BUKU AJAR IKTIOLOGI

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [719.44 KB]

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang maha Esa atas terselesainya penulisan buku
ajar yang berjudul IKHTIOLOGI. Penulisan buku ajar ini bertujuan untuk melengkapi bahan
kuliah dalam mata kuliah Ikhtiologi yang merupakan mata kuliah pilihan dan sebagai acuan bagi
mahasiswa yang ingin mendalami pengetahuan tentang biologi dan ekologi ikan.
Buku ajar ini membahas tentang seluk beluk ikan mulai dari klasifikasi, morfologi, dan
dinamika populasi serta pendekatan ekologi ikan. Penulisan buku ajar ini merupakan bagian dari
kegiatan perbaikan metode pembelajaran melalui media elektronik atau E-learning. Buku ajar ini
dilengkapi juga dengan materi-materi perkuliahan yang dibuat dalam bentuk elektronik (power
point).

Penulis menyadari bahwa penulisan buku ajar ini masih belum sempurna, oleh karena itu untuk
memperbaikai buku ini penulis mengharapkan kritik-kritik dan saran-saran yang membangun.
Disamping itu, penulis sangat menyarankan agar mahasiswa membaca pustaka-pustaka lain guna
melengkapi kekurangan yang ada.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pengelola program Hibah Kompetisi Konten
Matakuliah E-learning Universitas Sumatera Utara – Inherent 2006 yang telah memberikan
kesempatan berharga kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Depdiknas yang telah mendanai penulisan buku ajar ini. Tak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
telah membantu dalam penulisan buku ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga buku ini ada manfaatnya, terutama bagi mahasiswa.
Medan, Desember 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ………………………………………………………………………………….. i
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm (1 of 7)5/8/2007 2:55:03 PM
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….. ii
DAFATAR TABEL ……………………………………………………………………… iv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
1.1 Pengertian Ikhtiologi ……………………………………………… 1
1.2 Sejarah Ikhtiologi ………………………………………………….. 2
1.3 Klasifikasi Ikan …………………………………………………….. 3
BAB II MORFOLOGI IKAN ………………………………………………….. 4
2.1 Bagian-bagian Tubuh Ikan ……………………………………… 4
2.2 Bentuk Tubuh Ikan ………………………………………………… 16
2.3 Jenis-jenis Ikan berdasarkan Tipe Makanan ……………… 21
BAB III SEKSUALITAS IKAN ……………………………………………….. 26
3.1 Hermaproditisme …………………………………………………… 26
3.2 Sifat Seksual Primer dan Sekunder ………………………….. 30
BAB IV AWAL DAUR HIDUP IKAN………………………………………. 33
4.1 Macam-macam Telur Ikan dan Bagian-bagiannya ……. 33
4.2 Pembuahan …………………………………………………………… 43
4.3 Perkembangan Telur Ikan ………………………………………. 44
BAB V PERKEMBANGAN GONAD ……………………………………… 49
5.1 Tingkat Perkembangan Gonad ………………………………… 52
5.2 Indeks Kematangan Gonad …………………………………….. 60
BAB VI FEKUNDITAS …………………………………………………………… 64
6.1 Macam-macam Fekunditas ……………………………………. 64
6.2 Hubungan Fekunditas dengan Panjang, Berat dan
Populasi ……………………………………………………………. 68
BAB VII PERTUMBUHAN IKAN ……………………………………………. 74
7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan ………. 74
7.2 Hubungan Panjang – Berat ……………………………………… 81
Halaman
BAB VIII HABITAT IKAN ……………………………………………………… 87
8.1 Terumbu Karang …………………………………………………… 87
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm (2 of 7)5/8/2007 2:55:03 PM
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm
8.2 Pelagis …………………………………………………………………. 100
BAB IX RUAYA IKAN ………………………………………………………….. 105
9.1 Pengertian Ruaya …………………………………………………… 105
9.2 Macam-macam ruaya …………………………………………….. 107
9.2.1 Ruaya Pemijahan ………………………………………….. 107
9.2.2 Ruaya ke daerah Pembesaran dan Makanan …….. 109
9.2.3 Ruaya Pengungsian ………………………………………. 112
9.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ruaya ………………… 113
BAB X PEMIJAHAN …………………………………………………………….. 120
10.1 Macam-macam Kebiasaan Pemijahan Ikan …………….. 126
10.2 Ikan dan Habitat Pemijahan ………………………………….. 128
10.3 Tingkah Laku Pemijahan ……………………………………… 134
BAB XI KONSERVASI …………………………………………………………… 140
11.1 Penyebab Kerusakan / Penurunan Populasi …………….. 140
11.2 Pengelolaan dan Pengamanan ……………………………….. 145
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 149
DAFTAR TABEL
Halaman
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm (3 of 7)5/8/2007 2:55:03 PM
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm
Tabel 5.1 Nilai IKG ikan belanak (Liza subviridis) dewasa
pada berbagai
TKG …………………………………………………………..
62
Tabel 9.1 Klasifikasi Taksis dan
perangsangannya ……………………..
113
Tabel 10.1 Tipe dan periodisitas pemijahan beberapa ikan
tropik menurut
Prabhu ………………………………………………………..
128
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm (4 of 7)5/8/2007 2:55:03 PM
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Ganbar 1.1 Klasifikasi beberapa kelompok ikan berdasarkan
hubungan evolusioner …………………………………………. 6
Gambar 2.1 Skema ikan untuk menunjukkan bagian-bagian utama
ikan dan ukuran-ukuran yang digunakan dalam
klasifikasi ………………………………………………………….. 9
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk utama sirip ekor ……………………………. 11
Gambar 2.3 Bagian sirip punggung ………………………………………… 12
Gambar 2.4 Skema gabungan dua sirip punggung …………………….. 12
Gambar 2.5 Jari-jari sirip punggung ……………………………………….. 13
Gambar 2.6 Tipe-tipe sisik pada ikan ……………………………………… 14
Gambar 2.7 Skema penghitungan sisik utama pada ikan ……………. 15
Gambar 2.8 Tipe-tipe utama letak mulut …………………………………. 16
Gambar 2.9 Bentuk-bentuk tubuh ikan ……………………………………. 17
Gambar 2.10 Bentuk-bentuk tubuh ikan ……………………………………. 21
Gambar 4.1 Bagian telur sebelum dibuahi ……………………………….. 35
Gambar 4.2 Bagian telur setelah keluar dari tubuh induk …………… 35
Gambar 4.3 Jenis-jenis telur pelagis di Laut jawa dan Selat
Malaka ………………………………………………………………. 37
Gambar 4.4 Klasifikasi telur-telur pelagis ……………………………….. 38
Gambar 4.5 Perkembangan dari telur hingga larva ……………………. 47
Gambar 5.1 Alur fungsi reproduksi ikan yang dipengaruhi oleh
faktor eksternal dan internal …………………………………. 51
Gambar 5.2 Tahap pembelahan meiosis dan perubahan dalam oosit
selama pematangan ovarium ………………………… 57
Gambar 7.1 Hubungan panjang dan berat pada ikan …………………. 82
Gambar 8.1 Penyebaran ikan pada siang hari di terumbu karang
Florida pada dua kedalaman berbeda …………………….. 92
Gambar 8.2 Penyebaran ikan pada malam hari di terumbu karang
Florida pada dua kedalaman berbeda …………………….. 92
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm (5 of 7)5/8/2007 2:55:03 PM
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm
HIBAH KOMPETISIKONTEN MATAKULIAH E-LEARNING
USU-INHERENT 2006
BUKU AJAR
I K T I O L O G I
Oleh :
Hesti Wahyuningsih, S.S., M.Si.
Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc.
DEPARTEMEN BIOLOGI
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm (6 of 7)5/8/2007 2:55:03 PM
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATER UTARA
Desember, 2006
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Cover%20Buku%20ajar%20(ikhtiologi).htm (7 of 7)5/8/2007 2:55:03 PM
I
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian ikhtiologi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan sejarah ikhtiologi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi ikan
1.1 Pengertian Ikhtiologi
Ilmu mengenai perikanan di Indonesia relatif masih baru. Akhir-akhir ini ilmu tentang perikanan banyak
dipelajari mengingat ikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting. Sebelum kita membahas lebih
lanjut pengertian ikhtiologi, sebaiknya perlu diketahui tentang “Apakah Ikan itu?“. Ikan merupakan salah
satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikilotermis, memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang
dan siripnya serta tergantung pada air sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan di
dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga
tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin. Dari keseluruhan vertebrata,
sekitar 50,000 jenis hewan, ikan merupakan kelompok terbanyak di antara vertebrata lain memiliki jenis
atau spesies yang terbesar sekitar 25,988 jenis yang terdiri dari 483 famili dan 57 ordo. Jenis-jenis ikan ini
sebagian besar tersebar di perairan laut yaitu sekitar 58% (13,630 jenis) dan 42% (9870 jenis) dari
keseluruhan jenis ikan. Jumlah jenis ikan yang lebih besar di perairan laut, dapat dimengerti karena hampir
70% permukaan bumi ini terdiri dari air laut dan hanya sekitar 1% merupakan perairan tawar.
Setelah kita mendefinisikan pengertian tentang ikan, dapatlah dimengerti mengapa ilmu tentang perikanan
perlu dipelajari. Selain ikan merupakan salah satu sumberdaya yang penting, nilai-nilai kepentingan
yanglain dari ikan antara lain dapat memberikan manfaat untuk rekreasi, nilai ekonomi atau bernilai
komersial, dan ilmu pengetahuan untuk masayarakat. Ikhtiologi atau “Ichthyology“ merupakan salah satu
cabang ilmu biologi yang mempelajari ikan secara ilmiah dengan penekanan pada taksonomi dan aspekfile:///
D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (1 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
aspek lainnya. Kata ikhtiologi berasal dari pengertian ichtio = ikan dan logos = ilmu, jadi di dalam
ikhtiologi ini dicakup beberapa aspek baik mengenai aspek biologi maupun ekologi ikan.
Dalam mempelajari ihktiologi ini tidak terlepas dari ilmu-ilmu yang lain karena saling berkaitan. Beberapa
cabang ilmu pengetahuan yang sangat terkait dengan ikhtiologi ini antara lain Taksonomi Vertebrata,
Morfologi dan Anatomi Hewan, Fisiologi, Genetika, dan Evolusi.
1.2 Sejarah Ikhtiologi
Ikhtiologi pada awal diperkenalkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Aristoteles melakukan observasi untuk
membedakan dan membuat ciri-ciri ikan hingga diperoleh sekitar 115 jenis. Dalam penelitian tersebut,
pertama kali dikemukakan tentang beberapa hal mengenai ikan misal kelamin ikan hiu dapat ditentukan
dari struktur sirip perut. Setelah periode Aristoteles tidak banyak penelitian mengenai ikan, baru pada abad
ke 16 muncul nama-nama beberapa peneliti antara lain Pierre belon (1517-1564), H. Salviani (1514-1572)
dan G. Rondelet (1507-1557). P. Belon telah mempublikasikan tentang ikan pada tahun 1551, dengan
mengklasifikasikan 110 jenis berdasarkan ciri-ciri anatomi ikan. Pada tahun 1554 hingga 1557, Salviani
berhasil mempublikasikan 92 spesies ikan. Pada tahun 1554 dan 1555 Rondelet pertama kali
mempublikasikan hasil penelitiannya dalam sebuah buku Ikhtiologi.
Selanjutnya pengetahuan tentang ikan berkembang cukup pesat, dengan diterbitkannya buku “Natural
History of the Fishes of Brazil” pada tahun 1648. Peter Artedi (1705-1735) membuat suatu sistem
klasifikasi ikan yang diberi judul Father of Ichthyology. Akhirnya Carolus Linnaeus berhasil membuat
Systema Naturae dengan mengadopsi system klasifikasi Artedi dan menjadi dasar dari keseluruhan sistem
klasifikasi ikan. Pada pertengahan abad ke 20 Iktiologi semakin berkembang dengan menggabungkan
beberapa bidang ilmu seperti Ekologi, Fisiologi dan Tingkah laku dalam perkembangan anatomi dan
sistematika ikan. Akhirnya beberapa ahli ikhtiologi seperti C.T Regan, Leo S Berg (1876-1905) dan Carl L
Hubbs (1894-1982) memberikan sumbangan yang besar dalam bidang sistematika ikan. Pada tahun 1940
Berg membuat klasifikasi ikan (Classification of Fish) yang menjadi standar dalam pengklasifikasian ikan
hingga sekarang.
1.3 Klasifikasi Ikan
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (2 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Informasi yang digunakan dalam mempelajari hubungan evolusioner ikan berawal dari pengetahuan
taksonomi terutama deskripsi ikan. Pengetahuan tersebut menjadi dasar dalam iktiologi dan juga bidangbidang
lain seperti ekologi, fisiologi. Metode yang digunakan dalam bidang taksonomi terbagi menjadi
enam kategori yaitu 1) pengukuran morfometrik, 2) ciri meristik, 3) ciri-ciri anatomi, 4) pola warna, 5)
kariotipe, dan 6) elektroforesis.
Pengukuran morfometrik merupakan beberapa pengukuran standar yang digunakan pada ikan antara lain
panjang standar, panjang moncong atau bibir, panjang sirip punggung atau tinggi batang ekor. Keterangan
mengenai pengukuran–pengukuran ini dibuat oleh Hubbs & Lagler (1964). Pada pengukuran ikan yang
sedang mengalami pertumbuhan digunakan rasio dari panjang standar. Ikan yangdigunakan adalah ikan
yang diperkirakan mempunyai ukuran dan kelamin yang sama. Hal ini disebabkan pertumbuhan ikan tidak
selalu proporsional dan dimorfime seksual sering muncul pada ikan (tetapi seingkali tidak jelas).
Pengukuran morfometrik merupakan pengukuran yang penting dalam mendekripsikan jenis ikan.
Ciri meristik merupakan ciri-ciri dalam taksonomi yang dapat dipercaya, karena sangat mudah digunakan.
Ciri meristik ini meliputi apa saja pada ikan yang dapat dihitung antara lain jari-jari dan duri pada sirip,
jumlah sisik, panjang linea literalis dan ciri ini menjandi tanda dari spesies. Salah satu hal yang menjadi
permasalahan adalah kesalahan penghitungan pada ikan kecil. Faktor lain yang dapat mempengaruhi ciri
meristik yaitu suhu, kandungan oksigen terlarut, salinitas, atau ketersediaan sumber makanan yang
mempengaruhi pertumbuhan larva ikan.
Ciri-ciri anatomi sulit untuk dilakukan tetapi sangat penting dalam mendeskripsi ikan. Ciri-ciri tersebut
meliputi bentuk, kesempurnaan dan letak linea lateralis, letak dan ukuran organ-organ internal, anatomi
khusus seperti gelembung udara dan organ-organ elektrik.
Pola pewarnaan merupakan ciri spesifik, sebab dapat berubah sesuai dengan umur, waktu, atau
lingkungan dimana ikan tersebut didapatkan. Hal ini merupakan bagian penting dalam mendeskripsi setiap
spesies, misal pola pewarnaan adalah ciri spesifik spesies, kondisi organ reproduksi, jenis kelamin.
Masalah utama dalam pewarnaan bila digunakan sebagai alat taksonomi adalah subjektivitas yang tinggi
dalam mendeskripsi ikan.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (3 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Kariotipe merupakan deskripsi dari jumlah dan morfologi kromosom. Jumlah krosmosom tiap sel
tampaknya menjadi ciri-ciri ikan secara konservatif dan dfigunakan sebagai indikator dalam famili. Jumlah
lengan kromosom seringkali lebih jelas dari pada jumlah krosmosom. Teknik lain yang digunakan
berkaitan juga dengan kariotiping, adalah penghitungan jumlah DNA tiap sel. Namun, jumlah DNA
cenderung berkurang pada spesies terspesialisasi (Hidengarrner & Rosen,1972 dalam Moyle & Cech,
1988).
Elektroforesis merupakan tehnik yang digunakan untuk mengevaluasi kesamaan protein. Contoh jaringan
diperlakukan secara mekanis untuk mengacak struktur membran sel, agar melepaskan protein yang larut
air. Selanjutnya, protein ini diletakkan dalam suatu gel, biasanya terbuat dari pati atau agar, yang
selanjutnya diperlakukan dengan menggunakan arus litrik. Kecepatan pergerakan respon protein untuk
berpindah atau bergerak tergantung pada ukuran molekulnya. Kesamaan genetik dari indiviual dan spesies
dapat dibandingkan dengan ada atau tidak adanya protein yang dibedakan berdasarkan letak dalam gel.
Elektroforesis dapat digunakan untuk menguji variasi genetik dalam populasi.
Berikut ini klasifikasi ikan yang menunjukkan hubungan evolusioner dari kelompok besar ikan.
Filum : Chordata
Subfilum : Myxini, Vertebrata
Superkelas : Gnathostoma, Agnatha
Kelas : Chondrichthyes, Osteichthyes
Subkelas : Holocephali, Elasmobranchi, Sarcopterygii, Actinopterygii
Infrakelas : Chondrostei, Neopterygii
Divisi : Teleostei (jumlah Ordo lebih dari 60 Ordo)
Chordata
Myxini
Vertebrata
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (4 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Gambar 1.1 Klasifikasi beberapa kelompok ikan berdasarkan hubungan evolusioner
Lalli & Parson (1993) dalam klasifikasinya membedakan ikan ke dalam tiga kelas utama berdasarkan
taksonominya yaitu :
a. Kelas Agnatha, meliputi ikan primitif seperti Lamprey, berumur 550 juta tahun yang lalu dan
sekarang tinggal 50 spesies. Karakteristik ikan ini tidak memiliki sirip-sirip yang berpasangan tetapi
memiliki satu atau dua sirip punggung dan satu sirip ekor.
b. Kelas Chondroichthyes, memiliki karakteristik adanya tulang rawan dan tidak mempunyai sisik,
termasuk kelas primitif umur 450 juta tahun yang lalu dan sekarang tinggal 300 spesies. Misalnya ikan
pari dan ikan hiu.
c. Kelas Osteichthyes, meliputi ikan teleostei yang merupakan ikan tulang sejati, merupakan
kelompok terbesar jumlahnya dari seluruh ikan yaitu melebihi 20.000 spesies dan ditemukan pada 300
juta tahun lalu.
Pertanyaan Kunci :
1. Apakah Ikan itu ?
2. Jelaskan perkembangan sejarah pengetahuan tentang ikan (iktiologi) !
3. Jelaskan enam metode yang digunakan dalam pengklasifikasian ikan !
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (5 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Daftar Pustaka :
Aquatic Biodiversity. The Wonderful World of Fish. 2005.
http://science.kennesaw.edu/~bensign/aqbio/lnotes/Fish/Fish.html [18–11–2006] Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey
Reinthal, P & J. Stegen. 2005. Ichthyology.
http://eebweb.arizona.edu/courses/ecol482_582/Lecture120056.
pdf [18-11-2006] BAB II
MORFOLOGI IKAN
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu membedakan bentuk dan bagian-bagian tubuh ikan
2. Mahasiswa mampu membedakan jenis ikan berdasarkan tipe makanannya
2.1 Bagian-bagian Tubuh Ikan
Pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri
yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan. Morfologi ikan sangat berhubungan
dengan habitat ikan tersebut di perairan. Sebelum kita mengenal bentuk-bentuk tubuh ikan yang bisa
menunjukkan dimana habitat ikan tersebut, ada baiknya kita mengenal bagian-bagian tubuh ikan secara
keseluruhan beserta ukuran-ukuran yang digunakan dalam identifikasi.
Ukuran tubuh ikan. Ukuran standar yang dipakai dapat dilihat pada Gambar 2.1. Semua ukuran yang
digunakan merupakan pengukuran yang diambil dari satu titik ke titik lain tanpa melalui lengkungan
badan.
– Panjang total (TL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxillae) hingga
ujung ekor.
– Panjang standar (SL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxillae) hingga
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (6 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
pertengan pangkal sirip ekor (pangkal sirip ekor bukan berarti sisik terakhir karena sisik-sisik
tersebut biasanya memanjang sampai ke sirip ekor)
– Panjang kepala (HL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxilla) hingga
bagian terbelakang operculum atau membran operculum.
Gambar 2.1 Skema ikan untuk menunjukkan bagian-bagian utama ikan dan ukuran-ukuran yang
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (7 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
digunakan dalam identifikasi. (A) sirip punggung, (B) sirip ekor, (C) gurat sisi, (D) lubang hidung, (E)
sungut, (F) sirip dada, (G) sirip perut, (H) sirip dubur, (a) panjang total, (b) panjang standar, (c) panjang
kepala, (d) panjang batang ekor, (e) panjang moncong, (f) tinggi sirip punggung, (g) panjang pangkal sirip
punggung, (h) diameter mata, (i) tinggi batang ekor, (j) tinggi badan, (k) panjang sirip dada, (l) panjang
sirip[ perut. (Sumber: Kotelllat et al., 1993)
– Panjang batang ekor (LCP) diukur mulai dari jari terakhir sirip dubur hingga pertengan
pangkal batang ekor.
– Panjang moncong (SNL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir hingga pertengan
garis vertikal yang menghubungkan bagian anterior mata.
– Tinggi sirip punggung (DD) diukur mulai dari pangkal hingga ujung pada jari-jari pertama
sirip punggung.
– Diameter mata (ED) diukur mulai dari bagian anterior hingga posterior bola mata, diukur
mengikuti garis horisontal.
– Tinggi batang ekor (DCP) diukur mulai dari bagian dorsal hingga ventral pangkal ekor.
– Tinggi badan diukur (BD) secara vertikal mulai dari pangkal jari-jari pertama sirip punggung
hingga pangkal jari-jari pertama sirip perut.
– Panjang sirip dada diukur mulai dari pangkal hingga ujung jari-jari sirip dada.
– Panjang sirip perut diukur mulai dari pangkal hingga ujung sirip perut.
Sirip ikan. Sirip-sirip pada ikan umumnya ada yang berpasangan dan ada yang tidak. Sirip punggung,
sirip ekor, dan sirip dubur disebut sirip tunggal atau sirip tidak berpasangan. Sirip dada dan sirip perut
disebut sirip berpasangan. Macam-macam sirip ekor dapat dibedakan berdasarkan bentuk sirip tersebut.
Bentuk sirip ekor ikan ada yang simetris, apabila lembar sirip ekor bagian dorsal sama besar dan sama
bentuk dengan lembar bagian ventral, ada pula bentuk sirip ekor yang asimetris yaitu bentuk kebalikannya.
Bentuk-bentuk sirip ekor yang simetris yaitu:
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (8 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk utama sirip ekor (a) membulat, (b) bersegi, (c) sedikit cekung atau berlekuk
tunggal, (d) bulan sabit, (e) bercagak, (f) meruncing, (g) lanset (Sumber: Kotellat, et al., 1993)
– Bentuk membulat, apabila pinggiran sirip ekor membentuk garis melengkung dari bagian
dorsal hingga ventral., contoh ikan gurame (Osphronemus gouramy)
– Bentuk bersegi atau tegak, apabila pinggiran sirip ekor membentuk garis tegak dari bagian
dorsal hingga ventral, contoh ikan nila (Oreochromis niloticus)
– Bentuk sedikit cekung atau berlekuk tunggal, apabila terdapat lekukan dangkal antara lembar
dorsal dengan lembar ventral, contoh ikan tambakan (Helostoma temminckii).
– Bentuk bulan sabit, apabila ujung dorsal dan ujung ventral sirip ekor melengkung ke luar,
runcing, sedangkan bagian tengahnya melengkung ke dalam, membuat lekukan yang dalam, contoh
ikan tongkol (Squalus sp.)
– Bentuk bercagak, apabila terdapat lekukan tajam antara lembar dorsal dengan lembar ventral,
contoh ikan tawes (Puntius javanicus), ikan kembung (Rastrelliger sp.)
– Bentuk meruncing, apabila pinggiran sirip ekor berbentuk tajam (meruncing), contoh ikan
belut (Monopterus albus).
– Bentuk lanset, apbila pinggirn sirip ekor pada pangkalnya melebar kemudian membentuk sudut
diujung, contoh ikan bloso (Glossogobius sp.)
Beberapa ikan ada yang memiliki satu atau dua sirip punggung. Pada ikan bersisirp punggung tunggal,
umumnya jari-jari bagian depan (1-40) tidak bersekat dan mengeras, sedangkan jari-jari dibelakangnya
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (9 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
lunak atau bersekat dan umumnya bercabang. Pada ikan yang memiliki dua sirip punggung, bagian
depannya terdiri dari duri dan yang kedua terdiri dari duri di bagian depan diikuti oleh jari-jari lunak atau
bersekat umumnya bercabang. Pada beberapa famili (suku) dua sirip punggungnya mungkin bersatu atau
bergabung (Gambar 2.3 & 2.4).
Gambar 2.3 Bagian sirip punggung pertama yang keras (a) dan bagian kedua yang lunak (b) (Sumber:
Kotellat, et al., 1993)
Gambar 2.4 Skema gabungan dua sirip punggung (a) duri, (b) jari-jari.
Pada beberapa ikan, umumnya ikan berkumis (Siluriformes) memiliki sirip lemak yaitu sirip tipis tanpa
jari-jari yang terletak sedikit di depan sirip ekor (Gambar 2.5)
Gambar 2.5 Jari-jari sirip punggung pertama yang keras (a) dan sirip lemak pada sirip punggung (b).
Sisik ikan. Bentuk, ukuran dan jumlah sisik ikan dapat memberikan gambaran bagaimana kehidupan ikan
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (10 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
tersebut. Sisik ikan mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka macam, yaitu sisik ganoid merupakan
sisik besar dan kasar, sisik sikloid dan stenoid merupakan sisik yang kecil, tipis atau ringan hingga sisik
placoid merupakan sisik yang lembut. Umumnya tipe ikan perenang cepat atau secara terus menerus
bergerak pada perairan berarus deras mempunyai tipe sisik yang lembut, sedangkan ikan-ikan yang hidup
di perairan yang tenang dan tidak berenang secara terus menerus pada kecepatan tinggi umumnya
mempunyai tipe sisik yang kasar. Sisik sikloid berbentuk bulat, pinggiran sisik halus dan rata sementara
sisik stenoid mempunyai bentuk seperti sikloid tetapi mempunyai pinggiran yang kasar (Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Tipe-tipe sisik pada ikan (Sumber: Moyle & Cech, 1988)
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (11 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Selain jenis sisik yang menjadi kriteria bagi suatu jenis ikan tertentu, jumlah sisik ikan juga perlu
diperhatikan (Gambar 2.7).
§ Jumlah sisik pada gurat sisi merupakan jumlah pori-pori pada gurat sisi atau jika gurat sisi tidak
sempurna atau tidak ada, maka jumlah sisik yang dihitung adalah jumlah sisik yang biasa ditempati
gurat sisi atau disebut deretan sisik sepanjang sisi badan. Penghitungan sisik ini dimulai dari sisik
yang menyentuh tulang bahu hingga pangkal ekor.
§ Jumlah sisik melintang badan merupakan jumlah baris sisik antara gurat sisi dan awal sirip
punggung atau sirip punggung pertama dan antara gurat sisi dan awal sirip dubur. Sisik yang
terdapat di depan awal sirip punggung dan sirip dubur dihitung ½.
§ Jumlah sisik di depan sirip punggung meliputi semua sisik di pertengahan punggung antara insang
dan awal sirip punggung.
§ Jumlah sisik di sekeliling batang ekor meliputi jumlah baris sisik yang melingkari batang ekor
pada bidang yang tersempit.
§ Jumlah sisik di sekeliling dada merupakan jumlah sisik di depan sirip punggung yang melingkari
dada.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (12 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
Gambar 2.7. Skema penghitungan sisik utama pada ikan
Mulut ikan. Bentuk, ukuran dan letak mulut ikan dapat menggambarkan habitat ikan tersebut (Gambar
2.8). Ikan-ikan yang berada di bagian dasar mempunyai bentuk mulut yang subterminal sedangkan ikanikan
pelagik dan ikan pada umumnya mempunyai bentuk mulut yang terminal. Ikan pemakan plankton
I
mempunyai mulut yang kecil dan umumnya tidak dapat ditonjolkan ke luar. Pada rongga mulut bagian
dalam biasanya dilengkapi dengan jari-jari tapi insang yang panjang dan lemas untuk menyaring plankton.
Umumnya mulut ikan pemakan plankton tidak mempunyai gigi.
Ukuran mulut ikan berhubungan langsung dengan ukuran makanannya. Ikan-ikan yang memakan
invertebrata kecil mempunyai mulut yang dilengkapi dengan moncong atau bibir yang panjang. Ikan
dengan mangsa berukuran besar mempunyai lingkaran mulut yang fleksibel.
Gambar 2.8 Tipe-tipe utama letak mulut (a) terminal, (b) sub-terminal, (c) inferior, dan (d) superior
(Sumber: Kotellat, et all., 1993).
2.2 Bentuk tubuh ikan
Bentuk luar ikan seringkali mengalami perubahan dari sejak larva sampai dewasa misal dari bentuk
bilateral simetris pada saat masih larva berubah menjadi asimetris pada saat dewasa. Bentuk tubuh ikan
merupakan suatu adaptasi terhadap lingkungan hidupnya atau merupakan pola tingkah laku yang khusus.
Secara umum, Moyle & Cech (1988) mengkatergorikan ikan kedalam enam kelompok yaitu roverpredator
(predator aktif), lie-in-wait predator (predator tak aktif), surface-oriented fish (ikan pelagik),
bottom fish (ikan demersal), ikan bertubuh besar, dan ikan semacam belut (Gambar 2.9).
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (13 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Gambar 2.9 Bentuk-bentuk tubuh ikan (A) dan (B) predator aktif, (C) predator tak aktif, (D) ikan pelagis,
(E) ikan demersal, (F) ikan perekat di dasar, (G) flatfish, (H) ikan berekor panjang, (I)ikan beebadan bulat,
(J) ikan seperti belut
– Predator aktif. Ikan ini mempunyai bentuk tubuh yang langsing/lurus (fusiform), dengan mulut
di ujung (terminal) dan batang ekor menyempit/kecil dengan bentuk ekor cagak atau bulan sabit.
Ikan-ikan kelompok ini selalu bergerak dan mengejar mangsa, contoh ikan tuna. Bentuk tubuh dari
ikan predator aktif sangat khas di perairan mengalir.
– Predator tak aktif merupakan kelompok ikan piscivora yang mempunyai bentuk tubuh yang
cocok untuk menangkap mangsa dengan cara menghadang ikan-ikan perenang cepat. Tubuh
berbentuk ramping/lurus memanjang seringkali beebentuk sepertik torpedo. Kepala berbentuk rata
dengan mulut yang besar dan bergigi. Sirip ekor cenderung membesar dengan sirip punggung dan
anal berada jauh dibelakang badan dan letaknya segaris. Susunan sirip ikan seperti ini memberikan
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (14 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
daya dorong pada saat ikan ini akan meluncur dengan cepat untuk menangkap mangsa yang lewat.
Kelompok ikan ini antara lain ikan-ikan air tawar Esocidae, Belonidae, Centropomidae.
– Ikan pelagik, umumnya berukuran kecik, bentuk mulut superior, kepala berbentuk pipih datar
dengan mata lebar dan sirip punggung berada di bagian belakang badan. Morfologi dari ikan ini
sesuai untuk menangkap plankton dan ikan-ikan kecil yang hidup di dekat permukaan air, atau
insekta yang berada di permukaan contoh ikan Gambusia, Fundulus.
– Ikan demersal mempunyai bentuk tubuh yang beragam. Gelembung renang dari ikan-ikan
kelompok ini mereduksi atau tidak ada. Ikan demersal terbagi menjadi 5 tipe yaitu (i) ikan dasar
yang aktif mempunyai bentuk tubuh seperti ikan predator aktif tetapi bentuk kepala rata, mempunyai
punuk dan sirip dada yang lebih besar. (ii) ikan yang melekat di dasar merupakan ikan-ikan kecil
dengan bentuk kepala rata, sirip dadap membesar dengan struktur yang memungkinkan ikan ini
berada di dasar perairan. Struktur ikan ini banyak dijumpai di perairan berarus cepat atau daerah
intertidal yang mempunyai arus air yang kuat. (iii) ikan bottom- hider mempunyai kesamaan respon
dengan ikan pelekat tetapi tidak mempunyai alat pelekat dan cenderung mempunyai bentuk tubuh
yang memanjang dengan kepala lebih kecil. Bentuk seperti ini lebih menyukai hidup di bawah batubatuan,
celah-celah. (iv) flatfish merupakan ikan dengan morfologi yang unik. Bentuk tubuh
membulat dengan mulut berada dibagian ventral yang sangat memungkinkan untuk dapat
mengambil makanan di dasar perairan, spirakula berada di bagian atas dari kepala. (v) ikan bentuk
rattail mempunyai tubuh bagian belakang memanjang seperti ekor tikus, kepala besar dengan hidung
yang sangat jelas dan sirip dada besar. Umumnya, ikan seperti ini berada di laut dalam. Ikan-ikan ini
merupakan ikan pemakan bangkai dan memangsa invertebrata bentik.
– Ikan berbadan membulat mempunyai ukuran tubuh 1/3 dari panjang standar (jarak antara
hidung hingga pangkal ekor). Sirip punggung dan sirip anal memanjang dan sirip dada terletak lebih
tinggi sedangkan sirip pelvik lebih rendah dari badan. Mulut kecil dan dapat disembulkan,
mempunyai mata yang besar dan hidung pendek.
– Ikan dengan bentuk badan seperti belut mempunyai badan yang panjang dengan bentuk
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (15 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
kepala tumpul, ekor meruncing atau membulat. Jika dijumpai sirip-sirip yang berpasangan misal
sirip dada biasanya kecil sedangkan sirip punggung dan sirip anal sangat panjang. Sisik berukuran
sangat kecil atau tidak ada sama sekali. Ikan-ikan ini seringkali berada di celah-celah atau lobang
dari karang atau batuan.
Lerman (1986) membedakan bentuk tubuh ikan menjadi 4 yaitu :
– Bentuk fusiform atau lurus seperti pada ikan tuna, hiu. Bentuk tubuh seperti ini
memungkinkan ikan untuk bergerak cepat yang terutama dalam menangkap mangsa.
– Bentuk pipih tegak seperti pada ikan Pontus triacanthus, memungkinkan untuk mudah
bergerak diantara tumbuh-tumbuhan air dan areal yang sempit. Tubuh yang pipih memudahkan ikan
tersebut menghindari tentakel beracun dari predator dan masuk kedalam celah-celah karang atau di
bawah vegetasi air.
– Bentuk tubuh ikan lainnya adalah bentuk pipih datar dan bentuk tipis memanjang seperti
belut. Belut dan beberapa ikan bentuk ini mensekresi semacam lendir yang dapat membantu gerakan
di substrat lumpur dan mengurangi terjadinya perlukaan pada tubuhnya (Gambar 2.10).
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (16 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Gambar 2.10 Bentuk-bentuk tubuh ikan (Sumber: Lerman, 1986)
2.3 Jenis-jenis ikan Berdasarkan Tipe Makanan
Jenis ikan dapat digolongkan menjadi tujuh kelompok menurut jenis makanannya, walaupun harus juga
diingat bahwa beberapa jenis pola makannya berubah sesuai dengan perubahan umur, musim dan
ketersediaan makanan. Perbedaan golongan ikan menurut jenis makanannya ini berkaitan antara satu
golongan dengan golongan lain. Penggolongan berdasarkan jenis makanannya menurut Mujiman (1993)
yaitu :
a. Herbivora. Ikan golongan ini makanan utamanya berasal dari bahan-bahan nabati misalnya ikan
tawes (Puntius javanucus), ikan nila (Osteochilus hasseli), ikan bandeng 9Chanos chanos).
b. Karnivora. Ikan golongan ini sumber makanan utamanya berasal dari bahan-bahan hewani
misalnya ikan belut (Monopterus albus), ikan lele (Clarias batrachus), ikan kakap (Lates calcarifer).
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (17 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
c. Omnivora. Ikan golongan ini sumber makanannya berasal dari bahan-bahan nabati dan hewani,
namun lebih menyesuaikan diri dengan jenis makanan yang tersedia misalnya ikan mujair (Tilapia
mossambica), ikan mas (Ciprinus carpio), ikan gurami (Ospronemus goramy).
d. Pemakan plankton. Ikan golongan ini sepanjang hidupnya selalu memakan plankton, baik
fitoplankton atau zooplankton misalnya ikan terbang (Exocoetus volitans), ikan cucut (Rhinodon
typicus).
e. Pemakan detritus. Ikan golongan ini sumber makanannya berasal dari sisa-sisa hancuran bahan
organik yang telah membusuk dalam air, baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan misalnya
ikan belanak (Mugil sp.).
Selain penggolongan ikan seperti tersebut sebelumnya, Kottelat, et al. (1993) membedakan ikan
berdasarkan jenis makanannya menjadi tujuh golongan. Ketujuh kelompok ikan tersebut yaitu :
a. Herbivora A (endogenus). Golongan ikan yang memakan bahan tumbuhan yang hidup di air
atau di dalam lumpur, misal alga, hifa jamur, alga biru. Ikan golongan ini tidak mempunyai gigi dan
mempunyai tapis insang yang lembut sehingga dapat menyaring fitoplankton. Ikan ini tidak
mempunyai lambung yang benar yaitu bagian usus yang mempunyai jaringan otot yang kuat,
mengekskresi asam, mudah mengembang, dan terdapat di bagian muka alat pencernak makanannya.
Bentuk usus ikan golongan ini panjang berliku-liku dan dindingnya tipis.
b. Herbivora B (eksogenus). Golongan ikan yang memakan bahan makanan dari tumbuhan yang
jatuh ke dalam air, misal buah-buahan, biji-bijian, daun. Bahan makanan ini sangat penting bagi ikanikan
di sungai. Oleh sebab itu hilangnya vegetasi di sepanjang tepi sungai sangat berpengaruh bagi
komunitas ikan secara umum.
c. Predator 1 (endogenus). Golongan ikan yang memakan binatang-binatang air kecil, misal
nematoda, rotifera, endapan plankton dan invertebrata lain berupa detritus di dalam lumpur atau
pasir.
d. Predator 2 (endogenus). Golongan ikan yang memakan larva serangga atau binatang air kecil
lainnya.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (18 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
e. Predator 3. Golongan ikan yang memakan binatang air yang lebih besar, misal udang, siput,
kepiting kecil yang umumnya berada di dasar air.
f. Predator 4. golongan ikan yang memakan ikan-ikan lainnya.
g. Omnivora. Golongan ikan yang memakan bahan makanan yang berasal dari binatang dan
tumbuhan. Ikan golongan ini mempunyai sistem pencernakan antara bentuk herbivora dan karnivora.
Menentukan jenis makanan ikan tertentu secara langsung tidaklah mudah, karena usus ikan kadang-kadang
kosong. Namun, pengamatan terhadap panjang usus dan hubungannya dengan panjang badan dapat
membantu untuk mengetahui jenis bahan makanan yang dimakannya. Ikan herbivora, umumnya memiliki
usus yang panjangnya 4-10 kali panjang badannya. Ikan predator memiliki panjang usus yang lebih
pendek atau sama panjang dengan badannya.
Selain penggolongan ikan berdasarkan jenis makanannya, ikan dibedakan juga berdasarkan spesialisasi
dari makanannya yaitu :
a. Monophagus : ikan hanya mengkonsumsi satu jenis makanan
b. Stenophagus : ikan mengkonsumsi makanan yang terbatas jenisnya
c. Euriphagus : ikan mengkonsumsi bermacam-macam atau campuran jenis makanan. Umumnya
ikan-ikan yang ada di alam termasuk ke dalam euriphagus ini.
Jenis bahan makanan dan ketersediannya juga menentukan ditribusi ikan-ikan diperairan. Umumnya,
semakin besar ukuran sungai semakin besar pula jumlah dan keanekaragaman ikannya; dan proporsi
biomassa ikan yang bergantung kepada tumbuhan air dan tumbuhan darat semakin meningkat.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (19 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Pertanyaan kunci :
1. Jelaskan bagian-bagian tubuh ikan yang digunakan dalam identifikasi !
2. Jelaskan jenis-jenis ikan yang ada di alam berdasarkan tipe makanannya !
Tugas / bahan diskusi :
1. Buatlah suatu pengukuran secara keseluruhan bagian-bagain tubuh dari satu spesies ikan ! (spesies
ikan tidak ditentukan sesuai dengan yang Saudara dapatkan)
2. Spesies yang Saudara buat pengukuran morfologinya tersebut, amatilah juga panjang usus dan
bahan-bahan yang ada di dalamnya untuk mencoba menentukan penggolongan ikan tersebut
berdasarkan jenis makanan yang dimakannya.
Daftar Pustaka :
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh Water Fishes of Western
Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Jakarta.
Lalli, C.M. & Parson. 1993. Biological Oceanography: An Introduction. Pergamon Press, Columbia.
Lerman, M. 1986. Marine Biology. Environment, Diversity, and Ecology. The Benjamin/Cummings
Publishing Company, Inc. California.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey
BAB III
SEKSUALITAS IKAN
Tujuan Instruksional Khusus :
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (20 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang hermaproditisme
2. Mahasiswa mampu membedakan sifat seksual primer dan sekunder
Pada prinsipnya, seksualitas hewan terdiri dari dua jenis kelamin yaitu jantan dan betina. Begitu pula
seksualitas pada ikan, yang dikatakan ikan jantan adalah ikan yang mempunyai organ penghasil sperma,
sedangkan ikan betina adalah ikan yang mempunyai organ penghasil telur. Suatu populasi terdiri dari ikanikan
yang berbeda seksualitasnya, maka populasi tersebut disebut populasi heteroseksual, bila populai
tersebut terdiri dari ikan-ikan betina saja maka disebut monoseksual. Namun, penentuan seksualitas ikan di
suatu perairan harus berhati-hati karena secara keseluruhan terdapat bermacam-macam seksualitas ikan
mulai dari hermaprodit sinkroni, protandri, protogini, hingga gonokorisme yang berdiferensiasi maupun
yang tidak.
3.1 Hermaproditisme
Ikan hermaprodit mempunyai baik jaringan ovarium maupun jaringan testis yang sering dijumpai dalam
beberapa famili ikan. Kedua jaringan tersebut terdapat dalam satu organ dan letaknya seperti letak gonad
yang terdapat pada individu normal. Pada umumnya, ikan hermaprodit hanya satu sex saja yang berfungsi
pada suatu saat, meskipun ada beberapa spesies yang bersifat hemaprodit sinkroni. Berdasarkan
perkembangan ovarium dan atau testis yang terdapat dalam satu individu dapat menentukan jenis
hermaproditismenya.
a. Hermaprodit sinkron/simultaneous. Dalam gonad individu terdapat sel kelamin betina dan sel
kelamin jantan yang dapat masak bersama-sama dan siap untuk dikeluarkan. Ikan hermaprodit jenis
ini ada yang dapat mengadakan pembuahan sendiri dengan mengeluarkan telur terlebih dahulu
kemudian dibuahi oleh sperma dari individu yang sama, ada juga yang tidak dapat mengadakan
pembuahan sendiri. Ikan ini dalam satu kali pemijahan dapat berlaku sebagai jantan dengan
mengeluarkan sperma untuk membuahi telur dari ikan yang lain, dapat pula berlaku sebagai betina
dengan mengeluarkan telur yang akan dibuahi sperma dari individu lain. Di alam atau akuarium
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (21 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
yang berisi dua ekor atau lebih ikan ini, dapat menjadi pasangan untuk berpijah. Ikan yang berfase
betina mempunyai tanda warna yang bergaris vertikal, sesudah berpijah hilang warnanya dan
berubah menjadi ikan jantan. Contoh ikan hermaprodit sinkroni yaitu ikan-ikan dari Famili
Serranidae.
b. Hermaprodit protandrous. Ikan ini mempunyai gonad yang mengadakan proses diferensiasi dari
fase jantan ke fase betina. Ketika ikan masih muda gonadnya mempunyai daerah ovarium dan
daerah testis, tetapi jaringan testis mengisi sebagian besar gonad pada bagian lateroventral. Setelah
jaringan testisnya berfungsi dan dapat mengeluarkan sperma, terjadi masa transisi yaitu ovariumnya
membesar dan testis mengkerut. Pada ikan yang sudah tua, testis sudah tereduksi sekali sehingga
sebagian besar dari gonad diisi oleh jaringan ovarium yang berfungsi, sehingga ikan berubah
menjadi fase betina. Contoh ikan-ikan yang termasuk dalam golongan ini antara lain Sparus auratus,
Sargus annularis, Lates calcarifer (ikan kakap).
c. Hermaprodit protoginynous. Keadaan yang sebaliknya dengan hermaprodit protandri. Proses
diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan. Pada beberapa ikan yang termasuk
golongan ini sering terjadi sesudah satu kali pemijahan, jaringan ovariumnya mengkerut kemudian
jaringan testisnya berkembang. Salah satu spesies ikan di Indonesia yang sudah dikenal termasuk ke
dalam golongan hermaprodit protogini ialah ikan belut sawah (Monopterus albus) dan ikan kerapu
Lumpur (Epinephelus tauvina). Ikan ini memulai siklus reproduksinya sebagai ikan betina yang
berfungsi, kemudian berubah menjadi ikan jantan yang berfungsi. Urutan daur hidupnya yaitu : masa
juvenile yang hermaprodit, masa betina yang berfungsi, masa intersek dan masa terakhir masa jantan
yang berfungsi. Pada ikan-ikan yang termasuk ke dalam Famili Labridae, misalnya Halichieres sp.
terdapat dua macam jantan yang berbeda. Ikan jantan pertama terlihatnya seperti betina tetapi tetap
jantan selama hidupnya, sedangkan jantan yang kedua ialah jantan yang berasal dari perubahan ikan
betina. Pada ikan-ikan yang mempunyai dua fase dalam satu siklus hidupnya, pada tiap-tiap fasenya
sering didapatkan ada perbedaan baik dalam morfologi maupun warnanya. Keadaan demikian
menyebabkan terjadinya kesalahan dalam mendeterminasi ikan itu menjadi dua nama, yang
sebenarnya spesies ikan itu sama. Misalnya pada ikan Larbus ossifagus ada dua individu yang
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (22 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
berwarna merah dan ada yang berwarna biru. Ternyata ikan yang berwarna merah adalah ikan
betina, sedangkan yang berwarna biru adalah ikan jantan.
Hermaprodit protandri dan hermaprodit protogini sering disebut hermaprodit beriring. Pada waktu ikan itu
masih muda mempunyai gonad yang berorganisasi dua macam seks, yaitu terdapat jaringan testis dan
ovarium yang belum berkembang dengan baik. Proses suksesi kelamin dari satu populasi hermaprodit
protandri atau hermaprodit protogini terjadi pada individu yang berbeda baik menurut ukuran atau umur,
tetapi merupakan suatu proses yang beriring.
Selain hermaproditisme, pada ikan terdapat juga Gonokhorisme, yaitu kondisi seksual berganda yaitu
pada ikan bertahap juvenil gonadnya tidak mempunyai jaringan yang jelas status jantan atau betinanya.
Gonad tersebut kemudian berkembang menjadi semacam ovarium, setelah itu setengah dari individu ikanikan
itu gonadnya menjadi ovarium (menjadi ikan betina) dan setengahnya lagi menjadi testis (menjadi
ikan jantan). Gonokhoris yang demikian dinamakan gonokhoris yang “tidak berdiferensiasi:, yaitu
keadaannya tidak stabil dan dapat terjadi interseks yang spontan. Misalnya Anguilla anguilla dan Salmo
gairdneri irideus adalah gonokhoris yang tidak berdiferensiasi. Ikan gonokhorisme yang “berdiferensiasi”
sejak dari mudanya sudah ada perbedaan antara jantan dan betina yang sifatnya tetap sejak dari kecil
sampai dewasa, sehingga tidak terdapat spesies yang interseks.
3.2 Sifat Seksual Primer dan Sekunder
Sifat seksual primer pada ikan tandai dengan adanya organ yang secara langsung berhubungan dengan
proses reproduksi, yaitu ovarium dan pembuluhnya pada ikan betina, dan testis dengan pembuluhnya pada
ikan jantan. Sifat seksual sekunder ialah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk membedakan ikan
jantan dan ikan betina. Satu spesies ikan yang mempunyai sifat morfologi yang dapat dipakai untuk
membedakan jantan dan betina dengan jelas, maka spesies itu bersifat seksual dimorfisme. Namun, apabila
satu spesies ikan dibedakan jantan dan betinanya berdasarkan perbedaan warna, maka ikan itu bersifat
seksual dikromatisme. Pada umumnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih cerah dan lebih menarik
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (23 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
dari pada ikan betina.
Pada dasarnya sifat seksual sekunder dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a) Sifat seksual sekunder yang bersifat sementara, hanya muncul pada waktu musim pemijahan
saja. Misalnya “ovipositor”, yaitu alat yang dipakai untuk menyalurkan telur ke bivalvia, adanya
semacam jerawat di atas kepalanya pada waktu musim pemijahan. Banyaknya jerawat dengan
susunan yang khas pada spesies tertentu bisa dipakai untuk tanda menentukan spesies, contohnya
ikan Nocomis biguttatus dan Semotilus atromaculatus jantan.
b) Sifat seksual sekunder yang bersifat permanent atau tetap, yaitu tanda ini tetap ada sebelum,
selama dan sesudah musim pemijahan. Misalnya tanda bulatan hitam pada ekor ikan Amia calva
jantan, gonopodium pada Gambusia affinis, clasper pada golongan ikan Elasmobranchia, warna
yang lebih menyala pada ikan Lebistes, Beta dan ikan-ikan karang, ikan Photocornycus yang
berparasit pada ikan betinanya dan sebagainya.
Biasanya tanda seksual sekunder itu terdapat positif pada ikan jantan saja. Apabila ikan jantan tadi
dikastrasi (testisnya dihilangkan), bagian yang menjadi tanda seksual sekunder menghilang, tetapi pada
ikan betina tidak menunjukkan sesuatu perubahan. Sebaliknya tanda bulatan hitan pada ikan Amia betina
akan muncul pada bagian ekornya seperti ikan Amia jantan, bila ovariumnya dihilangkan. Hal ini
disebabkan adanya pengaruh dari hormon yang dikeluarkan oleh testis mempunyai peranan pada tanda
seksual sekunder, sedangkan tanda hitam pada ikan Amia menunjukkan bahwa hormon yang dikeluarkan
oleh ikan betina menjadi penghalang timbulnya tanda bulatan hitam.
Pertanyaan Kunci :
1. Apa yang disebut dengan hermaproditsme dan jelaskan jenis-jenis hermaprodit pada ikan !
2. Jelaskan perbedaan sifat seksual primer dan sekunder pada ikan !
Tugas / Bahan diskusi :
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (24 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Buatlah daftar sifat seksual sekunder baik tetap maupun tidak tetap yang dimiliki oleh beberapa spesies
ikan !
Daftar Pustaka
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh Water Fishes of Western
Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Jakarta.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey.
Reinthal, P & J. Stegen. 2005. Ichthyology.
http://eebweb.arizona.edu/courses/ecol482_582/Lecture120056.
pdf [18-11-2006] BAB IV
AWAL DAUR HIDUP IKAN
Tujuan Instruksional Khusus :
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (25 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
1. Mahasiswa mampu menjelaskan macam-macam telur ikan dan bagiannya
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang proses pembuahan pada ikan
3. Mahasiswa mampu menjabarkan perkembangan telur ikan
Perkembangan awal daur hidup ikan merupakan suatu hal yang menarik karena berhubungan dengan
stabilitas populasi ikan tersebut dalam suatu perairan. Untuk mempelajari kemampuan hidup suatu spesies
ikan dan mengurangi tingkat mortalitas yang terjadi terutama pada awal perkembangan hidup ikan
khusunya untuk pembudidayaan perlu adanya pengertian mengenai jenis-jenis telur ikan tersebut dan daur
hidup ikan mulai dari awal fertilisasi hingga terdeferensiasi untuk menjadi ikan muda.
4.1. Macam-macam Telur Ikan dan Bagian-bagiannya
Telur dari hewan yang bertulang belakang, secara umum dapat dibedakan berdasarkan kandungan kuning
telur dalam sitoplasmnyaa yaitu :
a) Telur homolecithal (isolecithal). Golongan telur ini hanya terdapat pada mamalia. Jumlah
kuning telurnya hanya sedikit terutama dalam bentuk butir-bitir lemak dan kuning telur yang
terbesar di dalam sitoplama.
b) Telur telolecithal. Golongan telur ini terdapat sejumlah kuning telur yang berkumpul
pada salah satu kutubnya. Ikan tergolong hewan yang mempunyai jenis telur tersebut.
Protoplasma dari telur Teleostei dan Elasmobranchia akan mengambil bagian pada beberapa pembelahan
pertama. Kuning telur tidak turut dalam proses-proses pembelahan, sedangkan perkembangan embrionya
terbatas pada sitoplasma yang terdapat pada kutub anima.
Telur ikan ovipar yang belum dibuahi (Gambar 4.1), bagian luarnya dilapisi oleh selaput yang dinamakan
selaput kapsul atau chorion. Pada chorion ini terdapat sebuah mikropil yaitu suatu lubang kecil tempat
masuknya sperma ke dalam telur pada waktu terjadi pembuahan. Di bawah chorion terdapat selaput yang
kedua dinamakan selaput vitelline. Selaput yang ketiga mengelilingi plasma telur dinamakan selaput
plasma. Ketiga selaput ini semuanya menempel satu sama lain dan tidak ada ruang diantaranya. Bagian
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (26 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
telur yang terdapat sitoplasma biasanya berkumpul di sebelah telur bagian atas yang dinamakan kutub
anima, sedangkan bagian kutub yang berlawanan terdapat banyak kuning telur yang dinamakan kutub
vegetatif. Kuning telur yang ada di bagian tengah keadaannya lebih pekat daripada kuning telur yang ada
pada bagian pinggir karena adanya sitoplasma yang banyak terdapat di sekeliling inti telur.
Gambar 4.1 Bagan telur sebelum dibuahi
Gambar 4.2 Bagan telur setelah keluar dari tubuh induk, dengan ruang perivitelline
Telur yang baru saja keluar dari tubuh induk dan bersentuhan dengan air akan terjadi perubahan
yaitu i) selaput chorion akan terlepas dengan selaput vitelline dan membentuk ruang yang ini
dinamakan ruang perivitelline (Gambar 4.2). Adanya ruang perivitelline ini , maka telur dapat
bergerak lebih bebas selama dalam perkembangannya, selain itu dapat juga mereduksi pengaruh
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (27 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
gelombang terhadap posisi embrio yang sedang berkembang. Air masuk ke dalam telur yang
disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmose dan imbibisi protein yang terdapat pada
permukaan kuning telur. Selaput vitelline merupakan penghalang masuknya air jangan sampai
merembes ke dalam telur. ii) pengerasan selaput chorion. Waktu yang diperlukan untuk pengerasan
selaput chorion tidak sama bergantung pada ion kalsium yang terdapat dalam air. Menurut Hoar
(1957 dalam Effendie, 1997) telur yang ditetaskan dalam air yang mengandung kalsium klorida
0.0001 M, selaput chorionnya akan lebih keras dari pada telur yang ditetaskan di air suling.
Pengerasan chorion ini akan mencegah terjadinya pembuahan polyspermi.
Telur-telur ikan yang terdapat di perairan bebas masih sangat sedikit diteliti. Delsman (1921 – 1938)
merupakan orang pertama yang melakukan penelitian secara mendalam terhadap telur dan larva ikan
pelagis di Laut Jawa. Beberapa macam telur pelagis dan larva di Laut Jawa yang didapat oleh Delsman
seperti Gambar 4.3.
Tidak semua telur ikan mempunyai bentuk yang sama, umumnya suatu spesies yang berada dalam satu
genus mempunyai kemiripan atau mempunyai perbedaan yang kecil. Di perairan didapatkan bermacam
telur dan larva ikan bercampur aduk dalam tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan
pola pemijahan ikan-ikan di Indonesia masih belum diketahui, sehingga ada kemungkinan didapatkan ikanikan
yang memijah dalam sepanjang tahun.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (28 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Gambar 4.3 Jenis-jenis telur ikan pelagis di Laut Jawa dan Selat Malaka (Sumber:Delsman, 1929 dalam
Effendie, 1979)
Keterangan :
1. Chirocentrus dorab 12. Dorosoma chacunda
2. Tidak dikenal 13. Chanos chanos
3. Clupea fimbriata 14. Pellona sp.
4. Stelophorus heterolobus 15. Cybium maculatum
5. Engraulis kammalensis 16. Echeneis naucrates
6. Stolephorus indicus 17. Saurida tumbil
7. Trichiurus sp. 18. Harpodon nehereus
8. Muraena sp. 19. Tetradon sp.
9. Decapterus (Caranx) kurra 20. Tidak dikenal
10. Hemirhampus sp. 21. Fistularia serrata
11. Caranx macrosoma
Dalam menggolongkan telur ikan terdapat beberapa macam tanda yang dapat dipakai untuk membantu
pengenalan lebih lanjut antara lain bentuk telur, butir minyak, warna, keadaan permukaan butir kuning
telur, dan sebagainya. Sebagai contoh tanda-tanda yang terdapat pada telur ikan Parang-parang dalam
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (29 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
keadaan hidup ukuran telur antara 1590 – 1670 mm, cangkang telur tidak licin, ada sesuatu seperi jaring
laba-laba. Berdasarkan tanda-tanda tersebut, maka dapat dibuat klasifikasi telur-telur pelagis yang
terdapat di perairan sebagai dsar pengenalan telur lebih lanjut seperti bagan berikut (Gambar 4.4).
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (30 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Gambar 4.4. Klasifikasi telur-telur pelagis (Sumber : Effendie, 1997)
Selain pengelompokan seperti pada Gambar 4.4, ada beberapa sistem lain dalam pengelompokan telur
berdasarkan sifat-sifat yang lain yaitu :
a). Sistem pengelompokan telur ikan berdasarkan jumlah kuning telurnya :
§ Oligolecithal : telur dengan kuning telur sangat sedikit jumlahnya, contoh ikan Amphioxus
§ Telolecithal : telur dengan kuning telur lebih banyak dari Oligolecithal. Umumnya jenis telur
ini banyak dijumpai di daerah empat musim, contoh ikan Sturgeon
§ Makrolecithal : telur dengan kuning telur relatif banyak dan keping sitoplasma di bagian
kutub animanya. Telur semacam ini banyak terdapat pada kebanyakan ikan.
b). Sistem yang berdasarkan jumlah kuning telur namun dikelaskan lebih lanjut berdasarkan berat
jenisnya :
§ Non bouyant : telur yang tenggelam ke dasar saat dikeluarkan dari induknya. Golongan telur
ini menyesuaikan dengan tidak ada cahaya matahari, kadang-kadang oleh induknya telur
diletakkan atau ditimbun oleh batu-batuan atau kerikil, contoh telur ikan trout dan ikan salmon.
§ Semi bouyant : telur tenggelam ke dasar perlahan-lahan, mudah tersangkut dan umumnya
telur berukuran kecil, contoh telur ikan Coregonus
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (31 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
§ Terapung : telur dilengkapi dengan butir minyak yang besar sehingga dapat terapung.
Umumnya terdapat pada ikan-ikan yang hidup di laut.
c). Telur dikelompokkan berdasarkan kualitas kulit luarnya
§ Non adhesive : telur sedikit adhesive pada waktu pengerasan cangkangnya, namun
kemudian sesudah itu telur sama sekali tidak menempel pada apapun juga, contoh telur ikan
salmon
§ Adhesive : setelah proses pengerasan cangkang, telur bersifat lengket sehingga akan mudah
menempel pada daun, akar tanaman, sampah, dan sebagainya, contoh telur ikan mas (Cyprinus
carpio)
§ Bertangkai : telur ini merupakan keragaman dari telur adhesive, terdapat suatu bentuk
tangkai kecil untuk menempelkan telur pada substrat
§ Telur berenang : terdapat filamen yang panjang untuk menempel pada substrat atau filamen
tersebut untuk membantu telur terapung sehingga sampai ke tempat yang dapat ditempelinya,
contoh telur ikan hiu (Scylliorhinus sp.)
§ Gumpalan lendir : telur-telur diletakkan pada rangkaian lendir atau gumpalan lendir, contoh
telur ikan lele (Clarias)
Pengelompokan telur berdasarkan lingkungan yang diberikan induknya;
a). telur tersebar, tidak ada tambahan sesuatu dari induknya untuk keberhasilan hidup telur tersebut.
§ Telur terapung, umumya terdapat pada ikan laut seperti ikan tenggiri.
§ Telur tenggelam ke dasar, banyak terdapat pada ikan air tawar
§ Telur adhesive, menempel pada substrat, batu, tumbuhan dan lain-lain seperti pada ikan mas.
b). telur tersebar atau diletakkan satu persatu tetapi dengan beberapa syarat perlindungan namun tanpa
perhatian induk;
§ telur dalam benang lendir
§ telur dengan cangkang yang berubah seperti tangkai yang adhesive
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (32 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
§ telur dibungkus dalam kapsul pelindung yang dikeluarkan oleh uterus
§ bila telur menyentuh air, cangkangnya akan pecah dan menggulung menjadi organ yang
adhesive untuk menempel pada substrat
c). telur diletakkan pada gumpalan lendir tetapi tidak membentuk sarang. Telur tersebut dijaga oleh ikan
jantan;
§ telur diletakkan di celah batu karang di atas permukaan air terendah pasang naik, sehingga
akan terkena udara pada waktu pasang turun. Ikan jantan berpuasa menunggu telur selama
pengeraman dari gangguan predator
§ telur tergulung pada massa yang bulat dan induk menggulung dengan tubuhnya
d). Telur diletakkan dalam sarang pada kerikil, pasir atau lumpur di dasar perairan;
§ pada kerikil dalam air yang mengalir. Telur ditutupi dan induk meninggalkan sarang
§ pada pasir atau kerikil di dasar perairan yang digali oleh induk
§ sarang yang berbentuk cangkir di dasar perairan, dan telur tidak ditutupi. Jantan biasanya
menjaga telur dan mengipasinya, telur biasanya adhesive.
§ Sarang terpendam di dalam dasar lumpur atau detritus.
e). Sarang telur diletakkan di bawah atau di atas objek. Penjagaan telur biasanya dilakukan oleh ikan
jantan.
f). Sarang dibuat dari bahan tanaman yang tersusun seperti sarang burung yang dijalin oleh suatu zat yang
dikeluarkan oleh ginjal. Ikan jantan bertugas menjaga sarang.
g). Sarang terbuat dari gelembung atau busa yang disusun oleh ikan jantan dan sarang itu dikeraskan oleh
lendir yang dikeluarkan oleh ikan jantan pula. Telur diletakkan dalam gelembung ini.
h). Penyesuaian khusus untuk menjaga telur yang dilakukan oleh induknya;
§ telur dalam mulut, contoh ikan Famili Cichlidae (mujair)
§ sebagian kulit perut induk membengkak untuk meletakkan telur hingga telur menetas, contoh
ikan lele di Brazil
§ telur dalam bentuk gumpalan dihubungkan oleh semacam benang dengan bagian lengkungan
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (33 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
tulang di kepala ikan jantan sehingga kedua gumpalan tersebut menggantung di kedua pinggir
kepala
§ telur diletakkan dalam kantung yang terdapat di bagian perut induk, contoh ikan kuda laut
(Syngnatidae)
i). pemijahan yang bekerja sama dengan binatang lain, contoh ikan bitterling yang memerlukan moluska
untuk meletakkan telurnya.
4.2. Pembuahan
Proses pembuahan pada ikan terjadi apabila spermatozoa masuk ke dalam telur melalui lubang mikropil
yang terdapat pada chorion. Tiap spermatozoa mempunyai kesempatan yang sama untuk membuahi satu
telur, tetapi karena ruang tempat terjadinya pembuahan pada ikan ovipar sangat besar, maka kesempatan
spermatozoa itu untuk bertemu dengan telur sebenarnya sangat kecil. Oleh karena itu, spermatozoa yang
dikeluarkan jumlahnya sangat besar dibandingkan dengan jumlah telur yang akan dibuahi, sehingga dalam
kondisi yang optimum spermatozoa ikan yang baru dikeluarkan dari tubuh mempunyai kekuatan untuk
bergerak dalam air selama 1 – 2 menit.
Berdasarkan kepada penelitian yang dilakukan oleh Hartman dan juga oleh Motalenti (Hoar, 1957 dalam
Effendie, 1997) telur dan sperma yang baru dikeluarkan dari tubuh induk, mengeluarkan zat kimia yang
berguna dalam proses pembuahan. Zat yang dikeluarkan oleh telur dan sperma tersebut dinamakan
Gamone. Gamone yang berasal dari telur adalah Gynamone I dan Gynamone II, sedangkan Gamone yang
berasal dari spermatozoa adalah Androgamone I dan Androgamone II. Gynamone I berfungsi untuk
mempercepat pergerakan dan menarik spermatozoa dari spesies yang sama secara kemotaksis. Gynamone
II berfungsi untuk mengumpulkan dan menahan spermatozoa pad permukaan telur. Fungsi Androgamone I
ialah untuk menenkan aktivitas spermatozoa ketika masih berada dalam saluran genital ikan jantan,
sedangkan Androgamone II berfungsi untuk membuat permukaan chorion menjadi lembek sebagai lawan
dari fungsi Gynamone II.
Lapisan telur yang sudah berada dalam air adalah keras dan tidak dapat ditembus oleh spermatozoa
kecuali melalui mikropil yang bentuknya seperti corong. Lubang corong yang besar terletak di bagian luar
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (34 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
dan lubang yang kecil di bagian dalam. Ketika spermatozoa masuk ke dalam lubang corong, itu
merupakan sumbat bagi yang lainnya dan setelah kepala spermatozoa itu masuk, bagian ekornya terlepas.
Dengan demikian pembuahan pada ikan umumnya monosperma. Apabila terjadi pembuahan polysperma
hanya satu spermatozoa saja yang melebur bersatu dengan inti telur.sedangkan yang lainnya dihisap oleh
telur sebagai bahan makanannya. Sesaat setelah terjadi pembuahan, isi telur agak sedikit mengkerut karena
pecahnya rongga alveoli yang terdapat di dalam telur, sehingga menyebabkan rongga perivitelline lebih
membesar sehingga telur yang telah dibuahi dapat mengadakan pergerakan rotasi selama dalam
perkembangannya sampai menetas.
4.3 Perkembangan telur ikan
Setelah terjadi pembuahan, telur akan mengalami masa pengeraman oleh induknya hingga menetas
menjadi larva ikan. Lama masa pengeraman ikan tidak sama bergantung kepada spesies ikannya dan
beberapa faktor luar. Faktor luar yang terutama mempengaruhi pengeraman ialah suhu perairan. Dalam
bidang kultur ikan, sehubungan dengan masa pengeraman dikenal dengan istilah derajat hari, yaitu hasil
perkalian derajat suhu perairan dengan lama pengeraman. Derajat hari untuk spesies ikan ada yang
nilainya tetap, ada yang berubah-ubah.
Menurut Nikolsky (1963 dalam Effendie, 1997) faktor cahaya juga dapat mempengaruhi masa
pengeraman ikan. Telur yang sedang dalam masa pengeraman apabila diletakkan dalam tempat yang gelap
akan menetas lebih lambat. Faktor luar lainnya yang dapat mempengaruhi masa pengeraman ialah zat yang
terlarut dalam air terutama zat asam arang dan ammonia dapat menyebabkan kematian embrio dalam masa
pengeraman. Tekanan zat asam dalam air telah diketahui dapat mempengaruhi untur meristik yaitu jumlah
ruas tulangg belakang. Bila tekanan zat asam itu tinggi, jumlah ruas tulang belakang embrio menjadi
bertambah dan sebaliknya apabila tekanan zat asam arang berkurang jumlah ruas tulang belakang
berkurang jumlahnya.
Menetas merupakan saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar
dari cangkangnya. Pada saat akan terjadi penetasan seperti yang telah dikemukakan, kekerasan chorion
semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh substansi enzim dan unsur kimia lainnya yang dikeluarkan oleh
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (35 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
kelenjar endodermal di daerah pharink. Enzim ini dinamakan chorionase yang terdiri dari pseudokeratin
yang kerjanya bersifat mereduksi chorion menjadi lembik. Dalam proses ini pH dan suhu memegang
peranan. Menurut Blaxter dalam Effendie (1979) bahwa pH 7,9 – 9,6 dan suhu 14 – 20°C merupakan
kondisi yang optimum.
Pada waktu akan terjadi penetasan, embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan ruang di dalam
cangkang. Dengan pergerakan-pergerakan tersebut bagian cangkang telur yang telah lembik akan pecah.
Umumnya, dua atau tiga kali pembetulan posisinya embrio mengatur dirinya lagi. Pada bagian cangkang
yang pecah ujung ekor embrio dikeluarkan terlebih dahulu sambil digerakkan. Kepalanya dikeluarkan
terakhir karena ukurannya lebih besar dibandingkan dengan bagian tubuh yang lainnya, namun kadangkala
didapatkan kepala yang keluar lebih dulu.
Anak ikan yang baru ditetaskan tersebut dinamakan larva, dengan tubuhnya yang belum sempurna baik
organ luar maupun organ dalamnya. Sehubungan dengan perkembangan larva ini, terdapat dua tahap
perkembangan yaitu prolarva dan postlarva. Prolarva biasanya masih mempunyai kantung kuning telur,
tubuhnya transparan dengan beberapa butir pigmen yang fungsinya belum diketahui. Sirip dada dan ekor
sudah ada tetapi belum sempurna bentuknya dan kebanyakan prolarva yang baru keluar dari cangkang
telur ini tidak punya sirip perut yang nyata melainkan hanya bentuk tonjolan saja. Mulut dan rahang belum
berkembang dan ususnya masih merupakan tabung yang lurus. Sistem pernafasan dan peredaran darah
tidak sempurna. Makanannya didapatkan dari sisa kuning telur yang belum habis dihisap. Adakalanya
larva ikan yang baru ditetaskan letaknya dalam keadaan terbalik karena kuning telurnya masih
mengandung minyak. Apabila kuning telur tersebut telah habis dihisap, larva akan kembali seperti biasa.
Larva ikan yang baru ditetaskan pergerakannya hanya sewaktu-waktu saja dengan menggerakkan bagian
ekornya ke kiri dan kekanan dengan banyak diselingi oleh istirahat karena tidak dapat mempertahankan
keseimbangan posisi tegak. Postlarva merupakan masa larva dimana kantung kuning telur mulai hilang
sampai terbentuknya organ-organ baru atau selesainya taraf penyempurnaan organ-organ yang telah ada
sehingga pada masa akhir dari postlarva tersebut secara morfologi sudah mempunyai bentuk hampir
seperti induknya. Pada tahap postlarva ini, larva tersebut sudah terdapat pigmentasi yang banyk pada
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (36 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
bagian tubuh tertentu. Perkembangan dari telur hingga larva dapat dilihat pada gambar berikut :
a b c
d e f
g h i
j
k
Gambar 4.5. Perkembangan dari telur hingga larva. a. 12 jam setelah fertilisasi (akhir morula), b. 25 jam
terakhir (gastrula), c. 27 jam (kuning telur 7/10 dikelilingi blastoderm), d. 30 jam, e. 37 jam, f. 41 jam,
g.54 jam, h. 64 jam, i. 83 jam, j. Larva setelah menetas, k. Juvenil
Pertanyaan kunci :
1. Jelaskan bagian-bagian telur sebelum dibuahi dan sesudah keluar dari induknya !
2. Jelaskan pengelompokkan telur berdasarkan kualitas cangkangnya !
3. Bagaimana kerja zat-zat kimia yang dihasilkan telur dan sperma pada saat proses pembuahan ?
4. Apa yang dimaksud dengan prolarva dan postlarva ?
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (37 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Tugas / Bahan diskusi :
Tentukan kelompok telur dari contoh telur salah satu spesies ikan yang Saudara jumpai!
Daftar Pustaka :
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey.
Tomiyama, T & Hibiya, T. 1979. Fisheris in Japan. Jacks & Pompanas. Japan Marine Products Photo
Material Association.
BAB V
PERKEMBANGAN GONAD
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahaiswa mampu menjelaskan tahapan kematangan gonad ikan
2. Mahasiswa mampu menganalisa tingkat kematangan gonad ikan
Keberhasilan suatu spesies ikan ditentukan oleh kemampuan ikan tersebut untuk bereproduksi dalam
kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan kemampuan untuk mempertahankan populasinya. Setiap
spesies ikan mempunyai strategi reproduksi yang tersendiri sehingga dapat melakukan reproduksinya
dengan sukses.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (38 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Fungsi reproduksi pada ikan pada dasarnya merupakan bagian dari sistem reproduksi. Sistem reproduksi
terdiri dari komponen kelenjar kelamin atau gonad, dimana pada ikan betina disebut ovarium sedang pada
jantan disebut testis beserta salurannya (Hoar & Randall, 1983). Sementara beberapa kelenjar endokrin
mempunyai peranan dalam mengatur sistem reproduksi. Pada kelempok Teleost terdapat sepasang
ovarium yang memanjang dan kompak. Ovarium terdiri dari oogonia dan jaringan penunjang atau stroma.
Pada ovarium terdapat oosit pada berbagai stadia tergantung pada tipe reproduksinya (Nagahama dalam
Hoar, 1983). Menurut Harder (1975) tipe reproduksi dibagi menjadi a) tipe sinkronisasi total dimana oosit
berkembang pada stadia yang sama. Tipe ini biasanya terdapat pada spesies ikan yang memijah hanya
sekali dalam setahun; b) tipe sinkronisasi kelompok dengan dua stadia, yaitu oosit besar yang matang, di
samping itu ada oosit yang sangat kecil tanpa kuning telur; dan c) tipe asinkronisasi dimana ovarium
terdiri dari berbagai tingkat stadia oosit.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada spesies ikan terdiri dari faktor eksternal
dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi curah hujan, suhu, sinar matahari, tumbuhan dan adanya ikan
jantan. Pada umumnya ikan-ikan di perairan alami akan memijah pada awal musim hujan atau pada akhir
musim hujan, karena pada saat itu akan terjadi suatu perubahan lingkungan atau kondisi perairan yang
dapat merangsang ikan-ikan untuk berpijah (Sutisna, 1995). Faktor internal meliputi kondisi tubuh dan
adanya hormone reproduksi (Redding & Reynaldo, 1993).
Adapun faktor internal yaitu tersedianya hormon steroid dan gonadotropin baik dalam bentuk hormon
Gonadotropin I (GtH I) dan Gonadotropin II (GtH II) dalam jumlah yang cukup dalam tubuh untuk
memacu kematangan gonad diikuti ovulasi serta pemijahan. Sebaliknya bilamana salah satu atau kedua
hormon; tersebut tidak mencukupi dalam tubuh maka perkembangan oosit dalam ovarium terganggu
bahkan akan berhenti dan mengalami atresia (Pitcher, 1995)
Faktor lingkungan merupakan stimuli yang dapat ditangkap oleh alat indera ikan seperti kulit, mata dan
hidung. Informasi berasal dari lingkungan sampai di otak melalui reseptor yang terdapat pada masingmasing
organ sensori.
Selanjutnya melalui ujung-ujung saraf akan diteruskan ke hipotalamus untuk mengeluarkan Gonadotropic
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (39 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
releasing Hormon (GnRH) yang dapat merangsang kelenjar hipofisa anterior untuk memproduksi hormone
Gonadotropic (GtH). Hormon Gonadotropic ini melalui aliran darah akan menuju ke gonad, kemudian
akan merangsang pertumbuhan gonad yang selain mendorong pertumbuhan oosit juga untuk memproduksi
hormone steroid yang merupakan mediator langsung untuk pemijahan (Gambar 5.1)
Faktor Lingkungan
( – )
Pitutary anterior
( – )
( – ) ( – )
( – )
Ovarium
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (40 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Testis
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (41 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
( + ) ( + )
Liver
(+)
Karakteristik sex
sekunder
( + ) ( + )
Gambar 5.1 Alur fungsi reproduksi ikan yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, (+) adanya
stimuli reproduksi, (-) hambatan
5.1 Tingkat Perkembangan Gonad
Perkembangan gonad pada ikan menjadi perhatian pada pengamatan reproduksi ikan. Perkembangan
gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadinya pemijahan.
Sebelum terjadinya pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme dalam tubuh dipergunakan untuk
perkembangan gonad. Pada saat ini gonad semakin bertambah berat diikuti dengan semakin bertambah
besar ukurannya termasuk diameter telurnya. Berat gonad akan mencapai maksimum pada saat ikan akan
berpijah, kemudian berat gonad akan menurun dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai
selesai. Peningkatan ukuran gonad atau perkembangan ovarium disebabkan oleh perkembangan stadia
oosit, pada saat ini terjadi perubahan morfologi yang mencirikan tahap stadianya. Pertambahan berat
gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh dan pertambahan pada jantan sebesar 5-10%.
Pencatatan perubahan kematangan gonad dapat digunakan untuk mengetahui bilamana ikan akan memijah,
I
baru memijah atau sudah selesai memijah.
Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara yaitu i) cara histologi yang dilakukan di
laboratorium, ii) pengamatan morfologi yang dilakukan di laboratorium dan dapat pula di lapangan.
Pengamatan secara histologi akan dapat diketahui anatomi perkembangan gonad tadi lebih jelas dan
mendetail, sedangkan pengamatan morfologi tidak sedetail histologi namun cara ini banyak dilakukan para
peneliti. Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi adalah
bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Kesteven
membagi tingkat kematangan gonad dalam beberapa tahap yaitu:
a. Dara. Organ seksual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung, testes dan ovarium
transparan, dari tidak berwarna sampai abu-abu. Telur tidak terlihat dengan mata biasa.
b. Dara Berkembang. Testis dan ovarium jernih, abu-abu merah. Panjangnya setengah atau lebih
sedikit dari panjang rongga bawah. Telur satu persatu dapat terlihat dengan kaca pembesar.
c. Perkembangan I. Testis dan ovarium bentuknya bulat telur, berwarna kemerah-merahan dengan
pembuluh kapiler. Gonad mengisi kira-kira setengah ruang ke bagian bawah. Telur dapat terlihat
seperti serbuk putih.
d. Perkembangan II. Testis berwarna putih kemerah-merahan, tidak ada sperma kalau bagian perut
ditekan. Ovarium berwarna oranye kemerah-merahan. Telur dapat dibedakan dengan jelas,
bentuknya bulat telur. Ovarium mengisis kira-kira dua pertiga ruang bawah.
e. Bunting. Organ seksual mengisi ruang bawah. Testis berwarna putih, keluar tetesan sperma
kalau ditekan perutnya. Telur bentuknya bulat, beberapa dari telur ini jernih dan masak.
f. Mijah. Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan di perut. Kebanyakan telur berwarna
jerinih dengan beberapa yang berbentuk bulat telur tinggal dalam ovarium.
g. Mijah/Salin. Gonad belum kosong sama sekali, tidak ada telur yang bulat telur.
h. Salin. Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah. Beberapa telur sedang ada dalam
keadaan dihisap kembali.
i. Pulih Salin. Testis dan ovarium berwarna jernih, abu-abu merah. (Begenel & Braum (1968)
dalam Effendie, 1997).
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (42 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Sedangkan pengamatan tingkat kematang gonad menurut Nikolsky (Bagenal & Braum (1968) dalam
Effendie, 1997) yaitu :
a. Tidak Masak. Individu masih belum berhasrat mengadakan reproduksi. Ukuran gonad kecil.
b. Masa Istirahat. Produk seksual belum berkembang. Gonad berukurankecil, telur tidak dapat
dibedakan oleh mata.
c. Hampir Masak. Telur dapat dibedakan oleh mata. Testes berubah dari transparan menjadi war
ros/kemerah-merahan.
d. Masak. Produk seksual masak, mencapai berat maksimum tetapi produk tersebut belum keluar
bila diberi sedikit tekanan pada perut.
e. Reproduksi. Produk seksual akan menonjol keluar dari lubang pelepasa bila perut sedikit
ditekan. Berat gonad cepat menurun sejak permulaan berpijah sampai pemijahan selesai.
f. Keadaan Salin. Produl seksual telah dikeluarkan, lubang genitak berwarna kemerahan. Gonad
mengempis, ovarium berisi beberapa telur sisa. Testis juga berisi sperma sisa.
g. Masa Istirahat. Produk seksual telah dikeluarkan, warna kemerah-merahan pada lubang genital
telah pulih. Gonad kecil dan telur belum terlihat oleh mata.
Berdasarkan morfologi ovarium serta ukuran oosit, Dadzie & Wangila (1980) mengklasifikasikan tingkat
kematangan ovarium pada ikan nila sebagai berikut :
a. Tingkat 1. Bentuk ovarium kecil, warnanya putih transparan, oogonia dan oosit muda hanya
dapat terlihat dengan menggunakan mikroskop.
b. Tingkat 2. Ovarium kecil dan berwarna kuning terang, oosit dapat terlihat dengan mata
telanjang. Pengamatan secara histologis memperlihatkan ovarium terdiri dari oogonia dan oosit
muda, namun belum terbentuk kuning telur.
c. Tingkat 3. Ovarium mulai membesar, berwarna kuning gelap dan terdapat oosit yang mulai
mengandung kuning telur.
d. Tingkat 4. Ovarium besar, berwarna coklat, secara makroskopis oosit mudah dibedakan dan
dipisahkan (oosit siap diovulasikan).
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (43 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
e. Tingat 5. Ovarium berwarna kuning terang, ukurannya menjadi berkurang karena telah
dilepaskannya oosit yang matang. Ovarium berisi oogonia, oosit muda dan beberapa oosit berkuning
telur serta banyak dijumpai folikel yang pecah.
Sedangkan menurut Merta, I.G.S et al., (1999) pengamatan tingkat kematangan gonad dapat dilihat secara
visual menurut kategori : TKG I (immature), TKG II (developing virgin), TKG III (early maturing &
maturing), TKG IV (early mature & mature),TKG V (spawned), TKG VI (spent)
Menurut Nagahama (1983) stadium oosit dapat dicirikan berdasarkan volume sitoplasma, penampilan
nucleus dan nucleolus, serta butiran kuning telur. Menurut Yamamoto yang dikutip oleh Nagahama
91983) stadium oosit dibagi dlam 8 kelas yaitu stadia kromatin-nukleolus, perinukleolus (dibagai menjadi
tahap awal dan akhir), stadia oil droplet, stadia yolk (primer, sekunder, tersier) dan maturasi.
Selanjutnya Bromage & Cumaranatunga (1988) membagi pertumbuhan oosit ikan sebagai berikut :
a. Pertumbuhan primer (Previtellogenesis)
b. Pertumbuhan sekunder (Exogenous Vitellogenesis)
c. Pertumbuhan tersier yang terdiri dari maturasi, hidrasi, dan ovulasi.
Awal perubahan dari oogonia sekunder menjadi oosit primer ditandai dengan permulaan prophase meiosis
I.
Sel pra folikel memipih dan berpindah untuk membungkus oosit yang sedang berkembang. Perubahan
oosit selama pematangan ovarium mempunyai hubungan dengan tahap-tahap yang berbeda dari
pembelahan meiosis (Gambar 12). Pertumbuhan primer meliputi tahap nuklear kromatin, perinuklear awal
dan perinuklear akhir. Pada tahap nuklear kromatin, diameter oosit berkisar antara 20-50mm. Pada saat ini
meuncul lingkaran kecil sitoplasma yang bersifat basa. Folikel terdiri dari satu lapisan yang terdiri dari 3-4
sel folikel pipih, dimana terdapat nukleolus yang besar dengan benang-benang kromatin. Pada saat ini,
oosit telah memiliki inti sel yang nyata.
Pada tahap perinuklear awal, akan terjadi pertumbuhan pada inti sel dan sitoplasma dari sel telur. Diameter
oosit berkisar antara 70-250mm, sedangkan sitoplasma bersifat basa kuat. Terdapat satu inti sel yang
menonjol dengan satu nukleolus besra atau beberapa nukleolus kecil. Pada saat ini terbentuk satu lapisan
sel granulosa dan satu lapisan sel teka.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (44 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Gambar 5.2. Tahap pembelahan meiosis dan perubahan dalam oosit selama pematangan ovarium (Sumber:
Bromage & Cumaranatunga, 1988 dalam Rahayu, E.S., 2000)
Pada tahap perinukleolus akhir, oosit berdiameter 300-400mm, inti sel dikelilingi banyak nucleolus dan
menutupi selaput inti sel. Lapisan folikel yang menutupi oosit terdiri dari satu lapisan sel granulose dan
dua lapisan sel teka. Pada tahap ini oosit cenderung lebih teratur dan benang kromatin berkurang
afinitasnya serta terbentuk selaput non seluler (zona pelusida) yang membungkus oosit yang sedang
berkembang. Tahap ini merupakan tahap akhir dari prophase meiosisi I.
Pertumbuhan sekunder (exogenous vitellogenesis) meliputi tahap vesikel, granula kuning telur perifer dan
migrasi granula kuning telur. Pada tahap vesikel, ditandai dengan terjadinya pembentukan vesikel pada
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (45 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
bagian perifer sitoplasma dan meluas ke arah inti sel. Oosit berkembang, mulai terjadi akumulasi protein
kuning telur dari dalam (endogenous vetellogenesis) dan menyatu dengan derivat kuning telur hasil sintesa
dari hati (exogenous vetellogenesis) yang dibawa melalui aliran darah. Kuning telur ini terdiri dari
fosfoprotein dan liprotein.
Tahap granula kuning telur perifer ditandai dengan terdapatnya granula kuning telur berukuran kecil dalam
sitoplasma, yang menyebar sepanjang bagian perifer. Selanjutnya membentuk granula kuning telur yang
lebih besar. Davis (1977) yang dikutip oleh Forberg (1982) menyetakan bahwa vesikel kemudian
cenderung menghilang dan diganti oleh kuning telur yang nmgisi oosit, sementara itu diameter inti sel
semakin menurun.
Tahap migrasi germinal vesikel (germinal vesicle migration), ditandai dengan daerah tengah oosit telah
diisi oleh kuning telur dan penggabungan butir-butir kuning telur masih berlanjut yang mengarah ketengah
oosit. Ukuran inti sel menjadi lebih kecil dan kehilangan nukleolus. Zona radiata pada kutub vegetatif
lebih tebal dibanding kutub animal. Pada kutub animal terbentuk saluran mikrofil melalui zona radiata dan
granulosa. Germinal vesikel mulai berpindah ke perifer di kutub animal. Menurut Forberg (1982)
walaupun oosit sudah mencapai perkembangan tahap akhir, namun secara fisiologi oosit tersebut belum
matang dan belum dapat dibuahi. Sementara itu Wasserman & Smith (1978) yang dikutip Forberg (1982)
melaporkan bahwa oosit dapat bertahan pada tahap ini sampai beberapa lama diikuti dengan tahap meiosis
II. Hal ini tergantung ada tidaknya rangsangan yang sesuai, bilamana tidak ada rangsangan yang sesuai,
maka oosit akan diserap kembali. Davis (1977) yang dikutip oleh Forberg (1982) menyatakan bahwa jika
kondisi di sekitarnya tidak mendukung untuk perkembangan, maka oosit akan mengalami degradasi atau
kegagalan untuk diovulasikan. Oosit demikian dikenal sebagai oosit atresia dan akan diabsorbsi kembali
oleh jaringan ovarium.
Pada ikan, gonadotropin berfungsi mengatur kematangan gonad dengan mengatur sintesis hormon steroid
gonad (Nagahama, 1987 dalam Zairin, et al., 1996) Lebih lanjut dikatakan bahwa hormon yang dapat
digunakan untuk indikator aktivitas dan kematangan gonad yaitu testoteron dan estradiol-17b. Kandungan
hormon ini di dalam plasma darah meningkat selama proses vitellogenesis. Hal ini terlihat pada pengujian
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (46 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
ikan balashark (Balantiochelius melanopterus Blkr.) dalam wadah budidaya bahwa konsentrasi testoteron
dan estradiol-17b memuncak pada bulan Desember (musim hujan) kemudian turun, sehingga
menunjukkan bahwa proses pematangan gonad ikan balashark terlambat dimulai.
Pada tahap pertumbuhan tersier (Germinal Vesicle break Down), ditandai dengan adanya germinal vesikel
yang mengadakan migrasi ke arah perifer oosit, sementara itu pembungkus inti sel akan memisahkan diri,
kromosom akan memadat dan meneruskan perkembangannya pada tahap metaphase meiosis I diikuti oleh
pengeluaran polar bodi I, sedangkan kromosom sisa mulai memasuki metaphase meiosis II. Germinal
vesikel menuju perifer dan kemudian pecah, selanjutnya oosit menjadi matang dan siap diovulasikan.
Kematangan oosit akan disertai dengan terjadinya hidrasi normal dan proses proteolisis dari protein kuning
telur. Oosit menjadi matang setelah selesainya metaphase meiosis II dan siap untuk dibuahi. Oosit pada
periode ini dapat disebut sebagai telur dan sudah dapat diovulasikan setelah mendpat rangsangan yang
sesuai (Salman & Wallace, 1989).
Klasifikasi stadia oosit ini telah dimodikasi oleh beberapa peneliti tergantung pada tujuan evaluasi.
Harjamulia, et al. (1995) mengklasifikasikan oosit dalam 5 tahap dengan menggabung stadia 1 dan 2
sementara itu Balsare (1980) yang dikutip oleh Chinabut et al., (1991) membagi perkembangan oosit
berdasarkan tingkat kematangan yaitu stadia awal, proses matang dan stadia matang. Sedangkan Zohar
(1991) mengklasifikasikan oosit berdasarkan proses tumbuh yaitu oosit yang tumbuh lambat
(previtellogenesis) dan oosit yang tumbuh cepat (vitellogenesis).
5.2 Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, tingkat perkembangan ovarium, secara kuantitatif
dapat dinyatakan dengan suatu Indeks Kematangan Gonad (IKG) yaitu suatu nilai dalam persen sebagai
hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan dikalikan 100 persen (Effendie, 1979 dalam
Hadiaty, 2000).
IKG = Wg / W x 100%
Wg = berat gonad ; W = berat tubuh ikan
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (47 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Namun demikian, nilai IKG saja tidak cukup memberikan informasi karakteristik aktivitas reproduksi.
Pengamatan yang diperoleh dari gambaran histologis dari bentuk oosit dan ukuran oosit dapat memberikan
informasi lebih jelas tentang tingkatan aktivitas reproduksi (Tyler et al., 1991).
Indeks Kematangan Gonad atau “Gonado somatic Index“ (GSI) akan semakin meningkat nilainya dan
akan mencapai batas maksimum pada saat terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar
dibandingkan dengan ikan jantan. Adakalanya IKG dihubungkan dengan Tingkat Kematangan Gonad
(TKG) yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad, sehingga akan tampak
hubungan antara perkembangan di dalam dengan di luar gonad. Nilai IKG akan sangat bervariasi setiap
saat tergantung pada macam dn pola pemijahannya. Berikut ini (Tabel 5.1) contoh IKG pada tiap tingkat
kematangan gonad dari ikan belanak di muara sungai Cimanuk.
Penghitungan indeks kematangan gonad selain menggunakan perbandingan antara berat gonad dengan
berat tubuh ikan, dapat juga dengan mengamati perkembangan garis tengah telur yang dikandungnya hasil
dari pengendapan kuning telur selama proses vitellogenesis. Perkembangan gonad akan diikuti juga
dengan semakin membesarnya pula garis tengah telur yang 62dikandung di dalamnya. Sebaran garis
tengah telur pada tiap tingkat kematangan gonad akan mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut.
Tabel 5.1. Nilai IKG ikan belanak (Liza subviridis) dewasa pada berbagai TKG (Sumber:
Effendie, 1997)
Kelamin TKG GSI
rata-rata Kisaran Jumlah
Jantan II 0.4953 0.03 – 3.03 840
III 1.0646 0.11 – 3.41 251
IV 1.4520 0.17 – 3.71 173
V 0.6147 0.12 – 1.00 15
Betina II 0.8204 0.03 – 4.54 262
III 204042 0.38 – 8.84 97
IV 8.6009 1.50 – 17.82 168
Perbandingan lain yang dapat digunakan untuk menentukan nilai indeks kematangan gonad adalah
“Gonado Index“ (GI) oleh Batts (1972) dalam Effendie (1997) yaitu perbandingan antara berat gonad
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (48 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
segar (gram) dengan panjang ikan (mm), dengan menggunakan rumus :
Wg
Gonado Index (GI) = x 108
L3
Harga 108 merupakan suatu faktor agar didapatkan nilai GI mendekati harga satuan sehingga mudah
melihat dan mendeteksi perubahan-perubahan yang terjadi.
Pertanyaan Kunci :
1. Bagaimanakah faktor eksternal dapat meberikan pengaruh terhadap fungsi reproduksi ?
2. Jelaskan tahapan kematangan gonad pada ikan ?
3. Bagaimanakah menentukan indeks kematangan gonad pada ikan ?
Tugas / Bahan diskusi :
Tentukan tahap kematangan gonad dari beberapa smpel ikan lele (Clarias sp.) !
Daftar Pustaka :
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
Hadiaty, R.K. 2000. Beberapa Catatan Tentang Aspek Pertumbuhan, Makan dan reproduksi Ikan Nilem
Paitan (Osteochilus jeruk Hadiaty & Siebert, 1998). Berita Biologi 2: 151-156.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey.
Merta, S.I.G., Suwarso, Wasilun, K. Wargiyo, E.S. Girsang & Suprapto. 1999. Status Populasi dan
Bioekologi Ikan Terubuk Tenualosa macrura (Clupeidae) di Propinsi Riau. Jurnal Penelitian Perikanan
Laut. Vol. V, 3: 15-28.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (49 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Rahayu, S.E. 2000. Pengaruh Stimuli Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Jantan Terhadap perkembangan
Ovarium Melalui Indera Sensori (Mata, Hidung dan Kulit). Disertasi. Program Pascasarjana Universitas
Airlangga Surabaya.
Zairin, M. Jr., K. Sumantadinata, & H. Arfah. 1996. Perkembangan Gonad Ikan Balashark
(Balantiochelius melanopterus Blkr.) di dalam Wadah Budidaya. Biosfera 5: 46 – 55.
BAB VI
FEKUNDITAS
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan macam-macam fekunditas
2. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan fekunditas dengan panjang, berat dan populasi
Pengetahuan mengenai fekunditas merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam
dunia perikanan. Fekunditas ikan merupakan aspek yang berhubungan dengan dinamika populasi, sifatsifat
rasial, produksi dan persoalan stok rekruitmen (Bagenal, 1978 dalam effendi 1997). Fekunditas
merupakan kemampuan reproduksi ikan yang ditunjukkan dengan jumlah telur yang ada dalam ovarium
ikan betina. Secara tidak langsung melalui fekunditas ini kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan
dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Oleh karena itu
ada faktor-faktor lain yang memegang peranan penting dan sangat erat hubungannya dengan strategi
reproduksi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies tersebut di alam.
6.1 Macam-macam fekunditas
Definisi fekunditas telah banyak dikemukakan. Namun, spesies-spesies ikan yang ada itu bermacammacam
dengan sifatnya masing-masing, maka beberapa peneliti berdasarkan kepada definisi umum lebih
mengembangkan lagi definisi fekunditas sehubungan dengan aspek-aspek yang ditelitinya. Misalnya
definisi yang diberikan untuk ikan salmon (Onchorynchus sp.), ikan ini selama hidupnya hanya satu kali
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (50 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
memijah dan kemudian mati. Semua telur-telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan itulah yang
dimaksud dengan fekunditas. Interpretasi data fekunditas seringkali agak rumit yang disebabkan adanya
beberapa faktor antara lain a) hubungan antara fekunditas dan fertilitas, b) fekunditas dari ikan yang
memijah beberapa kali, c)fekunditas dari ikan vivipar dan “parental care“ atau pengasuhan oleh induk, d)
hubungan antar fekunditas dan ukuran telur, e) hubungan antara kepadatan populasi dan fekunditas, dan f)
pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap fekunditas, g) tingkat kematangan gonad yang tidak seragam
dari populasi ikan termaksud, h) waktu pemijahan yang berbeda dan lain-lainnya
Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur yang terdapat dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas individu.
Dalam hal ini ia memperhitungkan telur yang ukurannya berlain-lainan. Oleh karena itu dalam
memperhitungkannya harus diikutsertakan semua ukuran telur dan masing-masing harus mendapatkan
kesempatan yang sama. Bila ada telur yang jelas kelihatan ukurannya berlainan dalam daerah yang
berlainan dengan perlakuan yang sama harus dihitung terpisah. Nikolsky (1969) selanjutnya menyatakan
bahwa fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang akan dikeluarkan tahun itu
pula. Dalam ovari biasanya ada dua macam ukuran telur, yang besar dan yang kecil. Telur yang besar akan
dikeluarkan pada tahun itu dan yang kecil akan dikeluarkan pada tahun berikutnya. Namun apabila kondisi
baik, telur yang kecilpun akan dikeluarkan menyusul telur yang besar. Sehubungan dengan hal ini maka
perlu menentukan fekunditas ikan apabila ovari ikan itu sedang dalam tahap kematangan yang ke-IV
(menrut Nikolsky) dan yang paling baik sesaat sebelum terjadi pemijahan.
Fekunditas individu akan sukar diterapkan untuk ikan-ikan yang mengadakan pemijahan beberapa kali
dalam satu tahun, karena mengandung telur dari berbagai tingkat dan akan lebih sulit lagi menentukan
telur yang benar-benar akan dikeluarkan pada tahun yang akan datang. Jadi fekunditas individu ini baik
diterapkan pada ikan-ikan yang mengadakan pemijahan tahunan atau satu tahun sekali. Selanjutnya Royce
(1972) menyatakan bahwa fekunditas total ialah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya.
Fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang. Fekunditas inipun sebenarnya
mewakili fekunditas individu kalau tidak diperhatikan berat atau panjang ikan. Penggunaan fekunditas
relatif dengan satuan berat menurut Bagenal (Gerking, 1967) lebih mendekati kepada kondisi ikan itu
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (51 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
sendiri dari pada dengan panjang. Bahkan menurut Nikolsky (1969) lebih mencerminkan status ikan betina
dan kualitas dari telur kalau berat yang dipakai tanpa berat alat-alat pencernaan makanannya. Ikan-ikan
yang tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih kecil. Umumnya fekunditas relatif lebih
tinggi dibanding dengan fekunditas individu. Fekunditas relatif akan menjadi maksimum pada golongan
ikan yang masih muda (Nikolsky, 1969).
Lowe dalam Gerking (1975) menyatakan bahwa fekunditas pada ikan Tilapia sp. ialah jumlah anak ikan
yang dihasilkan selama masa hidup individu itu. Sehubungan dengan sifat ikan mujair yang mengerami
anak-anaknya di dalam mulut, maka Bagenal (1978) mengusulkan istilah fekunditas untuk ikan mujair ini
sebagai berikut :
a. “Ovarian fecundity“ yaitu jumlah telur matang yang ada dalam ovarium sebelum dikeluarkan
dalam pemijahan.
b. “Brooding fecundity“ yaitu jumlah telur yang sedang dierami di dalam mulut.
Ikan yang termasuk ke dalam golongan vivipar, yaitu ikan yang melahirkan anak-anaknya, mempunyai
tiga macam fekunditas yaitu:
a. “Prefertilized fecundity“ yaitu jumlah telur di dalam ovarium sebelum terjadi pembuahan
b. “”Fertilized fecundity” yaitu jumlah telur yang dibuahi di dalam ovarium
c. “Larval fecundity” ialah jumlah telur yang sudah menetas menjadi larva tetapi belum
dikeluarkan.
Menurut Bagenal (1967), untuk ikan-ikan tropik dan sub-tropik, definisi fekunditas yang paling cocok
mengingat kondisinya ialah jumlah telur yang dikeluarkan oleh ikan dalam rata-rata masa hidupnya.
Parameter ini relevan dalam studi populasi dan dapat ditentukan karena kematangan tiap-tiap ikan pada
waktu pertama kalinya dapat diketahui dan juga statistik kecepatan mortalitasnya dapat ditentukan pula
dalam pengelolaan perikanan yang baik.
Nikolsky (1969) menyatakan bahwa kapsitas rproduksi dari pemijahan populasi tertentu untuk
mengetahuinya harus menggunakan fekunditas populasi relatif misalnya fekunditas populasi relatif dari
seratus, seribu atau sepuluh ribu individu dari kelompok umur tertentu. Jumlah ikan dalam tiap-tiap kelas
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (52 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
umur dikalikan fekunditas rata-rata dari umur itu. Hasil yang didapat dari menjumlahkan semua kelompok
umur memberikan fekunditas relatif. Fekunditas ini dapat berbeda dari tahun ke tahun karena banyak
individu yang tidak memijah tiap-tiap tahun. Apabila dalam satu tahun terdapat individu dalam jumlah
banyak akan menyebabkan fekunditas rendah pada tahun yang lainnya.
6.2 Hubungan fekunditas dengan panjang, berat dan populasi
Ø Fekunditas dengan panjang
Fekunditas sering dihubungkan dengan panjang dari pada dengan berat, karena panjang penyusutannya
relatif kecil sekali tidak seperti berat yang dapat berkurang dengan mudah. Seringkali para peneliti
memplotkan fekunditas mutlak dengan panjang ikan dan hubungan itu ialah :
F = a Lb
Dimana F = fekunditas, L = panjang ikan, a dan b merupakan konstanta yang didapat dari data. Persamaan
tersebut kalau ditransformasikan ke logaritma akan mendapatkan persamaan regresi garis lurus :
Log F = log a + b log L
Menurut Bagenal dalam Effendie (1997) harga eksponen b berkisar antara 2,34 – 5,28 dan kebanyakan
berkisar di atas 3. Ada juga yang membuat Korelasi antara fekunditas dengan panjang dengan cara regresi
biasa kemudian dites dengan melihat koefisien korelasinya. Hoyt (1971) mendapatkan persamaan untuk
panjang ikan dengan jumlah telur masak dari ikan sliver jaw (Ericymba bucata) yaitu:
Y = (-1379,3 + 32,74 X) dengan koefisien korelasi r = 0,89
Korelasi ini memperlihatkan hubungan positif dan kuat dari kedua variabel. Pertambahan panjang
berkorelasi dengan pertambahan telur. Healy (1971) mendapatkan korelasi hampir linier antara fekunditas
dengan panjang ikan sand goby (Gobius minutus pallas), tetapi variasi diantara ikan yang sama panjang,
fekunditasnya berbeda-beda dan koefisien korelasinya rendah yaitu 0,55. dalam menyelidiki ikan fall fish
(Semotilus corporalis), Reed (1971) mendapatkan hubungan antara fekunditas dengan panjang ikan ialah :
F = -14.913,3 + 76,7 L dengan koefisien korelasi r = 0,958
Ø Fekunditas dengan berat
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (53 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan berat, karena berat lebih mendekati kondisi ikan itu dari
pada panjang. Namun dalam hubungan fekunditas dengan berat terdapat beberapa kesukaran. Berat akan
cepat berubah pada waktu musim pemijahan. Misalnya ikan salmon dan sidat yang melakukan ruaya
sebelum berpijah, mereka tidak lagi mengambil makanan, jadi berpuasa sampai ke tempat pemijahan. Jika
fekunditas mutlak secara matematis dikorelasikan dengan berat total termasuk berat gonad akan
menimbulkan kesukaran secara statistik. Hal ini disebabkan akan termasukkan telur dalam jumlah yang
lebih besar dari ikan yang sebenarnya berfekunditas kecil. Disebabkan oleh kesulitan ini, maka
kebanyakan digunakan fekunditas relatif, yaitu berat telur persatuan berat ikan. Namun menggunakan
fekunditas relatifpun mendapatkan kesukaran juga, karena tidak dapat dipakai membandingkan satu
populasi dengan lainnya atau keadaan dari satu tahun ke tahun lainnya.
Pengunaan penghitungan fekunditas yang dikorelasikan dengan berat yang dituliskan dengan persamaan :
F = a + bW
dalam beberapa hal hasilnya baik, tetapi ternyata bahwa korelasi antara fekunditas dengan berat adalah
tidak linier. Dalam hubungan ini perlu diperhatikan bahwa berat gonad pada awal kematangan berbeda
dengan berat akhir dari kematangan itu karena perkembangan telur yang dikandungnya. Selama dalam
proses perkembangan tersebut terjadi pengendapan kuning telur yang berangsur-angsur serta terjadi hidrasi
pada waktu hampir mendekati pemijahan.
Ø Fekunditas dan populasi
Bagenal (1978) dalam effendie (1997) mengemukakan bahwa disamping fekunditas mutlak ada pula
fekunditas populasi yaitu jumlah semua telur dari semua fekunditas mutlak ikan betina yang akan
memijah, yaitu semua telur yang akan dikeluarkan dalam satu musim pemijahan. Bila diketahui struktur
umur dari populasi tersebut dan jumlah masing-masing anggotanya diketahui, maka fekunditas populasi
dapat diketahui.
Pada tiap tahun fekunditas populasi tidak sama. Sebab-sebab variasi ini berhubungan dengan komposisi
umur, faktor lingkungan seperti persediaan makanan, kepadatan populasi, suhu perairan, oksigen terlarut,
dan lain-lain. Ikan-ikan yang hidup pada perairan yang kurang subur produksi telurnya rendah. Percobaan
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (54 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
dengan pemberian ransum pada ikan salmon, Scott dalam Bagenal (1978) mendapatkan bahwa
pengurangan makanan menyebabkan pengurangan jumlah telurnya dan pada ikan “stickleback”,
pengurangan makanan mengakibatkan interval pemijahan menjadi lebih pendek tetapi ukuran telurnya
tidak berpengaruh.
Suhu air mempengaruhi fekunditas secara tidak langsung. Begitu juga kedalaman air dan oksigen terlarut
tidak merupakan faktor penghambat terhadap fekunditas. Dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan,
telur dikeluarkan lebih banyak dari pada dalam kondisi yang kurang baik.
Apabila satu populasi dalam beberapa tahun jumlahnya menjadi sangat berkurang akibat penangkapan
(mortalitas) misalnya, hal ini berarti akan memperbaiki persediaan makanan untuk populasi sisa. Ternyata
dari populasi sisa tadi fekunfitasnya semakin bertambah, sedangkan ketika populasi tadi masih lengkap
atau jumlahnya besar, fekunditasnya kecil.
Perbedaan yang nyata pada fekunditas dari suatu generasi terjadi pula pada ikan yang sama ukurannya
tetapi mempunyai kandungan lemak yang berbeda. Ikan atau individu yang lebih gemuk mempunyai
fekunditas relatif atau mutlak yang lebih tinggi dari pada ikan yang kurus. Selain itu fekunditas populasi
dapat berbeda dari tahun ke tahun karena adanya ikan-ikan yang tidak berpijah pada tiap-tiap tahun atau
berpijahnya selang beberapa tahun.
Kaidah-kaidah dalam fekunditas yang dikemukakan oleh Nikolsky (1969) dalam Effendie 1997) sebagai
berikut:
a. Sampai umur tertentu fekunditas itu akan bertambah kemudian menurun lagi, fekunditas
relatifnya menurun sebelum terjadi penurunan fekunditas mutlanya. Fekunditas relatif maksimum
terjadi pada golongan ikan muda. Ikan-ikan tua kadang-kadang tidak memijah setiap tahun. Individu
yang tumbuh dan masak lebih cepat mempunyai tendensi mati lebih dahulu.
b. Fekunditas mutlak atau relatif sering menjadi kecil pada ikan-ikan atau kelas umur yang
jumlahnya banyak, terjadi untuk spesies yang mempunyai perbedaan makanan diantara kelompok
umur.
c. Pengaturan fekunditas terbanyak dalam berespon terhadap persediaan makanan berhubungan
dengan telur yang dihasilkan oleh ikan yang cepat pertumbuhannya, lebih gemuk dan lebih besar.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (55 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Mekanismenya berhubungan dengan pemasakan oosit dan pengisapan telur. Kenaikan fekunditas
populasi dapat disebabkan oleh kematangan gonad yang lebih awal dari individu yang tumbuh lebih
cepat.
d. Ikan yang bentuknya kecil dengan kematangan gonad lebih awal serta fekunditasnya tinggi
mungkin disebabkan oleh kandungan makanan dan predator dalam jumlah besar.
e. Perbedaan fekunditas diantara populasi spesies yang hidup pada kondisi lingkungan yang
berbeda-beda, bentuk migran fekunditasnya lebih besar.
f. Fekunditas disesuaikan secara otomatis melalui metabolisme yang mengadakan reaksi terhadap
perubahan persediaan makanan dan menghasilkan perubahan dalam pertumbuhan, seperti ukuran
pada umur tertentu, ukuran dan jumlah telur atau jumlah siklus pemijahan dalam satu tahun.
g. Fekunditas bertambah dalam mengadakan respon terhadap perbaikan makanan melalui
kematangan gonad yang terjadi lebih awal, menambah kematangan individu pada individu yang
lebih gemuk dan mengurangi antara siklus pemijahan.
h. Kualitas telur terutama isi kuning telur bergantung kepada umur dan persediaan makanan dan
dapat berbeda dari satu populasi ke populasi yang lain.
Pertanyaan Kunci :
1. Apakah yang disebut dengan fekunditas pada ikan ?
2. Bagaimanakah menentukan fekunditas pada ikan golongan vivipar ?
3. Bagaimanakah menentukan fekunditas dilihat dari berat dan panjang ikan ?
Daftar Pustaka :
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (56 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
BAB VII
PERTUMBUHAN IKAN
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan panjang-berat terhadap pertumbuhan
3. Mahasiswa mampu menganalisis pertumbuhan ikan
7.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan
Pada umumnya, ikan mengalami pertumbuhan secara terus menerus sepanjang hidupnya. Hal ini yang
menyebabkan pertumbuhan merupakan salah satu aspek yang dipelajari dalam dunia perikanan
dikarenakan pertumbuhan menjadi indikator bagi kesehatan individu dan populasi yang baik bagi ikan.
Dalam istilah sederhana pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat
dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Akan tetapi kalau
kita lihat lebih lanjut, sebenarnya pertumbuhan itu merupakan proses biologis yang komplek dimana
banyak faktor mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah pertumbuhan jaringan akibat dari
pembelahan sel secara litosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino (protein)
berasal dari makanan. Seperti kita ketahui bahan berasal dari makanan akan digunakan oleh tubuh untuk
metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh atau mengganti
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (57 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
sel-sel yang sudah tidak terpakai. Bahan-bahan tidak berguna akan dikeluarkan dari tubuh. Apabila
terdapat bahan berlebih dari keperluan tersebut di atas akan dibuat sel baru sebagai penambahan unit atau
penggantian sel dari bagian tubuh.
Dari segi pertumbuhan, kelompok sel-sel suatu jaringan dalam bagian tubuh dapat digolongkan menjadi
bagian yang dapat diperbaharui, bagian yang dapat berkembang dan bagian yang statis. Pada bagian tubuh
yang dapat diperbaharui mempunyai sel-sel dengan daya membelah secara mitosis sangat cepat. Walaupun
organisme sudah tua, daya membelah sel-sel pada bagian tubuh yang dapat diperbaharui masih sama
sehingga jumlah sel yang dapat diganti sama dengan jumlah sel yang dibentuk. Urat daging dan tulang
bertanggung jawab terhadap pertambahan massa ikan.
Pertumbuhan yang cepat menunjukkan ketersediaan makanan dan kondisi lingkungan lainnya yang
mendukung, sedangkan, pertumbuhan menunjukkan kondisi yang sebaliknya. Pertumbuhan dapat
didefinisikan sebagai perubahan ukuran (panjang, berat) ikan pada waktu tertentu atau perubahanan kalori
yang tersimpan menjadi jaringan somatik dan reproduksi. Perubahan ini dapat diartikan sebagai faktorfaktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu energi dari makanan (I), yang terukur sebagai kalori,
merupakan energi yang dikeluarkan untuk metabolisme (M) atau pertumbuhan (G) atau sebagai energi
yang terbuang (E) (Brett & Groves, 1979 dalam Moyle & Cech, 1988). Hal ini dapat dituliskan dalam
persamaan :
I = M + G + E
Pertumbuhan biasanya bersifat positif (misal penambahan berat tubuh ikan pada waktu tertentu),
menunjukkan keseimbangan energi yang positif dalam metabolisme. Metabolisme adalah penjumlahan
anabolisme ditambah katabolisme. Pada pertumbuhan, laju anabolisme akan melebihi katabolisme. Pada
dasarnya, faktor-faktor yang mengkontrol proses anabolik yaitu sekresi hormon pertumbuhan oleh
pituitary dan hormon steroid dari gonad. Namun demikian, laju pertumbuhan ikan sangat bervariasi sebab
sangat tergantung pada berbagai faktor. Faktor ini dapat digolongkan menjadi dua bagian yang besar yaitu
faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini ada yang dapat dikontrol dan ada juga yang tidak.
Ø Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol, diantaranya ialah keturunan, seks, umur,
parasit dan penyakit. Faktor keturunan pada ikan yang dipelihara dalam kultur, mungkin dapat dikontrol
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (58 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik pertumbuhannya, namun di alam tidak ada
kontrol yang dapat diterapkan.
Faktor seks tidak dapat dikontrol. Ikan betina kadangkala pertumbuhannya lebih baik dari ikan jantan
namun ada pula spesies ikan yang tidak mempunyai perbedaan pertumbuhan pada ikan betina dan ikan
jantan. Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali dapat mempengaruhi pertumbuhan yaitu
kecepatan pertumbuhan menjadi lambat. Hal ini dkarenakan sebagian dari makanan yang dimakan tertuju
kepada perkembangan gonad. Pembuatan sarang, pemijahan, penjagaan keturunan membuat pertumbuhan
tidak bertambah karena pada waktu tersebut pada umumnya ikan tidak makan. Setelah periode tersebut
ikan mengembalikan lagi kondisinya dengan mengambil makanan seperti sedia kala.
Umur telah diketahui dengan jelas berperanan terhadap pertumbuhan. Pertumbuhan cepat terjadi pada
ikan ketika berumur 3 – 5 tahun. Pada ikan tua walaupun pertumbuhan itu terus tetapi berjalan dengan
lambat. Hal ini disebabkan ikan yang sudah tua pada umumnya kekurangan makanan untuk pertumbuhan,
karena sebagian besar makanannya digunakan untuk pemeliharaan tubuh dan pergerakan.
Penyakit dan parasit juga mempengaruhi pertumbuhan terutama kalau yang diserang itu alat pencernaan
makanan atau organ lain yang vital sehingga efisiensi berkurang karena kekurangan makanan yang
berguna untuk pertumbuhan. Namun sebaliknya dapat terjadi pada ikan yang diserang oleh parasit tidak
begitu hebat menyebabkan pertumbuhan ikan itu lebih baik daripada ikan normal atau tidak diserang
parasit tadi. Hal ini terjadi karena ikan tersebut mengambil makanan lebih banyak dari biasanya sehingga
terdapat kelebihan makanan untuk pertumbuhan.
Ø Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan seperti suhu air, kandungan oksigen terlarut
dan amonia, salinitas dan fotoperiod. Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama
dengan faktor-faktor lainnya seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur dan tingkat kematian
mempengaruhi laju pertumbuhan ikan.
Suhu. Salah satu faktor lingkungan yang sangat penting dalam mempengaruhi laju pertumbuhan. Laju
pertumbuhan ikan Cyprinodon macularis meningkat pada suhu antara 30°C – 35°C, sedangkan laju
pertumbuhan maksimal ikan salmon muda diperoleh pada suhu sedang (15°C). Jobling (1981) dalam
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (59 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Moyle & Cech (1988) mengemukakan adanya hubungan yang erat antara suhu dari pertumbuhan optimal
dengan preferensi perilaku. Di daerah yang bermusim 4 kalau suhu perairan turun di bawah 10°C ikan
perairan panas yang berada di daerah tadi akan berhenti mengambil makanan atau mengambil makanan
hanya sedikit sekali untuk keperluan mempertahankan kondisi tubuh. Jadi walaupun makanan berlebih
pada waktu itu, pertumbuhan ikan akan terhenti atau lambat sekali. Pada suhu optimum apabila ikan itu
tidak mendapat makanan tidak pula dapat tumbuh. Untuk daerah tropik suhu perairan berada dalam batas
kisar optimum untuk pertumbuhan. Oleh karena itu apabila ada ikan dapat mencapai ukuran 30 Cm dengan
berat 1 Kg dalam satu tahun di perairan tropik, maka ikan yang sama spesiesnya di daerah bermusim
empat ukuran tadi mungkin akan dicapai dalam waktu dua atau tiga tahun. Setiap spesies ikan suhu
optimum untuk pertumbuhannya tidak sama, oleh karena itu dalam kultur ikan agar tercapai tujuan suhu
optimum dari perairan tadi ada kolam yang diberi tanaman untuk memberi bayangan pada perairan dan
ada pula yang tidak.
Kandungan oksigen terlarut. Stewart et al. (1967) dalam Moyle & Cech (1988) mengukur reduksi laju
pertumbuhan juvenil Micropterus salmoides pada kandungan oksigen terlarut 5 mg/L dengan suhu 26°C.
Kondisi tersebut diperkirakan sebagai ambang batas bagi pertumbuhan dan reproduksi juvenil M.
Salmoides dan beberapa ikan lain seperti Ictalurus punctatus, Mugil cephalus, Orthodon microlepidotus
yang dapat mempertahankan metabolisme pada kondisi kandungan oksigen yang rendah. Selain itu, ikanikan
ini akan berenang ke tempat yang labih menguntungkan.
Amonia merupakan hasil ekskresi primer ikan, namun bila ada dalam konsentrasi yang tinggi dapat
menghambat laju pertumbuhan. Sebagai contoh, pengukuran berat juvenil Ictalurus punctatus yang
ditempatkan pada akuarium dengan kondisi penambahan kandungan amonia. Mekanisme penghambatan
pertumbuhan olah amonia masih belum diketahui. Pada umumnya, diketahui bahwa amonia un-ion (NH3)
di perairan lebih toksik dari pada bentuk ion amonia (NH4+) pada konsentrasi yang sama. Proporsi dari
kedua bentuk tersebut di perairan sangat tergantung pada pH air. Pemantauan pH air merupakan bagian
yang esensial dari sistem kultur ikan air tawar. Walaupun amonia merupakan komponen alami di perairan,
pengaruhnya terhadap ikan menjadikan amonia ini polutan yang khas dan dapat menurunkan laju
pertumbuhan.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (60 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Salinitas juga mempengaruhi laju pertumbuhan. Ikan-ikan eurihalin menunjukkan laju pertumbuhan yang
maksimum pada salinitas 35 ppt dari pada salinitas yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Fotoperiod (panjang hari) juga mempengaruhi fenomena pertumbuhan secara musiman. Hogman (1968)
dalam Moyle & Cech (1988) mendapatkan suatu hubungan yang erat antara pertumbuhan ikan danau
Coregonus clupeaformis dan fotoperiod musiman.
Ketersediaan sumberdaya makanan juga berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya seprti
suhu, dalam mempengaruhi pertumbuhan ikan secara musimam. Sebagai contoh, pertumbuhan
(penambahan panjang) populasi ikan Lepomis macrochirus pada musim yang berbeda, pertumbuhan ikan
yang cepat selama persediaan makanan melimpah. Tingkat pertumbuhan yang cepat ketika makanan
melimpah dimungkinkan karena peningkatan suhu perairan. Di daerah tropik makanan merupakan faktor
yang lebih penting dari pada suhu perairan. Bila keadaan faktor-faktor lain normal, ikan dengan makanan
berlebih akan tumbuh lebih pesat. Untuk ikan satu keturunan yang sukses dari satu pemijahan, pertamatama
memerlukan makanan yang berukuran sama. Anak ikan yang lemah dan tidak berhasil mendapatkan
makanan akan mati sedangkan yang kuat terus mencari makanan dan pertumbuhannya baik. Jumlah
individu yang terlalu banyak dalam perairan yang tidak sebanding dengan keadaan makanan akan terjadi
kompetisi terhadap makanan itu. Keberhasilan mendapatkan makanan akan menentukan pertumbuhan.
Oleh karena itu akan didapatkan ukuran yang bervariasi dalam satu keturunan.
Umur dan kematian merupakan prediksi yang sangat baik untuk laju pertumbuhan relatif ikan, meskipun
laju pertumbuhan absolut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Umumnya, ikan mengalami
pertumbuhan panjang yang sangat cepat pada beberapa bulan atau tahun pertama dalam hidupnya, hingga
maturasi. Selanjutnya, penambahan energi digunakan untuk pertumbuhan jaringan somatik dan gonadal,
sehingga laju pertumbuhan ikan mature lebih lambat dibandingkan ikan-ikan immature.
7.2 Hubungan Panjang Berat
Panjang tubuh sangat berhubungan dengan berat tubuh. Hubungan panjang dengan berat seperti hukum
kubik yaitu bahwa berat sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Namun, hubungan yang terdapat pada ikan
sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan bebeda-beda. Panjang dan berat ikan bila
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (61 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
diplotkan dalam suatu gambar maka akan kita dapatkan seperti bentuk Gambar 7.1, maka hubungan tadi
tidak selamanya mengikuti hukum kubik tetapi dalam suatu bentuk rumus yang umum yaitu:
W = cLn, dimana W = berat
L = panjang,
c & n = konstanta
Rumus umum tersebut bila ditranformasikan ke dalam logaritma, maka kita akan mendapatkan
persamaan : log W = log c + n log L, yaitu persamaan linier atau persamaan garis lurus. Harga n ialah
harga pangkat yang harus cocok dari panjang ikan agar sesuai dengan berat ikan. Menurut Carlander
(1969) dalam Effendie (1997) harga eksponen ini telah diketahui dari 398 populasi ikan berkisar 1,2 – 4,0,
namun kebanyakan dari harga n tadi berkisar dari 2,4 – 3,5. Bilamana harga n sama dengan 3
menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tidak berubah bentuknya yaitu pertambahan panjang ikan
seimbang dengan pertambahan beratnya. Pertumbuhan demikian seperti telah dikemukakan ialah
pertumbuhan isometrik. Apabila n lebih besar atau lebih kecil dari 3 dinamakan pertumbuhan allometrik.
Harga n yang kurang dari 3 menunjukkan keadaan ikan yang kurus yaitu pertambahan panjangnya lebih
cepat dari pertambahan beratnya, sedangkan harga n lebih besar dari 3 menunjukkan ikan itu montok,
pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya.
Gambar 7.1 Hubungan dan berat pada ikan
Cara yang dapat digunakan untuk menghitung panjang berat ikan ialah dengan menggunakan regresi, yaitu
dengan menghitung dahulu logaritma dari tiap-tiap panjang dan berat ikan atau dengan mengikuti jalan
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (62 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
pendek seperti dikemukakan oleh Carlander (1968) yaitu dengan mengadakan pengkelasan berdasarkan
logaritma. Dasar perhitungan dari cara tersebut adalah sama namun metoda yang dikemukakan oleh
Carlender lebih pendek dan dapat dipakai tanpa menggunakan mesin hitung. Nilai praktis yang didapat
dari perhitungan panjang berat ini ialah kita dapat menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya,
keterangan tentang ikan mengenai pertumbuhan kemontokan, dan perubahan dari lingkungan serta baik
digunakan terutama untuk ikan-ikan yang besar. Namun, kelemahan dari perhitungan ini yaitu hanya
berlaku untuk sementara waktu saja (Renthal, P & J. Stegen, 2005).
7.3 Perhitungan pertumbuhan ikan
Pertumbuhan dapat dinyatakan dengan suatu ekspresi matematika. Pengukuran waktu yang baik
sehubungan dengan pertumbuhan pada ikan ialah umur dari ikan tersebut. Bila umur diketahui dengan
tepat maka analisa pertumbuhan dapat dilakukan dengan baik. Namun penentuan umur ikan tropik masih
belum dapat dilakukan seperti ikan di daerah bermusim empat, maka analisa pertumbuhan ikan tropik
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pemberian tanda atau pemberian benda lain (”marking dan
tagging“). Beberapa ekspresi pertumbuhan antara lain kecepatan pertumbuhan mutlak, kecepatan
pertumbuhan nisbi dan lecepatan pertumbuhan eksponensial (“instantaneous growth rate“).
Kecepatan pertumbuhan mutlak/absolut ialah perubahan ukuran baik berat atau panjang yang
sebenarnya diantara dua umur atau dalam waktu satu tahun. Umumnya kecepatan pertumbuhan mutlak
menurun apabila ikan makin bertambah. Kecepatan mutlak/absolute ini dapat dibuat persamaan dengan
melihat panjang atau berat (Y) dengan waktu (T) :
(Y2 – Y1) / (T2 – T1)
Kecepatan pertumbuhan nisbi/relatif dirumuskan sebagai persentase pertumbuhan pada tiap interval
waktu, atau dengan kata lain ialah perbedaan ukuran pada waktu akhir interval dengan ukuran pada waktu
awal interval dibagi dengan ukuran pada waktu akhir interval. Umumnya pertambahan dalam berat jauh
lebih banyak digunakan karena mempunyai nilai praktis dari pada panjang. Perumusan kecepatan
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (63 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
pertumbuhan nisbi tadi adalah sebagai berikut :
Wt – Wo
h =
Wo
dimana; h = kecepatan pertumbuhan nisbi
Wt = berat akhir interval
Wo = berat awal interval
Sebagai contoh misalnya dua spesies ikan A dan B dari suatu perairan tertentu diberi tanda dan dicatat
beratnya kemudian pada suatu saat tertentu ditangkap lagi dengan hasil sebagai berikut :
Spesies Wo Wt Kecepatan pertumbuhan mutlak h
A 60 220 160 2.667
B 65 225 160 2.462
Apabila dibandingkan antara penghitungan pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan nisbi pada contoh di
atas, maka terlihat perbedaan rata-rata pertumbuhan dari kedua spesies tersebut terlihat jelas pada
pertumbuhan berat nisbi.
Dari contoh di atas ini kita dapat juga menentukan “instantaneous growth rate” yaitu :
G = (log e Y2 – log eY1) / (T2 – T1) (e = dasar log natural, T = 1)
Apabila data panjang pada ikan pada umur t diplotkan dengan panjang pada umur t + 1, biasanya titik-titik
di atas infleksi kurva sigmoid, pada kebanyakan ikan akan didapatkan hampir mendekati garis lurus. Oleh
karena itu kurva ini dinamakan pula kurva pertumbuhan transformasi dari walford. Garis yang terbentuk
apabila diperpanjang akan memotong garis lurus diagonal yang bersudut 45°. Sudut yang dibentuk oleh
garis Walford adalah b atau k menunjukkan kecepatan pertumbuhan dan dapat dicari dengan rumus
sebagai berikut :
lt+2 – lt+1
k =
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (64 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
lt+1 – lt
Titik perpotongan garis Walford dengan garis bersudut 45° merupakan titik perkiraan panjang maksimum
yang akan dicapai oleh ikan dimana pada waktu itu panjang ikan pada lt sama dengan pada lt + 1 yang
menunjukkan tidak ada penambahan panjang dalam satu tahun.
Persamaan garis Walford dapat dicari dengan membuat regresi dari panjang n + 1, sehingga akn
didapatkan persamaan :
Ln+1 = a + b Ln
Garis potong (intersep) garis Walford pada sumbu Y ditunjukkan dengan nilai a sedangkan sudut
ditunjukkan dengan nilai b. Setelah diketahui nilai intersep dan sudutnya, maka panjang maksimum (L¥)
ikan dapat dicari dengan menggunakan rumus :
intersep
L¥ =
1 – sudut
Pertanyaan Kunci :
1. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan !
2. Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan isomtrik dan allometrik ?
3. Bagaimanakah menghitung kecepatan pertumbuhan mutlak dan kecepatan pertumbuhan nisbi ?
Daftar Pustaka :
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (65 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey.
Reinthal, P & J, Stegen. 2005. Ichthyology.
http://eebweb.arizona.edu/courses/ecol482_582 [18-11-2006] BAB VIII
HABITAT IKAN
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu mendeskripsikan habitat ikan di perairan karang, pelagik, dan tawar (sungai/
danau)
Kehadiran suatu populasi ikan di suatu tempat dan penyebaran (distribusi) spesies ikan tersebut di muka
bumi ini, selalu berkaitan dengan masalah habitat dan sumberdayanya. Keberhasilan populasi tersebut
untuk dapat hidup dan bertahan pada habitat tertentu, tidak terlepas dengan adanya penyesuaian atau
adaptasi yang dimiliki anggota populasi tersebut. Bila kita membicarakan tentang habitat akuatik, yang
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (66 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
dimaksud adalah keadaan dimana air merupakan faktor luar (eksternal) yang utama sekaligus merupakan
medium internal. Perairan merupakan habitat bagi ikan dalam proses pembentukan struktur tubuh ikan,
proses pernafasan, cara pergerakan, memperoleh makanan, reproduksi dan hal-hal lainnya. Berbagai
habitat akuatik tersebut antara lain perairan karang, pelagis, sungai, muara dan danau. Namun, hanya
beberapa bagian saja yang akan diuraikan dalam bab ini.
8.1 Terumbu Karang
Kesan pertama yang diperoleh oleh seorang penyelam di perairan terumbu karang ialah terpesona dengan
hewan-hewan laut yang beragam dan paling menarik dengan gerakannya yang lincah. Selain jenis ikanikan
karang tersebut yang beragam, tetapi tingkah laku dan interaksi di antara ikan-ikan karang tersebut
juga sangat bermacam-macam, sehingga menarik untuk diamati. Ada sekitar 250 – 2200 spesies ikan yang
berasosiasi dengan karang baik di dalam, di atas maupun disekitar karang itu berada.
Tahap awal di dalam melakukan pengamatan terhadap ikan karang ialah mulai mengenal dan
membandingkan pada tingkat suku, setelah itu baru melakukan identifikasi ke tingkat yang lebih sulit yaitu
mengenali tiap spesies/jenis. Namun sebelum memulai pengamatan, kita harus dapat terlebih dahulu
menemukan ikan-ikan karang tersebut. Untuk itu menemukannya, kita perlu mengetahui habitat dari
masing-masing kelompok ikan yang akan kita amati (apakah itu di pasir, karang, di bawah karang, lamun,
batu, permukaan dan dasar), dan cara hidup mereka (apakah soliter, berpasangan, bergerombol). Yang
penting pula dicatat ialah periode aktif mencari makan dari ikan-ikan tersebut. Apabila kita
mengetahuinya, maka kita akan mudah menentukan waktu yang tepat untuk pengamatan, dimana ikanikan
itu sedang keluar dari persembunyian untuk mencari makan.
Beberapa zona dari terumbu karang yang selalu dijadikan habitat bagi ikan-ikan karang yaitu : 1) bagian
dasar terumbu (“off-reef floor”) yang umumnya berpasir dan mendukung untuk pertumbuhan rumput laut.
Zona ini merupakan area untuk mencari makanan yang penting bagi ikan-ikan tersebut. 2) bagian lereng
terumbu(“reef drop-off) dengan kedalaman 50-60 m, banyak dijumpai ikan-ikan karang dengan jumlah
yang besar dikarenakan area ini dapat dijadikan tempat persembunyian / berlindung dan seringkali juga
dijumpai fitoplankton yang melimpah. 3) dataran terumbu (“reef face”), zona ini kaya akan habitat untuk
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (67 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
ikan dan invertebrat lain. Kelimpahan invertebrate dan alga efifit meneyebabkan tersedianya sumber
makanan bagi ikan. 4) permukaan/puncak karang (“reef surface”) juga kaya akan habitat untuk kehidupan
ikan. Namun, ikan-ikan tersebut harus tahan terhadap hempasan gelombang. 5) terumbu bawah (“reef
flat”) terdiri dari potongan coral yang tersebar di dasar, merupakan area untuk kehidupan ikan yang
seringkali dijumpai dalam jumlah yang tinggi.
Ø Klasifikasi ikan karang
Philum : Chordata
Klas : Osteichthyes
Ordo : Perciformes
Famili : contoh (Lutjanidae)
Genus : Contoh (Lutjanus)
Spesies : Contoh ( Lujanus kasmira)
A. Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Periode Aktif Mencari Makan:
1) Ikan Nokturnal (aktif ketika malam hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku Holocentridae
(Swanggi), Suku Apogoninade (Beseng), Suku Hamulidae. Priacanthidae (Bigeyes), Muraenidae (Eels),
Seranidae (Jewfish) dan beberapa dari suku dari Mullidae (goatfishes) dll (Gambar 8.1)
2) Ikan Diurnal (aktif ketika siang hari), contohnya pada ikan-ikan dari Suku Labraidae (wrasses),
Chaetodontidae (Butterflyfishes) Pomacentridae (Damselfishes), Scaridae (Parrotfishes), Acanthuridae
(Surgeonfishes), Bleniidae(Blennies), Balistidae (triggerfishes), Pomaccanthidae (Angelfishes),
Monacanthidae, Ostracionthidae(Boxfishes),etraodontidae, Canthigasteridae dan beberapa dari
Mullidae (goatfishes)
3) Ikan Crepuscular (aktif diantara) contohnya pada ikan-ikan dari suku Sphyraenidae (Baracudas),
Serranidae (groupers), Carangidae (Jacks), Scorpaenidae (Lionfishes), Synodontidae (Lizardfishes),
Carcharhinidae, lamnidae, Spyrnidae (Sharks) dan beberapa dari Muraenidae (Eels).
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (68 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
B. Pengelompokan Ikan Karang Berdasarkan Peranannya:
1) Ikan target
Ikan yang merupakan target untuk penangkapan atau lebih dikenal juga dengan ikan ekonomis penting
atau ikan kosumsi seperti; Seranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mulidae,
Siganidae Labridae ( Chelinus, Himigymnus, choerodon) dan Haemulidae.
a. SERANIDAE ( Grouper, Rock cods, coral trout, kerapu, sunu, lodi ). Klasifikasi dari famili
ini mempunyai banyak subfamili seperti subfamili Anthiinae (anthias), Epinephelinae Grammistinae
(soapfish) dan Famili Pseudogrammitinae (podges) G.R. Allen 1997. Adapun ciri-cirinya :
– Cara hidupnya soliter (jarang ditemukan berpasangan),
– Biasanya bersembunyi digua-gua atau bawah karang.
– Ukuran panjang tubuh sampai 2 m dan berat sampai 200 kg.
– Tergolong karnivora memakan ikan, udang dan crustacea.
– Subfamili Anthiinae (Basslets, sea-perch, nona manis)
– Ukuran kecil, warna terang, merah, orange, kuning dan biru
– Hidup pada daerah tubir dari terumbu karang dan jauh dari pantai atau yang mempunyai
kadar garam tinggi
– Selalu bermain di atas dan sela-sela karang.
b. LUTJANIDAE ( Snappers, Seabass, Kakap, Jenahan, Jambihan, samassi) Lutjanus biguttatus
– Ditemukan diperairan dangkal sampai laut dalam
– Bentuk memanjang, agak pipih, badan tinggi dan mempunyai gigi taring
– Warna ada yang merah, putih kuning, kecoklatan dan perak
– Sebagian ada yang bergerombol
– Merupakan Predator ikan, Crustaceans dan plankton feeders
– Bentuk berbeda antara dewasa dengan yang kecil
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (69 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Gambar 8.1 Penyebaran ikan pada siang hari di terumbu karang Florida pada dua kedalaman yang
berbeda. (A) Puncak terumbu pada 5 – 7 m. (B) Dasar terumbu pada 25 – 30 m (Sumber : Nybakken, 1992)
Gambar 8.1 Penyebaran ikan pada malam hari di terumbu karang Florida pada dua kedalaman yang
berbeda. (A) Puncak terumbu pada 5 – 7 m. (B) Dasar terumbu pada 25 – 30 m (Sumber : Nybakken,
1992)
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (70 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
c. LETHRINIDAE (emperor, asual, asuan, gotila, gopo, ketamba Lencam, mata hari, ramin dan
sikuda)
– Sering ditemukan pada pasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir.
– Warna tubuh bervariasi antara jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat berubah dengan cepat
– Hampir mirip dengan lutjanidae, tapi memiliki kepala agak runcing
– Ada yang sampai panjang 1 meter
– Cara makan karnivora dengan memakan bermacam hewan pada pasir dan patahan karang
(rubbel)
d. ACANTHURIDAE ( Surgeons, Botana,, Maum,Marukut, Kuli pasir)
– Duri berbisa terdapat pada pangkal ekor yang berjumlah 1 dan 2, sangat tajam seperti pisau
operasi
– Kulit tebal dengan sisik halus
– Hidup bergerombol didaerah karang yang dankal
– Termasuk golongan herbivora
e. MULIDAE ( Goatfishes, Biji nangka, Kambing )
– Warna umumnya merah, kuning dan silver
– Mempunyai jenggot (barbell)
– Mencari makan pada dasar perairan atau pasir
f. SIGANIDAE (Rabbit fishes, Baronang, Cabe, Lingkis Sumadar)
– Tubuh lebar dan pipih ditutupi sisik yang halus, warna bervariasi, pada punggung terdapat
bintik-bintik putih, coklat, kelabu atau keemasan
– Duri-duri sirip berbisa, beracun yang menyebab perih bila tertusuk durinya
– Ukuran berkisar 30 -45 cm
– Makanannya umumnya rumput laut dan algae
g. HAMULIDAE ( Sweetlips, Tiger, Grunts, Bibir tebal)
– Ditemukan pada gua-gua karang
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (71 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
– Kulit halus dan licin
– Warna dan bentuk tubuh berubah dalam pertumbuhan
– Ukuran medium (sampai 90 cm)
h. LABRRIDAE ( Khusus genus Cheilinus, Choerodon dan Hemigymnus)
– Dari genus yang tiga ini dinamakan wrasses raksasa karena mempunyai ukuran agak besar
(medium size 20-130cm)
– Aktif pada waktu siang hari (diurnal)
– Ikan yang sulit untuk didekati (pemalu)
– Sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir karang pada kedalaman 10 –100 meter
– Makanan moluska, ikan, bulu babi, udang kecil dan invertebrata (Chelinus undulatus,
Epibulus insidiator, Labroides, Choerodon anchorago, Chelinus fasciatus, Thallasoma)
i. NEMITERIDAE (Spinecheeks, monocle-bream, Pasir-pasir, Aloumang, Ijaputi, Palosi pumi
dan Ronte)
– Warna terang
– Sering ditemukan pada dasar perairan yang berpasir dan patahan-patahan karang (rubble)
– Kelihatan selalu diam, tapi bila terusik berenang dengan cepat
– Agresif pemakan invertebrata, ikan kecil, udang, kepiting dan cacing (Benthic feeders)
– Hidup soliter dan bergerombol
– Diurnal dan malam beristirahat diantara karang
– Berbeda antara yang kecil dengan yang telah dewasa
j. PRIACANTHIDAE ( Big eyes, Belanda mabuk, mata besar)
– Mata besar umumnya merah
– Sebagaian hidup pada laut dalam
– Pada siang hari bersembunyi pada gua-gua karang
– Untuk diIdentifikasi dibawah air sulit karena antara spesies mirip, sebaiknya diambil
spesimen
k. CARANGIDAE ( Gabua, Putih, Kue )
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (72 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
– Perenang Cepat
– Ikan pelagis
– Biasanya schooling (gerombol)
– Karnivora (waktu kecil makan zooplanton)
– Ukuran bisa mencapai 2 meter
l. SPHRAENIDAE ( Baracuda, Alu-alu )
– Perenang cepat, schooling/ bergerombol
– Gigi Tajam,
2) Ikan Indikator
Ikan ini merupakan ikan penentu untuk terumbu karang karena ikan ini erat hubunganya dengan kesuburan
terumbu karang yaitu ikan dari Famili Chaetodontidae (kepe-kepe).
CHAETODONTIDAE ( Butterfly, Daun-daun, Kepe-kepe)
• Umumnya berpasangan, ada sebagian yang bergerombol
• Ukuran kuarang dari 6 inchi
• Tubuh bulan dan pipih
• Gerakan lamban atau lemah gemulai
• Cara makan diatas karang seperti seperti kupu-kupu
• Warna umumnya Cemerlang dari kuning, putih dengan tompel hitam dan pola bergaris pada mata.
• Makanan Polip karang, algae, cacing dan invebterata lain
• Aktif di siang hari (Diurnal)
3) Ikan Lain (Mayor Famili)
Ikan ini umumnya dalam jumlah banyak dan banyak dijadikan ikan hias air laut (Pomacentridae,
Caesionidae, Scaridae, Pomacanthidae Labridae, Apogonidae dll.)
a. POMACHENRIDAE ( Damselfish, Betoklaut, Dakocan)
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (73 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
• Mempunyai banyak genus
• Badan pipih dan nampak dari samping bulat
• Ikan kecil yang terbanyak diterumbu karang (kelimpahan individu)
• Makanan planton, Invetebrata, alga
• Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon ( amphiprion ), contoh Genus Cromis, Pomacentrus,
Abudefduf, Dascyllus, Amphiprion
b. CAESIONIDAE ( Fusilier, Ekor kuning,Suli,Sulih,Suliri,Sunin)
• Genus Caesio berenang cepat
• Warna umumnya biru, kuning bagian belakang dan perak
• Sering ditemukan diluar karang (Tubir karang)
. Makanan zoo-planton, contoh Genus Pterocaesio, Caesio
c. SCARIDAE ( Parotfishes, Kakaktua, Bayam)
• Gigi hanya dua atas dan bawah (seperti kakak tua)
• Warna kebanyakan biru dan hijau
• Sering ditemukan bergerombol
• Kadang-kadang ditemukan sedang memakan karang keras
• Sulit untuk identifikasi karena banyak yang mirip
• Sering mencari makan diperairan dangkal waktu pasang tinggi
d.HOLOCENTRIDAE (Squirrel, Swanggi, Baju besi, Sirandang, Murjan, Olelo, mahinai )
• Hidup di bawah gua-gua Karang
• Biasa berpasangangan, kadang-kadang juga bergerombol
• Kulit dan sisik keras
• Pada kepala dan sirip berbisa
• banyak yang mirip antara spesies
• Warna tubuh merah, perak dan mempunyai tompel dan garis
e. POMACANTHIDAE (Anggel, Injel, Betmen, Napoleon, Anularis)
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (74 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
• Warna mencolok dan cantik, warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan
• Ukuran dewasa 30-39 cm, hidup soliter (sendiri) dan berpasangan
• Hampir mirip dengan Kepe-kepe tapi lebih tebal dan dibawah tutup
insang berduri, makanan Alga dan Spong
f. APOGONIDAE (Cardinal, Beseng, Belalang, Seriding, Capungan)
• Banyak ditemukan pada ranting karang, Bulu babi
• Ukuran kecil (5-15 cm), agak buntek, sirip-sirip transparan
• Warna kuning, merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan
bergaris
g. SCORPAENIDAE ( Scorpion, lepu, linga-linga,lapo)
• Ikan yang penuh dengan duri yang berbisa 3-5 duri
• bergerak lambat
• Ikan fredator, hanya menangkap ikan yang lewat didepanya
• Makanannya Udang, Kepiting, ikan-ikan kecil
• Warna umumnya Coklat, merah, putih, hitam dan kuning
• Di Indo-Pasifik 80 genus, dari 350 spesies
h. BALISTIDAE ( Triger, cepluk, papakulu,pakol, mendut,gogot)
• Kulit tebal, bentuk seperta bola ruqby, mulut kecil dengan gigi yang kuat
• Soliter, jika malam hari bersembunyi dilobang-lobang karang
• Makanan kepiting, molusca, bulu babi, sponge, hydroids,coral dan algae
• Bagi penyelam harus hati-hati, karena ada spesies yang menyerang
penyelam ketika ikan itu sedang bertelur.
i. AULOSTOMIDAE ( shimpfish, Pisau-pisau)
• Ditemukan bergerombol pada karang karang bercabang
• Berenang secara vertikal
• Juvenil bermain pada bulu babi
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (75 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
j. PHEMPHERIDAE (keeled sweeper)
• Warna umumnya coklat kekuningan
• bentuk tubuh sepeti segi tiga
• Spesies kebanyakan mirip
• Ditemukan pada gua-gua karang
• Ukuran 15-25 cm
k. TETRAODONTIDAE ( Puffers), OSRACIIDAE (Boxfhise), MONACANTHIDAE ( Leather
jackets)
• Ada yang punya mata palsu
• Bentuk tubuh agak runcing, dan pleksibel bisa seperti balon
• Hidup secara soliter dan aktif pada waktu malam
• Memiliki organ racun,
• Perenang lambat dan potensial bagi predator
• Habitat beragam seperti Lumpur, pasir dan Karang
l. ZANCLIDAE ( Morish Idol )
• Hidup pada pada terumbu karang
• Hidung panjang
• Sirip panjang dorsal
• Warna tubuh kuning dan belang hitam
m. EPHIPPIDAE (Batfishes, Platak)
• Bentuk seperti kelelawar
• Perenang lambat/tenang
• Makanan algae, invertebrata (ubur-ubur) dan plankton
8.2 Pelagis
Di Indonesia sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang
paling melimpah (Merta, et al., 1998) dan paling banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (76 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan bila dibandingan dengan tuna yang sebagia besar produk
unggulan ekspor dan hanya sebagian kelompok yang dapat menikmatinya. Ikan pelagis umumnya hidup
di daerah neritik dan membentuk schooling juga berfungsi sebagai konsumen antara dalam food chain
(antara produsen dengan ikan-ikan besar) sehingga perlu upaya pelestarian.
Sumberdaya ikan pelagis dibagi berdasarkan ukuran, yaitu Ikan Pelagis Besar seperti kelompok Tuna
(Thunidae) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis), kelompok Marlin (Makaira sp), kelompok Tongkol
(Euthynnus spp) dan Tenggiri (Scomberomorus spp), Selar (Selaroides leptolepis) dan Sunglir (Elagastis
bipinnulatus), kelompok Kluped seperti Teri (Stolephorus indicus), Japuh (Dussumieria spp), Tembang
(Sadinella fimbriata), Lemuru (Sardinella Longiceps) dan Siro (Amblygaster sirm), dan kelompok
Skrombroid seperti Kembung (Rastrellinger spp) (aziz et al. 1988).
Penyebaran ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan, namun ada beberapa yang dijadikan
sentra daerah penyebaran seperti Lemuru (Sardinella Longiceps) banyak tertangkap di Selat Bali,
Layang (Decapterus spp) di Selat Bali, Makassar, Ambon dan Laut Jawa, Kembung Lelaki (Rastrelinger
kanagurta) di Selat Malaka dan Kalimantan, Kembung Perempuan (Rastrelinger neglectus) di Sumatera
Barat, Tapanuli dan Kalimantan Barat. Menurut data wilayah pengelolaan FKKPS maka ikan layang
banyak tertangkap di Laut Pasifik, teri di Samudera Hindia dan kembung di Selat Malaka.
Ikan pelagis dapat ditangkap dengan berbagai alat penangkap ikan seperti puese seine atau pukat cincin,
jaring insang, payang, bagan dan sero. Berdasarkan data potensi, penyebaran dan alat tangkap tersebut
maka ikan pelagis kecil berpotensi di satu pihak sebagai komoditi konsumsi meyarakat umum dan pihak
lain sebagai konsumen antara dalam food chain yang perlu dilestarikan. Sekarang, bagaimana
penerapannya dengan adanya UU Otonomi Daerah tahun 1999 karena timbul berbagai konflik dalam
mengintreprestasikan UU tersebut. Seperti ditangkapnya nelayan-nelayan di daerah lain yang
menangkap ikan di wilayah lain dan bukan di daerahnya sendiri. Contohnya nelayan purse seine dari
Pekalongan yang menangkap ikan di perairan Masalembo dan Matasiri, yang sebelumnya tidak terjadi
konflik begitu, diundangkannya Otonomi daerah maka nelayan-nelayan dari pekalongan tersebut
mengalami kesulitan dan terjadi konflik dengan nelayan setempat. Interpretsi UU yang tidak tepat sering
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (77 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
kali menimbulkan konflik antara nelayan pendatang dengan nelayan setempat, sehingga perlu adanya
sosialisasi tentang peraturan perunangan tersebut. Selain itu diperlukan suatu kebijakan dan strategi
pengelolaan agar sumberdaya ikan pelagis tetap lastari dan tetap dapat ditangkap serta dapat dibuat suatu
alokasi sumberdaya ikan pelagis antar daerah tersebut sehingga tidak menimbulkan konflik. Langkah
awal untuk alokasi adalah mengetahui seberapa besar MSY dan TAC-nya setelah itu baru kebijakan
pengelolaannya dijalankan.
Ikan Pelagis umumnya merupakan filter feeder, yaitu jenis ikan pemakan plankton dengan jalan
menyaring plankton yang masuk untuk memilih jenis plankton yang disukainya ditandai oleh adana tapis
insang yang banyak dan halus. Lain halnya denga selar. Selar termasuk ikan buas, makanannya ikanikan
kecil dan krustasea.
Pada siang hari ikan pelagis kecil berada di dasar perairan membentuk gerombolan yang padat dan
kompak (shoal), sedangkan pada malam hari naik ke permukaan membentuk gerombolan yang
menyebar (scatted). Ikan juga dapat muncul ke permukaan pada siang hari, apabila cuaca mncung
disertai hujan gerimis. Adanya kecendrungan bergelombol berdasarkan kelompok ukuran dan berupaya
mengikuti makanannya.
Menurut Laevastu dan Hayes (1981), diurnal vertical migration dari ikan yang hidup di laut dibagi
dalam lima kelompok, yaitu :
1. Species pelagis yang pada berada sedikit di atas thermoklin ; mengadakan migrasi ke
lapisan permukaan pada saat matahari terbenam ; tersebar pada layer diantara permukaan dengan
thermoklin pada waktu malam hari; menyelam dan berada di atas thermoklin bersamaan dengan
terbitnya matahari.
2. Spesies pelagis yang ada pada siang hari berada pada lapisan di bawah thermoklin;
mengadakan migrasi dengan menembus lapisan thermoklin ke lapisan permukaan selama matahari
terbenam ; tersebar diantara permukaan dengan dasar pada waktu malam hari, dengan jumlah
terbanyak waktu malam hari di atas lapisan thermoklin; menembus lapisan thermoklin menuju ke
lapisan yang lebih dalam bila matahari terbit.
3. Spesies pelagis yang pada siang hari berada pada lapisan di bawah thermoklin ;
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (78 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
mengadakan migrasi di bawah lapisan thermoklin selama matahari terbenam ; tersebar diantara
thermoklin dengan dasar pada waktu malam hari ; turun ke lapisan yang lebih dalam selama
matahari terbit.
4. Species demersal pada waktu siang hari berada di atas atau pada dasar perairan ;
mengadakan migrasi dan tersebar di dalam massa air di bawah (dan kadang-kadang di atas)
thermoklin pada saat matahari terbenam ; menuju ke dasar pada saat matahari terbenam ; menuju
ke dasar perairan pada saat matahari terbit.
5. Species yang tersebar di seluruh kolom perairan pada waktu siang hari tetapi akan turun ke
dasar selama malam hari.
Berdasarkan hal tersebut maka, kebanyakan ikan pelagis kecil akan timbul ke permukaan sebelum
matahari terbenam yang biasanya membentuk shoaling. Setelah matahari terbenam mereka akan tersebar
dalam kolom perairan dan akan menyelam ke lapisan yang lebih dalam bila matahari terbit.
Pertanyaan Kunci :
1. Jelaskan area-area pada terumbu karang yang banyak dihuni oleh ikan-ikan karang!
2. Jelaskan kelompok-kelompok ikan pelagis yang melakukan migrasi harian!
Daftar Pustaka :
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh Water Fishes of Western
Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Jakarta.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Sale, P.F. 2002. Coral Reef Fishes. Dynamics and Diversity in a Complex Ecosystem. Academic Press,
New York.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (79 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
BAB IX
RUAYA IKAN
Tujuan Instruksional :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang ruaya pada ikan
2. Mampu menjelaskan ruaya ikan untuk pembesaran dan pengungsian
9.1 Pengertian Ruaya
Ruaya merupakan satu mata rantai daur hidup bagi ikan untuk menentukan habitat dengan kondisi yang
sesuai bagi keberlangsungan suatu tahapan kehidupan ikan. Studi mengenai ruaya ikan menurut Cushing
(1968) merupakan hal yang fundamental untuk dunia perikanan karena dengan mengetahui lingakaran
ruaya ikan akan diketahui daerah dimana stok atau sub populasi itu hidup. Ruaya ini mempunyai arti
penyesuaian, peyakinan terhadap kondisi yang menguntungkan untuk eksistensi dan untuk reproduksi
spesies. Menurut Chimit (1960) dalam Effendie (1997) tidak semua ikan melakukan ruaya. Ada ikan
bukan peruaya yaitu ikan yang tidak pernah meninggalkan habitatnya
Ikan peruaya pada waktu tertentu meninggalkan habitatnya untuk melakukan aktivitas tertentu,
sehingga ada beberapa spesies ikan mempunyai daerah ruaya yang berbeda baik secara musiman maupun
pada tahapan perkembangan hidup. Beberapa istilah yang berkaitan dengan ruaya ikan yaitu :
a) Amfibiotik : ikan yang beruaya dari air laut ke air tawar atau sebaliknya.
b) Holobiotik : ikan yang tidak melakukan ruaya selama hidupnya tinggal di air tawar atau di air laut
saja. Namun ada beberapa menjadi peruaya.
c) Diadrom : ikan melakukan ruaya untuk berpijah
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (80 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
d) Amfidrom : ikan beruaya untuk mencari makanan
e) Potamodrom : ikan yang hidup dan beruaya di perairan tawar saja termasuk sungai dan danau
f) Oseanodrom : ikan yang hidup di laut dan beruaya di laut.
g) Batidrom : ikan yang beruaya di perairan dalam
h) Brakheadrom : ikan yang beruaya di perairan dangkal
i) Katadrom : ikan yang beruaya dari air tawar ke laut hanya untuk berpijah
j) Anadrom : ikan yang beruaya dari laut ke air tawar untuk berpijah
Setelah mengenal istilah-istilah di atas dapatlah dibuat suatu diagram pengelompokkan ruaya ikan
berdasarkan pergerakannya.
Katadrom
Diadrom Fluvial
1) Amfibiotik Anadrom
Amfidrom Lakustrin
Batidrom
Lakustrin
Potamodrom Fluvial Brakheadrom
Adfluvial
2) Holobiotik
Batidrom
Oseanodrom
Brakheadrom
Pada dasarnya tujuan aktivitas ruaya oleh ikan seperti dikemukakan di atas, dapat dikelompokkan
berdasarkan tujuan pergerakan ruaya yaitu ruaya untuk pemijahan, ruaya untuk pembesaran dan mencari
makanan, ruaya untuk pengungsian.
9.2 Macam-macam Ruaya
9.2.1 Ruaya Pemijahan
Pergerakan ruaya ikan ke daerah pemijahan mengandung tujuan penyesuaian dan peyakinan tempat
yang paling menguntungkan untuk perkembangan telur dan larva. Sejak telur dibuahi sampai menetas
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (81 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
terus menjadi larva meruapakan saat yang kritis karena mereka tidak dapat menhindarkan diri dari
serangan predator. Jadi ruaya pemijahan mengandung pengaruh yang langsung berhubungan dengan
rekruitmen dan mortalitas.
Salah satu bagian dari ruaya pemijahan ialah ”reproductive homing’ yaitu kembalinya ikan ke
daerah asal kelahiran sebelum mengadakan reproduksi. Hal ini sangat menentukan untuk kelangsungan
hidup individu atau populasi serta menambah keberhasilan proses perkawinan karena sangat
memungkinkan untuk bertemunya pasangan yang sejenis dan proses reproduksi.
Ruaya pemijahan ikan katadrom pergerakannya searah dengan arus pada waktu ia berada dalam
sungai tetapi apabila sudah sampai di laut pergerakannya aktif untuk mencapai daerah pemijahan. Contoh
ikan yang melakukan ruaya pemijahan yaitu ikan sidat yang terdapat di Eropa atau Amerika Serikat. Ikan
Sidat Eropa (Anguilla anguilla) pada saat mulai mengadakan ruaya pada Bulan Desember berumur 9 – 12
tahun ikan – ikan sidat yang hidup dalam kolam atau perairan tertutup lainnya ini akan keluar mencari
sungai – sungai yang menuju ke laut. Perjalanan di sungai umumnya dilaksanakan pada waktu malam hari
karena itu tingkah lakunya belum banyak diketahui. Selama perjalanan sampai ke tempat pemijahan tidak
pernah makan dan perubahan yang terdapat dari perjalanan itu antara lain tubuhnya menjadi kurus,
matanya semakin besar sampai empat kali daripada sebelumnya, hidungnya semakin lancip, warnanya
berubah menjadi warna perak dan garis tengah telurnya semakin besar. Ikan sidat ini memijah di Laut
Sargasso pada bulan Nopember tahun berikutnya. Pemijahan tersebut terjadi pada kedalaman 400 m di
bawah permukaan laut dengan suhu antara 16 – 17o C.
Selain di Eropa, ikan sidat ini juga dijumpai di Jepang, Australia dan Indonesia, tetapi tempat
berpijahnya ikan – ikan sidat tersebut masih belum diketahui dengan pasti. Ada dugaan ikan sidat di
Indonesia berpijahnya di Samudera Selatan Pulau Jawa berdasarkan adanya larva ikan tersebut di Pantai
Selatan Jawa seperti Pelabuhan Ratu dan Cilacap.
Ikan – ikan dari Famili Galaxide dan Gobiidae yang hidup di Sungai juga katadrom melakukan
ruaya pemijahan pergi ke laut yang tidak jauh dari pantai dan dibagian yang dangkal. Kelompok ikan
belanak baik yang hidupnya di dalam danau atau yang di daerah pantai juga kalau berpijah pergi ke laut
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (82 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
yang tidak jauh dari pantai. Lain halnya dengan golongan ikan sebelah yang biasa hidup di bagian yang
dangkal kalau akan berpijah beruaya ke bagian dalam.
Ruaya pemijahan ikan anadrom setelah masuk ke dalam sungai harus menentang arus dan banyak
menempuh perjalanan jauh sebelum mencapai daerah pemijahan. Biasanya golongan ini mengadakan
pemijahan pada tahun yang sama dengan tahun mulai beruaya. Pada ikan Salmon ada dua macam waktu
pemijahan yaitu ikan keturunan musim dingin dan ikan keturunan musim semi. Masing – masing berbeda
ketika induknya mendekat ke muara sungai. Ikan yang masuk ke muara sungai pada musim semi gonadnya
belum masak benar dan akan memijah pada tahun berikutnya. Menurut David (1968) secara alami ikan
Pangasius pangasius adalah spesies anadrom fluvial dapat beruaya dari daerah peraiaran estuaria melawan
arus sejauh 1000 – 1200 Km.
Ikan lakustrin tidak semuanya mengadakan ruaya pemijahan. Ikan Tilapia yang hidup di bagian
dalam dari suatu danau melakukan ruaya pemijahan ke bagian pinggir yang dangkal. Ruaya ini tidak
merupakan gerombolan dan tidak pula musiman. Beberapa ikan lakustrin akan beruaya ke pinggir danau
yang dangkal kalau terjadi peninggian air danau. Sedangkan, ikan penghuni danau yang adfluvial kalau
berpijah akan pergi ke hulu sungai yang masuk ke dalam danau tersebut. Anakannya kelak akan masuk
lagi ke dalam danau. Ruaya demikian biasanya terjadi pada waktu permukaan air sedang tinggi atau pada
permukaan musim hujan.
9.2.2 Ruaya ke daerah pembesaran dan mencari makanan.
Ruaya ke daerah pembesaran dan pencarian makanan dilakukan oleh anak ikan atau oleh ikan
dewasa secara vertikal atau horizontal. Ruaya ini mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan atau
survival ikan itu. Anak ikan atau larva ikan laut dan air tawar melakukan ruaya denatant (berasal dari
pemijahan dan searah arus) secara positif dari daerah pemijahan ke daerah pembesaran atau ke daerah
makanan. Misalnya ikan bandeng (Chanos chanos) yang cara memijah dan daerah pemijahannya belum
diketahui pasti. Pada musim nener pertama dari Bulan September sampai dengan bulan Desember dengan
puncaknya pada bulan Oktober dan Nopember dan pada musim nener kedua yaitu Bulan April dan Mei,
nenernya banyak didapatkan di daerah pantai tertentu di utara Pulau Jawa dan Madura (Hora dan Pilay,
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (83 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
1962 dalam Effendie, 1997).
Larva ikan sidat (Leptocephalus) beruaya denatant secara pasif ke daerah pembesaran di pantai
seperti terdapat di Pelabuhan Ratu dan Cilacap. Kalau larva itu sudah metamorfosa akan melakukan ruaya
ke sungai dan daerah makanan untuk meneruskan hidupnya.
Larva ikan-ikan oseanik yang terapung begitu saja di permukaan bergantung kepada gelombang dan arus
membawanya. Larva demikian biasanya jadi sasaran perburuan ikan predator. Ikan oseanik umumnya
mempunyai telur yang lebih berat dari air laut dan tenggelam. Pada kedalaman tertentu telur tadi akan
menetas yaitu kira – kira di daerah yang banyak makanannya dan aman dari predator. Ada juga larva ikan
oseanik yang melakukan ruaya nocturnal vertikal secara aktif mencari makanan di daerah permukaan pada
waktu malam hari dan pada pagi harinya akan kembali ke bagian dalam.
Seperti telah dikemukakan bahwa ruaya denatant ke daerah makanan dan pembesaran terdapat pula
pada larva ikan tawar. Pemijahan ikan itu di sungai biasanya bertepatan dengan meningginya permukaan
air pada waktu awal musim hujan. Telur dan larva ikan ditransportasikan ke bagian hilir sungai, apabila air
telah turun kembali dan larva telah dapat berenang dengan aktif akan beruaya ke daerah makanan. Pinggir
danau yang berumput dan tidak dalam merupakan daerah pembesaran anak – anak ikan dan daerah
pembesarannya.
Ikan air tawar dewasa secara aktif mengadakan ruaya ke daerah makanan setelah melakukan
pemijahan kalau ikan itu tidak mati. Selama ruaya ada ikan yang aktif mengambil makanan dan dapat pula
yang tidak. Ikan lakustrin setelah melakukan pemijahan di pinggir danau yang tidak dalam akan kembali
beruaya ke bagian yang dalam. Pada ikan adfluvial setelah berpijah di sungai akan beruaya kembali ke
daerah makanannya di danau. Sebagian dari golongan ikan addfluvial ini, ada kelompok yang memisahkan
diri berpijah ke sungai yang lain, dan lama kelamaan dari kelompok ikan itu akan menjadi sub populasi,
karena adanya pemutusan gen secara turun temurun. Pada ikan penghuni yang dalam, ada juga yang
melakukan ruaya nokturnal periodik seperti ikan yang terdapat di laut, juga ruaya nokturnal ke daerah
makanan di dasar anak sungai yang kecil dan dangkal. Pada pagi hari ikan-ikan tersebut kembali lagi ke
sungai yang besar.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (84 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Ruaya nokturnal ke daerah makanan secara reguler juga dilakukan oleh beberapa ikan laut. Hal ini
disebabkan karena tempat hidup ikan tersebut pada malam hari kekurangan makanan. Ikan akan beruaya
mengikuti makanannya yang mengadakan ruaya vertikal pada malam hari. Ikan mackerel secara reguler
mengikuti kelompok makanannya ke atas dan ke bawah, sedangkan golongan ikan clupea melakukan
ruaya ke satu daerah makanan yang baik kemudian ke tempat yang lain secara reguler.
9.2.3 Ruaya pengungsian
Ruaya pengungsian adalah ruaya untuk menghindarkan diri dari tempat yang kondisinya tidak
baik, atau meninggalkan tempat daerah makanan beruaya ke tempat yang kondisinya buruk tetapi
diperlukan untuk melengkapi daur hidupnya sebagai awal ruaya pemijahan. Di daerah yang bermusim
empat ada ikan yang melakukan ruaya overwintering yaitu pada musim dingin pergi meninggalkan tempat
daerah makanannya menuju ke daerah tempat lain selama musim dingin. Misalnya ikan Salmon yang
mengadakan ruaya overwintering pada awal musim dingin pergi ke sungai yang agak dalam dimana
selama musim dingin mereka itu dalam keadaan tidak aktif dan biasanya tidak makan. Demikian juga pada
ikan – ikan tawar setelah menyelesaikan masa makannya di daerah makanan yang baik dengan kondisi
tubuh yang baik akan beruaya overwintering. Jika sekiranya ikan itu belum siap karena kondisinya kurang
baik atau gonadnya belum berkembang mereka akan tetap di daerah makanan dan tidak melakukan ruaya
overwintering. Namun sebenarnya ada juga ikan yang tidak membutuhkan overwintering untuk
melengkapi daur hidupnya, tetapi mereka melakukan juga ruaya overwintering karena untuk menghindari
diri dari predator pada musim tersebut, atau tempat itu memang benar – benar berbahaya yang dapat
menyebabkan kematian.
Di daerah tropis ikan – ikan lakustrin baik yang di danau atau yang di rawa seringkali mengadakan
ruaya pengunngsian karena kondisi habitatnya buruk. Pada permulaan musim kemarau air yang masuk ke
dalam danau mulai masam karena menyebabkan pembusukan daun – daun tumbuhan, rumput dan lain –
lainnya sehingga air kekurangan zat asam. Ikan-ikan lakustrin tersebut akan meninggalkan danau atau
rawa menuju sungai atau saluran pembuangan.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (85 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
9.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi ruaya ikan.
Ikan mengadakan ruaya pemijahan, ruaya ke daerah makanan dan pembesaran dan ruaya
pengungsian tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor faktor tersebut dapat
digolongkan menjadi dua kelompok yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar adalah faktor
lingkungan yang secara langsung atau tidak langsung memegang peranan di dalam aktivitas ruaya ikan
antara lain taksis, suhu, intensitas cahaya matahari, air hujan, penambahan limbah. Faktor dalam ialah
faktor yang terdapat dalam tubuh misalnya sekresi kelenjar hormone, adanya osmoregulasi, dan lain
lainnya yang berhubungan dengan faktor luar tadi.
a) Taksis adalah pergerakan pada ikan yang disebabkan oleh pengaruh faktor luar yang menjadi
perangsang. Taksis merupakan faktor yang memegang peranan dalam ruaya ikan. Ada tiga kelompok
taksis yaitu alimental taksis (trophotaksis), sensori taksis dan reproduktif taksis seperti pada tabel berikut
ini :
Tabel 9.1 Klasifikasi Taksis dan perangsangannya
Kelompok Taksis Nama Gerakan Perangsang
Alimetal Taksis
(Throphotaksis)
§ Bromotaksis nutrisi
§ Branchiotaksis pernafasan
§ Thermotaksis suhu
Sensor taksis
§ Phototaksis cahaya
§ Chimiotaksis
– Halotaksis garam garam terlarut
– Osmotaksis bau
§ Rheotaksis arus
Reproduktif taksis § Gamotaksis lawan jenis
§ Bromotaksis adalah trophotaksis yang membuat ikan mencari tempat dimana makanan melimpah.
Adanya taksis ini mejadikan kelompok ruaya terutama pada ikan pemakan plankton yang mencari tempat
karena plankton melimpah disebabkan kondisi cahaya atau suhu. Dalam hal ikan buas mencari mangsa
yang mungkin melarikan diri, maka keinginan dari ikan buas itu termasuk juga bromotaksis. Kumpulan
taksis pada tiap-tiap ikan pemakan planton dapat menjadi ruaya baik horizontal maupun vertical.
§ Branchiotaksis ditandai oleh kebutuhan ikan akan oksigen terlarut dalam air. Misalnya pada ikan
salmon pada waktu musim panas mencari perairan dingin yang banyak mengandung banyak oksigen
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (86 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
terlarut.
§ Thermotaksis terdapat diantara ikan-ikan eurythermik yang menyenangi suhu perairan yang tinggi
atau yang rendah. Thermotaksis semacam demikian sudah dikenal oleh para nelayan. Bila dalam suatu
perairan terdapat beberapa lapisan suhu, maka ikan yang sudah menyenangi suhu rendah akan terdapat
pada lapisan air dengan suhu rendah.
§ Phototaksis dapat ditemukan pada ikan-ikan yang tertarik pada cahaya buatan atau cahaya alami
sehingga menyebabkan ikan itu beruaya. Keadaan demikian telah dimanfaatkan oleh para nelayan yang
menangkap ikan pada waktu gelap rembulan dengan menggunakan cahaya buatan. Ikan yang tertarik pada
cahaya itu sifatnya adalah phototaksis positif, sedangkan pada fototaksi negatif ikan mengindarkan diri
dari cahaya buatan atau cahaya alami seperti pada ikan sidat. Penangkapan ikan sidat yang hasilnya baik
pada waktu malam hari gelap rembulan yaitu pada waktu ikan tersebut mengadakan ruaya
katadrom.
§ Adanya Osmotaksis ikan akan tertarik oleh bau yang dikeluarkan oleh benda – benda yang terendam
dalam air terutama yang baik untuk makanan. Misalnya bau yang dikeluarkan oleh darah hewan atau
manusia menyebabkan gerakan ikan hiu atau ikan piranha kearah sumber yang mengeluarkan darah tadi.
Holotaksis ditemukan pada ikan-ikan peruaya seperti pada ikan salmon dan ikan sidat.
§ Rheotaksis adalah pergerakan ikan disebabkan tertarik oleh arus seperti terdapat pada ikan mas dan
lele. Sedangkan gamotaksis ialah ikan betina yang gonadnya masak benar menarik ikan – ikan jantan,
terjadi pada musim pemijahan.
b) Suhu. Ikan-ikan di daerah bermusim empat mengalami perubahan suhu perairan secara gradual. Namun
ikan mempunyai kesanggupan untuk mendeteksi perubahan suhu walaupun tidak ada organ
thermoreceptor khusus. Penaikan atau penurunan suhu perairan merupakan rangsangan alami untuk
mengadakan persiapan ruaya. Sejak awal musim semi dimana suhu perairan sudah mulai sedikit naik, ikanikan
tersebut sudah mulai mengadakan persiapan. Demikian juga ikan yang mengadakan ruaya over
wintering kalau peralatan yang lainnya sudah terpenuhi, perubahan suhu yang besar merupakan tanda
dimulai mengadakan ruaya.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (87 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
c) Intensitas cahaya matahari juga memegang peranan sebagai perangsang alami untuk ikan
mengadakan ruaya. Pengaruh yang jelas dari faktor ini yaitu terdapatnya ikan yang mengadakan ruaya
vertikal ke daerah makanan terutama bagi ikan yang terdapat di laut.
d) Air hujan yang menimbulkan arus, perubahan salinitas dan dapat menyebabkan perubahan
tinggi permukaan perairan dapat menjadi rangsangan ikan untuk beruaya. Ikan penghuni danau yang
mengadakan ruaya ke hulu sungai, kalau ada aliran air baru yang berasal dari air hujan, akan beruaya
kearah datangnya arus. Demikian juga dengan ikan yang terdapat dalam rawa akan beruaya kearah
datangnya air yang baru. Tetapi dapat pula terjadi sebaliknya dimana pada waktu air menjadi tinggi, ikanikan
yang telah melakukan ruaya pengungsian akan kembali kedaerah makanan yaitu danau yang telah
ditinggalkannya seperti ikan-ikan yang terdapat di danau Kalimantan.
e) Penambahan kualitas air limbah menyebabkan perubahan pola ruaya ikan yang beruaya ke hulu
sungai pada musim pemijahan pada musim semi. Penelitian Tsai (1970) terhadap ikan ”white catfish”
yang banyak terdapat di daerah kuala pada waktu musim pemijahan dari pada daerah hulu. Sementara
ikan ini biasanya kalau akan berpijah beruaya ke hulu dungai. Ruaya tersebut menjadi terhalang oleh
kotoran air limbah yang mengandung bermacam-macam zat campuran yang beracun untuk ikan seperti
ammonia, detergen berkhlor, chloramine dan lain lain. Sehubungan dengan hal ini, kondisi sungai-sungai
yang mengalir melalui kota pelabuhan seperti Jakarta, Cirebon, Semarang,Surabaya dan lain lain
keadaannya hampir sama, dimana air sungai tadi merupakn wadah pembuangan semacam kotoran baik
yang berasal dari perumahan, rumah sakit, industri dan lain lainnya. Hal tersebut tentu akan menjadi
penghalang ikan ikan yang biasa mengadakan ruaya ke hulu sungai.
f) Sebelum ikan melakukan kegiatan ruaya pada umumnya sudah mempunyai persiapan yang bergantung
kepada kondisi tubuhnya dan perubahan keadaan kelilingnya. Ikan akan melakukan ruaya pemijahan
apabila gonadnya sudah mencapai tahap kematangan tertentu, kondisi tubuhnya baik, persediaan lemaknya
cukup dan juga terdapat aktifitas kelenjar hormon yang berhubungan dengan ruaya serta adanya
rangsangan alami sebagai tandanya. Persiapan-persiapan itu mempunyai arti untuk ikan karena selama
dalam perjalanan ruaya itu memerlukan energi. Seperti diketahui kebanyakan ikan dalam perjalanan tidak
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (88 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
melakukan makan. Kegiatan ruayanya sendiri dirangsang oleh kerja hormone thyroid. Menurut Liley
(1969) perlakukan dengan hormone steroid dan hormone thyroid pada ikan menambah kegiatan aktifitas
pergerakan. Hormon dari gonad yang mempengaruhi aktifitas kelenjar thyroid mempunyai peranan
terhadap terjadinya ruaya ikan nadrom. Juga lama penyinaran sinar matahari mempunyai pengaruh pada
kegiatan kelenjar thyroid yang ada hubungannya dengan kegiatan ruaya. TSH dan hormone thyroid yang
berfungsi sebagai zat pemblokir kesukaan terhadap salinitas, ketika konsentrasinya ditambah akan
merangsang ikan menjadi lebih menyukai perairan tawar. Aktifitas hormone ini terjadi pada waktu musim
semi dimana ikan itu biasanya beruaya di air tawar. Pada waktu musim gugur terjadi sebaliknya, aktifitas
kelenjar hormone thyroid berhubungan dengan penambahan kesukaan terhadap air yang bersalinitas tinggi.
Jadi kegiatan kelenjar thyroid pada kedua spesies ikan itu ternyata berlawan. Hal ini menunjukkan bahwa
kelenjar thyroid tadi secara langsung tidak terlibat dengan kegiatan ruayanya sendiri melainkan dengan
aktifitas metabolisme dan keseimbangan chloride.
g) Penyesuaian tubuh ikan anadrom atau katadrom terhadap perubahan salinitas (osmoregulasi) ketika
sedang melakukan ruaya, antara lain dilakukan oleh kulit, ginjal dan insang – insang. Ikan yang berbeda
dalam perairan bersalinitas tinggi, permeabilitas kulitnya terhadap air dan garam rendah sekali.
Permeabilitas yang terdapat pada insang bagi ikan merupakan suatu keuntungan ketika menyesuaikan diri
dengan medium baru. Luasnya permukaan insang juga membantu ikan dalam pernafasan pada waktu
terjadi pengenceran medium.
Ikan yang memasuki perairan tawar memerlukan filtrasi glome – rular dan pengeluaran urine untuk
mengimbangi air yang masuk melalui kulit dan pengisapan garam – garam oleh ginjal merupakan hal yang
penting sekali. Bila ikan pergi kelaut pengeluaran kotoran melalui ginjal dikurangi untuk menambah
konsentrasi cairan dalam tubuh karena ada tendensi air akan merembes keluar. Sedangkan insang
bertanggungjawab baik untuk memasukkan maupun pengeluaran chloride ketika ikan berada di air tawar
atau air laut. Sel chloride yang dapat pada filament insang dapat menyesuaikan dengan cepat kepada
keadaan perubahan ke perairan tawar yaitu dalam waktu 4 jam. Sedangkan perubahan kepada perairan asin
memerlukan waktu 7 – 9 jam. Tetapi yang mengontrol aktifitas sel khlorida yang terdapat dalam insang itu
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (89 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
masih belum diketahui.
Pertanyaan Kunci :
1. Apa yang dimaksud dengan :
a. Ruaya
b. Diadrom
c. Amfidrom
d. Amfibiotik
2. Bagaimana hubungan ruaya ikan dengan mortalitas ikan ?
Daftar Pustaka :
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey.
BAB X
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (90 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
PEMIJAHAN
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan macam-macam kebiasaan emijahan ikan
2. Mahasiswa mampu mendeskripsikan habitat untuk memijah
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tingkah laku ikan saat memijah
Pemijahan merupakan bagian dari reproduksi ikan yang menjadi mata rantai daur hidup
kelangsungan hidup spesies. Penambahan populasi ikan bergantung kepada berhasilnya pemijahan ini dan
juga bergantung kepada kondisi dimana telur dan larva ikan diletakkan untuk tumbuh. Oleh karena itu
sesungguhnya pemijahan menuntut suatu kepastian untuk keamanan kelangsungan hidup keturunannya
dengan memilih tempat, waktu dan kondisi yang menguntungkan. Berdasarkan hal ini pemijahan tiap
spesies ikan mempunyai kebiasaan yang berbeda tergantung kepada habitat pemijahan itu untuk
melangsungkan prosesnya. Dalam keadaan normal ikan melangsungkan pemijahan minimum satu kali
dalam satu daur hidupnya seperti yang terdapat pada ikan salmon dan sidat. Sesudah melakukan
pemijahan, induk ikan tersebut mati karena kehabisan tenaga.
Hampir semua ikan pemijahannya berdasarkan reproduksi seksual yaitu terjadinya persatuan sel
produksi organ seksual yang berupa telur dari ikan betina dan spermatozoa dari ikan jantan. Dari persatuan
kedua macam sel tersebut akan terbentuk individu baru yang akan menambah besarnya populasi.
Persatuan kedua macam sel seks tadi ada yang terjadi di dalam tubuh (pembuahan di dalam atau fertilisasi
internal) dan ada pula yang terjadi di luar tubuh (fertilisasi eksternal). Ikan yang mengadakan fertilisasi
internal mempunyai perlengkapan tubuh untuk memastikan berhasilnya fertilisasi tadi dengan organ
khusus (copulatory organ) untuk keperluan ini. organ tersebut biasanya terdapat pada ikan jantan saja,
seperti clasper pada golongan ikan Elasmobranchia, pterygopod pada golongan ikan pari (masih
Elasmobranchia), gonopodium pada Famili Poecilidae dan beberapa spesies lainnya.
Sehubungan dengan pemijahan, dikenal ada tiga macam ikan yaitu vivipar, ovovivipar dan ovipar.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (91 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Tiap-tiap macam ikantersebut mempunyai perbedaan dan kelebihan masing-masing, yaitu :
1) Ikan vivipar.
– Ikan ini melahirkan anak-anaknya, umumnya mempunyai fekunditas kecil, tetapi anaknya
mendapat jaminan keamanan dari induk untuk melangsungkan awal kehidupannya.
– Telur ikan vivipar mempunyai kuning telur yang sudah sangat tereduksi dan pada perkembangan
awal hidup anaknya di dalam tubuh induk mendapat makanan dari induk.
– Hasil fertilisasi internal ikan vivipar ketika anaknya dilahirkan ialah individu ikan-ikan yang
telah hampir sempurna seperti ikan induk dan untuk mengawali hidup di dalam perairan tidak lagi
bergantung kepada induk melainkan kepada usaha sendiri.
– Mempunyai alat bantu untuk keberhasilan pembuahan yaitu bagian sirip dubur yang telah
berubah bentuknya atau genital pabilla yang membesar yang dinamakan “pseudopenis”. Pada ikan
Apogon imberis urogenital papillanya pada ikan dapat ditonjolkan dan disentuhkan untuk menerima
sperma dari ikan jantan. Pada ikan Orthonopias tiacis oviductnya dapat ditonjolkan untuk menerima
sperma pada waktu berlangsungnya kopulasi.
– Anak ikan vivipar pada waktu di dalam kandungan induk mendapat makanan dan mengeluarkan
kotorannya melalui semacam plasenta yang banyak mempunyai vili atau trophonemata dan
dilengkapi oleh pembuluh darah kapiler.
– Lain halnya dengan golongan mammalia, ikan vivipar masa mengandungnya dapat berubahubah.
Oleh karena ikan itu poikilothermal, maka apabila suhu perairan semakin bertambah dari
biasanya, masa kandungan ikan itu dapat menjadi semakin pendek, atau sebaliknya. Sedangkan anak
ikan yang dapat dikandung oleh induknya bergantung kepada besar induknya. Semakin besar induk
semakin banyak anak ikan yang dapat dikandungnya. Akan tetapi pada ikan vivipar yang dapat
mengandung akan banyak sekali, biasanya anak-anak yang dilahirkannya tidak sepenuhnya seperti
induk melainkan dalam bentuk larva.
2) Ikan ovovivipar
– Seperti halnya ikan vivipar , ikan ini juga melahirkan anak-anaknya dan mempunyai fekunditas
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (92 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
kecil namun keturunannya mendapat semacam jaminan atau keyakinan dari induk untuk dapat
melangsungkan awal hidupnya dengan aman
– mempunyai kuning telur lebih banyak dari pada ikan vivipar, yang berguna untuk makanan
anaknya ketika berada dalam tubuh induknya, dimana dalam hal ini ada sebagian dari induk tadi
hanya sebagai pelindung saja.
– mempunyai alat bantu untuk keberhasilan pembuahan yaitu bagian sirip dubur yang telah
berubah bentuknya atau genital pabilla yang membesar yang dinamakan “pseudopenis”
– Pada ikan dari Famili Scorpaenidae yang ovovivipar telah ditemukan banyak sperma yang
menempel pada lapisan epitel folikel yang masak, tetapi sperma itu tidak pernah didapatkan di dalam
folikel. Pembuahan pada golongan ikan ini terjadi setelah kopulasi yaitu oleh sperma yang telah ada
di dalam tubuh ikan betina. Pada beberapa ikan Famili Embiotocidae setelah terjadi kopulasi sperma
yang masuk ke dalam tubuh ikan betina apabila tidak membuahi telur masih dapat hidup sampai
enam bulan kemudian. Sperma ini akan membuahi telur yang masih berada di dalam folikel. Telur
yang telah dibuahi ketika masuk ke dalam ovarium sudah mencapai tahap segementasi awal dan
berada di situ selama 10 – 12 bulan sehingga mencapai tahap perkembangan yang lebih lanjut.
– Spesies ikan ovovivipar jumlahnya jauh lebih banyak dari pada ikan vivipar. Pada ikan
ovovivipar, perkembangan anak di dalam kandungan induk mendapat makanan dari persediaan
kuning telur yang tersedia dan pada golongan ini keadaannya non plasental.
– Telur pada ikan ovovivipar mengandung material organik 20 – 40% lebih banyak dari pada anakanak
ikan yang dilahirkan. Karena hal ini, induk hanya memberi perlindungan saja kepada
perkembangan telur tadi. Tetapi ada juga ikan ovovivipar yang mempunyai telur dimana kandungan
material organiknya sedikit. Untuk perkembangannya tadi anak ikan mendapat keperluan material
untuk pertumbuhannya dari induk walaupun tanpa melalui organ semacam plasenta tetapi melalui
semacam penyerapan zat-zat yang dikeluarkan oleh uterus. Zat makanan tadi dinamakan “susu
uterin” atau juga embryotrophe. Pada embrio ikan Squalus acanthias terdapat dua macam kantung
kuning telur yaitu kantung yang di luar tubuh dan kantung di dalam tubuh. Kantung kuning telur di
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (93 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
dalam tubuh itu sebagai hasil perkembangan batang kantung kuning telur bagian luar yang tumbuh di
bagian dalam. Butir-butir kuning telur dari kantung yang luar bergerak ke bagian kantung yang
dalam terus ke usus untuk dicerna. Pada ikan Torpedo, embrionya selain mengambil material organik
dari kantung telur yang kemudian terus dicerna oleh usus, juga embrio ini mendapat susu uterin
melalui mulut dan spiracle-nya dimana zat-zat tadi akan dicerna di dalam lambung.
3) Ikan ovipar
– ikan yang mengeluarkan telur pada waktu terjadi pemijahan, biasanya berfekunditas besar atau
jumlah telur yang dikeluarkannya besar disebabkan untuk mengimbangi tekanan keadaan
sekelilingnya dari hal yang tidak lazim terutama dari serangan predator.
– telurnya banyak mengandung kuning telur yang berguna untuk anak ikan mengawali daur
hidupnya di luar tubuh ikan.
– ikan ovipar membuahi telurnya di luar tubuh. Telur yang dikeluarkan dari tubuh induk dibuahi
oleh ikan jantan dengan berbagai macam cara. Semua tingkah laku yang dilakukan oleh ikan tersebut
pada waktu pemijahan bertujuan agar semua telur yang dikeluarkan dapat dibuahi dengan baik.
– Ikan-ikan ovipar ada juga yang memperhatikan keturunannya baik dengan membuat sarang
untuk keperluan ini atau dengan cara menyimpan dan melindungi keturunannya pada tempat-tempat
tertentu pada tubuh induk jantan atau betina atau pada tempat lain. Golongan ikan ovipar yang
demikian biasanya berfekunditas kecil. Sebaliknya ikan yang tidak memperhatikan keturunannya
umumnya berfekunditas besar, namun mortalitasnya juga besar.
– Sebagian besar ikan ovipar mempunyai waktu pemijahan tertentu yang dilakukan tiap tahun
secara teratur. Di daerah bermusim empat, pada tiap-tiap musimnya ada ikan-ikan ovipar yang
memijah, masing-masing melakukannya satu kali satu tahun. Golongan ikan yang memijah pada
musim semi akan memijah lagi pada tahun-tahun berikutnya di musim yang sama. Demikian pula
ikan-ikan yang memijah pada musim lainnya. Bagi ikan yang hidup di daerah tropik seperti di
Indonesia, saat pemijahan ikan sangat bervariasi. Tetapi banyak pula ikan tropik yang berpijahnya
pada musim tertentu. Umumnya jadwal pemijahan pada ikan berhubungan dengan penyesuaian
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (94 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
terhadap keadaan yang menguntungkan terutama yang berhubungan dengan persediaan makanan
bagi anak-nakanya apabila anak ikan tadi mulai makan makanan yang diambil dari luar setelah
persediaan kuning telur habis.
10.1 Macam-macam kebiasaan pemijahan Ikan
Pola pemijahan pada ikan bermacam-macam. De Jong (a940) dalam Effendie (1997) melakukan penelitian
terhadap beberapa spesies ikan dan membedakan pola pemijahan berdasarkan frekuensi poligon garis
tengah telur dalam ovari spesies yang berbeda yang menunjukkan bahwa pemijahan individu betul-betul
berkala, namun tidak memberikan interval waktu diantara dua pemijahan.
1. Macam pemijahan pertama diwakili oleh jenis ikan bawal, layang, selar como, selar malam dan
selar bentong. Pada kelompok ikan ini hanya didapatkan satu kelompok telur yang matang, dan bila
sudah memijah kelompok ikan ini mempunyai ovari seperti kantong kosong dengan beberapa butir
telur yang sedang dalam keadaan dihisap kembali.
2. Macam pemijahan kedua didapatkan pada kelompok ikan tembang, ikan lemah, selar kuning dan
ekor kuning. Pada kelompok ini, sebelum telur kelompok pertama mencapai kematangan, kelompok
telur berikutnya sudah memisahkan diri dari stok telur yang lain. Sebelum terjadi pemijahan
didapatkan dua kelompok telur yang berpisah. Sesudah berpijah didapatkan selain kelompok stok
telur yang umum ada pula sekelompok telur yang berukuran lebih besar yang sedang mematang dan
akan dikeluarkan dalam pemijahan berikutnya.
3. Macam pemijahan ketiga diwakili oleh ikan tenggiri. Dalam ovari yang sedang matang ditemukan
tiga kelompok telur yang sedang berkembang dekat dengan kelompok telur yang matang.
1. Prabhu (1956) juga mempelajari periodisitas pemijahan ika n-ikan tropik di perairan India dan
menbedakan pola pemijahan berdasarkan tahap-tahap kematangan telur intra ovarian dan juga
menunjukkan bahwa pemijahan pada spesies yang berbeda betul-betul terjadi secara periodik
§ Tipe A. Pemijahan hanya berlangsung satu kali dalam satu tahun dalam waktu yang pendek.
Kelompok telur yang matang dalam ovari dapat dibedakan dengan kelompok telur stok. Pemijahan
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (95 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
macam ini ditemukan pada ikan-ikan Therapon jarbua, Macrones vittatus dan Chirocentrus dorab.
§ Tipe B. Pemijahan berlangsung satu kali satu tahun tetapi dalam waktu yang lama, lebih lama
dari tipe pemijahan A. Pemijahan tipe ini ditemukan pada ikan Pelates qudrilineatus, Cypsilurus
oligolepis. Kadang-kadang ada dua kelompok telur yang sama tahap kematangannya.
§ Tipe C. Pemijahan berlangsung dua kali setahun. Pemijahan macam ini ditemukan pada ikanikan
Psammoperca waigiensis. Therapon puta dan Caranx leptolepis. Disamping kelompok telur
yang sudah matang didapatkan kelompok kedua dengan pembentukan kuning telurnya telah jelas
yang menunjukkan sedang menjadi matang.
§ Tipe D. Pemijahan sepanjang tahun, tetapi terputus-putus, seperti terdapat pada ikan
Stelophorus indicus. Telur matang didapatkan lebih dari satu kelompok yang mungkin berbeda satu
dengan kelompok lainnya tapi memperlihatkan proses berkesinambungan.
Periode pemijahan ikan-ikan yang diteliti oleh Prabhu (1956) adalah sebagai berikut (Tabel 10.1) :
Tabel 10.1. Tipe dan periodisitas pemijahan beberapa ikan tropik menurut Prabhu (1956)
No. S p e s i e s Pemijahan
Tipe Periode
1. Psammoperca waigiensis C Juli – Agustus
Januari – Februari
2. Therapon puta C Februari – Maret
Agustus – September
3. T. jarbua A Februari – Maret
4. Pelates quadrilineatus B Februari – April
5. Caranx leptolepis C Juli – Agustus
Februari – maret
6. Macrones vittatus A Oktober – November
7. Cypsilurus oligolepis B Maret – Mei
8. Chirocentrus dorab A Juli – Agustus
9. Stolephorus indicus D Januari – Desember
10.2 Ikan dan Habitat Pemijahan
Berdasarkan kepada macam-macam habitat yang digunakan ikan pada waktu pemijahan, kita dapat
menggolongkan ikan tersebut menjadi beberapa golongan seperti berikut :
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (96 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Ikan Phytophils ialah golongan ikan yang memijahnya pada perairan yang tedapat vegetasi untuk
menempelkan telur yang dikeluarkan. Perairan yang demikian biasanya stagnan atau alirannya kecil.
Sebenarnya kondisi perairan yang demikian kalau dilihat dari segi zat asam yang terlarut, maka keadaanya
bermacam-macam yaitu mulai dari perairan yang kekurangan akan zat asam tadi sehingga yang kadarnya
cukup. Akan tetapi tumbuhan yang ada di dalam perairan tersebut kiranya merupakan suatu syarat yang
diperlukan untuk berlangsungnya pemijahan. Ikan yang termasuk ke dalam golongan ikan pytophils antara
lain Esox lucius, Perca sp., Notemigonus crysoleucas, beberapa ikan yang termasuk ke dalam Famili
Labridae dan Cyprinidae. Di Indonesia yang sudah terkenal sebagai ikan budidaya dan termasuk ke dalam
ikan phytophils adalah ikan mas (Cyprinus carpio). Cara pemijahan ikan mas yang telah dikerjakan oleh
para petani ikan di Indonesia sesuai dengan sifat alami ikan ini, yaitu menggunakan kakaban atau
hamparan ijuk yang dijepit oleh bambu untuk menempelkan telur sebagai pengganti rumput kalau berpijah
di alam bebas. Ikan mas yang dibudidayakan dapat dipijahkan pada umur yang lebih muda, kurang dari
satu tahun, daripada ikan mas yang terdapat di alam bebas. Di daerah bermusim empat ikan mas mulai
berpijah untuk pertama kali pada waktu berumur dua tahun sebagai pemijah awal musim panas.
Ikan Lithopils ialah ikan yang memijahnya memerlukan dasar perairan yang berbatu-batu. Tempat
yang demikian itu sungai yang dasarnya berbatu-batu, danau oligotropik atau pantai laut yang berbatubatu.
Keadaan tempat yang demikian biasanya mempunyai kandungan zat asam terlarut yang cukup untuk
keperluan anak-anaknya kelak. Ikan yang termasuk ke dalam golongan ini antara lain ialah Salmo sp.
(salmon), Salvelinus sp. (trout), Coregonus sp. (cisco), Catostomus sp. (sucker), Stizostedion (walleyes),
dan sebagainya. Telur golongan ikan ini yang biasanya memijah di sungai mempunyai ukuran relatif besar
daripada telur-telur ikan yang berpijah di perairan bebas. Misalnya telur ikan salmon dan trout mempunyai
banyak persediaan makanan yang berguna untuk ikan yang baru menetas selama terbawa arus dimana di
daerah itu kekurangan makanan.
Untuk ikan-ikan yang berpijah dalam perairan dengan dasarnya berpasir, Lagler et al. (1962)
dalam Effendie (1997) menggolongkannya bersama-sama dengan ikan litophils. Sedangkan Nikolsky
(1963) menggolongkan ke dalam golongan tersendiri yang dinamakan ikan psamophils. Ikan ini
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (97 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
berpijahnya dalam perairan yang dasarnya berpasir atau kadang-kadang telur yang dikeluarkan itu ada
yang menempel di akar tumbuh-tumbuhan. Telur golongan ikan ini yang diletakkan di atas pasir banyak
yang terbungkus oleh pasir. Walaupun demikian telur yang telah dibungkus tadi ada dalam kondisi
perairan yang menguntungkan untuk pernapasan. Contoh golongan ikan ini adalah Pseudogobio ribularis
dan Deuterophysa. Juga ikan grunion (Leuresthes tenuis) yang terdapat di California berpijahnya di atas
pantai berpasir pada waktu pasang tinggi yang terjadi sebulan dua kali. Telur hasil pemijahan tertutup oleh
pasir dan tidak berair setelah pasang surut. Pada waktu pasang berikutnya telur tadi akan terairi dan
menetas, kemudian anak-anak ikannya akan terbawa ke tengah bersama air pasang.
Ikan Pelagophils berpijahnya di perairan bebas atau terbuka dimana telur hasil pemijahannya akan
melayang, turun ke bawah atau naik ke atas permukaan. Hal tersebut bergantung kepada berat jenis telur
ikan yang ditentukan oleh kandungan butir minyak di dalam telur dan kebiasaan tempat memijah. Ikanikan
laut banyak yang termasuk ke dalam golongan ikan ini. setelah berpijah ikan-ikan ini tidak
memperhatikan bakal keturunannya dan semua telur ditinggalkan di daerah pemijahan. Walaupun
demikian ikan itu telah melakukan usaha dimana tingkah laku pada waktu pemijahan bertujuan agar semua
telur yang dikeluarkan itu dapat dibuahi.
Ikan-ikan phytophils, lithophils, psamophils dan pelagophils yang telah dikemukakan di atas
adalah ikan yang tidak menjaga keturunannya atau tidak memperhatikan anak-anaknya. Namun ada pula
ikan ovipar yang memperhatikan keturunannya baik dengan membuat sarang sebelum melakukan
pemijahan, dan adapula yang memperhatikan keturunannya itu setelah terjadi pemijahan, yaitu dengan
menyimpan atau melindungi keturunannya pada tempat-tempat tertentu seperti pada tubuh ikan jantan,
betina atau pada tempat lain. Kelompok ikan yang mengadakan perlindungan terhadap keturunannya ini
umumnya mempunyai fekunditas kecil dibandingkan dengan ikan ovipar yang tidak melakukan
perlindungan. Ikan ovipar yang membuat sarang serta memperhatikan keturunannya banyak yang tidak
meninggalkan sarangnya. Sarang tadi ada yang merupakan lingkaran, ada yang merupakan bagian bawah
dari batu atau obyek lainnya dan ada pula yang merupakan lubang dalam tanah. Ada juga sarang yang
terbuat dari busar yang terapung di permukaan dan dijaga oleh induk ikan di sekitarnya. Ikan yang
melindungi keturunannya dengan cara lain ialah dengan meletakkan telur ke bagian tubuh ikan jantan atau
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (98 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
ikan betina. Ikan yang menyimpan telur yang telah dibuahi di dalam mulut terdapat pada ikan mujair
(Oreochromis spp.) dan beberapa spesies ikan yang termasuk kelompok ikan lele misalnya pada ikan Arius
sagor. Demikian juga pada ikan pipa yang menyimpan anak-anaknya pada bagian tubuhnya.
Hal-hal yang berhubungan dengan pemijahan
Perbandingan jenis kelamin dalam pemijahan tiap-tiap spesies ikan berbeda-beda, tetapi
perbandingan tersebut umumnya mendekati satu dengan satu. Banyak didapatkan bahwa ikan pelagophils
memijahnya secara beramai-ramai dalam suatu daerah tertentu. Daerah pemijahan (spawning ground) ikan
herring di Laut Utara bagian selatan yang dikemukakan Cushing (1968) panjangnya antara 2-3 km dan
lebarnya 500 m. Ikan tersebut tiap tahun berpijah di daerah yang sama dan waktunya teratur pula. Di
Indonesia, daerah pemijahan ikan laut ekonomis penting masih banyak yang belum diketahui. Misalnya
lokasi daerah pemijahan ikan lemuru masih belum diketahui. Larva ikan ini sudah bertingkat lanjut
diketemukan pada waktu pertama kali muncul tidak jauh dari Banyuwangi. Tiap-tiap tahun munculnya
anak ikan itu di daerah yang sama. Besar sekali kemungkinannya daerah pemijahan ikan lemuru tidak jauh
dari tempat anak-anak ikan pada waktu pertama kali muncul. Arah dan kecepatan arus serta umur anak
ikan yang pertama muncul itu memegang peranan dalam menentukan lokasi daerah pemijahannya di
daerah permukaan. Sama halnya dengan daerah pemijahan ikan bandeng masih belum diketahui. Tapi
besar sekali kemungkinannya bahwa daerah pemijahannya berada beberapa puluh meter di bawah
permukaan air.
Masa pemijahan tiap-tiap spesies ikan berbeda-beda. Ada pemijahan yang berlangsung dalam
waktu singkat (total spawner = isochronal), tetapi banyak pula dalam waktu yang panjang. Pemijahan
sebagian demi sebagian (partial spawner = heterochronal) pada ikan dapat berlangsung sampai beberapa
hari. Dalam hal demikian, ikan betina biasanya tetap tinggal di daerah pemijahan selama proses pemijahan
belum selesai. Kalau pemijahan sudah selesai, ikan jantan yang tinggal di daerah itu lebih lama dari pada
ikan betina.
Yang bisa menjadi perangsang pemijahan bagi ikan lithophils, psamophils dan phytophils selain
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (99 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
adanya substrat pemijahan seperti batu, pasir dan tumbuhan juga peningkatan atau penurunan suhu dan
datangnya air baru menjadi perangsang alami untuk ikan berpijah kalau ikan itu sudah siap. Di antara
faktor biologi yang memegang peranan di dalam pemijahan yaitu organ untuk penglihatan, pendengaran,
penciuman dan linea lateralis serta kelenjar buntu. Hubbs dan Martin (1965) mengemukakan bahwa ikan
darter (Etheostema lepidum) dapat memijah pada malam dan siang hari. Pemijahan yang dilakukan pada
waktu siang hari terjadi pada ikan yang sama (homospesifik) sedangkan pemijahan yang terjadi pada
malam hari dapat terjadi dengan spesies yang berbeda (heterospesifik) sehingga hal ini dapat
menyebabkan terjadinya hybrid. Pada ikan golongan buta pemijahan dapat berlangsung secara biasa
karena dengan pertolongan penciuman dan organ linea lateralis. Suara yang dikeluarkan ikan pada waktu
terjadi pemijahan selain untuk memanggil lawan sex juga menjadi perangsang untuk berpijah.
Peranan kelenjar buntu secara keseluruhan terhadap reproduksi ikan termasuk pemijahan belum
diketahui benar karena kompleksnya persoalan. Hormon yang mempengaruhi tingkah laku sebelum
berpijah berbeda dengan hormon yang mempengaruhi tingkah laku sesudah berpijah. Perlakuan dengan
hormon hypophysa pada ikan dapat digunakan untuk mempercepat kematangan ikan dari kondisi non
reproduktif akan mempercepat ovulasi.
10.3 Tingkah laku pemijahan
Pada dasarnya, kegiatan reproduksi dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase pra pemijahan, fase
pemijahan dan fase pasca pemijahan. Berdasarkan hal ini maka tingkah laku ikan itu dapat pula dibagi
menjadi tiga yaitu tingkah laku pada fase pra pemijahan, tingkah laku ikan pada fase pemijahan dan
tingkah laku ikan pada fase pasca pemijahan. Tingkah laku reproduksi ini berhubungan erat dengan sifat
ikan itu sendiri. Apakah ikan itu melakukan perlindungan terhadap keturunannya atau tidak. Tingkah laku
ikan yang menjaga keturunannya dapat dikatakan relatif lebih banyak variasinya dari pada ikan ovipar,
terutama tingkah laku pasca pemijahan.
a) Macam-macam tingkah laku ikan pada fase pra pemijahan diantaranya ialah : aktifitas mencari
makan, ruaya, pembuatan sarang, sekresi feromon (pengenalan lawan jenis, mencari pasangan),
gerakan-gerakan rayuan dan lain-lain.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (100 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
b) Tingkah laku ikan pada fase pemijahan diantaranya ialah : Bersamaan dengan pengeluaran
produk seksual ada ikan yang melakukan sentuhan bagian-bagian tubuh, gerakan eksotik dengan
menggetarkan seluruh bagian tubuh, gerakan pembelitan ikan jantan atau ikan betina oleh ikan
jantan, penyimpanan telur oleh ikan jantan atau ikan betina kedalam sarang, gua, bagian pada tubuh,
pada busa, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain.
c) Tingkah laku ikan pada fase pemijahan diantaranya ialah penyempurnaan penutupan sarang,
penjagaan sarang yang berisi telur yang telah dibuahi atau telur yang sedang berkembang, menjauhi
daerah pemijahan dan lain-lain.
Menurut Rahayu (2000) proses pemijahan ikan sebenarnya merupakan suatu reaksi alami yang bersifat
sangat komplek. Cahaya dan suhu merupakan salah satu faktor yang berperan sangat penting terhadap
proses pemijahan. Kualitas air di perairan tersebut juga sangat berperan yaitu pH air. Kontak antara air
dengan tanah yang kering ternyata mampu menghasilkan zat semacam minyak yang disebut dengan
pretikord yang dapat merangsang ikan-ikan untuk berpijah. Selain kualitas air, tersedianya substrat
sepertui rumput atau ijuk juga mempengaruhi terjadinya pemijahan. Terdapatnya ikan jantan juga
memberikan stimuli ikan betina untuk memijah, sebab ikan jantan diketahui dapat mengeluarkan substansi
tertentu yang disebut feromon yang bersifat spesifik. Disamping itu semua pemijahan juga dirangsang
dengan suntikan hormone gonadotropin.
Semua tingkah laku ikan itu merupakan risultante sejumlah rangsangan motoris yaitu rangsangan
eksternal dan rangsangan internal. Rangsangan internal berasal dari sekresi hormon, sedangkan
rangsangan luar berasal dari berbagai macam sumber seperti faktor lingkungan, zat kimia dan lain-lain
yang di mediasikan melalui organ-organ sensori dan visual. Begitu ikan memperlihatkan suatu tindakan
sebenarnya merupakan suatu fenomena yang dinamik, termasuk tingkah laku “hibernasi” dan “aestivasi”
musim panas.
Sistem hormon juga mengatur perkembangan sifat seksual sekunder yang berhubungan erat dengan
interaksi tingkah laku.Ssteroit yang dihasilkan gonad memegang peranan penting dalam sifat seksual
sekunder ini. Hal ini meliputi pewarnaan tubuh dalam pemijahan sebagai daya tarik pasangannya,
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (101 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
persaingan antara ikan-ikan jantan, mempertahankan isolasi reproduksi bentuk-bentuk struktural pada
tubuh yang meliputi timbulnya semacam jerawat di atas kepala pada masa pemijahan, modifiksi sirip
seperti gonopodium ikan famili poeciliidae termasuk sifat seksual pada ikan yang dipengaruhi oleh steroit.
Feromon adalah suatu zat yang diproduksi oleh ikan menyediakan arti penting dalam pengenalan lawan
jenis atau daya tarik. Selain dari feromon itu mempunyai fungsi sebagai zat pemberi peringatan. Dalam
ikan Blenius feromon pada ikan dewasa di sekresikan pada cabang-cabang sirip anal dan sekresi ini di
kontrol oleh gonadotropin. Namun menurut beberapa penulis, feromon itu dikeluarkan bersama dengan
produk seksual yaitu ketika sperma dikeluarkan. Feromon yang dikeluarkan oleh ikan betina dapat
menarik dan merangsang ikan jantan. Juga feromon pada ikan betina di bawah pengaruh hormon dari
gonat pada waktu ovulasi yang dikeluarkan sesaat dan selama pemijahan. Dengan demikian feromon yang
dibawa pengaruh hormon itu baik yang di sekresikan oleh ikan jantan atau oleh ikan betina mempunyai
peranan dalam tingkah laku pemijahan.
Tingkah laku ikan jantan ovivar pada fase pra pemijahan pada umumnya tidak banyak variasinya.
Diantaranya tingkah laku yang sangat menonjol pada ikan katadrom dan anadrom adalah ruaya pemijahan
dan pencarian daerah pemijahan yang sangat menguntungkan. Ikan salmon yang melakukan ruaya
anadrom sesudah samapai di tempat pemijahan, Ikan jantan akan mencari daerah pemijahan yang paling
baik dan membuat sarang untuk tempat berpijah Sarang ini dan teritorial di sekitarnya akan di
dipertahankan oleh ikan jantan sekuat tenaga. Oleh karena itu dlam mempertahankan teritorialnya sering
terjadi perkelahian mati-matian dengan ikan jantan lainnya yang menginginkan daerah yang sama. Ikan
yang kalah akan mencari dan membuat sarang di tempat lain yang jurang menguntungkan untuk kehidupan
keturunannya. Sifat mempertahankan teriorial pada ikan ini antara lain berhubungan dengan kontrol
populasi, seleksi, tempat yang baik untuk pemijahan dan reduksi perkelahian. Sifat mempertahankan
teritorial pada ikan jantan umumnya sangat nyata pada waktu musim pemijahan, terutama pada spesies
ikan yang membuat sarang. Ikan penguasa teritorial pada waktu musim pemijahan berwarna cerah dan
memperlihatkan sifat seksual sekunder lainnya dan akan cepat bereaksi pada ikan yang datang mendekat
ke daerah yang ada sarang buatannya, atau lebih agresif lagi apabila dalam sarang tadi sudah ada ikan
betina yang menjadi pilihannya.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (102 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Berkumpul dan bergeraknya sejumlah ikan pada suatu saat pada masa satu tahun merupakan tingkah laku
yang nyata dari daur reproduksi. Umumnya ruaya pemijahan bertepatan dengan akan mematangnya gonad
sehingga apabila ikan sampai di daerah pemijahan gonadnya telah matang benar dan siap untuk berpijah.
Rangsangan lingkungan akan mempengaruhi kesiapan seksual dan dicurigai mempengaruhi tingkah laku
ruaya secara langsung atau tidak langsung melalui tahapan perjalanan endokrin. Rangsangan lingkungan
itu misalnya penambahan sinar cahaya matahari bagi ikan yang biasa memijah pada musim gugur akan
mempercepat terjadinya pemijahan pula.
Beberapa faktor lingkungan sebagai tanda-tanda yang potensial dapat dirasakan oleh ikan, sebagian atau
seluruhnya dipakai dalam orientasi atau ruaya. Pergerakan air, pasang surut, larutan dalam air, suhu,
bidang magnetik bumi, suara dan konfigurasi pinggir air atau dasar perairan mungkin terlihat dalam
perangsangan dan menjadi petunjuk bagi ruaya ikan. Tingkah laku reaksi terhadap rangsangan ini dalam
beberapa hal mungkin sederhana. Kenyataannya beberapa spesies yang beruaya terlibat dalam satu seri
reaksi yang komplek terhadap bentuk lingkungan. Pada ikan yang melakukan “pulang kandang” yang
mempunyai dasar dari reaksi tesebut sebenarnya telah diletakkan oleh ikan itu pada waktu berumur ±7
hari. Keterangan mengenai pandangan, pembauan, perasaan, derajat azimuth, hubungan bidang magnetik
sebenarnya telah ditanamkan pada ikan waktu masih muda pada sistem saraf ikan sehingga hal-hal tersebut
dapat di ingat kembali dengan tanda-tanda dari sistem endokrin.
Pertanyaan Kunci :
1. Jelaskan pola pemijahan ikan berdasarkan tahap-tahap kematangan telur!
2. Jelaskan macam-macam habitat yang digunakan ikan untuk tempat berpijah!
Daftar Pustaka :
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (103 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey.
Rahayu, S.E. 2000. Pengaruh Stimuli Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Jantan Terhadap perkembangan
Ovarium Melalui Indera Sensori (Mata, Hidung dan Kulit). Disertasi. Program Pascasarjana Universitas
Airlangga Surabaya.
BAB XI
KONSERVASI
Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor penyebab penurunan populasi ikan
2. Mahasiswa mampu mendeskripsikan upaya pelestarian ikan
Salah satu masalah besar yang dihadapi para ikhtiologis, biologis ikan dan siapa saja yang tertarik pada
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (104 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
ikan atau dunia perikanan adalah masalah konservasi. Hal ini diakibatkan antara lain kegiatan-kegiatan
yang dilakukan manusia sehingga dapat mengubah populasi ikan misalnya peningkatan eksploitasi
terhadap populasi ikan, pembuangan limbah ke perairan laut dan perairan tawar, perubahan kondisi udara
dan daratan yang berhubungan langsung dengan perairan. Beberapa spesies kadangkala menunjukkan
semakin melimpah, sebaliknya banyak spesies ikan yang mengalami penurunan jumlah populasi secara
drastis, sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman. Oleh karena itu, bab ini akan menguraikan
beberapa hal mengenai i) penyebab kerusakan, ii) alasan-alasan untuk konservasi ikan sebagai
sumberdaya terbaharui dan sumberdaya tak terbaharui.
11.1 Penyebab kerusakan / penurunan populasi
Lingkungan akuatik relatif berubah secara konstan, tidak dipengaruhi oleh manusia. Kelimpahan spesies
ikan di alam menunjukkan kondisi yang fluktuatif akibat adanya respon terhadap lingkungan. Namun,
manusia seringkali memberikan tekanan-tekanan terhadap keberadaan populasi ikan di berbagai
lingkungan perairan, sehingga dapat menyebabkan meningkatnya kematian populasi ikan. Beberapa hal
yang menyebabkan gangguan terhadap keberadaan ikan akibat aktivitas manusia antara lain : eksploitasi,
penggundulan hutan, introduksi spesies, dan pencemaran.
Eksploitasi merupakan penyebab utama perubahan populasi dan komunitas ikan di perairan. Penurunan
stok berbagai jenis ikan secara jelas disebabkan oleh eksploitasi yang berlebihan. Hal ini menunjukkan
bahwa kita telah melampaui jumlah maksimum ikan-ikan yang dapat diambil dari perairan, namun juga
dikarenakan kesalahan pengelolaan terhadap perikanan. Tanda-tanda “overfishing” biasanya terlihat pada
menurunnya ukuran rata-rata ikan dan untuk mengambil ikan-ikan dalam jumlah yang sama diperlukan
upaya lebih besar. Salah satu contoh adanya “overfishing” yaitu perburuan ikan paus. Penangkapan paus
secara besar-besaran dimulai di Atlantik Utara pada abad ke-16. Cara yang digunakan masih sederhana
yaitu mendatangi tempat-tempat persembunyian dari hampir semua jenis paus yang ada. Pada tahun 1900-
an dengan adanya kapal-kapal penjelajah dan dilengkapi bahan peledak, dalam waktu singkat stok paus
menurun drastis. Paus merupakan mamalia air yang berdarah panas yang berumur panjang dan mempunyai
laja perkembangbiakan yang sangat lambat. Hal ini dapat diartikan bahwa sekali populasinya berkurang,
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (105 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
paus sangat lambat membangun kembali jumlah anggota dan sangat dimungkinkan menjadi punah.
Penggundulan hutan merupakan ancaman yang serius bagi ikan dan habitatnya. Empat alasan yang
mendukung pernyataan ini yaitu:
a) Banyak jenis organisme yang menggantungkan hidupnya pada bahan yang berasal dari binatang
dan tumbuhan yang jatuh ke dalam air serta dari vegetasi yang menggantung di atas air baik secara
langsung maupun tidak langsung. Bahan-bahan tersebut membentuk detritus yang merupakan bahan
pokok rantai makanan bagi banyak invertebrada maupun ikan.
b) Berkurangnya naungan menyebabkan kenaikan suhu perairan yang berkibat menurunnya
konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu makan tingkat metabolismo pada ikan
akan meningkat dan kebutuhan oksigen juga meningkat tetapi kemampuan hemoglobin untuk
mengikat oksigen berkurang. Pengaruh ini menjadi lebih buruk karena untuk melakukan proses
dekomposisi bahan organik diperlukan banyak oksigen. Sepanjang malam tumbuhan air tidak
melakukan fotosintesa dan konsentrasi oksigen dapat menurun secara drastis, mungkin sampai
mencapai batas minimum yang dibutuhkan oleh jenis ikan tertentu. Barangkali hal ini yang
menyebabkan kematian massal ikan-ikan di daerah yang terjadi penggundulan hutan besar-besaran
di Taman Nasional Way Kambas. Lampung tahun 1984. persitiwa tersebut terjadi pada musim
kemarau pada saat kepadatan ikan di perairan tinggi. Pada petang hari, beberapa ikan terlihat sulit
bernafas di permukaan air tetapi keesokan harinya ratusan ikan mati terapung di atas air sepanjang
kira-kira 1 km (Santiapillai & suprahman, 1984 dalam Kottelat et al., 1993)
c) Meningkatnya kekeruhan karena endapan yang menumpuk, yang berasal dari tanah yang
terhanyut dapat menyebabkan pengumpulan lumpur dan garam besi dalam insang dan
mengakibatkan kematian. Ketika air mengalir lambat maka lumpur akan terhenti dan mengendap di
dasar sungai dan mendesak alga dan organismo lain serta menyebabkan pendangkalan
danpenyempitan sungai.
d) Hutan terutama hutan-hutan yang tergenang air menciptakan habitat yang beragam dan bersifat
heterogen yang tercermin dari keanekaragaman hayatinya.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (106 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Introduksi spesies. Pada beberapa kasus, introduksi tidak bersifat membahayakan dan pengaruhnya hanya
sedikit terhadap komunitas ikan asli. Namun, menurut pengalaman yang dilakukan di seluruh dunia,
introduksi seringkali bersifat sangat merugikan (Welcomme, 1988 & D. Millar, 1989 dalam Kottelat et al.
1993). Dampak yang ditimbulkan dapat berupa penurunan kualitas lingkungan induk semang, penurunan
sifat-sifat genetika asli, masuknya penyakit dan parasit serta kesulitan sosial ekonomi bagi nelayan di
daerah sekitarnya. Resiko yang paling berat misalnya jenis yang diintroduksikan dapat berkembang biak
dengan cepat dan bersaing dengan jenis yang sudah ada, misal introduksi ikan mujair (Oreochromis
mossambica) yang kurang disukai dan bersifat predator. Pengaruh introduksi ikan-ikan di perairan
Indonesia belum diteliti secara mendalam namun, tampaknya berpengaruh negatif terhadap komunitas ikan
asli. Beberapa ikan asli dari danau Lindu dan danau Poso di Sulawesi Tengah diperkirakan musnah karena
introduksi ikan Channa striata dan Oreochromis sp. (Whitten, et al., 1987 dalam Kottelat, et al., 1993).
Kottelat et al. (1993) juga melaporkan bahwa ikan-ikan asli yang tertangkap di danau Poso selalu terdapat
parasit yang menempel pada sirip-siripnya, leher atau mata dan banyak ikan-ikan yang luka ditubuhnya
akibat ditumbuhi jamur. Hal ini menyebabkan penurunan ikan-ikan asli akibat adanya penyakit dan parasit
yang terbawa bersama ikan introduksi.
Pencemaran. Pelepasan bahan-bahan kimia beracun ke perairan dapat menyebabkan terbunuhnya
organisme secara besar-besar di perairan sungai, bahkan di danau dan estuari. Bentuk pencemaran utama
di sungai dan danau adalah limbah organik yang berasal dri rumah tangga dan saluran pembuangan serta
dari industri pulp, pupuk, penghasil tekstil, kulit dan pengolahan gula. Sumber-sumber pencemar tersebut
menghasilkan air dengan keasaman rendah, membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah tinggi dan keruh.
Banyaknya bahan organik yang harus dihancurkan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut akan turun
secara drastis. Penurunan ini menyebabkan kematian ikan dan hanya ikan-ikan yang bernafas dengan
oksigen dari udara saja yang dapat hidup sepirti ikan seribu (Poecilia reticulata) karena ikan tersebut dapat
memanfaatkan lapisan air yang kaya oksigen.tidak hanya bahan organik saja yang menyebabkan
pengurangan jumlah oksigen terlarut, tetapi hasil proses dekomposisi yang menghasilkan senyawasenyawa
amoniak, nitrat dan fosfor juga menyebabkan pengurangan jumlah oksigen. Senyawa-senyawa
tersebut terdapat secara alami di perairan dan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, tetapi bila
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (107 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
jumlahnya besar akan memperkaya air secara berlebihan.
Selain bahan pencemar organik juga terdapat polutan anorganik yang merupakan hasil dari proses industri
yang bersifat racun, misalnya bahan pemutih, pewarna dan logam-logam berat (misal Cd, Hg, Cr, Cu, Zn)
serta penggunaan pestisida dan herbisida yang oleh petani.. Beberapa logam berat berakumulasi dalam
daging ikan walaupun tidak mematikan, namun apabila ikan tersebut dikonsumsi oleh ikan atau binatang
lain bahkan manusia maka kadar racun dalam tubuh akan meningkat sehingga mengakibatkan kematian.
Menasveta (1985) dalam Kottelat et al. (1993) mengemukakan pengaruh jangka panjang dan perubahan
dalam proses perkembangbiakan akibat adanya bahan pencemar sulit sekali dipantau. Demikian pula
adanya peningkatan keanekaragaman bentuk-bentuk pencemaran yang mungkin salah satunya akan
mematikan proses dekomposisi karena kemampuan air untuk pulih diri berkurang, begitu juga kemampuan
untuk mencegah akibat-akibat yang ditimbulkan oleh polutan-polutan lainnya. Jenis polutan tertentu
mungkin tidak bersifat mematikan bagi ikan tetapi akan menyebabkan stres sehingga ikan tidak mampu
bertahan dari serangan penyakit.
11.2 Pengelolaan dan pengamanan
Di Indonesia, banyak kawasan konservasi telah ditetapkan secara resmi karena kekayaan akan mamalia,
burung atau vegetasi yang khas, tetapi belum banyak kawasan konservasi yang khusus diusulkan untuk
melindungi fauna air. Oleh karena itu perlu adanya kawasan konservasi berupa danau, sungai, daerah
pasang surut dan lain-lain untuk tujuan konservasi bagi kehidupan ikan. Banyak jenis-jenis ikan yang
termasuk dalam daftar merah jenis Terancam punah yang diterbitkan oleh IUCN tahun 1990 yaitu
sebanyak 29 jenis ikan dari Indonesia. Dua jenis ikan diantaranya yaitu Arwana scleropages dan
Balantiocheilos melanopterus merupakan sasaran perdagangan ikan nasional dan internasional. Jenis-jenis
ikan lainnya yang termasuk dalam kategori terancam punah tersebut yaitu : Barbodes belinka, B.
platysoma, B. sunieri, Crossocheilus gnathopogon, C. langei, Labeo pietschmanni, Leptobarbus hosii, L.
melanotaenia, Lobocheilos lehat, semua Neolissochilus, Poropuntius huguenini, P. tawarensis, Puntis
aphya, P dorsimaculatus, P. microps, Rasbora baliensis, R. bunguranensis, R. chrysotaenia, R. hengeli, R.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (108 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
leptosoma, R. tawarensis, Schismatorhynchos heterorhynchos, semua Tor, Homaloptera ripleyi, H.
vanderbilti, Nemacheilus longipinnis, Botia macracanthus, Leicassis breviceps, L. inornatus, L. moeschi,
L. rugosus, L saravacensis, L. vaillanti, Kryptopterus lumholtzi, Ompok borneensis, O. weberi,
Helicophagus typus, Encheloclarias tapeinopterus, Akysis macronema, semua Nomorhamphuts,
Doryichthys dasyrhynchus, Phenablennius heyligeri, Redigobius amblyrhynchus, Pseudogobiopsis
neglectus, Bentta rubra, B. patoti, Channa bankanensis, C. cyanospilos, dan Tetraodon waandersii
(Kottelat, et al., 1993).
Beberapa langkah yang harus segera dilakukan dalam rangka konservasi ikan menurut Moyle & Cech
(1988) antara lain :
a) Pendataan atau inventarisasi jenis-jenis ikan yang menjadi prioritas di beberapa lokasi
konservasi. Keberhasilaln pengelolaan tergantung pengetahuan mengenai jenis-jenis apa yang
didapatkan di lokasi, kebutuhan habitat utama jenis-jenis ikan tersebut, dan bagaimana interaksi
dengan spesies lain.
b) Monitoring yang kontinyu oleh para ahli untuk mengetahui status habitat, komunitas dan spesies.
c) Penelitian diperlukan untuk mengetahui bagaimana jenis-jenis ikan tersebut dapat dikelola lebih
efektif .
d) Pengelolaan komunitas dan habitat ikan sebagai suatu strategi pengelolaan multispesies harus
segera dilakukan. Hal ini tidak hanya dapat meningkatkan produksi total ikan tetapi sekaligus dapat
digunakan untuk konservasi ikan-ikan nonsumberdaya berkaitan dengan interaksi tiap-tiap
komunitas yang ada.
Pertanyaan Kunci :
1. Jelaskan faktor-faktor penyebab kerusakan dan penurunan populasi ikan!
2. Bagaimana upaya pengelolaan yang harus dilakukan bila terjadi penurunan populasi ikan di suatu
habitat?
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (109 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Tugas / Bahan diskusi :
Diskusikanlah upaya konservasi terumbu karang sebagai habitat ikan-ikan karang di suatu lokasi wisata
terhadap kerusakan akibat aktivitas manusia!
Daftar Pustaka :
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh Water Fishes of Western
Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Jakarta.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey.
Sale, P.F. 2002. Coral Reef Fishes. Dynamics and Diversity in a Complex Ecosystem. Academic Press,
New York.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Penerbit
PT. Gramedia Pustaka alam, Jakarta.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (110 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
DAFTAR PUSTAKA
Aquatic Biodiversity. The Wonderful World of Fish. 2005.
http://science.kennesaw.edu/~bensign/aqbio/lnotes/Fish/Fish.html [18–11–2006] Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.
Hadiaty, R.K. 2000. Beberapa Catatan Tentang Aspek Pertumbuhan, Makan dan Reproduksi Ikan Nilem
Paitan (Osteochilus jeruk Hadiaty & Siebert, 1998). Berita Biologi 2: 151-156.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh Water Fishes of Western
Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Jakarta.
Lalli, C.M. & Parson. 1993. Biological Oceanography: An Introduction. Pergamon Press, Columbia.
Lerman, M. 1986. Marine Biology. Environment, Diversity, and Ecology. The Benjamin/Cummings
Publishing Company, Inc. California.
Merta, S.I.G., Suwarso, Wasilun, K. Wargiyo, E.S. Girsang & Suprapto. 1999. Status Populasi dan
Bioekologi Ikan Terubuk Tenualosa macrura (Clupeidae) di Propinsi Riau. Jurnal Penelitian Perikanan
Laut. Vol. V, 3: 15-28.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second Edition. Prentice Hall,
New Jersey
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Reinthal, P & J. Stegen. 2005. Ichthyology.
http://eebweb.arizona.edu/courses/ecol482_582/Lecture120056.
pdf [18-11-2006] Sale, P.F. 2002. Coral Reef Fishes. Dynamics and Diversity in a Complex Ecosystem. Academic Press,
New York.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Penerbit
PT. Gramedia Pustaka Alam, Jakarta.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (111 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM
I
Zairin, M. Jr., K. Sumantadinata, & H. Arfah. 1996. Perkembangan Gonad Ikan Balashark
(Balantiochelius melanopterus Blkr.) di dalam Wadah Budidaya. Biosfera 5: 46 – 55.
file:///D|/E-Learning/Iktologi/Textbook/Iktiologi%20(buku%20ajar).htm (112 of 112)5/8/2007 2:55:10 PM