BUDIDAYA KEPITING SANGKAK (LUNAK) DI LAMJABAT, BANDA ACEH

BUDIDAYA KEPITING SANGKAK (LUNAK) DI LAMJABAT, BANDA ACEH

Diusulkan Oleh :
NOVITA SARI
0908106010010

KARYA TULIS ILMIAH
JUDUL TOPIK: KETAHANAN PANGAN

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
KOORDINATORAT KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH, 2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya kelautan dan perikanan merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Adanya beberapa penyakit yang menyerang tambak-tambak udang membuat ekspor udang ditolak ke luar negeri. Akibatnya beberapa petambak mulai membudidayakan kepiting. Permintaan konsumen terhadap kepiting terus meningkat baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri membuat kepiting menjadi salah satu komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Seiring perkembangan teknologi yang semakin canggih, saat ini telah berkembangnya teknologi budidaya kepiting lunak (sangkak). Kepiting lunak atau soka adalah kepiting yang memiliki cangkang (karapas) lunak. Saat ini trend makanan di Aceh sedang digalakkan untuk mengkonsumsi kepiting lunak. Budidaya kepiting lunak merupakan jenis budidaya perikanan yang sesuai dengan kondisi perikanan di Aceh yang banyak terdapat tambak namun tidak dipergunakan.
Budidaya kepiting lunak ini masih baru di Aceh, salah satu daerah yang telah menerapkan teknik budidaya kepiting lunak di Aceh adalah Gampong Lamjabat, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh. Puluhan warga Gampong Lamjabat ini telah bersama-sama membangun pusat layanan informasi kepiting sangkak yang merupakan salah satu budidaya warga setempat. Untuk wilayah aceh harga kepiting lunak berkisar antara Rp 55,000 sampai dengan Rp 65,000/kg, kepiting lunak (segar atau beku) bisa dijual ke pasar lokal, rumah makan, Medan, dan Jakarta dengan harga jual yang lebih tinggi.
Selain di desa Lamjabat, budidaya kepiting lunak ini juga sudah mulai dikembangkan di desa Pusong, Sigli. Berbeda dengan budidaya kepiting lunak di Lamjabat, di Pusong wadah budidayanya masih menggunakan takir yang terbuat dari bilah bambu. Pemiliknya mengaku banyak kepitingnya yang lolos dari takir sehingga beliau berniat untuk menggantinya dengan keranjang (basket) apabila modalnya telah mencukupi. Usaha ini baru berjalan selama kurang lebih 1 bulan dengan modal awal Rp.100.000.000,-.
Jenis kepiting yang umum dibudidayakan untuk produksi kepiting lunak adalah spesies kepiting bakau (Scylla serrata). Kepiting bakau (Scylla serrata) adalah spesies kepiting yang dominan di Indonesia. Diperkirakan sekitar 80% dari total kepiting bakau di darat adalah dari spesies Scylla serrata (Cholik dan Hanafi, 1991). Kepiting bakau merupakan salah satu alternatif yang bisa dipilih untuk dibudidayakan karena mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan salah satu jenis golongan crustaceae yang mengandung protein hewani cukup tinggi, hidup di perairan pantai dan muara sungai, terutama yang ditumbuhi oleh pohon bakau dengan dasar perairan berlumpur (Mossa et al, 1995).

1.2 Perumusan Masalah
Semenjak menurunnya hasil produksi udang akibat serangan penyakit yang belum dapat diatasi dengan baik, masyarakat pecinta makanan laut (seafood) mulai beralih kepada kepiting yang memiliki cita rasa yang lezat. Meningkatnya permintaan masyarakat akan kepiting ini mengakibatkan berkurangnya jumlah kepiting di alam atau dengan kata lain ketersediaan kepiting dari hasil tangkapan alam semakin terbatas. Mulanya beberapa petambak sudah mulai melakukan usaha pembenihan kepiting, tapi tingkat kelulushidupan benihnya relative rendah. Kemudian para petambak mulai melakukan usaha pembesaran kepiting.
Selama ini masyarakat yang ingin mengonsumsi kepiting seringkali direpotkan dengan cangkangnya yang keras. Pemilihan kepiting berukuran besarpun seringkali mengecewakan konsumen karena setelah dibuka ternyata cangkangnya saja yang besar namun dagingnya hanya sedikit. Namun, dengan adanya teknologi budidaya kepiting sangkak ini diharapkan tidak ada lagi keengganan dan kekecewaan masyarakat dalam mengonsumsinya.
1.3 Manfaat dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan karya tulis budidaya kepiting sangkak ini adalah:
1. Mempelajari dan memperkenalkan teknik budidaya kepiting sangkak kepada masyarakat.
2. Menjadi pengetahuan awal bagi petambak yang mempunyai keinginan untuk membudidayakan kepiting sangkak.
3. Mengaplikasikan cara berbudidaya yang ramah lingkungan sehingga budidaya yang dilakukan terhindar dari ancaman penyakit yang dapat merugikan petambak kepiting.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Kepiting Bakau
Menurut Kanna (2002) kepiting bakau mempunyai beberapa spesies antara lain Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla oceanic dengan klasifikasi sebagai berikut :
Phyllum : Arthropoda
Class : Crustacea
Ordo : Decapoda
Family : Portunidae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla sp.

Gambar 1: Kepiting Bakau (Afrianto dan Liviawaty,1992)

2.2 Morfologi Kepiting Bakau
Kepiting bakau (Scylla sp.) memiliki ukuran lebar karapas lebih besar daripada ukuran panjang tubuhnya dan permukaanya agak licin. Pada dahi antara sepasang matanya terdapat enam buah duri dan disamping kanan dan kirinya masing-masing terdapat sembilan buah duri. Kepiting bakau jantan memiliki sepasang capit yang dapat mencapai panjang hampir dua kali lipat daripada panjang karapasnya, sedangkan kepiting bakau betina relatif lebih pendek. Selain itu, kepiting bakau juga mempunyai 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting bakau berjenis kelamin jantan ditandai dengan abdomen bagian bawah berbentuk segitiga meruncing, sedangkan pada kepiting bakau betina melebar (Kanna, 2006).
Menurut Prianto (2007), walaupun kepiting mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam tetapi seluruhnya mempunyai kesamaan pada bentuk tubuh. Seluruh kepiting mempunyai chelipeds dan empat pasang kaki jalan (Gambar 1 dan 2). Pada bagian kaki juga dilengkapi dengan kuku dan sepasang penjepit, chelipeds terletak di depan kaki pertama dan setiap jenis kepiting memiliki struktur chelipeds yang berbeda-beda. Di samping itu, tubuh kepiting juga ditutupi dengan Carapace. Carapace merupakan kulit yang keras atau dengan istilah lain exoskeleton (kulit luar) berfungsi untuk melindungi organ dalam bagian kepala, badan dan insang.
Morfologi kepiting bakau dapat dilihat pada gambar 2 dan 3 di bawah ini:

Gambar 2. Tubuh bagian dorsal kepiting dewasa (Sumber: Quinitio & Parado, 2003).

Gambar 3. Tubuh bagian ventral kepiting dewasa (Sumber: www.portofpeninsula.org, 1997).
Capit pada jantan dewasa lebih panjang dari pada Capit betina (Nontji, 2002). Disamping morfologi sapit, kepiting jantan dan betina dapat dibedakan juga berdasarkan ukuran abdomen, dimana abdomen jantan lebih sempit dari pada abdomen betina (Gambar 4).

Gambar 4. perbedaan morfologi kepiting jantan dengan kepiting betina (Sumber: www.zonaikan.wordpress.com, 2010)
2.3 Habitat Kepiting Bakau
Kepiting banyak ditemukan di daerah hutan bakau, sehingga di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan kepiting bakau (mangove crab) (Gufron dan H. Kordi, 2000). Kepiting mangrove seperti Scylla serrata (Mud Crab) merupakan hewan yang hidup di wilayah estuaria dengan didukung oleh vegetasi mangrove. Hewan ini merupakan hewan omnivora dan kanibal, memakan kepiting lainnya, kerang dan bangkai ikan. Kepiting ini dapat tumbuh sampai ukuran 25 cm atau dengan berat mencapai 2 kg, dimana kepiting betina ukurannya lebih besar dari yang jantan (DPI & F, 2003).
Kepiting bakau dalam menjalani hidupnya beruaya dari perairan pantai ke perairan laut, kemudian induk dan anak-anaknya berusaha kembali ke perairan pantai, muara, sungai, atau daerah hutan mangrove untuk berlindung, mencari makan dan membesarkan diri (Karsy, 1996). Kepiting bakau termasuk golongan hewan nocturnal, karena kepiting beraktivitas pada malam hari. Kepiting ini bergerak sepanjang malam untuk mencari pakan bahkan dalam semalam kepiting ini mampu bergerak mencapai 219 – 910 meter (Mossa, et al. 1995).

2.4 Daur Hidup Kepiting Bakau
Kepiting bakau yang telah siap melakukan pekawinan akan memasuki hutan bakau dan tambak. Setelah perkawinan berlangsung kepiting betina secara perlahan-perlahan akan beruaya di perairan bakau, tambak, ke tepi pantai, dan selanjutnya ke tengah laut untuk melakukan pemijahan. Kepiting jantan yang telah melakukan perkawinan atau telah dewasa berada diperairan bakau, tambak, di sela-sela bakau, atau paling jauh di sekitar perairan pantai yaitu pada bagian-bagian yang berlumpur, dan ketersediaan pakan yang berlimpah (Kasry. 1996).
Menurut Boer (1993), setelah telur menetas, maka masuk pada stadia larva, dimulai pada zoea 1 (satu) yang terus menerus berganti kulit sebanyak 5 (lima) kali, sambil terbawa arus ke perairan pantai sampai pada zoea 5 (lima). Kemudian kepiting tersebut berganti kulit lagi menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa, tetapi masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat megalopa ini, kepiting mulai beruaya pada dasar perairan lumpur menuju perairan pantai. Kemudian pada saat dewasa kepiting beruaya ke perairan berhutan bakau untuk kembali melangsungkan perkawinan.
Telur

Pembuahan Larva Zoea

Kepiting Dewasa Megalops

Kepiting Muda
Gambar 5. Siklus hidup kepiting bakau (sumber: www.zonaikan.wordpress.com, 2010)

2.5 Peluang Usaha
Kepiting lunak dari jenis kepiting bakau mempunyai nilai ekonomis yang tinggi baik di pasar dalam negeri maupun di pasar luar negeri. Sementara benih kepiting bakau masih mengandalkan pasokan dari alam karena teknologi pembenihan kepiting belum dikuasai dengan baik. Dari segi produksi, kepiting lunak memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan kepiting biasa (kepiting dengan karapaks keras) pada ukuran yang sama. Oleh sebab itu, produksi kepiting lunak cukup menjanjikan. Nilai ekonomis kepiting yang terus meningkat merangsang para petambak untuk membudidayakannya di tambak. Hal ini terbukti dengan meningkatnya ekspor kepiting dari Sulawesi Selatan dari tahun ke tehun. Ekspor kepiting dari Sulawesi Selatan sebesar 5.200 kg pada tahun 1989 meningkat menjadi 1.567.527 kg pada tahun 1994. konsumen kepiting tertinggi di dunia adalah Amerika Serikat yang mencapai 55% dari total kepiting dunia dengan peningkatan rata-rata 10,4 per tahun (Departemen Perdagangan, 1990).
Saat ini kepiting lunak sangat mudah ditemukan di pasar-pasar atau supermarket. Kepiting ini juga disajikan dalam beragam masakan di beberapa rumah makan atau restoran. Daging kepiting bukan hanya lezat tapi juga menyehatkan. Menurut Syarifuddin (2011), Kepiting merupakan nutrisi yang sangat baik untuk kesehatan tubuh kita. Kepiting kaya akan natrium, kalium, fosfor , magnesium dan sejumlah zat besi, seng, tembaga, mangan dan selenium. Beberapa vitamin juga terkandung dalam kepiting, antara lain vitamin A, C, B6, thiamin, riboflavin, niasin dan asam pantotenat, folat dan vitamin B12. Mengkonsumsi kepiting sangat baik untuk kesehatan kita. Kepiting merupakan sumber protein yang tinggi. Kandungan protein dalam kepiting bermanfaat untuk menjaga kesehatan otot. Kepiting juga baik untuk kesehatan mata kita karena adanya kandungan vitamin A di dalamnya.

BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Metodelogi
Data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini berupa data primer yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan (Desa Lamjabat), wawancara dengan petambak budidaya kepiting lunak, dan data sekunder di peroleh dari laporan penelitian, buku-buku jurnal dan internet. Pokok bahasan yang dibahas dalam karya ilmiah ini meliputi:
1. Keungggulan kepiting sangkak dan kandungan gizinya
2. Pengenalan teknik budidaya kepiting sangkak
3.2 Metode analisa dan pemecahan masalah
1. Diskusi
2. Komparasi
3. Analisa mendalam

BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS

4.1 Teknik Budidaya Kepiting Lunak (Sangkak)
4.1.1 Persiapan Lahan
a. Persiapan Tambak
Tambak air payau yang akan di gunakan untuk budidaya kepiting lunak ini terlebih dahulu harus dikeringkan, dibersihkan, dan ditaburkan kapur untuk menjaga kestabilan pH tanah.
b. Persiapan Keramba
Bentuk keramba yang umum di pakai ada 2 model yaitu :
• Takir, yaitu wadah pemeliharaan yang terbuat dari bilah bambu yang tersusun diselang-seling sehingga terbentuk kotak-kotak kecil. Setiap takir dilengkapi dengan pelampung dari botol plastik bekas. Takir ini memiliki daya tahan sampai 1 tahun, biasanya digunakan oleh pembudidaya kepiting pemula dengan modal seadanya. Namun, kelemahan dari media budidaya takir ini adalah: capit kepiting dengan mudah dapat mengoyakkan jaring/benang pada takir sehingga banyak kepiting yang mampu meloloskan diri, selain itu apabila terdapat beberapa kepiting yang mati dan tidak segera dipindahkan maka akan menyebabkan kualitas air menurun sehingga mengancam kelangsungan hidup pada kepiting-kepiting yang lainnya.

Gambar 6. Konstruksi takir
• Keranjang (Basket)
Penggunaan basket untuk budidaya kepiting jauh lebih aman karena wadah pemeliharaan kepiting yang berbentuk kotak hitam ini berbahan plastik sehingga kepiting tidak akan lolos. Keranjang ini memiliki daya tahan 10 tahun. Untuk mempercepat proses moulting kepiting lebih menyukai warna gelap sehingga warna pada basket juga mempengaruhi cepat lambatnya terjadi proses moulting.

Gambar 7. Konstruksi Keranjang (Basket)
4.1.2 Persiapan Bibit
Bibit kepiting berasal dari Panton Labu dengan ukuran 60–120 gram. Cangkang keras berisi, berwarna cerah dan bentuk tubuh sempurna (tidak cacat). Bibit yang digunakan untuk budidaya ini yaitu kepiting jantan, karena kepiting betina agak lambat melakukan moulting sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk menghasilkan kepiting lunak. Menurut pemilik usaha budidaya kepiting sangkak di Lamjabat, waktu yang dipilih untuk mulai memasukan bibit kepiting ke dalam keramba sebaiknya berpedoman pada penanggalan hijriah. Tanggal yang baik untuk memasukan bibit adalah tanggal 8-13 dan tanggal 22-27 pada setiap bulan hijriah atau pada saat kondisi bulan terang.
4.1.3 Pemberian Pakan
Selama pemeliharaan dalam keramba, kepiting diberi makanan secara teratur 2 kali sehari. Pakan kepiting bisa berupa daging, keong darat, keong mas, siput laut, atau ikan rucah. Yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan adalah kondisi pakan harus dalam keadaan segar. Pemberian pakan untuk kepiting lunak ini sebanyak 2/3 dari bobot badan.
4.1.4 Pemotongan Kaki Kepiting dan Proses Moulting
Pemotongan kaki kepiting bertujuan untuk merangsang pertumbuhan organ yang baru dan mempercepat terjadinya moulting akibat stress ketika kakinya dipotong. Sebelum dilakukan pemotongan kaki terlebih dahulu kepiting disiram dngan air asin untuk mempermudah pelepasan pangkal capit dan pangkal kaki secara utuh dan sempurna tanpa merusak morfologi tubuh kepiting. Proses pemotongan dilakukan secara manual menggunakan gunting, pemotongan kaki dilakakukan pada ujung kaki jalan dan secara otomatis pangkal kaki jalannya akan patah sendiri. Umumnya kepiting mulai moulting setelah 17 hari, puncaknya pada 21 s/d 23 hari, sedangkan pada 24 hari ke atas biasanya untuk sisa-sisa kepiting yang belum moulting. Kepiting yang sudah moulting harus segera dikeluarkan dari keramba dan dipindahkan ke wadah yang berisi air tawar selama 1 jam. Hal ini dilakukan karena dalam air asin kulit kepiting akan kembali keras secara perlahan dalam rentang waktu 4-6 jam.

Gambar 7. Kepiting yang sudah moulting (melepaskan cangkangnya)
4.1.5 Pengecekan/Pengontrolan
Pengecekan/ Pengontrolan merupakan kegiatan rutin dan harus dilakukan setiap pagi, siang, dan malam hari, yang bertujuan untuk memonitoring kepiting yang mati, sakit, dan panen. Pengecekan kepiting dilakukan 4 kali sehari. Pengecekan pertama dimulai pada pukul 07:00 WIB, pengecekan kedua pukul 12:00 WIB, pengecekan ketiga pukul 04:00 WIB, pengecekan keempat pukul 23:00 WIB.
4.1.6 Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang menyerang kepiting lunak adalah burung dan penyakit putih, penyakit ini disebabkan oleh buruknya kualitas air di tambak sehingga untuk pencegahan dilakukan pengantian air, serangan penyakit ini ditandai dengan adanya warna putih di dalam carapas kepiting.
4.1.7 Panen dan penyimpanan
Panen yang dilakukan pada kepiting yang sudah bergannti cangkang atau kulit (molting) dan masih dalam keadaan lunak. Tanda-tanda kepiting yang akan moulting yaitu:
• Warnanya sudah agak kusam
• Di celah-celah cangkangnya sudah mulai agak terbuka
Kepiting yang sudah dipanen kemudian dikemas satu persatu dalam plastik dan bisa langsung dijual dalam keadaan hidup atau segar dimasukan freezer untuk di bekukan dan di jual dalam keadaan beku. Pengemasan kepiting dalam plastik, harus dilakukan hati-hati untuk mencegah keruskan fisik Pada kepiting( putus kaki) karena akan menggurangi kualitas dan hargannya.

Gambar 8. Kepiting yang sudah dikemas.
4.2 Keunggulan Kepiting Lunak
Kepiting lunak memiliki beberapa keunggulan diantaranya:
1. Tekstur badan (karapaks dan daging) yang lunak, sehingga hampir semua bisa dikonsumsi
2. Siklus produksi tidak terlalu lama
3. Teknik budidayanya mudah
Berdasarkan pertimbangan di atas, budidaya kepiting bakau untuk produksi kepiting lunak layak dilakukan dan dapat memberi keuntungan antara lain:
1. Dapat memanfaatkan lahan genangan air yang terkena pengaruh pasang surut
2. Teknik budidaya dan penanganannya yang lebih mudah
3. Modal dan biaya operasional rendah
4. Faktor resiko kegagalan lebih kecil dibandingkan dengan budidaya udang
5. Tidak memerlukan lahan yang luas
6. Waktu yang diperlukan singkat dan dapat memanfaatkan tenaga keluarga.
4.3 Sintesa Permasalahan
Berdasarkan peluang yang telah dijabarkan, kita dapat memanfaatkan peluang pasar tersebut untuk meningkatkan produksi kepiting bakau untuk memenuhi kebutuhan pasar baik di dalam maupun di luar negeri. Namun di wilayah Aceh sendiri jumlah petambak yang membudidaya kepiting lunak ini masih sangat sedikit. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh kurangnya informasi atau pengetahuan bagi petambak-petambak yang berada di Aceh.
Adanya peluang pasar yang begitu besar ini juga dapat menjadi salah satu upaya peningkatan pendapatan atau memperkecil angka pengangguran di Indonesia, khususnya di Aceh guna memperbaiki taraf hidup masyarakat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari penulisan ini adalah:
• Budidaya kepiting lunak dapat dilakukan dengan 2 pilihan, yaitu menggunakan takir atau keranjang.
• Jenis kepiting yang dibudidayakan untuk produksi kepiting lunak ini adalah spesies kepiting bakau (Scylla serrata).
• Daging kepiting bukan hanya lezat tapi juga menyehatkan, mengandung nutrisi yang sangat baik untuk kesehatan tubuh kita.
• Modal dan biaya operasional rendah, tapi faktor resiko kegagalan lebih kecil

5.2 Saran
Sebaiknya perlu adanya usaha pembenihan kepiting di Aceh sehingga tidak perlu membeli bibit dari luar dan juga agar semakin besar kesempatan bekerja bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1992. Pemeliharaan kepiting. Kanisius. Yogyakarta.
Boer, 1993. Studi pendahuluan Penyakit kunang-kunang pada larva kepiting Bakau (Scylla serrata), Journal Penelitian Budidaya Pantai.
Cholik, F and Hanafi, A. 1991. A Review of the status of the Mud crab ( Scilla sp ). Fishery and culture in Indonesia. A Report of the Seminar Convened in Surathani, Thailand. Nov. 5-8.
DPI & F. 2003. Fish Guide. Saltwater, Freshwater and Noxious Species, (Online), The Great Outdoors Publications, Brisbane, (www2.dpi.qld.gov.au, diakses 13 Mei 2008).
Gufron, M., dan H. Kordi. 2000, Budidaya kepiting & Ikan Bandeng di tambak system polikultur. Dahara Prize. Semarang.
Kanna Iskandar, 2002, Budidaya Kepiting Bakau (Pembenihan dan Pembesaran). Kanisius.Yogyakarta.
Kanna, I. 2006. Budidaya kepiting bakau, pembenihan dan pembesaran. Kanisius. Yogyakarta.
Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkas. Penerbit Bharata. Jakarta.
Mossa, K., I.Aswandy dan A.Kasry. 1995. Kepiting Bakau (Scylla serrata) dari Perairan Indonesia. LON – LIPI. 18 hal.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
Syarifuddin, M. 2011. Nilai Gizi Dalam Lobster Dan Kepiting. Diakses pada tanggal 14 Mei 2012 melalui http://www.syafir.com/2011/12/26/nilai-gizi-dalam-lobster-dan-kepiting

Quinitio, E.T. & Parado, E.F.D. 2003. Biology and Hatchery of the Mud Crabs (Scylla spp.) Aquaculture Extension Manual, (Online), No. 34, SEAFDEC Aquaculture Department, Iloilo, Philippines (rfdp.seafdec.org.ph, diakses 15 Mei 2008).
www.portofpeninsula.org. 1997. Crab. Washington State Department of Fish & Wildlife, (Online), (diakses 15 Mei 2008).
www.zonaikan.wordpress.com. 2010. Perbedaan kepiting jantan dan betina. Diakses pada tanggal 11 Mei 2012 pukul 06:47 WIB.