Chronic Periodontitis atau Periodontitis Kronis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit periodontal yang sering terjadi adalah peradangan pada periodonsium yang dalam bahasa kedokterannya disebut periodontitis. Periodontitis merupakan penyakit multifaktor yang diawali oleh plak pada mulut.Penyakit tersebut awalnya dari dental plak yang merupakan campuran lengket terdiri dari partikel makanan, lendir dan bakteri.
Manifestasi dan perkembangan dari periodontitis ini sendiri dipengaruhi oleh beragam faktor, termasuk didalamnya karakteristik individu,gaya hidup dan social,faktor sistemik, faktor genetik, faktor kondisi gigi yang ada, komposisi dental plak serta masih banyak faktor yang berpengaruh lainnya. Kesemua faktor ini nantinya akan mempengaruhi rencana perawatan dari si pasien sendiri. Penyakit ini sendiri memliki beberapa klasifikasi yang seiring waktu terus berubah sesuai perkembangan ilmu. Namun penulis disini memilih kesepakatan terakhir yang diakui sebagai klasifikasi periodontitis yaitu dari Interasional Workshop for a Classification of Periodontal Disease and Condition tahun 1999 yaitu antara lain Chronic Periodontitis, Aggressive Periodontitis, Periodontitis as a Manifestation of systemic disease, Necrotizing Periodontal Disease, Absesses of the periodontium, Periodontitis Associated with Endodontic Lesions dan Developmental or Acquired Deformation and Condition.
Namun disini kami masih hanya akan memfokuskan pembahasan pada penanganan pada kasus Chronic Periodontitis atau periodontitis kronis saja. Berhubung kesulitan yang dialami dalam mendiagnosis jenis penyakit serta gambaran klinis yang sering kompleks dan tumpah tindih, maka dalam pencapaian diagnosis ini kita membutuhkan pemeriksaan penunjang disamping pemeriksaan subjektif dan objektif yaitu berupa pemeriksaan radiografi, guna melihat apakah ada kerusakan tulang yang dapat membedakannya dengan penyakit lainnya yaitu gingivitis.

1.2 BATASAN MASALAH
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini terbatas pada:
A. FAAL
1. Periodontitis Kronis
a. Histopatologi
b. Patogenensis
c. Imunopatogenesis
d. Proses Penyembuhan

B. PERIODONTOLOGI
1. Penyakit Periodontal
a. Etiologi
b. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
2. Pemeriksaan Klinis
3. Diagnosis, DD, dan Prognosis
C. RADIOLOGI
1. Interpretasi gambaran radiograf Periodontitis Kronis

D. PLUNGER CUSP

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 FAAL
2.1.1 Periodontitis Kronis
a. Histopatologi
Perbedaan histology yang paling penting diantara gingivitis dan periodontitis adalah resorpsi tulang, proliferasi apikal dan ulserasi epitel penghubung (poket) serta kelanjutan kehilangan perlekatan jaringan ikat. Pada poket ditemukan bakteri gram (+), gram (-), dan adheheren. 1
Perjalanan inflamasi dari gingiva ke struktur ke periodontal pendukung (atau peralihan gingivitis menjadi periodontitis) diduga sebagai dimodifikasi oleh potensi patogenesis plak, atau oleh daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu yang dimaksud mencakup aktivitas imunologis, dan mekanisme yang berkaitan dengan jaringan lainnnya seperti derajat fibrosis gingiva, kemungknan juga lebar gingival cekat dan reaksi fibrogenesis dan osteogenesis yang berlangsung disekitar lesi inflamasi. Suatu sistem fibrin-fibrinolitik disebut-sebut sebagai berperan menghambat perluasan lesi. 2

b. Patogenensis

Mikroba yang terdapat pada plak subgingiva menghasilkan suatu kenaikan respon imun-inflami host dalam jaringan periodontal yang dikarakteristikkan oleh produksi berlebih sitokin inflamatori (interleukin, faktor nekrosis tumor), prostaglandin (PGE2) dan enzim-enzim meliputi matix metaloproteinases (MMPs). Mediator-mediator inflamasi ini bertanggung jawab untk besarnya kerusakan jaringan periodonsium, terutama pada tanda-tanda klinis dan gejala dari periodontitis. Proses ini dimodifikasi oleh oleh lingkungan (merokok) dan faktor resiko yang didapat (penyakit sistemik) serta kerentanan genetik, PMNs, dan LPS.3

c. Imunopatogenesis
Periodontitis kronis dikarakteristikan sebagai pengaktivan jalur alternative dari komplemen, denganpembelahan atau perpecahan C3 dan C3B dalam gingival fluids. Hal ini juga memungkinkan pecahnya produk-produk di GCF (Gingival Cravecular Fluid) akibat aktivitas enzim bakteri P.gingivalis, misalnya memproduksi enzim yang mampu memecah C5 menjadi bentuk metabolik aktifnya, C5A.
Aktifitas kolagenase dihubungkan dengan kerusakan aktif periodontal. MMP-8 meningkat, namun TIMP (TIMP-1) tidak. Kemampuan enzim mirip chymotrypsin T.denticola untuk mengaktifkan MMPs sehingga akan memediasi perusakan jaringan. Banyaknya kolagenase dikarenakan kolagenase MMP-8 neutrofil. Beberapa mikroorganisme memodulasi sekresi kolagenase dari neutrofil. Fagositosis dari T.nukleatum dan T.denticola menyebabkan pelepasan elastase dan MMP-8 dari neutrofil.3

d. Proses Penyembuhan
Proses penyembuhan secara umum adalah berupa penyingkiran debris, jaringan yang mengalami degeneralisasi serta pergantian jaringan yang telah rusak.
Terdapat empat aspek penyembuhan periodontal:
1. Regenerasi
Regenerasi merupakan proses biologik dimana bentuk dan fungsi jaringan yang hilang digantikan sama persis dengan sempurna. Misalnya pembentukan kembali sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar yang hilang.

2. Repair
Repair merupakan penyembuhan dengan pembentukan jaringan yang sebenarnya tidak mengembalikan arsitektur dan fungsi aslinya. Misalnya pembentukan epitel penghubung yang panjang (long junctionnal epithelium) setelah skelling dan root planning.

3. New atthachment
Perlekatan baru diartikan sebagai tertanamnya serabut ligamen periodontal yang baru ke sementum yang baru dan perlekatan epitel gingiva ke permukaan gingiva gigi yang tadinya tersingkap karena penyakit.4,5

4. Reattachment
Reattachment merupakan pertemuan kembali antara jaringa ikat dan akar yang sbelumnya terpisahkan karena suatu insisi atau injuri, namun bukan karena penyakit. Misalnya pembukaan sementara jaringan ikat gingival untuk akses ke karies akar.5

2.2 PERIODONTOLOGI
2.2.1 Penyakit Periodontal
a. Etiologi
Berdasarkan peranannya dalam menimbulkan penyakit, faktor-faktor etiologi dapat diklasifikasikan atas:
I. Faktor etiologi primer
a. Plak dental/plak bakteri
Merupakan deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk ke permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut seperti restorasi lepasan dan cekat.
Pembentukan komunitas biofilm dimulai dengan interaksi bakteri dengan gigi, yang kemudian dilanjutkan oleh interaksi fisikal dan fisiologis antara berbagai spesies yang ada dalam massa mikrobial.

II. Faktor etiologi sekunder/faktor pendorong, yang mempengaruhi efek dari faktor etiologi primer.
Berdasarkan keberadaannya faktor etiologi dibedakan atas :
1. Faktor etiologi lokal/faktor ekstrinsik.
a. Faktor anatomi
• Morfologi akar gigi (bentuk dan ukuran)
• Letak gigi di lengkung rahang
• Jarak antara akar gigi

b. Faktor iatrogenik : kesalahan pada restorasi dan protesa, yang bisa berperan dalam menyebabkan perusakan jaringan periodontal.
• Tepi restorasi : tepi tumpatan yang mengemper (overhanging) turut berperan dalam terjadinya perusakan periodontal karena, (1) merupakan lokasi yang ideal bagi penumpukan plak; (2) mengubah keseimbangan ekologis sulkus gingiva kea rah yang menguntungkan bagi organisme anaerob gram-negatif yang menjadi penyebab penyakit periodontal.
• Kontur restorasi : mahkota tiruan dan restorasi dengan kontur berlebih (overcontoured) cenderung mempermudah penumpukan plak dan kemungkinan juga mencegah mekanisme self-cleansing oleh pipi, bibir, dan lidah.
• Oklusi : restorasi yang tidak sesuai dengan pola oklusal akan menyebabkan disharmoni yang bisa mencederai jaringan periodontal pendukung.
• Bahan restorasi : pada umumnya bahan restorasi tidaklah mencederai jaringan periodontal, kecuali bahan akrilik self-curing. Yang terpenting adalah bahan restorasi harus dipoles dengan baik agar tidak mudah ditumpuki plak.
• Disain gigi tiruan sebagian lepasan : gigi tiruan sebagian lepasan mempermudah penumpukan plak, terutama apabila disainnya menutup gingiva.
• Prosedur kedokteran gigi : penggunaan klem rubber dam, cincin untuk matriks, dan disc yang tidak baik bisa mencederai gingiva dengan akibat terjadinya inflamasi. Separasi gigi yang terlalu memaksa dapat menimbulkan cedera pada jaringan periodontal pendukung.

c. Kalkulus dental
Merupakan massa terkalsifikasi atau berkalsifikasi yang melekat ke permukaan gigi asli maupun tiruan. Biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi.

d. Perawatan ortodonti
• Retensi plak
• Iritasi dari cincin ortodonsi
• Tekanan dari piranti ortodonsi

e. Impaksi makanan
Adalah terdesaknya makanan secara paksa ke periodonsium oleh tekanan oklusal. Impaksi makanan bisa terjadi pada permukaan interproksimal atau pada permukaan vestibular/oral. Kegagalan dalam mendeteksi dan menyingkirkan impaksi makanan bisa menjadi sumber gagalnya perawatan periodontal.

f. Tidak digantinya gigi yang hilang
Pencabutan gigi yang tidak disertai penggantian dengan gigi tiruan dapat menimbulkan serangkaian perubahan yang menimbulkan dampak bagi periodonsium. Apabila gigi molar pertama mandibula dicabut, perubahan awal yang terjadi adalah drifting (bergesernya) dan tilting (miring) gigi molar kedua dan ketiga mandibula, dan ekstrusi molar pertama maksila. Tonjol distal molar kedua mandibula akan meninggi dan bertindak sebagai tonjol pendorong yang akan mendesak makanan ke ruanginterproksimal diantara molar pertama maksila yang diektrusi dengan molar kedua maksila.

g. Maloklusi dan malposisi
Gigi geligi yang letaknya tidak teratur menyebabkan control plak sukar bahkan bisa tidak mungkin dilakukan. Resesi gingiva bisa terjadi pada gigi labioversi. Disharmoni oklusal yang disebabkan maloklusi dapat mencederai periodonsium. Overbite anterior yang berlebihan sering menyebabkan iritasi gingiva pada rahang antagonis. Open bite bisa menjurus ke perubahan periodontal yang disebabkan penumpukan plak dan hilangnya fungsi.

h. Kebiasaan buruk
• Bernafas dari mulut
• Mendorong-dorong lidah
• Penggunaan tembakau
• Trauma sikat gigi dan alat pembersih lainnya
• Kebiasaan parafungsi atau bruksim
• Neurosis (menggigit bibir dan pipi)
• kebiasaan berkaitan dengan okupasi (berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari, misalnya: memegang paku dengan menggigitnya)
i. Iritasi bahan kimia
Obat kumur yang terlalu kuat efeknya, tablet aspirin yang diletakkan pada kavitas gigi yang sedang berdenyut, obat-obatan dengan efek membakar, dan kontak tidak sengaja dengan bahan kimia seperti fenol dan perak nitrat bisa menimbulkan inflamasi akut dengan ulserasi pada gingiva.

j. Radiasi
Efek radiasi khususnya dijumpai pada penderita kanker rongga mulut atau di sekitar kepala dan leher yang mendapat perawatan dengan radiasi. Radiasi bisa menyebabkan pembentukan eritema dan deskuamasi mukosa termasuk gingiva.

2. Faktor sistemik/faktor intrinsik.
a. Penyakit nutrisi
Ada dua kesimpulan da hasil penelitian mengenai efek nutrisi terhadap jaringan periodonsium, yaitu: (1) ada difesiensi nutrisi tertentu yang menyebabkan perubahan pada jaringan periodonsium; (2) tidak ada defisiensi nutrisi yang sendirian saja dapat menimbulkan pembentukan poket periodontal.
• Defisiensi vitamin C
• Defisiensi protein

b. Penyakit endokrin
Gangguan hormonal dapat: (1) mempengaruhi jaringan periodonsium secara langsung, sebagai manifestasi penyakit endokrin pada periodonsium; (2) memodifikasi respon jaringan terhadap plak pada penyakit gingival dan periodontal; dan (3) menimbulkan perubahan anatomis di rongga mulut yang mempermudah penumpukan plak atau trauma karena oklusi.
• Diabetes mellitus
• Kehamilan
• Kontrasepsi hormonal

c. Penyakit darah
Dua jenis penyakit darah yang sering dikaitkan dengan terjadinya penyakit periodontal adalah :
• Leukemia
• Anemia

d. Penyakit yang melemahkan (debilitating diseases)
Seperti sifilis, nefritis kronis, dan tuberkulosa bisa menjadi faktor pendorong bagi terjadinya penyakit periodontal, Dengan jalan melemahkan pertahanan periodonsium terhadap iritan lokal, dan menimbulkan kecenderungan terjadinya kehilangan tulang alveolar.

e. Gangguan psikosomatik
Ada dua cara gangguan psikosomatik mempengaruhi periodonsium dan jaringan di rongga mulut lainnuya: (1) melalui timbulnya kebiasaan buruk yang dapat mencederai jaringan periodonsium; atau (2) dengan efek langsung sistem saraf otonom terhadap keseimbangan jaringan yang fisiologis.

f. AIDS/infeksi HIV
Infeksi HIV menyebabkan gangguan terutama terhadap sel-Th, disamping terhadap monosit, makrofag dan beberapa sel lainnya. Meskipun limfosit B tidak terpengaruh, namun akibat terganggunya fungsi limfosit T akan menyebabkan deregulasi pada sel-B.
Penurunan sistem imunitas pada penderita yang terinfeksi HIV menyebabkan peningkatan kerentanannya terhadap penyakit gingiva dan periodontal.

g. Obat-obatan
Beberapa jenis obat dengan efek kerja yang berbeda dapat menginduksi hyperplasia gingiva non-inflamasi dengan gambaran klinis yang tidak dapat dibedakan. Obat-obatan yang dimaksud adalah: (1) fenitoin atau dilantin, suatu antikonvulsan yang digunakan dalam perawatan epilepsi; (2) siklosporin, suatu imunosupresif yang biasa digunakan untuk mencegah reaksi tubuh pada pencangkokan anggota tubuh; dan (3) nifedipin, diltiazem, dan verapamil, yaitu penghambat kalsium yang digunakan untuk perawatan hipertensi.2

b. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Penyakit periodontitis diklasifikasikan dalam tiga jenis utama berdasarkan klinis, radiografi, riwayat, dan karakteristik laboratorium.

1. Periodontitis Kronis
Karakteristik yang biasa terjadi pada pasien dengan periodontitis kronis, yaitu:
– Rata-rata terjadi pada orang dewasa tetapi dapat juga terjadi pada anak-anak
– Kebanyakan kerusakan tetap dengan factor local
– Dihubungkan dengan pola microbial yang tidak tetap
– Sering kali ditemukan kalkulus subgingiva
– Bergerak lambat ke tahap sedang dengan kemungkinan bergerak lebih cepat
– Mungkin dimodifikasikan oleh:
• Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, infeksi, HIV
• Faktor lokal yang memberi kecenderungan ke periodontitis
• Faktor lingkungan seperti merokok, stress emosional

Periodontitis kronis diklasifikasikan keloksi dan generalisasi dan karakteristik seperti rendah, sedang, atau tinggi berdasarkan:
– Kondisi lokalis, melibatkan <30% bagian gingiva – Kondisi generalis melibatkan >30% bagian gingiva
– Rendah : kehilangan perlakatan 1-2 mm
– Sedang : kehilangan perlakatan 3-4 mm
– Tinggi : kehilangan perlekatan ≥ 5mm

2. Periodontitis Agresif
Karakteristik yang biasa terjadi pada pasien dengan periodontitis agrasif, yaitu:
– Kebalikan klinis dari pasien yang sehat
– Kehilangan perlekatan yang lebih cepat dan kerusakan tulang
– Jumlah deposit microbial dengan tidak tetap dengan penyakit yang berat
– Agregrasi familial dari penyakit individu

Karakteristik yang biasa tetapi tidak umum :
– Penyakit diinfeksi dengan actinobacillus actinomicetem conmitons
– Ketidaknormalan pada fungsi fagosit
– Respon yang berlebihan dari makrofag, peningkatan produksi prostaglandin E2(PGE2) dan interlukin-IB
– Pada beberapa kasus, kemampuan penyakit menarik diri

Perioodontitis agrasif diklasifikasikan menjadi :
• Kondisi lokalisasi
– Lokasinya pada molar satu atau insisivus dengan kehilangan perlekatan pada bagian proksimal sekurang-kurangnya 2 gigi permanen, salah satunya M1
– Respon serum antibody sehat menginfeksi agen
– Serangan circumpubertal penyakit

• Kondisi Generalis
– Biasanya mempengaruhi pasien umur 30 tahun (bisa lebih tua)
– Kehilangan perlekatan pada proksimal secara generalis mempengaruhi minimal 3 gigi M1 dan insisivus
– Kerusakan periodontal yang parah atau hebat
– Respon serum antibody yang kurang baik menginfeksi agen

3. Periodontitis Sebagai Manifestasi dari Penyakit Sistemik
a. Berkaitan dengan gangguan hematologis
– Neutropenia yang didapat
– Leukemia
– Bentuk gangguan lain

b. Berkaitan dengan gangguan lain
– Neutropenia familial dan siklik
– Sindrom down
– Sindrom defisiensi adhesi leukosit
– Sindrom papilon-leufeure
– Sindrom chedick higashi
– Sindrom histositosis
– Penyakit sistemik penyimpangan glikogen
– Agronuloeytosis genetic infatik
– Sindrom ehlers-donlos (tipe IV dan VIII)
– Hipopostashia
– Gangguan lainnya

c. Tidak spesifik
– Penyakit periodontal nekrotik :
• Gingivitis ulseratif nekrotik
• Periodontitis ulseratif nekrotik

– Abses periodonsium
• Abses gingiva
• Abses periodontal
• Abses perikoronal

– Periodontitis yang berkaitan dengan lesi endodontic
• Lesi kombinasi periodontik-endodontik

– Deformitosis dan kondisi perkembangan atau didapat
• Faktor-faktor lokalis yang berkaitan dengan gigi yang menjadi predisposisi bagi penyakit gingiva atau periodontitis yang diinduksi plak
1. Faktor-faktor anatomis gigi
2. Restorasi atau piranti dental
3. Fraktur akar
4. Resorpsi akar servikal dan segmental tears

• Deformitas dan kondisi mukogingiva disekeliling gigi
1. Resesi gingival atau jaringan lunak
a. Permukaan vestibular oral
b. Interproksimal (papilari)
2. Gingival berkeratin inadekuat
3. Kedalaman vestinulum berkurang
4. Posisifrenulum atau otot terlalu ke marginal
5. Gingival yang berlebihan
a. Pseudopoket
b. Tepi gingiva yang tidak konsisten
c. Excessive gingiva display
d. Pembesaran gingival
e. Warna abnormal

• Deformitas dan kondisi mukogingiva pada gigi tak bergigi
1. Defisiensi linggir vertical dan horizontal
2. Gingival atau jaringan berkeratin inadekuat
3. Pembesaran gingival atau jaringan lunak
4. Posisi frenulum atau otot terlalu ke marginal
5. Kedalaman vestibulum berkurang
6. Warna abnormal

• Trauma oklusal
1. Trauma oklusal primer
2. Trauma oklusal skunder3

» Gambaran Klinis dari periodontitis Kronis:
– Adanya penumpukan plak supra gingiva dan subgingiva yang biasa di sertai dengan pembentukan kalkulus
– Tanda- tanda inflamasi gingiva
– Pembentukan poket periodontal yang apabila terjadi resesi gingival bersamaan dengan kehilangan perlekatan maka poket periodontal nya tetap dangkal
– Kehilangan dangkal
– Supuratif (bernanah)
– Pada pasien dengan OH buruk khas gingiva bisa terjadi pembengkakan ringan hingga moderat dengan warna merah pucat
– Hilangnya stippling gingiva dan perubahan permukaan topography bisa meliputi margin gingiva yang kasar dan pipih atau papila berkawah
– Perdarahan pada pemeriksaan poket menggunakan probe
– Perdarahan spontan
– Eksudat dari cairan sulkus dan supuratif dari poket
– Dapat di temukan kehilangan tulang vertikal dan horizontal.2

Gambar 2.1 Periodontitis.6

2.2.2 Pemeriksaan Klinis
1. Pemeriksaan kesehatan
Pemeriksaan kesehatan meliputi riwayat medis dan kesehatan gigi
a. Riwayat Medis
Alasan pentingnya riwayat medis adalah:
• Untuk menemukan manifestasi oral dari kondisi sistemik tertentu seperti leukimia, DM, gangguan hormonal, dan lain-lain.
• Untuk memastikan adanya kondisi sistemik seperti kehamilan, DM, kelainan darah, defisiensi nutrisi yang dapat merubah respon hospes terhadap bakteri.
• Untuk menentukan ada atau tidaknya kondisi sistemik tertentu yang membutuhkan modifikasi.
b. Riwayat kesehatan gigi
• Pemeriksaan Gigi menyeluruh
– Pemeriksaan jaringan lunak; pemeriksaan ini adalah penulusuran adanya kanker rongga mulut atau tidak.
– Posisi gigi; meliputi kesesuaian lengkung rahang, maloklusi morfologi, dan migrasi gigi.
– Karies; meliputi pemeriksaan lokasi, jenis, dan luas karies.
– Perawatan Restoratif
– Kebiasaan; misalnya kebiasaan merokok ,menjulurkan lidah, dan lainnya.
– Kondisi pulpa gigi, khususnya yang mengalami kehilangan tulang yang hebat
– Kegoyangan gigi (tes mobilitas)

• Pemeriksaan jaringan periodontal
– Warna, bentuk dan konsistensi gingiva
– Perdarahan dan eksudasi purulen
– Kedalaman poket (kedalaman probing)
Cara pemeriksaan kedalaman poket :
a. Selipkan prob ke dalam poket sedapat mungkin sejajar dengan poros panjang gigi dengan tetap menjaga permukaan gigi sampai dirasakan adanya tahanan
b. Prob dijalankan mengelilingi gigi. Probing dilakukan mulai dari interproksiamal gigi permukaan vestibular, dijalankan ke arah mesial sepanjang permukaan vestibular sampai ke interproksimal mesial, kemudian dilakukan dengan cara yang sama di permukaan oral.
– Jarak antara tepi gingiva ke pertautan semento-enamel
– Hubungan antara pertautan semento-enamel dan dasar poket
– Lebar keseluruhan gingiva berkeratin, hubungan antara kedalama probing dan pertemuan muko-gingiva dan pengaruh letak frenulum serta perlekatan otot terhadap tepi gingiva
– Perluasan patologis dari daerah furkasi

• Pemeriksaan Oklusal
– Evaluasi kebisaan parafungsi yang dilakukan pasien
– Menentukan kontak sisi kerja
– Menentukan kontak sisi penyeimbang
– Menentukan kontak pada posisi protrusif
– Menentukan ekstrusi protrusif
– Memeriksa pergerakan gigi selama gerak mengunyah
– Menentukan hubungan gigi-geligi kontak terbuka yang tidak teratur tempat-tempat impaksi makanan, permukaan oklusal yang kasar

• Pemeriksaan Radiografi
Hal-hal yang dapat ditemukan dari gambaran radiografi :
– Morfologi dan panjang akar
– Perbandingan mahkota
– Perkiraan banyaknya kerusakan tulang
– Hubungan antara sinus maksilaris dengan kelainan bentuk jaringan periodontal
– Resorpsi tulang horizontal dan vertikan pada puncak tulang interproksimal
– Pelebaran ruang ligamen periodonsium di daerah mesial dan distal akar
– Keterlibatan furkasi tingkat lanjut
– Kelainan periapek
– Kalkulus
– Restorasi yang overhanging
– Fraktur akat
– Karies
– Resorpsi akar

• Pemeriksaan deposit
Pemeriksaan materi yang terakumulasi pada permukaan gigi seperti pemeriksaan plak dan kalkulus.

• Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan cairan krevikular gingiva untuk mengetahui adanya enzim katabolik.2,4

Sesuai keterangan yang diperoleh dari pemicu, rumusan pemerikasaan klinis pada kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Anamnesis
– Gigi belakang kiri bawah goyang dan tidak nyaman bila dipakai mengunyah, terasa enak bila ditusuk-tusuk dengan tusuk gigi.

2. Pemeriksaan Subjektif
a. Riwayat Medis: –
b. Riwayat Dental: restorasi amalgam site 2 pada gigi 36

3. Pemeriksaan Objektif
a. Extra oral: baik.
b. Intra oral:
• Periodontal
– Plak dan kalkulus (+)
– Poket rata-rat 3-5mm
– Gigi 36: pd 7mm, mob.02
• Dental
– Gigi 36: restorasi amalgam site 2 overhanging
– Gigi 26: plunger cusp

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiografik
– Kerusakan tulang sampai ⅓ servikal gigi
– Penebalan ligamen periodontal
– Pada mesial gigi 36: kerusakan tulang sampai ⅓ tengah gigi.

2.2.3 Diagnosis, DD, dan Prognosis
Sesuai pemicu3 ini,
Diagnosis:
Periodontitis kronis generalisata yang disebabkan oleh plak dan kalkulus, diperberat oleh:
• Pada gigi 36, food impaksi karena restorasi over hanging dan plunger cusp pada gigi 26.

DD:
Periodontitis Aggressive

Prognosis:
Buruk, jika pasien tidak perduli dengan OH nya. Ada peningkatan mobilitas dan pasien tidak kooperatif.

2.2.4 Rencana Perawatan

2.3 RADIOLOGI

Penilaian radiograf pada kondisi periodontal mencakup:
a. Jumlah tulang yang ada
b. Kondisi alveolar crest
c. Kehilangan tulang di area furkasi
d. Lebar ruang ligamen periodontal
e. Faktor iritan lokal yang menaikkan resiko penyakit periodontal
– Kalkulus
– Restorasi yang buruk
f. Panjang dan morfologi akar, serta rasio mahkota-akar
g. Kontak interproksimal yang terbuka, sehingga menjadi tempat food impaksi
h. Penilaian anatomi
– Posisi sinus maksila, dalam hubungannya pada cacat periodonsium
– Gigi yang hilang, berlebih, impaksi, dan gigi yang menyinggung.
i. Penilaian patolologik
– Karies
– Lesi periapikal
– Resorpsi akar.7

2.3.1 Interpretasi gambaran radiograf Periodontitis Kronis
Interpretasi radiograf dari kasus ini adalah:
– Kerusakan tulang horizontal sampai ⅓ servikal gigi
– Penebalan ligamen periodontal
– Pada mesial gigi 36: kerusakan tulang sampai ⅓ tengah gigi, restorasi amalgam overhanging.

2.4 PLUNGER CUSP
Plunger cusp adalah cusp yang cenderung mendesak makanan ke embrasure (celah) antara gigi oposisinya selama mastikasi, penyebab umum dan faktor yang memperhambat stagnasi sisa makanan dan bahkan pemisah gigi.8 Plunger cusp sering kali dilihat sebagai efekdan kurang tepatnya restorasi daerah kontak, yakni linggir marginal yang lebih rendah dan embrasure lebih lebar dengan demikian tonjol pendukung antagonis kehilangan kontak efektif dan mulai miring yang ada, sehingga timbul aksi plunger.9
Kontur permukaan oklusal yang dibentuk oleh marginal ridge dan developmental groove secara normal akan mendefleksikan makanan menjauhi ruang interproksimal.Apabila gigi menjadi aus dan permukaan oklusalnya menjadi datar, maka efek mendesak dari tonjol (cusp) gigi antagonis ke ruang interproksimal akan bertambah hebat dengan akibat terjadinya impaksi makanan (food impaksi). Tonjol gigi yang cenderung mendesak makanan ke interproksimal dinamakan tonjol pendorong (plunger cusp).2

Gambar 2.2 Plunger cusp gigi 26 distobukal.8

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Jabaran Pemicu:
Ny.Yulia 61 tahun dating dengan keluhan pada gigi belakang kiri bawah goyang dan tidak nyaman bila dipakai mengunyah, terasa enak bila ditusuk-tusuk dengan tusuk gigi. Pad apemeriksaan klinis poket rata-rata 3-5 mm. gambaran radiografi menunjukkan kerusakan tulang sampai ⅓ servikal dan penebalan ligamen periodontal. Pada gigi 36 terdapat tamabalm amalgam yang overhanging. Poket distal gigi 36 adalah 7 mm. Secara klinis gigi goyang 02. Radiogram pada mesial gigi 36 terlihat kerusakan tulang ⅓ tengah gigi. Pada gigi 26 terdapat plunger cusp. Pasien tidak menderita penyakit sistemik. OH sedang.

Pembahasan Pemicu:
Setelah dilakukuan pemerikasaan klinis yang mencakup anamnesis, pemeriksaan subjektif, pemeriksaan objektif (extra oral dan intra oral), dan pemeriksaan radiograf sebagai penunjuangnya, dapat ditegakkan diagnosisnya, yaitu periodontitis kronis generalisata yang disebabkan oleh plak dan kalkulus, diperberat oleh pada gigi 36: food impaksi karena restorasi over hanging dan plunger cusp pada gigi 26. Diagnosis bandingnya adalah periodontitis aggressive, namun disangkal karena ternyata pasien tidak menderita penyakit sistemik dan adanya perbandingan yang sesuai antara faktor etiologi dengan kerusakan jaringan yang terjadi. Prognosisnya adalah buruk, jika pasien tidak perduli dengan kebersihan mulutnya ada peningkatan mobilitas dan pasien tidak kooperatif.
Rencana perawatan yang disusun untuk kasus ini mencakup 3 fase terapi yang dilakukan, yaitu Terapi Inisial (I), Terapi Bedah (II) dan terapi pemeliharaan (III). Terapi Rekontruksi (IV) tidak diperlukan karena tidak ada kehilangan gigi atau kehilangan struktur gigi yang luas yang mengaruskan untuk pembuatan restorasi (inlay, onlay, post core) atau gigi tiruan. Terapi inisial terdiri dari DHE, fisioterapi oral, SRP, koreksi restorasi site 2 pada gigi 36, dan occlusal adjustment pada gigi 26. Terapi bedah yang dipertimbangkan adalah bedah flap pada gigi 36, dan kuretase RA/RB jika tidak terjadi pendangkalan poket. Pasien diduga masuk kelas B dengan interval kontrol berkalanya adalah 3-4 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasel. Thomas M. Color Atlas of Dental Medicine. 23.
2. Dhalimunthe, Saidina Hamzah. Periodonsia, Edisi Revisi. Medan: Departemen Periodonsia FKG-USU. 2008. 87, 105-141, 1-32, 127-130
3. Newman, Takkei, Kokkleivold, Carranza. Clinical Periodontology, 10th Ed. Elsevier. 2006. 276-9, 242, 106-108
4. Fedi, Peter F., Arthur R.Vernino, John L.Grav. Silabus Periodonti, Edisi 4. Jakarta: EGC. 2003. 40, 50-61
5. Nield-Gehrig, Jill S. and Donald G.Willmann. Foundations of Periodontics for the Dental Hygienist. Lippiniott Williams & Wilkins. 2003.292-3,
6. Iqbal Sandira: A simple Blog that Discuss My Various Interest: Periodontitis. Avaiable online [URL] http://iqbalsandira.blogspot.com/2009/03/periodontitis.html. Post on 24 March 24th, 2009 at 9:23 am.
7. White, Stuart C. and Michael J.Pharoah. Oral Radiology: Principles and Interpretation, 6th Ed. Mosby Elsevier. 2009. 283.
8. Dan Holtzclaw . JIACD: The Journal of Implant and Advanced Clinical Dentistry: Local Factors in Periodontal Disease. Avaible online [URL] www.jiacd.com/dentists-qa/local-factor-periodontal-disease. Post on March 1st, 2009 at 01:15pm.
9. Thomson, Hamish. Oklusi edisi-2. Jakarta.EGC.2007. Hal.331