Emotional Branding dan Pengelolaan Pengetahuan

Emotional Branding dan Pengelolaan Pengetahuan

 Tema : “Integrasi Imtaq dan Iptek di Lingkungan Kampus STAN”

Julianda Rosyadi

Kepekaan adalah hasil olah dan praktek Imtaq, sedangkan Iptek akan memudahkan tersampainya manfaat kepekaan itu kepada kawan kita. Di kampus ini, perlu adanya kepekaan para pemegang kekuasaan yang akan menguatkan kesadaran bahwa mereka sejajar dengan mahasiswa. Hal ini bisa direalisasikan dengan ramahnya sambutan dan simpelnya birokrasi. Selain itu,kepekaan juga diperlukan dalam hubungan antar elemen kampus. Kepekaan di sini akan melahirkan rasa ingin berbagi. Berbagi melalui pengelolaan dan transfer ilmu pengetahuan antar generasi dan antar elemen kampus. Teknologi pun memudahkan pelaksanaannya.

Mengamati keadaan kampus sekarang ini adalah seperti melihat sebuah pemerintahan sejati. Selain itu, juga tergambar bahwa elemen-elemen kampus yang menjadi wadah mahasiswa seperti gedung-gedung tinggi yang memiliki kepentingan masing-masing, tersekat, dan terpisah. Efeknya adalah munculnya jarak antara rakyat (baca : mahasiswa) dengan pemerintahan kampus, ini yang pertama. Efek kedua adalah orang-orang yang ada di sebuah elkam akan menjadi seperti kura-kura dalam tempurung, hanya tahu dunianya saja, tak mengerti apa yang dilakukan kawan-kawannya di elkam yang lain.

Mengutuk kegelapan tentu tak lebih baik daripada menyalakan lilin. Apa yang saya sajikan secara singkat di awal adalah sebuah kelemahan (weakness) yang ada di kampus kita sekarang. Anda pun tentu tidak mau terfokus pada sebuah masalah. Karena saya yakin, Anda tahu bahwa itu hanya satu kuadran di antara empat kuadran SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity, dan Thread). Kita akan coba menaati sebuah aturan, melihat masalah yang ada cukup dua puluh persen. Sisanya, yang delapan puluh persen akan kita fokuskan pada solusi dan hasil. Ini yang kita sebut income frame thinking. Sepakat, bukan? Mari kita lanjutkan.

Pemerintahan sejati, kita tentu tak boleh bangga disebut seperti ini. Karena yang saya maksud adalah pemerintah yang benar-benar memerintah. ‘Saya pemerintah, Anda rakyat’ begitu sederhananya. Akibatnya hubungan antara pemegang kekuasaan dan para mahasiswa menjadi sebuah hubungan vertikal. ‘Ini saya adakan acara, Anda silakan hadir atau berpartisipasi’. Atau jika mahasiswa ingin menyampaikan sesuatu atau meminta izin untuk mengadakan acara, maka akan menghadapi serangkaian birokrasi, atau jika tidak akan menemui hambatan dalam hal waktu. Ya, seperti ini kira-kira. Kita lanjutkan dulu.

Gedung-gedung itu terpisah. Elemen-elemen kampus memiliki ciri khas masing-masing. Hal ini tentu tidak akan kita permasalahkan. Namun, hal yang perlu kita jaga adalah jangan sampai ciri khas itu menjadi sesuatu yang menghalangi kita untuk berkomunikasi. Faktanya sekarang seperti ini, sebuah elemen kampus sangat jarang (bahkan bisa jadi ada yang tidak pernah) berhubungan dengan elemen kampus yang lain. Hampir tidak ada komunikasi. Apalagi sampai mengambil manfaat dari adanya elkam yang lain. Kira-kira, Anda sudah bisa melihat dan memberikan solusi kan jika sudah diurai seperti ini?

Belajar dari perkembangan dunia marketing, kita akan mendapati bahwa label-label atau merk-merk yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang berhasil tidak menjadi sekedar merk bagi para konsumennya. Merk-merk itu seakan sudah menjadi satu dengan konsumen. Sehingga, ketika disebutkan suatu merk, maka konsumen akan serta merta aware dan merasa memiliki. Inilah yang disebut branding. Dalam perkembangan terakhir, untuk meningkatkan awareness konsumen terhadap sebuah merk, maka dirumuskanlah teknik marketing yaitu emotional branding.

Pada intinya, emotional branding bertujuan mengikat lebih jauh antara konsumen dengan merk yang digunakan. Dengan cara yang lebih halus, tidak terasa, tapi mengena. Contoh sederhana adalah Apple. Apple sengaja memberikan ciri khas pada produk-produknya, yaitu elegan. Sehingga setiap pengguna produk Apple akan merasa dirinya elegan. Atau hubungannya bisa jadi seperti ini, orang-orang yang merasa elegan dan ingin terlihat elegan akan menggunakan produk Apple.

Kita mengenal Badan Legislatif Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, atau Himpunan Mahasiswa Spesialisasi. Ketiganya merupakan entitas politik yang minimal pimpinannya dipilih oleh para mahasiswa secara langsung. Hal ini sebenarnya mengindikasikan kedekatan mereka dengan mahasiswa. Dengan keadaan seperti ini, ada harapan bahwa ada rasa memiliki mahasiswa atas ketiganya. Dengan adanya kedekatan, diharapkan hubungan antara mahasiswa dan tiga jenis lembaga ini bisa menjadi horizontal, sejajar, dan egaliter. Mahasiswa akan menyampaikan aspirasinya dengan cara yang baik karena merasa dekat. Sedangkan orang-orang di lembaga ini akan menerima dengan cara yang lebih ramah dan simpel.

Sekarang saatnya kita melihat hubungan antar elemen kampus. Seperti yang kita sepakati, bahwa setiap elemen kampus memiliki ciri khas masing-masing. Ini sebenarnya potensi. Ciri khas merupakan sebuah nilai tambah yang bisa dijual kepada elemen kampus yang lain. Bisa juga untuk saling melengkapi. Selain itu ini bisa menjadi modal komunikasi antar elemen kampus untuk saling berbagi dan menambah pengetahuan di bidang selain yang ditekuni elemen kampus tersebut.

Hal riil yang bisa ditawarkan adalah mengenai pengelolaan pengetahuan di setiap elemen kampus. Misalnya elemen kampus A mengadakan acara seminar X, maka sebaiknya ada dokumentasi yang bagus, baik dalam bentuk notulensi isi seminar, handout materi, bahkan kalau perlu ada dokumentasi audio-visual. Hal ini sangat penting, karena bisa jadi ada mahasiswa lain yang tertarik dengan isi seminar tersebut tapi belum berkesempatan mengikutinya. Dengan adanya pengelolaan hasil seminar ini, maka mahasiswa tersebut tidak perlu mengadakan acara yang sama atau susah payah mencari temannya yang ikut untuk menanyakan tentang materi yang didapatkan.

Selain itu, hal tersebut juga bermanfaat untuk internal elemen kampus. Jika pada suatu waktu sudah diadakan sebuah pelatihan untuk anggota elemen kampus, maka dengan adanya pengelolaan hasil pelatihan ini transfer pengetahuan antar generasi di dalam elemen kampus tersebut akan lebih simpel, terarah, dan jelas. Dan pada kepengurusan berikutnya, selama pengetahuan yang dikelola itu masih kompatibel tidak perlu lagi diadakan pelatihan yang sama di tahun berikutnya, cukup dengan melihat kembali dokumentasi yang ada. Jadi, setiap tahun akan ada akumulasi ilmu pengetahuan di elkam tersebut. Bahkan jika transfer seperti ini bisa berjalan di semua elemen kampus dan antar elemen kampus, maka di kampus ini akan terjadi akumulasi dan transfer ilmu pengetahuan yang luar biasa antar generasi.

Bagaimana? Tertarik mengambil kesimpulan? Mungkin kali ini kesempatan saya. Mengenai hubungan antara lembaga pemegang kekuasaan dengan mahasiswa yang vertikal, ada baiknya jika lembaga tersebut memosisikan diri sebagai kawan bagi mahasiswa. Karena sebenarnya mereka memang sejajar dengan mahasiswa. Bahkan Badan Legislatif Mahasiswa yang dalam susunan dan kedudukan elemen kampus merupakan badan tertinggi, tapi sejatinya tetaplah setara dengan mahasiswa. Cara yang mungkin bisa ditempuh adalah mempermudah berbagai birokrasi, mengoptimalkan pertemuan informal dengan mahasiswa secara individual, dan memberikan branding khusus pada lembaga tersebut sebagai kawan mahasiswa. Ini akan sangat tergantung pada kepribadian orang-orang yang ada di dalam tiga jenis lembaga tersebut. Oleh karena itulah diperlukan orang-orang yang memiliki kepekaan emosional dan spiritual di dalam lembaga – lembaga tersebut. Teknologi pun bisa sangat bermanfaat dalam membangun hubungan dengan mahasiswa. Kita telah menjadi saksi bahwa jejaring sosial merupakan media yang efektif dalam membangun hubungan. Dengan syarat kita bisa mengikuti fleksibilitas media ini dengan tidak membawa kekakuan birokrasi ke dalamnya. Jika tetap membawanya, yakin saja bahwa pemanfaatan media seperti ini tidak akan berdampak banyak.

Kepekaan emosional dan spiritual juga diperlukan oleh mahasiswa yang bergelut di elemen-elemen kampus lain. Karena kepekaan merupakan salah satu pilar komunikasi. Kepekaan melahirkan keinginan untuk berbagi yang pada akhirnya membawa kita untuk melakukan gerak riil, melaksanakan pengelolaan pengetahuan. Pelaksanaannya lebih dipermudah dengan hadirnya berbagai teknologi baru dan jejaring sosial sebagai tempat berbagi.

Akhirnya, inilah harapan yang ada dan akan terus ada sampai bisa diwujudkan. Mahasiswa yang dekat dengan para pilihannya di lembaga-lembaga pemegang kekuasaan. Hubungan antar elemen kampus yang hangat dan membawa manfaat. Ah, indah sekali. Salam hangat untuk Anda.