keratotic plug, berwarna coklat atau hitam. Ukuran 2 mm akan tetapi dapat sampai 2 atau 3 cm. Permukaan lesi kadang halus seperti beludru.
• Lesi terutama ditemukan pada daerah berminyakmisalnya wajah, kulit kepala, leher, dada/dibawah buah dada, badan, punggung dan jarang ditemukan pada ekstremitas.
• Faktor penyebab belum jelas, namun pertumbuhan dan perubahan warna erat kaitannya dengan pajanan sinar matahari dan peradangan kronik.
• Meskipun belum jelas ada kecenderungan familiar.

4. Hiperplasia kelenjar sebasea
• Lesi berupa papul atau nodul multipel, lunak, berwarna kuning, kadang-kadangdengan umbilikasi, berukuran 2-3mm.
• Terutama terdapat di dahi, hidung dan pipi.

5. Keratosis Solaris (keratosis aktinik)
• Merupakan kelainan prakanker terutama di daerah terpajan seperti wajah, bibir bawah, punggung tangan dan lengan bawah.
• Lesi dapat rata atau menonjol dari permukaan kulit, eritematus, kecoklatan atau keabuan, permukaan verukosa atau keratotik dan tertutup skuama kering yang lewat.
• Lesi biasanya tunggal tetapi dapat multipel, kadang-kadang berkembang menjadi tonjolan seperti tanduk (kornu kutaneum)

Xerosis kutis
Merupakan kelainan kulit yang sering terjadi pada lansia, mengenai hampir 75% lansia berusia di atas 64 tahun. Kulit tampak kering, bersisik, berwarna gelap, keabu-abuan dan terlihat suram.
Biasanya disertai gatal dan dengan garukan, gosokan atau kontak bahan iritan dan bahan sensitizer lebih jauh akan menyebabkan mudah meradang menjadi ecsema craquele atau winter ecsema dan juga terjadi penyebaran sehingga perubahan eksematosa lebih menyeluruh.
Kelainan ini banyak diderita wanita terutama di tungkai bawah, lengan dan tangan oleh karena daerah itu merupakan daerah yang terbuka.
Kelainan ini akan bertambah berat bila dipengaruhi kelembban udara rendah yang menyebabkan penguapan air di kulit bertambah seperti pada musim dingin, kecepatan angin yang tinggi, ruangan ber AC dan lain-lain.

Kelainan pigmentasi
1.Lentigo senilis (lentigo solaris)
• Kelainan kulit berupa makula hiperpigmentasi pada daerah terpapar sinar matahari seperti muka, punggung tangan, lengan atas, lengan bawah dan lain-lain.
• Berwarna kecoklatan sampai coklat tua, berbatas tegas, bentuk bulat atau lonjong, berukuran milier sampai lebih dari 1 cm.
• Terutama timbul pada golongan Kaukasia dan Mongoloid, antara dekade keempat dan keenam. Kadang-kadang lesi menyerupai tahi lalat.

2. Hipermelanosis gutara ididopatik
• Kelainan hipopigmentasi yang sering ditemukan pada lansia.
• Biasanya berkembang setelah usia 40-50 tahun.
• Ujud kelainan kulit berupa makula, depigmentasi, bentuk bulat atau angular, batas tegas, sirkumskripta, berwarna putih seperti porselin, kadang kadang dengan titik-titik hitam diatasnya, permukaan lesi biasanya halus, berukuran beberapa sampai multipel, terutama terdapat pada daerah terpajan sinar matahari seperti bagian anterior tungkai bawah, abdomen bawah, dorsal lengan atas, dan muka.
• Penyebab kelainan ini tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat peranan berbagai faktor, antara lain faktor genetik dan proses menua sendiri dengan kematian. Melanosit mungkin merupakan salah satu penyebab.

3. Nevus pigmentasi
• Kelainan ini merupakan tumor yang berasal dari sel-sel nevus

Degenerasi maligna
1. Lentigo maligna
• Lentigo maligna perlu dibedakan dari lentigo senilis, pada golongan kulit putih terdapat kecenderungan lebih banyak timbulnya lentigo maligna.
• Usia penderita biasanya diatas 50 tahun.
• Merupakan kelainan kulit prakanker dengan gambaran klinis berupa bercak hiperpigmentasi, berwarna coklat sampai hitam, dengan pigmentasi tidak merata, permukaan kadang berbenjol, batas tepi kabur, berukuran 2 cm sampai beberapa cm, membesar secara lambat. Lebih kurang 5% dari lesi ini akan berdegenerasi menjadi ganas.
• Biasanya terdapat pada daerah wajah-pipi dan hidung, leher, ekstensor lengan bawah dan tungkai bawah dan tempat lain yang terpajan sinar matahari.
• Lebih sering ditemukan pada wanita.
• Kelainan ini dapat berkembang menjadi melanoma maligna.
2. Karsinoma sel skuamosa
• Gambaran klinisnya berupa nodul soliter dengan dasar yang meradang dan tepi tidak jelas.
• Kelainan ini akan berkembang menjadi ulsera yang dangkal dikelilingi oleh batas yang tegas, meninggi dengan permukaan yang tertutup skuama dan penonjol verukosa.
• Ulsera tidak dapat menyembuh, dapat timbul dari kulit yang rusak oleh karena pajanan sinar matahari, keratosis aktinik, lesi prakanker atau karsinoma intradermal.
3. Karsinoma sel basal
• Mempunyai sifat destruktif terhadap jaringan kulit setempat, tetapi sel-sel kanker tidak masuk ke pembuluh darah atau limfe dan tidak menyebar kebagian lain dari tubuh serta pertumbuhannya lambat.
• Karsinoma ini berhubungan erat dengan pemaparan sinar matahari.
• Bentuknya seperti benjolan kecil di daerah yang terpajan sinar matahari (dahi, hidung, telinga, pipi), berwarna merah muda, padat, permukaan licin, kadang-kadang disertai pelebaran pembuluh darah yang kemudian terbentuk ulkus yang mudah berdarah dengan tepi meninggi.

Penyakit-penyakit yang sering ditemukan pada lansia
1. Pruritus senilis
• Pruritus senilis merupakan kelainan yang paling sering terjadi pada lansia, teruatama pada lansia yang berusia lebih dari 80 tahun.
• Kelainan ini sering timbul tanpa sebab-sebab yang jelas. Kekeringan udara, terlalu sering mandi dengan sabun, sering berendam dalam air dan memakai baju dari bahan yang kasar, semua ini dapat mencetuskan rasa gatal.
• Selain itu pada lansia nilai ambang rasa gatalnya juga sudah rendah.
• Bila rasa gatalnya terus menerus dan sering digaruk akan menimbulkan eksemitisasi dan memudahkan bahan-bahan iritan serta kuman masuk dengan akibat timbulnya peradangan an infeksi kulit.

2. Dermatitis statis – ulkus statis
• Penyakit ini sering ditemukan pada lansia, akibat adanya gangguan peradangan darah vena, terutama tungkai bawah yaitu di daerah pergelangan kaki
• Bila hal ini berlangsung kronis, maka kulit akan mengalami kekurangan oksigen dan akan menimbulkan kerusakan kulit.
• Penyakit ini di dahului timbulnya perubahan warna kulit menjadi merah kebiruan, kemudian menjadi coklat kehitaman (hiperpigmentasi), adanya skuama, likenifikasi dan eksudat.
• Rasa gatal menyebabkan garukan yang berulang-ulang sehingga terjadi kerusakan kulit diikuti peradangan, udem dan infeksi sekunder.
• Kadang terjadi luka, maka lukanya mudah terjadi ulkus yang kadang-kadang sukar sembuh, dan bila sembuh mudah kambuh kembali terutama setelah digaruk-garuk. Kulit sekitar ulkus udem berwana coklat kehitaman, kalau ditekan teraba keras dan disertai rasa gatal.
• Dengan pengobatan yang inadekuat ulkus akan menjadi kronis, sering infeksi dan nyeri.
• Ulkus paling sering ditemukan pada tungkai bawah bagian distal sebelah medial. Bagian tepi ulkus seperti cawan terutama bila terkena infeksi.
• Bila eksudat dan debris sudah tidak apa maka akan tampak jaringan granulasi pada dasar ulkus.
• Penyakit ini terjadi terutama disebabkan karena insufisiensi kronis vena-vena bagian dalam (deep venous) dan jarang penyebab utamanya karena adanya varises, dan penyakit ini mempunyai kecenderungan untuk diturunkan (herediter).

3. Dermatitis eksematosa
Keadaan eksematosa sering ditemukan pada lansia. Akan tetapi kebanyakan keadaannya ringan dan mudah diobati.
a. Dermatitis ini lebih sering timbul dengan bertambahnya usia. Biasanya di dapatkan pada daerah kulit yang berminyak seperti muka, kepala, dada bagian atas, dan mempunyai kecenderungan meluas ke seluruh tubuh. Gambaran klinisnya pertama-tama berupa papul, eritem dan kemudian diikuti terbentuknya skuama yang berminyak berwarna kekuningan. Bila mengenai kepala dikenal dengan nama ketombe, dan skuama yang berminyak itu mudah lepas, dan biasanya berhubungan dengan rambut yang berminyak, dikulit tepi batas rambut tampak kemerahan. Skuama juga ditemukan di belakang telinga, sering menimbulkan fisura yang nyeri oleh karena garukan. Pada wajah. Eritem ditemukan di dahi, lipatan nasolabial, pipi dan daerah perioral, sedangkan skuama banyak ditemukan pada alis mata. Pada dada tampak berupa makula, papula eritam berbatas tegas yang berminyak dan lokasinya biasanya pada dada atas bagian tengah, terutama pada pria. Daerah-daerah lain dapat terkena yaitu daerah aksila, lipatan bawah payudara, umbilikus, lipat paha, daerah pubis, penis dan lipatan glutea. Kemungkinan ada hubungannya dengan keadaan neurologik, karena dianggap ada hubungannya antara dermatitis seboroik dengan retardasi mental dan penyakit Parkinson

b. 1. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak iritan maupun dermatitis kontak alergika dapat menumpangi pada keadaan kulit kering dan eksema asteatotika.
• Keadaan ini dapat mengenai semua bagian tubuh yang terbuka yang mudah terkena bahan iritan, akan tetapi tangan merupakan tempat yang paling sering, tetapi bahan-bahan kimia lainnya seperti pelarut, pemutih dan obat topikal seperti linimen yang kuat dapat menimbulkan reaksi iritasi. Demikian pula trauma fisik seperti pada waktu berkebun, berburu, memancing dan lainnya dapat sebagai penyebab.
b. 2.Dermatitis kontak alergika
• Erupsi kulit biasanya kurang meradang dibandingkan penderita muda, dan reaksi gatal lebih kurang akan tetapi berlangsung lama. Oleh karena respon imun seluler menurun dengan bertambahnya usia. Sebagai penyebab terjadinya banyak sekali. Obat-obatan topikal merupakan penyebab yang terutama, misalnya benzokain, tetrakain, neomisin, krim anti jamur, antihistamin dan merkuri amoniata. Selain itu bahan kosmetik, kontaktan berasal dari lingkungan kerja dan sekitar kita dan tumbuh-tumbuhan dapat pula sebagai penyebab.
• Dermatits kontak dapat mudah dikenali bila daerah yang terkena diskrit dan mengenai daerah yang terbatas, misalnya kaki, tangan atau pinggang. Membedakan dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergika sering sulit, Secara umum, dermatitis primer ditandai oleh kering, fisur dan lesi skuama, sedangkan kontak alergika lesi lebih eritematus, dengan papul dan vesikel. Pada lansia, karena menurunnya respon inflamasi menyebabkan hal ini sulit dibedakan.

Dermatitis alergi Dermatitis Atopik
c. Liken simpleks kronis
• Kelainan ini ditandai oleh plaket yang menebal, gatal, lokasinya terbatas dan perjalanan penyakit kronis.
• Paling sering ditemukan pada daerah pergelangan kaki, tetapi dapat juaga timbul di bagian lain.
• Kelainan ini disebabkan oleh kebiasaan menggaruk dan menggosok kulit. Paling sering ditemukan pada usia diatas 60 tahun. Biasanya lesi hanya satu dan daerah predileksinya pada wanita di daerah oksipital dan leher belakang/tengkuk sedangkan pria daerah perineum dan skrotum.
• Daerah lain sering terkena adalah pergelangan tangan dan tungkai bawah.
• Faktor predisposisinya adalah atopi dan kulit xerotik dimana kelainan ini berhubungan dengan gatal yang kemudian berlanjut dengan siklus gatal-garuk.

4. Herpes zoster
• Dengan menurunnya imunitas atau adanya keganasan pada lansia mungkin berpengaruh terhadap timbulnya herpes zoster. Penyakit ini merupakan reaktivasi dari virus penyebab varisela, akan tetapi disini yang terkena ganglion saraf sensoris.
• Gambarannya berupa vesikel dan bula yang berkelompok diatas kulit yang eritematus, timbul secara segmental di kulit dapat dimana saja, dan sering didahului rasa nyeri beberapa hari sebelum munculnya erupsi.
• Nyeri biasanya digambarkan sebagai rasa terbakar, tertusuk-tusuk, tertikam yang dapat menetap atau hilang timbul.
• Vesikel dalam beberapa hari akan menjadi keruh, lesi-lesi ini kemudian mengering, menjadi krusta dan akhirnya mengelupas dan bersih.
• Lesi-lesi ini bersifat destruktif dan tidak jarang disertai terjadinya jaringan parut. Bila lesi timbul di dekat mata, perlu dikonsulkan ke bagian mata.
• Beratnya penyakit bertambah sesuai dengan bertambahnya usia.
• Komplikasi yang paling sering dari herpes zoster ini adalah neuralgia pasca herpetika.

Herpes Zoster

5. Pemfigoid bulosa
• Penyakit ini juga dinamakan pemfigus pada lansia dan pemfigoid senilis oleh karena kebanyakan muncul pada dekade 7 dan 8.
• 60% penderita mempunyai awitan penyakit diatas usia 60 tahun.
• Merupakan penyakit yang ditandai oleh terbentuknya bula yang tegang, besar, tidak mudah pecah dengan trauma yang ringan.
• Bula dapat timbul diatas kulit yang normal ataupun kulit eritematus. Rupturnya bula menyebabkan erosi yang menyembuh secara lambat dan terjadinya infeksi sekunder. Lokasi bula dapat berada di setiap tubuh, akan tetapi paling sering ada didaerah lipatan-lipatan, tungkai bawah, paha, perut bagian bawah dan daerah fleksor lengan bawah.
• Oleh karena pemfigoid dapat berhubungan dengan keganasan organ dalam, sebaiknya dilakukan pemeriksaan yang diteliti akan adanya keganasan pada paru, payudara dan usus besar.
• Pengangkatan tumor akan menyebabkan sembuhnya pemfigoid.

6. Kelainan pada kaki dan kuku kaki
a. Hiperkeratosis
Hiperkeratosis merupakan istilah umum, termasuk disini penebalan kulit yang dicetuskan oleh karena penekanan seperti klavus atau kalus, dan penebalan yang bukan disebabkan tekanan seperti keratosis atau keratoderma.
a.1. Hiperkeratosis jari-jari kaki.
Artritis yang disertai melebarnya sendi-sendi interphalangeal menyebabkan terjadinya hiperkeratosis pada kulit didaerah tersebut, tampak sebagai kalus. Dengan adanya trauma penekanan yang intermitten dan berlarut-larut daerah sentral hiperkeratosis akan menjadi padat membentuk inti berwarna keputihan dan keras disebut klavus.
a. 2. Hiperkeratosis plantaris
Hiperkeratosis kulit dibawah tulang metatrsal bagian depan dapat oleh banyak faktor termasuk adanya atrofi jaringan lemak daerah plantar, latihan fisik dan ada atau tidaknya artritis. Massa hiperkeratotik yang besar dalam halus dibawah tulang metatarsal sama keadaannya dengan klavus di jari-jari kaki.
Pembentukan kulit yang tebal dan keras disebabkan oleh suatu akumulasi sel kulit mati yang mengeraskan dan menebal pada suatu area kaki .Kulit yang tebal dan keras ini merupakan mekanisme pertahanan badan untuk melindungi kaki melawan terhadap friksi dan tekanan berlebihan. Kulit yang tebal dan keras ini dapat menekan saraf sehingga dapat menimbulkan nyeri dan kelainan akan sensorik.
Terapi yang terbaik adalah memberikan beban yang merata terhadap kaki, yaitu berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki dan memakai alas kaki yang rata. Dapat diberikan obat-obat yang bersifat keratolitik untuk mengurangi penebalannya.

b. Ulkus
• Beberapa macam ulkus dapat timbul pada lansia diantaranya ulkus kecil pada jari kaki yang mengalami hiperkeratosis oleh karena trauma dari luar, ulkus neurotropik atau ulkus diabetikum dan ulkus mal perforans.

c. Kelainan kuku kaki
• Lansia biasanya sering mengeluh tentang ketidakmampuannya memotong kukunya yang tebal dan keras. Masalah kecil ini dapat dioperbesar dengan adanya kondisi penglihatan yang kurang, anestesi dan ketidakmampuan untuk membengkokan serta menjangkau kaki.
• Kelainan-kelainan pada kuku kaki dapat berupa onychauxiz, onychocryptosis, subungual heloma, onycholysis, onychogryphosis dan onychophosis.
• Ingrown toenails ( kuku yang tumbuh kedalam)
Dikenal sebagai onychocryptosis, kuku jari kaki tumbuh ke dalam, yang terjadi ketika kulit pada atau kedua sisi suatu kuku tumbuh di atas tepi dari kuku, atau kuku tumbuh ke dalam kulit. Kondisi ini pada umumnya sangat menyakitkan dan dapat dihubungkan dengan infeksi/ peradangan jari kaki . Beberapa kuku jari kaki tumbuh ke dalam secara kronis, dengan peristiwa infeksi/peradangan, sering trauma, seperti tersandung, adanya kotoran yang masuk kedalam celah kuku, yang dapat menghalangi pertumbuhan kuku keluar, sehingga kuku tertekan dan tumbuh kedalam, menekan kulit.

Penyebab yang paling umum ialah memotong kuku jari kaki salah . Kaus kaki atau sepatu ketat, hal ini yang dapat menyebabkan kuku tumbuh kedalam, dan akhirnya dapat menyebabkan infeksi.
Kuku jari kaki tumbuh ke dalam harus segera dirawat dan diobati sejak diketahui. Perawatan yang dapat dilakukan: rendam kuku jari dengan air hangat, kemudian dikeringkan dengan handuk, gunting kuku yang tumbuh kedalam, kemudian beri salep antibiotik, lalu diperban.Apabila telah terjadi infeksi, maka pemberian antibiotik sangat diperlukan, bahkan pengangkatan kuku dengan ekstraksi Naegel maupun Roser plasty diperlukan untuk kasus yang berat.

7. Ulkus kutan
• Ulkus dekubitus sebenarnya merupakan ulkus yang disebabkan oleh posisi terlentang, tengkurap atau miring yang terlalu lama.
• 70% penderita dengan ulkus dekubitus berusia 70 tahun ketas.
• Faktor resiko untuk terjadinya selain ketuaan adalah imobilisasi dan penyakit yang menimbulkan kelemahan. Tonjolan-tonjolan tulang akan menerima tekanan yang lebih besar sehubungan dengan tidak adanya lemak sebagai bantalan.
• Ulkus dekubitus merupakan kelainan yang serius, memerlukan perhatian khusus pada stadium dini yaitu pada waktu baru terjadi eritem.

8. Infeksi pada kulit
• Perubahan-perubahan pada kulit berhubungan proses penuaan seperti penipisan epidermis dan kekeringan akan menurunkan integritas kulit berupa pertahanan mekanik (mechanical barriei) terhadap infeksi bakteri dan jamur.
• Adanya penyakit-penyakit sistemik, ulkus dekubitus, keganasan, diabetes melitus dan kondisi-kondisi lain juga memudahkan terjadinya infeksi kulit lansia dengan organisme spektrum luas.
a. infeksi bakteri
– Infeksi bakterial primer pada kulit atau sekunder.
– Infeksi kulit primer berasal dari kulit yang tampak normal, biasanya disebabkan organisme tunggal dan mempunyai gambaran morfologik yang khas. Sedangkan infeksi bakteri sekunder berkembang dari bermacam-macam kelainan kulit yang sudah ada sebelumnya seperti luka iris, luka bakar, inflammatory dermatose, gigitan serangga, erupsi obat dan penyakit virus atau jamur. D
– apat melibatkan beberapa organisme yang berbeda, dan gambaran morfologik lesi bervariasi.
– Hal ini lebih banyak tergantung dari penyakit yang mendasari daripada invasi bakterinya.
– Yang termasuk infeksi bakteri primer disini adalah impetigo, eritrasma. Sedangkan yang lebih sering mengalami infeksi bakteri sekunder adalah dermatitis eksematoid infeksiosa dan intertrigo.
b. Infeksi jamur
– Infeksi jamur dapat disebabkan bermacam-macam spesies dermatofit.
– Manifestasi klinisnya dapat berupa tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis dan onikomikosis.
– Selain oleh karena dermatofit, infeksi jamur dapat pula disebabkan kandida. Infeksi kandida sering mengenai daerah intertrigo misalnya lipat paha, aksila, lipatan glutea, daerah bawah payudara.
– Kandidiasis intertriginosa lebih sering ditemukan pada lansia yang mengalami kelemahan, selalu tiduran atau febris, demikian juga diabetes.

9. Infestasi
• Secara garis besar ada 2 bentuk host parasite relationship yaitu pertama tungau hidup pada atau dibawah apendiks kulit dan memperbanyak diri disana sebagai komensal, menyebabkan kelainan tidak spesifik pada pejamu dan kedua tungau merupakan ektoparasit yang menggigit, menyengat atau kontak dengan kulit akan tetapi bukan merupakan residen yang permanen pada kulit.
• Insiden infestasi parasit ini paling tinggi pada usia antara 15 – 44 tahun, tetapi dapat juga timbul pada kelompok umur lainnya, khusunya pada lansia di rumah sakit, pantiwerda, atau institusi lainnya dimana kontak langsung secara kebetulan tak dapat dihindarkan ( misalnya bersalaman, tidur bersama) dan kontak langsung melalui alat-alat yang dipergunakan di rumah seperti selimut, pakaian, handuk dan seprei akan menyebabkan menyebarnya parasit.
a. Skabies
• Infestasi parasit pada kulit paling sering disebabkan oleh Sarcoptes scabiei, kira-kira 2-4% dari penderita yang berobat ke spesialis kulit di Amerika Serikat. Sedangkan di negara sedang berkembang prevalensinya 6-27% dari populasi umum.
• Gambaran klinis yang patognomonik yaitu dengan ditemukannya terowongan, berupa garis yang kotor, pendek, berkelok dan eritematus. Pada Skabies yang klasik, lesinya hampir simetris dan mengenai pergelangan tangan, sela-sela jari tangan, umbilikus, puting susu dan areola mamae, penis, paha bagian atas dan glutea.
• Infeksi sekunder terjadi oleh karena garukan.
• Gatal terutama pada malam hari
• Lesi dapat berkembang menjadi eksema sekunder dan infeksi.
b. Pedikulosis
• Ada 2 spesies parasit ini pada manusia yaitu Phitirus pubis yang menyebabkan pedikulosis pubis dan Pediculus humanus yang menyebabkan pedikulus kapitis.
b.1. Pedikulosis pubis
Gejalanya yaitu adanya iritasi yang terus-menerus, selanjutnya berkembang menjadi eksema dan pioderma. Makula berwarna abu-abu kebiruan (macula cerulaea) tampak pada perut bagian bawah disebabkan perubahan pigmen darah pada daera gigitan.
b.2. Pedikulosis kapitis
Secara klinis gejalanya adalah rasa gatal dan gambarannya berupa makula eritem dan urtika yang kecil, ekskoriasi, hiperpigmentasi sekunder dan pioderma.

IV. DEKUBITUS PADA LANSIA
Dekubitus juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada satu area yang berlangsung terus menerus atau berulang-ulang sehingga mengakibatkan peredaran darah setempat terhenti sehingga terjadi nekrosis. Keparahan suatu dekubitus didasarkan pada kedalaman ulkus. Walaupun semua bagian tubuh dapat mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuh beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus. Bagian tubuh yang sering mengalami dekubitus adalah tempat di mana terdapat penonjolan misalnya daerah sacrum, trokhanter mayor, spina ischiadica anterior superior, tumit, siku dan kepala bagian belakang.

Ada 4 faktor yang telah diterapkan dalam patogenesis dekubitus, yaitu:
1. Tekanan
2. Peregangan dan lipatan kulit
3. Gesekan kulit
4. Beberapa faktor predisposisi.

Faktor-faktor ini mengakibatkan terhambatnya aliran darah ke kulit. Selain itu, gesekan pada kulit menghilangkan stratum korneum epidermis yang berfungsi sebagai pelindung kulit.
1. Tekanan
Tekanan darah kapiler berkisar antara 16 mmHg – 33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga bila tekanannya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi, sebagai contoh, bila seseorang menderita imobil / terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa biasa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg, dan daerah tumit mencapai 30 – 45 mmHg. Tekanan ini akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut akan terjadi nekrosis jaringan kulit.
2. Peregangan dan lipatan kulit
Bila penderita imobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk, akan terjadi peregangan dan lipatan kulit. Ada kecenderungan tubuh akan meluncur ke bawah, apalagi bila keadaannya basah. Seringkali hal ini dicegah dengan memberikan penghalang, misalnya bantal-bantal kecil atau balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya mencegah pergerakkan kulit, yang sekarang terfiksasi pada alas, tetapi rangka tulang tetap cenderung maju ke depan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan atau peregangan pada jaringan subkutan yang seakan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shearing forces. Akibat tambahan dari shearing forces ini, pergerakkan tubuh diatas alas tempat berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat menarik / mengacaukan dan menutup pembuluh-pembuluh darah
3. Gesekan
Gesekan terjadi saat penderita bergerak maju atau ditarik dari tempat tidurnya sehingga terjadi gesekan antara kulit dan alas tempat tidur, gesekan ini menghilangkan stratum korneum epidermis sehingga jaringan di bawahnya menjadi terekspose.
4. Faktor predisposisi

a. Faktor tubuh sendiri ( faktor intrinsik ) antara lain :
• Status gizi, underweight atau overweight
• Adanya hipoalbuminemia mempermudah terjadinya dekubitus dan memperburuk penyembuhan Sebaliknya bila ada dekubitus akan menyebabkan kadar albumin darah menurun.
• Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah dan memperburuk dekubitus.
• Kulit yang lembab seperti pada penderita dengan inkontinensia, keadaan hidrasi/cairan tubuh yang kurang.

b. Faktor ekstrinsik
• Kebersihan tempat tidur
• Alat-alat tenun yang kusut dan kotor
• Peralatan medik, sehingga penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu
Dekubitus dapat terjadi pada setiap umur, tetapi usia lanjut berpotensi lebih besar. Hal ini disebabkan adanya hubungan antara perubahan pada kulit dengan bertambahnya usia,yaitu :
a. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
b. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
c. Menurunnya efisiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh

PEMBAGIAN DAN LOKASI TERSERING DEKUBITUS
Mengingat patofisiologi terjadinya ulkus dekubitus, maka perlu diingat bahwa kerusakan jaringan dibawah tempat yang mengalami dekubitus adalah lebih luas dari ulkusnya sendiri. Dan sebelumnya perlu dipahami terlebih dahulu tentang lapisan-lapisan kulit.
Pembagian tipe ulkus dekubitus berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhannya dan perbedaan suhu dari ulkus dengan kulit sekitarnya dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Tipe normal
Tipe ini memiliki beda temperature sampai dibawah 2,5°C dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah baik.
b. Tipe arteriosklerotik
Tipe ini memiliki beda temperature kurang dari 1°C antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arteriosklerotik) ikut berperan untuk terjadinya dekubitus, disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
c. Tipe terminal
Tipe ini terjadi pada penderita yang akan meninggal dan tidak dapat sembuh.

Berdasarkan karakteristik pembagian klinis, dekubitus terbagi atas:
a. Derajat 1. Akan terlihat kulit yang kemerahan atau kulit yang berubah warna menjadi lebih gelap. Kulit belum rusak tetapi meradang dan mungkin sakit, serta panas saat disentuh. Didapati pula tekstur kulit yang mengeras seperti bunga karang yang menetap. Perbedaan warna dari kulit, panas dan edema, indurasi atau lecet dan mengeras menjadi tanda-tanda awal dari dekubitus.

b. Derajat 2. Terlihat tanda-tanda dimana kulit mulai terpecah dan sebagian kulit yang tipis menghilang mulai dari epidermis, dermis atau keduanya. Ulkus masih superfisial memperlihatkan gambaran yang abrasi, melepuh dan lubang yang dangkal dengan tepi ulkus jelas. Jaringan sekitar mungkin berbatas merah, membengkak serta terasa perih.

c. Derajat 3. Lapisan kulit hilang seluruhnya oleh karena kerusakan yang meluas atau nekrosis dari jaringan subkutan, serta melebar ke bawah tetapi tidak mencapai batas fascia (pembungkus otot). Gambaran klinis dari ulkus berupa lubang atau kawah yang dalam dan menggaung dengan atau tanpa merusak jaringan yang berdekatan.

d. Derajat 4. Kulit seluruhnya mengalami kerusakan yang lebih lanjut, ada jaringan yang nekrosis, kerusakan dari otot, tulang atau jaringan pendukung seperti tendon dan joint kapsul. Derajat 4 ini dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.

Lokasi tersering pada pasien yang berbaring adalah di samping atau belakang kepala, siku, punggung, panggul, lutut, atau di mana pun bagian yang bersentuhan dengan tempat tidur dengan jangka waktu lama. Hal ini terlihat pada gambar berikut:

Pada pasien yang menggunakan kursi roda dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk duduk juga dapat terkena dekubitus, lokasi-lokasi yang sering terkena dekubitus terlihat pada gambar di bawah ini:

FAKTOR RESIKO
Pasien-pasien tua yang tidak mampu bergerak (seperti: stroke, demensia lanjut, patah tulang panggul), inkontinensia, malnutrisi, diabetes mellitus, pemakaian urin kateter, fraktur merupakan pasien-pasien yang berisiko tinggi untuk terkena ulkus dekubitus. Banyak faktor resiko bagi berkembangnya ulkus dekubitus, namun semua penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan untuk bergerak meningkatkan faktor resiko tersebut. Penelitian pada orang-orang tua yang dipasang alat penghitung otomatis pada tempat tidurnya ditemukan bahwa pada pasien dengan > 51 gerakan spontan pada malam hari tidak menyebabkan dekubitus, namun pada 90 % pasien dengan < 20 gerakan spontan pada malam hari mengalami dekubitus.
Peningkatan umur meningkatkan angka terjadinya dekubitus. Umur berhubungan dengan berubahnya fisiologi di kulit pasien.

Jadi faktor risiko dekubitus pada lansia adalah :
D : Delirium, dementia, dependence.
E : Elderly.
K : Kontraktur.
U : Urinary incontinence.
B : Bowel incontinence.
I : Immobility.
T : Tension oxygen low.
U : Under nourishment.
S : Spastic.
Skala Norton sering dipakai untuk mengidentifikasi pasien-pasien dengan risiko tinggi, dimana pada skala ini menggunakan 5 variabel yaitu: kondisi fisik, status mental, derajat aktivitas, mobilitas, inkontinensia.

Skala Norton Untuk Mendeteksi Pasien Berisiko Terkena Ulkus Dekubitus.

Nama Pasien Skor Tanggal

Kondisi fisik umum:
– Baik
– Lumayan
– Buruk
– Sangat buruk
4
3
2
1
Kesadaran:
– Compos mentis
– Apatis
– Sopor/confuse
– Stupor/koma
4
3
2
1
Aktifitas:
– Ambulan
– Ambulan dengan bantuan
– Hanya bisa duduk
– Tidur
4
3
2
1
Mobilitas:
– Bergerak bebas
– Sedikit terbatas
– Sangat terbatas
– Tak bisa bergerak
4
3
2
1
Inkotinensia:
– Tidak ada
– Kadang-kadang
– Sering inkotinensia urn
– Inkotinensia urin dan alvi
4
3
2
1
Skor total

KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi akibat dekubitus adalah :
 Sepsis merupakan komplikasi yang paling sering dari dekubitus.
 Infeksi lokal, selulitis, dan osteomielitis.
 Pyarthrosis atau ulkus yang berpenetrasi ke rongga sendi.
Hal ini terjadi pada dekubitus yang terinfeksi sangat dalam.
 Amyloidosis terjadi pada dekubitus kronik.
Hal ini juga menjadi sumber penularan nokosomial di rumah sakit karena resistensi dari antibiotic.

Tanda-tanda mulainya terjadi infeksi dari ulkus adalah :
 Terdapat nanah / pus yang berwarna kuning atau hijau.
 Tercium bau tidak enak dari luka.
 Di sekitar luka memerah, membengkak dan empuk saat dipegang (fluktuasi).

Tanda-tanda infeksi tersebut sudah meluas adalah :
 Suhu meningkat, tidak bisa konsentrasi, detak jantung cepat dan lemah.

PENATALAKSANAAN
Tindakan pencegahan adalah langkah pertama dalam menghindari timbulnya dekubitus. Selain mengurangi biaya perawatan, pencegahan terjadinya ulkus dekubitus juga merupakan langkah yang dapat mempertahankan kualitas hidup pasien. Pencegahan untuk mencegah terjadinya luka dekubitus terdiri dari 3 kategori, yaitu :

1. Perawatan kulit dan penanganan dini
a. Diawali dengan mengenal penderita yang beresiko tinggi untuk terjadinya dekubitus.
b. Meramalkan akan terjadinya dekubitus dengan memakai skor Norton. Skor di bawah 14 menunjukkan adanya resiko tinggi terjadinya dekubitus.
c. Menjaga kebersihan kulit penderita dengan memandikan setiap hari. Sesudah dikeringkan dengan baik, digosok dengan lotion, terutama di bagian kulit yang terdapat tonjolan-tonjolan tulang. Bisa juga dibubuhkan bedak tabur secara teratur. Sambil digosok di lakukan masase untuk melancarkan sirkulasi darah ke kulit.
d. Meningkatkan status kesehatan penderita
• Umum : memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya hipoalbuminemia dikoreksi, nutrisi dan hidrasi yang cukup, vitamin C dan mineral Zn ditambahkan.
• Khusus : mengobati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM yang belum terkontrol dengan baik, paru, dsb.
e. Mengurangi / meratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah
• Alih posisi / tidur selang-seling paling lama tiap 2 jam sekali yaitu : 2 jam miring ke kiri, 2 jam terlentang, 2 jam miring ke kanan.

2. Penggunaan berbagai matras atau kasur
• Saat ini telah dikembangkan berbagai macam kasur anti dekubitus yang berisi sabut kelapa / keset, karena serabut-serabut halus pada keset sabut kelapa tersebut dapat lebih melancarkan peredaran darah, sehingga oksigenasi ke jaringan-jaringan tubuh yang iskemik juga dapat diperbaiki. Selain kasur dari bahan sabut kelapa juga telah banyak dibuat bantal anti dekubitus yang juga terbuat dari bahan sabut kelapa/keset tersebut.
• Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada tubuh penderita. Karena pada kasur tidur busa biasa, berat tubuh pasien hanya didistribusikan pada beberapa tempat tertentu, sehingga resiko terjadi dekubitus menjadi besar.

Gambar 1. Penderita berbaring terlentang di atas kasur busa biasa.

Berat tubuh penderita akan didistribusikan pada beberapa tempat tertentu. Resiko terjadinya dekubitus besar sekali.

Gambar 2. Penderita berbaring terlentang di atas kasur biasa, tetapi dibantu dengan beberapa bantal kecil penyangga tubuh.
Berat tubuh berhasil dibagi lebih merata, sehingga resiko terjadinya dekubitus diperkecil.

Gambar 3.Penderita berbaring di atas kasur khusus (kasur anti dekubitus) dengan memakai sistem gelombang udara yang naik turun bergantian.

Berat tubuh lebih berhasil dibagi merata, resiko dekubitus lebih diperkecil.

Gambar 4.Penderita berbaring di atas kasur air, dengan temperatur air dapat diatur sesuai yang diinginkan.

Beban berat tubuh benar-benar merata pada seluruh bagian tubuh yang kontak dengan alas, sehingga faktor tekanan sangat diperkecil dan resiko terjadinya dekubitus akibat faktor ini menjadi minimal.
• Regangan pada kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain dengan cara:
– Menjaga posisi pasien, apakah dengan ditidurkan rata di tempat tidurnya, atau didudukkan di kursi.
– Memberi bantalan dari balok penyangga pada kedua kaki, bantal-bantal kecil untuk menahan tubuh penderita, “kue donat” ( dekubitus ring ) untuk tumit, ini semua dapat mendukung usaha pencegahan dan pengobatan dekubitus.

3. Edukasi pasien
Tim medis yang terlibat didalam edukasi pasien agar menyadari bahwa tindakannya dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien untuk mencegah terjadinya luka dekubitus, akan sangat mempengaruhi pasien untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan terjadinya dekubitus.

Pengobatan bila sudah terjadi dekubitus
Bila sudah terjadi dekubitus, maka harus ditentukan terlebih dulu derajat dari dekubitus tersebut. Karena tindakan medisnya akan disesuaikan dengan derajat tersebut.
a. Dekubitus derajat I
Bila reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, maka kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, lalu diberi lotion, kemudian dimasase 2-3 kali sehari.
b. Dekubitus derajat II
Perawatan ulkus / luka yang sudah terjadi harus memenuhi syarat-syarat aseptik dan antiseptik.
Daerah yang luka digosok dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk merangsang sirkulasi. Dapat diberikan salep antibiotik topikal untuk merangsang tumbuhnya jaringan muda/granulasi. Penggantian balutan dan salep jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan.
c. Dekubitus derajat III
Ulkus lebih dalam, ulkus menggaung sampai pembungkus otot dan sudah terinfeksi, maka diusahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat mengalir keluar. Balutan jangan terlalu tebal, sebaiknya transparan sehingga permeabel untuk masuk-keluarnya udara / oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga agar tetap basah, karena dapat mempermudah regenerasi sel-sel kulit. Luka yang kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis dan diberi antibiotik lokal dan sistemik. Pilihan untuk antibiotik lokal : Salep kloramfenikol 2%. Pilihan untuk antibiotik sistemik : antibiotik spektrum luas, seperti amoksisilin 4 x 500 mg selama 15-30 hari , atau siklosporin 1-2 g/hari selama 3-10 hari.
d. Dekubitus derajat IV
Terdapat perluasan ulkus sampai ke tulang dan sering disertai jaringan nekrotik. Maka semua langkah-langkah di atas tetap dilakukan dan jaringan nekrotik yang ada harus dibersihkan, karena akan menghalangi pertumbuhan jaringan / epitelisasi. Setelah jaringan nekrotik dibuang dan luka bersih, penyembuhan luka dapat secara alami. Beberapa usaha mempercepat penyembuhan dengan memberikan oksigenasi pada daerah luka, tindakan dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan transplantasi kulit setempat. Setelah ulkus sembuh, harus diperhatikan kemungkinan timbulnya kembali ulkus di daerah yang sama

Proses penyembuhan luka dekubitus
Penyembuhan luka dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

1. Fase inflamasi (lag fase)
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostatis. Hemostatis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.
Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor) dan pembengkakan (tumor).
Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri ini (fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.

2. Fase proliferasi (fase fibroplasia)
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukoplisakarida, asam aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan kolagen membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan.
3. Fase remodeling ( fase resorbsi )
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar.

Langkah-langkah pokok yang harus dilakukan adalah :
1. Melihat adanya faktor resiko atau tidak.
2. Perawatan kulit yang beresiko dan pengobatan sedini mungkin apabila terjadi tanda-tanda akan timbul luka tekan yaitu kulit tampak kemerahan.
3. Suportif terhadap permukaan kulit dalam pengaturan posisi dan secara mekanik
4. Pemberian asuhan kepada seluruh tingkat pelaksana rawat kesehatan pasien, seperti keluarga, pramurukti dan lain-lain.

IV. PERAWATAN KULIT, RAMBUT DAN KUKU PADA LANSIA
PERAWATAN KULIT PADA LANSIA
Untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul pada kulit menua perlu dilakukan pemeliharaan/perawatan pada kulit.
Pada kulit kering / xerosis kutis dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1.Secara garis besar cara perawatan sama dengan mengatasi kekeringan kulit, mempertahankan kelembaban kulit dengan menggunakan pelembab yang mengandung bahan-bahan yang dapat menahan atau mengikat air dalam lapisan kulit, melindungi kulit dari pengaruh luar yang termasuk seperti sinar matahari, udara dingin, ruang AC dan lain-lain.

2. Mandi
a. mandi agar dibatasi (tidak dianjurkan sering mandi) oleh karena kulit lansia mempunyai lebih sedikit lemak permukaan, dan kekeringan akibat terlalu sering mandi akan menimbulkan rasa gatal, kadang-kadang berubah menjadi bath itch dimana pada kulit didapatkan bintik-biktik merah. Dianjurkan penggunan bath oil atau pelembab yang dilarutkan dalam aor bak mandi. Akan tetapi harus hati-hati oleh karena hal ini akan menyebabkan bak mandi menjadi licin. Akan tetapi lebih baik bila daerah yang kering langsung diolesi pelembab.
b. berendam dengan air dingin setiap hari bila hal ini memungkinkan bagi lansia.

3. Perawatan/pengobatan
a. Untuk menjaga kulit tetap lembab setelah mandi gunakan pelembab yang mengandung aquaphor (95% petrolatum) misalnya Eucerine. Oleh karena xerosis cutis sering disertai gatal, meradang, eritem, disamping diberikan pelembab untuk mengatasi kekeringan kulit dapat pula ditambahkan menthol 0,25% untuk mengurangi rasa gatal. Selain itu dapat diberikan minyak alami misalnya krim dengan bahan dasar lanolin atau campuran lanolin dengan parafin.
b. Disamping itu dapat diberikan antihistamin dan kortikosteroid topikal yang ringan seperti hidrokortison 1%. Kortikosteroid lemah dengan dasar urea sangat tepat dan dianjurkan. Pada kasus-kasus yang berat dapat diberikan sedatif ringan.
c. Preparat hormon yang berisi progesteron, pregnolon 0,1-0,5 % dikatakan dapat memberi efek yang baik untuk xerosis cutis disamping dapat menghilangkan keriput.

4. Pakaian
a. Gunakan pakaian katun yang lembut
b. Pakaian wool biasanya tidak dapat dipakai dan memperburuk keadaan karena iritasi. Penderita lebih merasa enak dengan memakai piyama tipis.
5. Lingkungan
a. Suasana lingkungan harus disesuaikan. Bila memungkinkan jagalah kelembaban ruang tidur atau ruangan lain di rumah dengan memasang hunidifier.
b. Perubahan temperatur secara tiba-tiba harus dihindarkan.

6. Memilih bentuk kosmetika sama seperti kulit kering yaitu :
a. Pembersih dengan bahan dasar minyak (cleansing cream, cold cream), sabun lunak misalnya Oilatum dua kali seminggu.
b. Pelembab.
b.1 Pelembab yang membuat lapisan lemak tipis pada permukaan kulit untuk mencegah penguapan air dari kulit sehingga dapat mempertahankan kelembaban yang masih ada misalnya krim pelembab yang mengandung minyak nabati, seperti minyak wijen, minyak zaitun atau krim emolien yang mengandung polyunsaturated fatty acid dan unsur lemak lainnya (Nourishing cream, night cream, day cream, emolient cream)
b.2 Pelembab yang mengandung bahan-bahan hidrofilik, merupakan bahan topikal uang mempunyai efektifitas melembabkan yang tinggi karena dapat meningkatkan penyerapan air ke dalam kulit seperti krim yang mengandung asam laktat 2-5%, urea 2-10%, alantoin.
b.3 Preparat topikal yang mengandung asam-asam amino, asam lemak esensial atau vitamin F. Bahan-bahan ini mempunyai efek melembabkan kulit dengan baik.
b.4 Preparat kolagen yang digunakan secara topikal dalam bentuk krim atau gel bertujuan untuk mengurangi rasio insoluble/ soluble kolagen sehingga meningkatkan kelembaban kulit, tidak untuk mengganti serat kolagen yang rusak.
b.5 Preparat topikal yang mengandung vitamin E bermanfaat karena vitamin E yang larut dalam lemak dapat penetrasi ke dalam kulit dengan efek sebagai berikut :
– Meningkatkan kelembaban kulit
– Sebagai anti oksidan yang menekan pembentukan radikal bebas seihingga menghambat kerusakan sel-sel kulit.
– Melindungi kulit terhadap kerusakan yang disebabkan sinar UV dengan cara menurunkan kadar ornithine decarboxylase di dalam kulit
c. Pelindung terhadap sinar matahari yaitu dengan menggunakan tabir surya secara teratur dengan memilih yang mempunyai proteksi maksimal misalnya SPF 15
d. Kosmetika rias digunakan yang banyak mengandung unsur lemak/bentuk krim dan bersifat menutup, disamping sebagai pelembab, pelindung, dan menutupi kekurangan-kekurangan pada kulit (cover foundation, soft foundation, compact powder)

Untuk menjaga kulit tetap sehat diperlukan hal-hal sebagai berikut :
1. Makanan /minuman bergizi
Dengan bertambahnya usia kulit kehilangan elastisitasnya oleh kolagen yang merupakan jaringan penunjang untuk jaringan ikat, otot, kulit, pembuluh darah dan lain-lain mengalami proses cross linked yaitu ikatan silang antara molekul-molekul besar seperti protein, kolagen dan elastin sehingga menyebabkan jaringan kolagen kurang lentur dan kaku. Hal tersebut terlihat pada jaringan ikat sendi, pembuluh darah menjadi kaku, kulit keriput. Dengan pemberian zat-zat gizi dapat dihambat proses cross linked tersebut. Zat gizi yang dapat menghambat yaitu vitamin A, B1, B5, B6, C, E, PABA, mineral seng dan selenium (Se O2/Se O3) 103 mg. Lubowe menganjurkan pemberian vitamin A 25.000 u, vitamin C 500 mg, vitamin E 800 mg disamping vitamin B kompleks dan mineral yang sukup pada lansia.

2. Kebersihan tubuh dijaga
Kebersihan kulit merupakan hal yang perlu diperhatikan, akan tetapi mandi setiap hari untuk seorang lansia tidak perlu ataupun tidak dianjurkan. Kenyataannya kebanyakan lansia enggan untuk mandi setiap hari. Walaupun mandi setiap hari tidak diperlukan, menggosok daerah-daerah tertentu seperti wajah, sela paha, ketiak dan lipatan-lipatad tubuh lainnya perlu dibersihkan secara teratur dan dirawat. Lansia cenderung sensitif terhadap deodoran, maka hati-hati dalam penggunaannya. Digunakan sabun yang lunak untuk mencegah kekeringan kulit dan iritasi. Pada daerah kulit yang ada kelainan dilakukan pengusapan secara hati-hati. Mandi sabun akan membersihkan kulit akan tetapi memberikan aktifitas yang pasif bagi lansia, oleh karenanya mandi di kamar mandi diperlukan sekali atau tiga kali seminggu untuk mengaktifkan lansia. Faktor-faktor keamanan secara umum dan keterbatasan fisik lansia harus dipertimbangkan sebelum dilakukan mandi di kamar mandi. Mandi whirlpool dapat memperbaiki dan merangsang sirkulasi. Mandi air hangat akan menurunkan sirkulasi di otak, yang sering menyebabkan pelupa/kebingungan.

3. Istirahat yang teratur

4. Olahraga yang teratur.

PERAWATAN RAMBUT PADA LANSIA
Perawatan rambut pada lansia dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. :
1. Rambut dicuci dengan menggunakan shampo pada umumnya setiap 3 hari sekali.
2. Rambut yang kering dan berketombe dapat dilakukan perawatan dengan sampo yang mengandung bahan seperti seng, selenium sulfid resorsin, asam salisilat dan sebagainya diikuti pemberian conditioner rambut. Paling baik dipilih conditioner ringan. Minyak rambut berguna untuk rambut kering.
3. Rambut dikeringkan dengan hair dryer agar lebih cepat kering dan juga menghindari lansia kedinginan.
4. Uban dapat diatasi dengan pengecatan rambut secara permanen dan mencuci rambut dengan pemberian warna rambut temporer.
5. Kerontokan rambut dapat diatasi dengan bermacam obat-obatan :
a. bahan-bahan untuk merangsang sirkulasi darah antara lain :
1. Derivat-derivat asam nikotinat : asam nikotinat, garam-garaman dan alkohol-alkoholnya, berfungsi sebagai rubefasien, menstimulasi sirkulasi darah dan mempermudah penetrasi senyawa-senyawa lain.
2. Iritan-iritan seperti capsium cantharides dan camphor.
3. Minyak esensial atau ekstrak tanaman tertentu : crucifera thyme, garlic, cinnamon, pala, dll.
b. Zat-zat makanan
Asam amino yang kaya akan sulfur serta derivat-derivatnya metionin, sistein, sistin.
c.Vitamin-vitamin :
1. Kelompok vitamin B (B1, B2, B6 dan B12)
2. Faktor vitamin B (p-amino-benzoic, garam kalsium dari Panthothenic acid, panthenol)
3. Vitamin A, E, H (biotin)
4. Ekstrak kaya vitamin misalnya kecambah gandum
5. Vitamin F (asam lemak esensial)

d. lain-lain :
1. Ekstrak plasenta, digunakan untuk memberikan nutrisi dan metabolisme pada papil rambut
2. Sericine, diekstrakkan dari serat-serat sutera yang belum diolah, memiliki daya tonik dan anti sebborhea.
3. Berbagai tonik lain, misalnya ginseng pilocarpine dan guinine.
4. Bahan-bahan penguat rambut misalnya senyawa-senyawa dikarbonil
5. Bahan penghambat mikroflora.

PERAWATAN KUKU PADA LANSIA
1. Perawatan kuku dapat dilakukan dengan cara-cara antara lain :
a. Untuk mengurangoi kerapuhan kuku yang disebabkan menurunnya kandungan air, dapat diatasi dengan merendam kuku dalam air selama 15 menit atau lebih akan menjadikan kuku lebih lentur. Kemudian kuku diolesi krim atau direndam minyak zaitun untuk melunakkan permukaan kuku dan juga mencegah penguapan air. Baru-baru ini dilaporkan penggunaan pelembab yang menggunakan pelembab yang mengandung fosfolipid dapat lebih efektif.
b. Untuk menambah kekuatan kuku, dapat diberikan pembungkus kuku dan cairan penguat kuku yang mengandung serat-serat nilon.
c. Kuku dibersihkan dengan cara merendam tangan/kaki dalam air hangat bersabun lebih kurang 10 menit, kemudian disikat dengan sikat lunak dan keringkan secara hati-hati dengan handuk.
d. Potong kuku-kuku jari sama panjang dan dikikir mengikuti bentuk ujung jari (oval). Hati-hati jangan sampai membuat trauma pada sudut-sudut kuku oleh karena dapat menyebabkan infeksi. Kuku yang pendek lebih mudah merawatnya selain itu juga untuk mencegah patahnya kuku.

2. Perawatan khusus untuk tangan dan kaki :
a. Gunakan sarung tangan untuk mengurangi kontak dengan sabun cuci dan sabun mandi.
b. Kebersihan kaki dilakukan rutin setiap hari, dalam hal ini kaki dicuci dan kemudian dikeringkan serta ditaburi sedikit bedak agar kaki tetap kering. Bersamaan itu dilakukan pula pengamatan atas adanya kelainan.

DAFTAR PUSTAKA

Skin Disorder. The Merck manual of health & aging. Page 491-511

Kabulrachman. Problema Dermatologik Pada Usia Lanjut. Dalam : Darmojo. RB, Martono HH. Buku Ajar GERIATRI (Ilmu Kesehatan usia lanjut). Balai Penerbit FKUI Jakarta. 1999. Hal 405-425.

Adhi J, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ketiga. Balai penerbit FKUI Jakarta1999.

Siregar RS. Atlas Berwarna SARIPATI Penyakit Kulit Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005.

www.emedicine.com

www.mayoclinic.com

www.medlineplus.com

www.medicastore.com