DISKUSI KASUS PEYAKIT TINEA

Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita (jamur yang menyerang kulit). Tinea korporis mengenai daerah muka, leher, badan, dan lengan. Tinea kruris merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural (selangkangan), sekitar anus, bokong dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah. Jamur dermatofita yang sering ditemukan pada kasus tinea kruris adalah, E.Floccosum, T. Rubrum, dan T. Mentagrophytes.
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema atau hiperpigmentasi, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan lebih jelas),daerah ditengah ini disebut dengan sentral healing. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis.1,2
Pada kasus ini, wujud kelainan kulit pertama sekali muncul di daerah perut. Daerah perut merupakan daerah yang tidak berambut, sehingga dapat terkena tinea korporis, dimana jenis penyakit kulit ini hanya terjadi atau muncul pda daerah-daerah tubuh yang berkulit halus atau tidak berambut. Dari pemeriksaan lesi didapatkan lesi generalisata di axilla dan abdomen pasien dimana didapatkan lesi macula hiperpigmentasi, batas tegas, tepi aktif polisiklik, sentral healing, skuama, papul ditepi lesi, erosi dan krusta. Yang merupakan gambaran tinea korporis. Selain itu juga didapatkan lesi di gluteus dan cruris (sela paha dan paha) dimana gambarannya macula hiperpigmentasi, berbatas tegas, tepi aktif polisiklik, simetris, papul (+), skuama(+), central healing (+), erosi (+), krusta (+). 1,2,4,5,11 Gambaran ini sesuai dengan literatur untuk tinea cruris. Karena didapatkan gambaran tinea pada axilla, abdomen, gluteus dan cruris maka pasien ini dapat didiagnosa dengan tinea corporis et cruris.
Diagnosis banding pasien ini adalah dermatitis seboroik dan Dermatitis kontak alergika ec. Salep cap kaki tiga. Dermatitis seboroik merupakan penyakit papuloskuamosa yang kronik. Kelainan ini dapat mengenai bayi dan dewasa,dan berhubungan dengan peningkatan produksi sebum (sebore) pada kulit kepala dan area yang memiliki banyak kelenjar sebasea di wajah dan badan. Penyebabnya multifaktorial: faktor konstitusi sebore, P.ovale, stres, imunokompromais dan kelainan neurologis dapat mendasari penyakit ini. Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan dan agak kekuningan batasnya agak kurang tegas. 1,11 Pada pasien ini memang didapatkan skuama, tetapi pada dermatitis seboroika tidak ditemukan central healing. Selain itu lesi juga tidak kelihatan berminyak, dimana pada dermatitis seboroika lesi akan kelihatan berminyak. Dari ciri-ciri lesinya, maka dermatitis seboroika dapat disingkirkan.
Dermatitis kontak alergika (DKA) ialah dermatitis yang disebakan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit yang terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. Penderita DKA umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. DKA akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin fisura, batasnya tidak jelas. Pada pasien ini, dimana terdapat ruam dibadan dan daerah selangkangan, bisa juga didiagnosa dengan dermatitis kontak alergika ec. Salep cap kaki tiga karena pasien sebelumnya juga pernah mengobati penyakitnya dengan salep cap kaki tiga, yang ketika dipakai pasien tidak merasa adanya perubahan, malah semakin parah. Gambaran lesi pada pasien ini memang mirip dermatitis kontak alergi, tapi pasien dengan dermatitis kontak alergika tidak ditemukan adanya sentral healing, selain itu pasien juga menyangkal dia alergi dengan obat-obatan, sehingga dermatitis kontak alergika ec. Salep cap kaki tiga ini dapat juga disingkirkan.
Pengobatan pada pasien in meliputi pengobatan secar umum dan khusu. Pengobatan secara umum dalam pelaksanaannya dapat berupa komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang berisi informasi dan pemberitahuan kepada penderita akan hal-hal yan harus diketahui tentang penyakitnya, seperti nama penyakit, sifat penyakit, cara pengobatan, lama pengobatan dan hal-hal lain yang dianggap perlu. Selain itu juga dianjurkan kepada pasien untuk menghindari memakai pakaian yang ketat dan berbahan nilon (bahan yang sulit untuk menyerap keringat) serta pasien juga harus menjaga tubuh dan selangkangannya untuk selalu bersih dan kering.
Terapi khusus yang diberikan obat-obat simptomatis dan obat-obat anti jamur (OAJ). Karena pasien mengeluh gatal-gatal, maka dapat diberikan anti histamine untuk mengurangi gatal-gatalnya tersebut, sehingga pasien tidak menggaruk lesinya, dimana ditakutkan bila pasien menggaruk lesi tersebut, maka penyakitnya akan mudah tersebar kebagian kulit yang sehat lainnya. Antihistamin yang digunakan adalah cetirizine 1 kali sehari.
Sebagai obat anti jamurnya diberikan obat topikal ketokenazol cream dan ketokonazol oral 200 mg sekali sehari. Digunakannya ketokonazole oral karena pada pasien ini lesinya telah menjadi luas dan infeksinya telah kronis. Ketokenazol merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik, termasuk golongan imidazol. Dosisnya 200 mg per hari selama 10 hari–2 minggu pada pagi hari setelah makan. Derivat imidazole ini bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol sel jamur.